LAPORAN TUTORIAL BLOK 6: STRUKTUR SISTEM STOMATOGNASI FUNGSI CAIRAN SULKUS GINGIVA
Dosen Tutorial Dr.drg. Didin Erma Indahyani, M.Kes
Disusun Oleh : Nama Shabrina Akbar Nur Firdaus
171610101117
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang termodifikasi.Cairan krevikuler gingiva (gingival crevicular fluid/GCF) merupakan cairan yang sangat berguna sebagai sarana diagnostik bagi para klinisi karena mengandung penanda-penanda biologis (biomarkers) yang spesifik pada kondisi tertentu, yang dapat dijadikan penilaian untuk mengetahui kondisi biologis dari jaringan periodonsium.Cairan tersebut adalah suatu eksudat yang berasal dari pleksus pembuluh darah gingiva di korium gingiva. Cairan ini keluar pada tepi gingiva dan dapat dikumpulkan melalui berbagai prosedur yang bervariasi dengan proses yang spesifik pada sisi tertentu dan non-invasif. Pengumpulannya memerlukan kesabaran bagi klinisi, bisa menggunakan platinum loop, filter- paper strip, pembilasan gingiva, dan pipet mikro.Komponenkomponen seluler dan humoral darah dapat mencapai gigi dan permukaan epitel mulut dengan cara cairan tersebut mengalir melalui epitel junctional gingiva. Oleh karena itu fungsi dan struktur epitel junctional adalah penting dalam hal relasi biologis antara komponen vaskuler dan struktur periodontal. Cairan sulkus gingiva juga dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai keadaan jaringan periodontal secara objektif sebab aliran CSG sudah lebih banyak sebelum terlihatnya perubahan klinis radang gingiva bila dibandingkan dengan keadaan normal.
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disebutkan, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut, 1. Apa saja komponen yang terdapat pada GCF? 2. Apa saja fungsi dari GCF? 3. Bagaimana mekanisme sekresi GCF?
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang termodifikasi.Cairan krevikuler gingiva (gingival crevicular fluid/GCF) merupakan cairan yang sangat berguna sebagai sarana diagnostik bagi para klinisi karena mengandung penanda-penanda biologis (biomarkers) yang spesifik pada kondisi tertentu, yang dapat dijadikan penilaian untuk mengetahui kondisi biologis dari jaringan periodonsium.Cairan tersebut adalah suatu eksudat yang berasal dari pleksus pembuluh darah gingiva di korium gingiva. Cairan ini keluar pada tepi gingiva dan dapat dikumpulkan melalui berbagai prosedur yang bervariasi dengan proses yang spesifik pada sisi tertentu dan non-invasif. Pengumpulannya memerlukan kesabaran bagi klinisi, bisa menggunakan platinum loop, filter- paper strip, pembilasan gingiva, dan pipet mikro.Komponenkomponen seluler dan humoral darah dapat mencapai gigi dan permukaan epitel mulut dengan cara cairan tersebut mengalir melalui epitel junctional gingiva. Oleh karena itu fungsi dan struktur epitel junctional adalah penting dalam hal relasi biologis antara komponen vaskuler dan struktur periodontal. Cairan sulkus gingiva juga dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai keadaan jaringan periodontal secara objektif sebab aliran CSG sudah lebih banyak sebelum terlihatnya perubahan klinis radang gingiva bila dibandingkan dengan keadaan normal.
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disebutkan, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut, 1. Apa saja komponen yang terdapat pada GCF? 2. Apa saja fungsi dari GCF? 3. Bagaimana mekanisme sekresi GCF?
4. Bagaimana keadaan GCF normal dan tidak normal? 5. Apa saja factor yang mempengaruhi sekresi GCF? 6. Apa saja factor yang mempengaruhi komposisi GCF? 7. Megapa GCF sebagai indicator inflamasi? 8. Bagaimana cara metode pengukuran GCF?
1.3 Tujuan 1.
Untuk mengetahui komponen yang terdapat pada GCF
2.
Untuk mengetahui fungsi dari GCF
3.
Untuk mengetahui mekanisme sekresi GCF
4.
Untuk mengetahui keadaan GCF normal dan tidak normal
5.
Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi sekresi GCF
6.
Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi komposisi GCF
7.
Untuk mengetahui GCF sebagai indicator inflamasi
8.
Untuk mengetahui cara metode pengukuran GCF
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cairan Sulkus Gingiva 2.1.1 Definisi Cairan Sulkus Gingiva
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang termodifikasi, karena asalnya dari darah maka komposisi CSG hampir sama dengan darah. Cairan sulkus gingiva merupakan campuran substansi yang kompleks yang berasal dari serum darah, leukosit, sel periodonsium, dan bakteri mulut yang terdapat dalam sulkus gingiva baik yang sehat maupun yang mengalami inflamasi. Pada umumnya, dari CSG dapat dideteksi adanya indikator-indikator inflamasi seperti imunoglobulin, komplemen, aktivasi komplell), komponenkomponen respon imun, serta indikator lain yang dapat berperan dalam resorbsi tulang alveolar.
Cairan Sulkus Gingiva
2.1.2 Komponen Cairan Sulkus Gingiva Komponen GCF dapat dikarakteristikan berdasarkan protein individual, antibodi dan antigen yang spesifik, dan enzim dengan beberapa spsifikasi. GCF juga terdiri dari beberapa elemen selular. Beberapa penelitian berusaha menggunakan GCF untuk mendeteksi penyakit yang sedang aktif atau memprediksi resiko dari penyakit periodontal. Sejauh ini, lebih dari 40 komponen ditemukan pada GCF sudah dianalisis, tetapi asal mereka belum diketahui secara tepat. Bagian- bagian ini mungkin berasal dari organisme atau diproduksi oleh bakteri pada celah ginggiva, tetapi asal mereka susah dijelaskan, contoh β-glucuronidase, enzim lisosom, dan asam laktatdehidrogenase, enzim sitoplasmik. Asal kolagen mungkin dari fibroblas, PMNs, atau kolagen yang disekresikan oleh bakteri. Mayoritas elemen dari GCF yang dideteksi sejauh ini enzim, tetapi ada juga yang bukan enzim.
Elemen Selular
Elemen selular ditemukan pada GCF temasuk bakteri, epitelial sel yang terkelupas, leukosit (PMNs, limfosit,monosit/ makrofag), yang bermigrasi di seluruh sulcula epitelium.
Elektrolit
Potasium, sodium, dan kalsium sudah dipelajari didalam GCF. Kebanyakan penelitian menunjukkan korelasi positif kalsium dan sodium konsentrasi dan sodium/potasium rasio dengan inflamasi.
Bahan-bahan Organik
Karbohidrat dan protein sudah diteliti. Glukosa hexosamin dan asam hexuronik ditemukan pada GCF. Glukosa darah kedarnya tidak berkorelasi dengan glukosan dalam GCF; konsentrasi glukosa pada GCF tiga atau empat kali lebih tinggi daripada glukosa pada serum. Interpretasi ini tidak hanya ditemukan pada jaringan yang berdekatan, tetapi terdapat pada flora dari mikroba lokal. Total protein pada GCF lebih sedikit dari serum. Tidak ada korelasi yang signifikan antara konsantrasi protein di GCF dan keparahan dari ginggivitis, kedalaman poket, atau luasnya kehilangan tulang.
Produk metabolisme dan bakteri diidentifikasi pada GCF termasuk asam laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin, subtansi sitotoksik, hidrogen sulfida, dan faktor antibakterial. 2.1.3 Fungsi Cairan Sulkus Gingiva Fungsi cairan krevikuler gingiva menurut Manson dan Eley (1933) adalah sebagai berikut: -
Mencuci daerah leher gingiva, mengeluarkan sel-sel epitelial yang terlepas, leukosit, bakteri, dan kotoran lainnya
-
Protein plasma dapat mempengaruhi perlekatan epitelial ke gigi
-
Mengandung agen antimikrobial misalnya lisosim
-
Membawa leukosit pmn dan makrofag yang dapat membunuh bakteri. Juga menghantarkan igg, iga, igm dan faktor-faktor lain dari sistem imun
-
Jumlah cairan gingiva dapat diukur dan digunakan sebagai indeks dari inflamasi gingiva
-
Pencegah karies gigi, dikarenakan gcf bersifat alkali dan dapat melawan patogen dengan komponen komponen imun di dalamnya. Sifat ini disebabkan mikrosirkulasi di daerah ini bersifat alkali
2.1.3 Cairan Sulkus Gingivasebagai Indikator Inflamasi. Cairan Krevikuler gingiva (CKG) adalah cairan yang dapat ditemukan pada runag fisiologis (sulkus gingiva) dan dapat merupakan ruang pathologis (poket gingiva) dan dapat merupakan eksudat ataupun transudat. Aliran CKG pada awalnya disebabkan oleh gradient osmotic (transudat) dan selanjutnya juga dapat dipengaruhi oleh mekanisme inflamatorik pada daerah sekitar sulkus gingival. Dengan demikian, cairan krevikuler gingiva (CKG) dapat digunakan
sebagai penanda diagnostic (diagnostic marker) aktivitas penyakit periodontal, karena mengandung beberapa faktor biokimiawi yang berkaitan erat dengan status penyakit periodontal.Selain itu, volume CKG bisa digunakan sebagai penanda sederhana untuk mengetahui status inflamasi jaringan periodontal.
BAB III PEMBAHASAN
3. 1 Komponen GCF
Komponen GCF merupakan hasil interaksi yang terjadi antara bakteri biofilm (yang melekat di permukaan gigi) dengan sel jaringan periodontal. GCF terdiri dari serum dan material seperti produk kerusakan jaringan, mediator inflamasi dan antibodi yang dikeluarkan untuk mencegah bakteri dan plak
Tabel 1 Komposisi GCF Komponen Seluler
Ion Organik
Ion
Enzim
Inorganik
Polymorphonuclear
Produk Bakteri
Protein 70 g/l
Sodium
Acid phospatase
Endotoxin
Albumin 35 g/l
Potassium
Alkaline
Trysin
leukocytes (neutrophils) Lymphocytes
Monocytes
Gammaglobulin
Calcium
phosphatase
enxymes
Cathepsin B. D
Acid
7,5 g/l
phosphatase
Ephitelialcells
Immunoglobuli
Magnesiu
(shedded/desquamation
n
m
)
like
Collagenase
Alkaline phosphatase
Phosphate
Elastase
Prostaglandi n
like
products Betaglucuronidas e Lactoferrin Lysozyme Plasminogen activator Myloperoxidase
Elektrolit yang terdapat di dalam GCF antara lain ditulisan dalam Tabel 2 Electrolyte ion
Konsentrasi (mmol/lit)
Sodium
91,6 + 31,1
Potassium
17,4 + 11,7
Calcium
5,0 + 1,8
Magnesium
0,4 + 0,2
Phosphate
1,3 + 1,0
Komponen organic meliputi karbohidrat, protein (immunoglobulin, serum albumin), lipid, glucose hexosamine dan hexurenic acid. Level Glukosa di GCF lebih tinggi 3-4 kali lebih banyak daripada serum. Total konsentrasi di GCF lebih sedikit daripada di serum. Metabolic dan produk bacterial meliputi asam laktat, urea, hydroxyproline, endotoxin, hydrogen sulfide, cytotoxic substance, antibacterial factor. Biomarker yang dilepaskan ke GCF terdiri dari 3 kategori yaitu : (Eley dan Cox, 1998) 1. Mediator inflamasi dan modifier respon host yaitu antibody, PGE2, sitokin IL-1, IL-2, IL-4, IL-6, TNF-A 2. Enzim yang berasal dari host. Enzim proteolitik meliputi collagenase, elastase, cathepsin B, D dan G, dipeptidyl peptidase, tryptase. Enzim hydrolytic meliputi arylsulfatase,
B-gluronidase,
Alkaline
phosphatase,
Acid
phosphatase,
myleperoxidase, lysozime dan lactoferrin. Serta protein bone specific seperti osteonectin, osteocalcin 3. Produk kerusakan jaringan kolagen, fibronectin, proteoglikan 3. 2 Fungsi GCF
Setiap bagian dari tubuh kita membutuhkan cairan untuk bisa menjalankan fungsinya dengan baik dans sesuai, begitu pula dalam rongga mulut. Di dalam rongga mulut terdapat dua sumber cairan utama ; pertama adalah saliva dan yang kedua adalah cairan sulkus gingiva atau biasa disebut Gingival Clavicular Fluid dimana fungsinya bagi rongga mulut adalah sebagai berikut : a. Pembersih Rongga Mulut ( Self Cleansing) Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman. Namun tidak semua mikroorganisme tersebut bersifat patogen (berbahaya). Di dalam rongga mulut, mikroorganisme yang masuk akan dinetralkan oleh cairan rongga mulut diantaranya ada kelenjar ludah (saliva) dan cairan crevicular gingiva serta oleh bakteri flora normal. Kebersihan rongga mulut penting dijaga untuk estetik, fonetik, mastikasi, dan kesehatan. Terdapat hubungan erat antara kebersihan rongga mulut dengan penyakit yang menyangkut gigi dan jaringan periodontal, bahkan dapat juga berhubungan dengan penyakit sistemik. Di dalam rongga mulut sendiri cairan sulkus gingiva ini berperan dalam pembersihan area lingkungan gigi dan mulut atau bersifat Self Cleansing karena mampu mencuci daerah leher gingiva, mengeluarkan sel-sel epitelial yang terlepas, leukosit, bakteri, bakteri, dan kotoran lainnya. Epitel gingiva yang telah terdeskuamasi baik karena terdeskuamasi secara pergantian normal maupun karena bekas peradangan. b. Meningkatkan Gaya Adhesi Epitel dan Jaringan Periodontal Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya bahwa cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang termodifikasi, karena asalnya dari darah maka komposisi CSG hampir sama dengan darah, salah satu diantaranya adanya protein plasma. Protein Plasma memainkan peran penting dalam pengaturan tekanan osmotik tubuh. Mereka juga membantu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam darah, sehingga menjaga fungsi tubuh bekerja dengan baik.
Degenerasi protein plasma dapat menyebabkan masalah kesehatan. Dalam hal ini protein plasma pada cairan sulkus gingiva memegang peranan dalam peningkatan gaya adhesi yaitu gaya tarik menarik antar beberapa partikel yang berbeda jenis, partikel disini merujuk pada junctional ephitelium dan jaringan periodontal berupa ligamen periodontal gigi. Kekuatan tarikan ini berimbas pada pengaruh perlekatan epitel dengan jaringan periodontal yang berada dibawah bagian sulkus gingiva, normalnya sulkus gingiva mencapai 2-3 mm. Gaya adhesi ini memungkinkan agar kedalaman sulkus tetap berada pada kondisi normal, tidak melebihi 3mm dan membentuk poket. c. Mengandung Agen Antimikroba Agen antimikroba atau antibakteri adalah senyawa-senyawa kimia yang dalam kadar tertentu dapat menghambat pertumbuhan ba kteri. Dalam kasus ini berbatasan masalah pada bagian rongga mulut, berarti hal ini menyangkut flora normal dalam rongga mulut kita. Agen antibakteri ini ada yang memang sudah berasal dari rongga mulut karena sudah terbentuk oleh kerja seluler tubuh kita dan ada juga yang hadir dan berkoloni karena obat-obat kimia misalnya antibiotik. Agen antimikroba dalam kadar yang sesuai membantu dalam proses homeostasis, dan be gitu sebaliknya jika agen antimikroba ini berada dalam kadar yang tidak sesuai akan mengganggu homeostasis dalam rongga mulut kita. Salah satu agen antimikroba alami yang terkandung dalam cairan sulkus gingiva adalah Lisozim. Lisozim juga dikenal sebag ai muramidase atau Nacetylmuramide glycanhydrolase adalah enzim antimikroba yang dihasilkan guna membentuk bagian dari sistem kekebalan tubuh bawaan. Lisozim adalah hidrolase glikosida yang mengkatalisis hidrolisis 1,4-beta-linkages antara asam N- acetylmuramic dan residu N-acetyl-D-glucosamine di peptidoglycan, yang merupakan komponen utama dari dinding sel bakteri gram positif. Hidrolisis ini pada gilirannya merusak integritas dinding sel bakteri yang menyebabkan lisis bakteri.Lisozim juga berlimpah dalam sekresi air mata, air liur, susu manusia, dan lendir. Hal ini juga hadir dalam granula sitoplasma makrofag dan neutrofil polimorfonuklear (PMN). Sejumlah besar lisozim dapat ditemukan dalam putih telur. Lissozim tipe-C sangat terkait dengan alfa-laktalbumin secara berurutan dan struktur, menjadikannya bagian dari keluarga yang sama. Pada manusia, enzim lisozim dikodekan oleh gen LYZ. Lisozim stabil secara termal, dengan titik leleh mencapai hingga 72 ℃ pada pH 5.0. Namun, dalam ASI, ia kehilangan
aktivitas dengan sangat cepat pada suhu tersebut. Titik isoelektriknya adalah 11,35. Dalam kisaran besar lisozim pH (6-9) dapat bertahan hidup. d. Berperan Dalam Sistem Imun Sistem kekebalan tubuh yang sehat merupakan kekebalan yang dapat membedakan antara bagian tubuh dari sistem itu sendiri dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Secara garis besar, sistem imun menurut sel tu buh dibagi menjadi sistem imun humoral dan sistem imun seluler. Sistem imun humoral terdiri atas antibodi d an cairan yang disekresikan organ tubuh tubuh (saliva, cairan sulkus gingiva, air mata, serum, keringat, asam lambung, pepsin, dan lain -lain). Sedangkan sistem imun dalam bentuk seluler berupa makrofag, limfosit, dan neutrofil yang berada di dalam sel. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Lisozim yang dikandung oleh cairan sulkus gingiva merupakan bentuk imunitas innate atau imun bawaan, sebab Lisozim dapat menghidrolisis ikatan polipeptida pada dinding bakteri. Selain peran dari Lisozim, sistem imun pada pada cairan sulkus gingiva juga di mainkan oleh Imunoglobulin yang bertindak sebagai adaptive immune. Immunoglobulin adalah antibodi yang biasa ditemukan dalam darah. Antibodi adalah protein yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan antigen, seperti bakteri, virus, dan racun. Terdapat 5 subclass immunoglobulin dalam tubuh kita, antara lain : (1) Immunoglobulin A (IgA) yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada selaput lendir, terutama lapisan yang saluran pernafasan dan saluran pencernaan, serta dalam air liur dan air mata. (2) Immunoglobulin G (IgG), jenis yang paling melimpah antibodi, yang ditemukan di semua cairan tubuh dan melindungi terhadap infeksi bakteri dan virus. (3) Imunoglobulin M (IgM), yang ditemukan terutama dalam cairan darah dan getah bening, adalah yang pertama harus dibuat oleh tubuh untuk melawan infeksi baru. (4) Imunoglobulin E (IgE), yang berhubungan terutama dengan reaksi alergi (ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap antigen lingkungan seperti serbuk sari atau bulu hewan peliharaan). Hal ini ditemukan di paru-paru, kulit, dan selaput lendir.
(5) Imunoglobulin D (IgD), fungsi utamanya belum diketahui tetapi merupakan imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan diduga b erperan dalam diferensiasi sel. Adalah antibodi paling sedikit dipahami. Diantara ke lima jenis imunoglobulin di atas yang dihantarkan dan banyak ditemui di cairan sulkus gingiva adalah IgG, IgA, dan IgM. e. Perlindungan Gigi dan Jaringan Periodontal Peran perlindungan cairan sulkus gingiva terhadap gigi ini dapat dijabarkan sebagai perlindungan terhadap karies. Hal ini dikemukakan oleh bebrapa ahli diantaranya: • Hancock dkk menyatakan bahwa CSG mempunyai aksi mekanis dan pertahanan terhadap bakteri dan benda asing lainnya. • Carranza menyatakan bahwa CSG berfungsi untuk membersihkan sulkus dari materimateri patogen. • Grant dkk menyatakan bahwa bila bakteri atau benda asing tertentu masuk ke sulkus gingiva segera akan lenyap dari sulkus karena keluar oleh aliran CSG. • Mc. Gehee menyatakan bahwa pada gingiva yang sehat CSG bersifat alkali sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi pada permukaan enamel dan sementum yang halus. Sifat ini disebabkan oleh daerah mikrosirkulasi setempat bersifat alkali (sangat reaktif) bereaksi dengan air menghasilkan basa dan menunjang netralisasi asam yang dapat ditemukan dalam proses karies di area gingival margin. Mikrosirkulasi adalah sirkulasi di dalam pembuluh darah dengan diameter kurang dari 100μm. Selain perlindungan terhadap gigi, cairan sulkus gingiva juga berperan dalam perlindungan jaringan periodontal, misalnya tulang alveolar. Interleukin 1- alfa dan interleukin 1- beta diketahui meningkatkan PMN dan monosit atau makrofag kepada endotelial sel , menstimulasi produksi dari protaglandin E2 (PGE2), dan m elepaskan enzim lisosom, kemudian menstimulasi resorpsi tulang. Bukti juga mengindikasi keberadaan dari interferon- α di GCF, yang mungkin mempunyai peran protektif pada penyakit periodontal karena kemampuannya mencegah resorpsi tulang. Interferon alfa (interferon alpha, IFN) adalah sebuah protein yang diproduk si oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap infeksi virus. Interferon bekerja den gan mengganggu replikasi virus.
f. Penanda Diagnostik Fase transisi dari gingiva yang sehat ke gingivitis tidak mud ah dideteksi selama pemeriksaan klinis. Tanda khas yang mengizinkan klinikan untuk mengenali inflamasi dari 11 jaringan gingiva adalah kemerahan, pembengkakan, pendarahan, dan peningkatan aliran cairan sulcus gingiva. Jumlah cairan gingiva dapat diukur dan digunakan sebagai indeks dari inflamasi gingiva, penyakit periodontal dan penyakit sistemik. Selain dari kadar volumenya yang menjadi penegak diagnosa, kandungan yang terkandung didalam cairan sulkus gingiva juga ambil peran dalam hal itu. Telah banyak penelitian yang mengatakan bahwa kadungan fosfor dalam orang penderita penyakit periodontal lebih tinggi dibandingkan orang sehat pada umumnya. Cairan sulkus gingiva terdiri dari bahan serum, mediator inflamasi, dan antibodi terhadap bakteri plak. Komposisi cairan sulkus gingiva merupakan hasil interaksi antara bakteri yang melekat pada permukaan gigi dan sel-sel jaringan periodontal. Fosfor yang larut bersama aliran darah berasal dari cairan sulkus gingiva yang meningkat dan keluar melalui sulcular epitelium. Mayoritas fosfor di dalam tubuh terdapat dalam bentuk ion fosfat (PO4). Fosfor berperan penting dalam remineralisasi tulang dan gigi serta menjaga keseimbangan asam basa. Fosfor dalam cairan sulkus gingiva tidak berbentu bebas, namun berbentuk ikatan fosfat, kemungkinan ikatan fosfat di dalam sulkus gingiva yaitu alkaline phospatase. Alkaline phospatase (ALP) di dalam cairan sulkus gingiva menunjukan adanya kerusakan tulang yang berasal dari ligamen periodontal, tulang alveolar, maupun sementum. Kandungan lain yang menjadi indikator dalam membantu penegakan diagnosa adalah ditemukannya sel-sel terlarut inflamatori misalnya histamin, brandikinin, sitokin yang terlarut dalam cairan sulkus gingiva yang me nandakan sedang terjadinya proses inflamasi. Menurut Dorland inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.
3. 3 Mekanisme Sekresi GCF
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah cairan yang keluar dari sulkus gingiva dalam keadaan sehat maupun inflamasi, cairan tersebut berupa serum darah. Terbentuknya cairan sulkus gingiva berkaitan dengan peningkatan permeabilitas dari vessels underlying junction dan epithelium sulkular. Dengan adanya inflamsi, lebar dan panjang dari kapiler dan post kapiler venule meningkat. Peningkatan volume cairan sulkus gingiva tersebut juga berhubungan dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah pada gingiva. Hal ini disebabkan produk bakteri yaitu lipopolisakarida berpenetrasi melalui junctional ephitelium yang kemudian memicu terbentuknya sitokin inflamasi seperti IL-1, TNF-α dan PGE2 yang dapat meregulasi terjadinya inflamasi dan menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga cairan plasma berdifusi ke jaringan dan pada akhirnya menembus sulcular epithelium yang semipermeabel dalam jumlah yang banyak. Hal ini kemungkinan mengakibatkan cairan sulkus gingiva dan salah satu komponennya yaitu fosfor meningkat saat terjadi inflamasi. Pada keadaan normal cairan sulkus gingiva yang mengandung leukosit akan melewati junctional epitel menuju ke permukaan gigi. Cairan mengalir dari kapiler menuju ke jaringan subepitel lalu ke epitel perlekatan. Kemudian cairan disekresikan dalam bentuk cairan sulkus gingiva yang bercampur dengan saliva di dalam rongga mulut. Komponen selular dan humoral dari darah dapat melewati junctional epitel yang terletak pada sulkus gingiva dalam bentuk cairan sulkus gingiva. Cairan ini mengalir secara terus menerus melalui epitel dan masuk ke sulkus gingiva dengan aliran yg sangat lambat yaitu 0,24-1,56 μl/menit pada daerah yang tidak mengalami inflamasi. Aliran akan
meningkat pada gingivitis dan
periodontitis. Pada kondisi sehat, infiltrasi leukosit PMN dan stoking inflamsi pada cairan sulkus gingiva tetap ditemukan. Dengan bertambahnya jumlah leukosit PMN menandakan peningkatan pertahanan tubuh karena terjadinya inflamasi. Komponen utama dalam cairan sulkus gingiva adalah materi darah yang didalamnya terdapat
polimorfonuklear
leukosit,
neutrofil,
monosit,
makrofag
dan
limfosit.
Polimorfonuklear leukosit bermigrasi secara teratur dan terus-menerus dari pembuluh darah ke dalam juctional epitel, menembus ke sulkus gingiva dan keluar ke rongga mulut. Polimorfonuklear leukosit merupakan sel paling aktif yang keluar dari pembuluh darah melalui juctional epitel masuk ke dalam sulkus gingiva. Neutrofil bermigrasi melalui
juctional epitel ke sulkus gingiva. Pada sulkus, neutrofil membentuk rintangan diantara epitel dan plak yang mungkin mencegah invasi bakteri pada epitel dan jaringan ikat dibawahnya. Oleh karena itu, neutrofil dapat memperkecil efek merusak dari plak bakteri. Sel monosit ini menetap dalam darah hanya 24 jam, selanjutnya bermigrasi ke berbagai jaringan berubah menjadi makrofag.
3. 4 Keadaan GCF normal dan tidak normal
Keadaan Normal
Keadaan Inflamasi
Pada keadaan inflamasi, GCF mengandung beberapa produk peradangan,terdapat aktivasi C4a, C3b, dan C5a, serta terjadi peningkatan aliran cairan gingiva. Pada keadaan transisi dari jaringan periodontal sehat menjadi gingivitis, pada CSG terjadi perubahan awal beru pa peningkatan netrofil interleukin8.Mediator yang banyak teridentifikasi dalam GCF pada keadaan gingivitis yaitu : leukotrien B platelet activating factor, tromboxane B, elastase d an kolagenase. Jumlah produk monosit seperti interleukin-1 atau tumor necrosis factor (TNF) rendah, hal ini menunjukkan jumlah aktivasi yang lemah pada sel yang berhubungan dengan inflamasi kronis. Pada pasien dengan periodontitis ditemukan jumlah MMP-8, lactoferin, lysozyme dan aktivitas peroksi- dase lebih tinggi dalam GCF nya daripada pasien dengan jaringan periodontal yang sehat. Pada pasien dengan poket yang dalam dan kehilangan perlekatan yang besar, seperti yang terjadi pada keadaan periodontitis, terdapat elastase (merupakan protease endogen) yang aktif dalam GCF. Pada penyakit periodontal, terjadi kerusakan jaringan, yang salah satunya terjadi karena resorbsi tulang karena adanya aktivitas osteoklas. Indikator keadaan tulang yang dapat dideteksi dari GCF antara lain fragmen kolagen telopeptide dan osteocalcin yang dapat menggambarkan keadaan resorbsi tulang periodontal. Pada suatu penelitian disebutkan bahwa jumlah malondialdehyde dalam CSG pada pasien dengan periodontitis kronik meningkat atau lebih tinggi daripada pasien dengan jaringan periodontal yang sehat, dan konsentrasi tertinggi ditemukan pada CSG dibandingkan pada saliva. Pada keadaan inflamasi, terjadi pembesaran ruang antar kedua epitel yaitu junctional dan sulcular epithelium yang bisa menyebabkan salah satu bakteri memperoleh jalan masuk pada jaringan pendukung. Pembesaran ruang antar sel
membuat komponen GCF lebih mudah masuk sehingga akan larut bersama aliran darah dan dikeluarkan melalui sulcular epithelium (Imamura, 2003).
3.5 Faktor yang Mempengaruhi Sekresi GCF Jumlah dari GCF lebih besar ketika terjadi inflamasi dan sebanding dengan tingkat
keparahan inflamasinya. Jumlah GCF dapat dipengaruh oleh : 1. Circadian Periodicity
Ritme sirkadian adalah proses biologis yang berpatokan pada siklus 24 jam atau siklus pagi-malam yang mempengaruhi sistem fungsional tubuh manusia. Jam biologis sirkadian dikendalikan oleh bagian otak yang disebut Suprachiasmatic Nucleus (SCN), yaitu sel pada hipotalamus yang merespon cahaya dan sinyal gelap. Sinyal SCN akan dikirimkan ke bagian otak lain yang mengontrol hormon, suhu tubuh, dan fungsi lain yang berperan dalam proses kantuk dan terjaga. Hormon yang paling penting terhadap ritme sirkadian yang mempengaruhi tidur adalah hormon melatonin dan hormon kortisol. Hormon melatonin menyebabkan rasa kantuk dan menurunkan suhu. Hormon melatonin biasanya mulai diproduksi tubuh sekitar pukul 08.00 - 09.00 pm dan berhenti sekitar pukul 07.00 - 08.00 am. Level melatonin tertinggi terjadi pada tengah malam, sehingga pada periode ini seseorang biasanya mengalami deep sleep. Hormon kortisol dapat membentuk glukosa dan mengaktifkan anti-stress serta anti-inflamasi dalam tubuh. Pada pukul 08.00 tekanan darah dan suhu tubuh meningkat karena hormon
kortisol (hormon stress) meningkat. Pada pukul 16.00 hormon adrenalin dan suhu tubuh berada pada kondisi paling tinggi. Pada cairan sulkus gingiva cahaya tidak mempengaruhi sekresi, tetapi pada saliva cahaya mempengaruhi sekresi. Pengurangan aliran saliva sebesar 30% - 40% pada orang dalam keadaan gelap atau tanpa pencahayaan. Namun pada orang buta atau yang ditutup matanya, aliran salivanya bila dibandingkan dengan orang normal atau yang tidak ditutup matanya, aliran salivanya tidak jauh berbeda. Hal ini dapat disugestikan bahwa orang buta atau yang ditutup matanya beradaptasi terhadap kurangnya cahaya yang diterima oleh penghilatan atau mata. Circadian periodicity pada cairan sulkus gingiva berperan penting untuk menentukan crest time dan through time aliran fluida dalam hubungannya dengan fungsi periode circadian, seperti ritme sirkadian dalam suhu tubuh dan fungsi adrenalin. Circadian periodicity pada cairan sulkus gingiva akan terjadi peningkatan sedikit demi sedikit pada jumlah GCF dari jam 6 pagi sampai 10 malam dan akan menurun setelahnya. Terdapat perbedaan apakah circadian periodicity berpengaruh pada cairan sulkus gingiva. Dalam penelitiannya, Bassada menyatakan bahwa GCF menunjukkan dengan jelas adanya circadian periodicity, sedangkan Suppipat dan Deinzer menyatakan bahwa circadian periodicity tidak mempengaruhi laju aliran cairan sulkus gingiva. 2. Hormon Seksual
Pada wanita dapat meningkatkan GCF karena dapat mempertinggi permeabilitas pembuluh darah pada masa kehamilan, ovulasi, dan hormonal kontrasepsi yang meningkatkan produksi cairan sulkus ginggiva. Peningkatan volume GCF berkaitan erat dengan peningkatan keparahan dari inflamasi gingiva. Pada keadaan gingiva terinflamasi terjadi dilatasi pembuluh darah, sehingga aliran GCF pun meningkat. Permeabilitas pembuluh darah pada gingiva sangat berkaitan dengan tingkat aliran GCF. Pada penyakit periodontal, GCF yang awalnya berupa transudat akan berubah menjadi eksudat inflamatori. Siklus menstruasi adalah pola perubahan ritmis bulanan dari ovarium, organorgan seksual wanita serta kecepatan sekresi hormon-hormon wanita, yang timbul
karena fluktuasi kadar hormon estrogen dan progesteron. Fluktuasi hormon estrogen dan progesteron sangat mempengaruhi kondisi di dalam rongga mulut dalam bentuk inflamasi, gingivitis, periodontitis, dan lain-lain. Siklus menstruasi berpengaruh terhadap angka leukosit cairan sulkus gingiva, yaitu pada saat terjadi peningkatan hormon estrogen dan progesteron. Leukosit yang ada pada sulkus gingiva merupakan faktor penting dalam menentukan diagnosis inflamasi. Penelitian yang dilakukan Lindhe dan Attstrom menyatakan bahwa peningkatan eksudat gingiva terjadi pada wanita pada saat ovulasi. Selama siklus menstruasi, wanita tanpa gingivitis tidak menunjukkan adanya peningkatan cairan gingiva, sementara wanita yang menderita gingivitis menunjukkan adanya peningkatan cairan gingiva. Peningkatan hormon seksual selama masa menstruasi memodulasi perkembangan inflamasi gingiva yang terlokalisasi.
3. Stimulasi Mekanikal
Mengunyah makanan keras dan menggosok gigi dengan sangat kuat dapat menstimulasi aliran dari GCF. Bahkan stimulasi kecil dengan memberikan strip kertas dapat memperlihatkan kenaikan produksi cairan. Selain
itu,
stimulasi
mekanikal
juga
dapat
dilakukan
dengan
teknik
membelitkan benang dimana benang ditempatkan pada celah ginggival di sekitar gigi. Penggunaan mikropipet memungkinkan pengumpulan cairan dengan kapilaritas. Tabung kapiralitas dengan panjang dan diameter yang sudah distrandardisasi ditempatkan pada poket, isinya akan disentrifugasi dan dianalisis. Cravicular Washing digunakan untuk studi GCF dengan gingiva normal. Pencucian dilakukan dengan membilas area crevicular dari satu sisi ke sisi lainnya dengan pompa peristaltik.
4. Merokok
Memproduksi respon immediate-transient, pada kondisi ini sel endotel berkontraksi memperlebar jarak interendothelial cell yang akan meningkatkan aliran GCF.
Hasil penelitian membuktikan bahwa merokok juga dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh derajat inhalasi asap rokok serta absorbsi nikotin kedalam jaringan. Terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah, menurunnya aktifitas PMNs, berkurangnya aliran darah dan cairan sulkus gingiva, berakibat pada menurunnya suplai oksigen dan nutrisi pada jaringan, sehingga dapat menghambat penyembuhan luka.
5. Terapi Periodontal
Cairan sulkus gingiva merupakan cairan yang berasal dari pembuluh darah gingiva. Peningkatan volume cairan sulkus gingiva tersebut berhubungan dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah pada gingiva. Hal ini disebabkan produk bakteri yaitu lipopolisakarida berpenetrasi melalui juntional ephitelium yang kemudian memicu terbentuknya sitokin inflamasi seperti IL-1 dan PGE2 yang dapat meregulasi terjadinya inflamasi dan menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga cairan plasma berdifusi ke jaringan dan pada akhirnya menembus sulcular epithelium yang semipermeabel dalam jumlah yang banyak. Hal ini kemungkinan mengakibatkan cairan sulkus gingiva dan salah satu komponennya yaitu fosfor meningkat saat terjadi inflamasi, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu diagnostic marker penyakit periodontal. Profilaksis oral dapat menurunkan GCF selama satu minggu setelah terapi dan akan kembali seperti sebelum terapi dilakukan. Selama proses penyembuhan, terjadi peningkatan GCF setelah prosedur operasi periodontitis dilakukan. 3.6 Faktor yang Mempengaruhi Komposisi GCF Komposisi pada cairan krevikular gingiva akan mengalami perubahan apabila terjadi
inflamasi dan mendapat respon dari penyakit pada tubuh. Beberapa penyakit akan dapat dideteksi dari pemeriksaan komposisi dalam cairan krevikular gingiva. Sama halnya dengan darah, darah biasa digunakan untuk mengetahui adanya penyakit tertentu dalam tubuh misalnya yaitu pemeriksaan kadar glukosa dalam darah untuk mendeteksi penyakit diabetes melitus. Begitu pula pada cairan sulkus gingiva, dengan adanya penyakit sistemik dalam tubuh, akan menyebabkan komposisi dalam CGF akan mengalami perubahan. Seperti munculnya komponen khusus atau peningkatan jumlah dari komponen normal dalam caian sulkus gingiva.Sehingga
dapat menjadi tanda adanya penyakit tertentu dalam tubuh. Selain faktor inflamasi dan penyakit, komponen pada cairan krevikular gingiva akan mengalami perubahan apabila dipengaruhi oleh obat obatan. a) Metodologi yang Digunakan untuk Menganalisis Komponen CGF 1. Fluorometry Pada metode fluorometry, akan diketahui ada atau tidaknya metaloproteinase dalam cairan sulkus gingiva. Fluorometri adalah suatu metode analisis kimia berdasarkan kemampuan suatu senyawa kimia untuk memendarkan cahaya yang diserap (sifat fotoluminesen). Pada metode ini yang diukur adalah intensitas fluoresensi yang terjadi pada panjang gelombang tertentu setelah analit tereksitasi pada panjang gelombang tertentu. Sehingga pengukuran dilakukan pada cahaya yang diemisikan,yaitu saat elektron yang tereksitasi kembali ke ke tingkat dasar, bukan yang ditransmisikan. Molekul akan kehilangan sebagian energi pada saat kembali ke tingkat dasar disebabkan oleh adanya tumbukan antar sesama molekul analit atau dengan molekul pelarut dan energi yang dilepas berupa cahaya (de-eksitasi). a) Matriks Metaloproteinase Matriks metaloproteinase (MMP) adalah sejenis enzim proteolitik sebagai subfamilia matrixin dan familia zinc metalloproteinase yang pada manusia dijumpai sekurang-kurangnya 23 macam. Seringkali sulit untuk mengidentifikasi aktivitas MMP karena beberapa anggota familia MMP dapat melakukan aktivitas enzimatik yang identik. Dengan demikian, bila satu enzim dihambat fungsinya, yang lainnya bisa lebih banyak diekspresi untuk mengkompensasi keadaan. Semua MMP disekresi dari sel sebagai enzim yang laten dan diaktivasi di lingkungan periseluler melalui pemutusan ikatan Zn-sistein yang memblok reaktivitas dari sisi aktif. Sel-sel jaringan ikat endogen, dan juga beberapa jenis sel haemopoetik yang mensintesis MMP. Matriks ini pertama kali ditemukan oleh Gross dan Lapiere tahun 1962 pada vertebrata, termasuk homo sapiens, tetapi kemudian ditemukan juga pada invertebrata dan tumbuhan. MMP dibedakan dengan endopeptidase lain karena ketergantungannya pada ion logam sebagai kofaktor, dan kemampuannya untuk mendegradasi matriks ekstraseluler, serta ciri khasnya dalam sekuens DNA evolusioner.Berdasarkan gambaran strukturnya, MMP dapat dibagi menjadi kolagenase, gelatinase, stomelisin, matrilisin, dan matriks metaloproteinase jenis membran. Kolagenase
sebagai anggota subfamilia MMP terdiri atas kolagenase-1 (MMP-1), kolagenase-2 (MMP-8) dan kolagenase-3 (MMP-13).
MMP-8
Pada manusia, protein MMP-8 disandi oleh gen MMP- 8. Pada umumnya, MMP disekresi dalam bentuk proprotein yang diaktifkan ketika dipecah oleh proteinase ekstraseluler. Akan tetapi, enzim ini disimpan di granuler sekunder dari netrofil yang diaktivasi dengan cara pemecahan autolitik. Fungsinya adalah untuk mendegradasi kolagen jenis I, II, dan III. MMP-8 pada awalnya dianggap terbatas pada netrofil sehingga dinamai kolagenase netrofil, tetapi akhirnya dapat dideteksi pada kondrosit dari kartilago osteoartritis, fibroblas sinovia, dan sel endotel, sel odontoblas, dan sel pulpa gigi. Akan tetapi, belum diketahui apakah MMP-8 terekspresi selama osteogenesis dan kondrogenesis. Dihipotesiskan bahwa MMP-8 dan kolagenase lainnya terlibat dalam perkembangan tulang dan kartilago. Fungsi dari MMP-8 antara lain ialah berhubungan dengan penyakit mielofibrosis, ruptur dini, melanoma; terlibat dalam proses proteolisis, proses katabolik kolagen, metabolisme peptidoglikan; protein yang diharapkan mempunyai fungsi molekuler aktivitas kolagenase netrofil, ikatan ion zinc, ikatan ion kalsium, aktivitas kolagenase interstitial, aktivitas metaloendopeptidase; terlokalisasi di ruang ekstraseluler, matriks ekstraseluler proteinaseus, dan matriks ekstraseluler.
MMP telah dilibatkan secara luas pada berbagai proses fisiologis yang normal termasuk remodeling tulang, resorpsi uterin, implantasi trofoblas, angiogenesis, and penyembuhan yang normal dari luka.18 Bila terdapat berlebihan, dianggap berpartisipasi dalam mempercepat pemecahan matriks ekstraseluler yang dihubungkan dengan sejumlah penyakit termasuk periodontitis, artritis, aterosklerosis, ulserasi jaringan, invasi dan metastasis tumor, ateroma, nefritis, ensefalomielitis, fibrosis, tukak jaringan yang kronis, dan kanker. MMP berfungsi pada lingkungan ekstraseluler dan dapat mendegradasi protein. Peran MMP-8 pada cairan krevikuler gingiva matriks dan non- matriks. MMP diketahui terlibat dalam pemecahan reseptor-reseptor permukaan sel, remodeling jaringan ikat, pelepasan apoptotic ligands (misalnya FAS ligand), aktivasi kemokin, faktor pertumbuhan, dan MMP lain. MMP telah dikenal perannya dalam pertumbuhan sel kanker dan metastasis, pada kanker payudara, usus besar, dan pankreas serta sering menjadi target terapi anti kanker oleh karena ekspresinya yang berlebih. Selain itu juga sangat berperan pada proliferasi, migrasi (adesi/dispersi), diferensiasi, angiogenesis, apoptosis dan pertahanan/innate immunity dari host. Degradasi yang tepat waktu dari matriks ektraseluler merupakan gambaran yang penting dari perkembangan, morfogenesis, penyembuhan luka, reparasi jaringan dan remodeling sebagai respons terhadap jejas. Hal ini diatur dengan tepat di bawah kondisi fisiologis yang normal, tetapi kalau ada pengaturan yang tidak semestinya, bisa menyebabkan banyak penyakit. 2. ELISA Pada metode elisa ini digunakan untuk mendeteksi adanya interleukins dalam cairan sulkus gingiva. ELISA atau singkatan dari Enzyme-linked Immunosorbent Assay merupakan jenis immunoassay (uji
imun)
yang
telah
digunakan
secara
luas.
ELISA
merupakan rapid test atau uji cepat dalam mendeteksi atau mengkuantifikasi jumlah antibodi atau antigen melawan virus, bakteri, atau bahan lain. ELISA dinamakan demikian karena memang melibatkan penggunaan enzim dan immunosorbent. b) Interleukins Interleukin adalah kelompok sitokin (disekresi protein) yang pertama kali terlihat untuk diekspresikan oleh sel darah putih (leukosit). Interleukin berasal dari (antar-) “sebagai sarana komunikasi”, dan (-leukin) “berasal dari fakta bahwa banyak dari protein yang diproduksi oleh
leuk osit dan bertindak atas leukosit”. Interleukin diproduksi oleh berbagai sel tubuh. Fungsi dari sistem kekebalan tubuh tergantung di bagian besar pada interleukin, dan jarang kekurangan dari sejumlah dari mereka telah dijelaskan, lengkap dengan penyakit autoimun atau defisiensi imun. Mayoritas interleukin disintesis oleh helper CD4+ T lymphocytes, serta melalui monosit, makrofag, dan sel endotel. Interleukin mempromosikan pengembangan dan diferensiasi T, B, dan sel-sel hematopoietik. Il 6 adalah sitokin
yang disekresi dari jaringan tubuh ke dalam plasma darah, terutama
pada fase infeksi akut tau kronis, dan menginduksi respon peradangan transkriptis melalui pencerap IL-6. Pemeriksaan kadar interleukin-6 (IL-6) dilakukan dengan metode ELISA dengan asas double antibody sandwich streptavidin biotin, menggunakan Human IL-6 Platinum ELISA BMS213/2/BMS213/2TEN. Rerata kadar interleukin-6 (IL-6) plasma di pasien diabetes melitus dengan retinopati lebih tinggi dibandingkan dengan yang tanpa. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tertentu yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan secara bersama-sama. Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena dua sebab, yaitu gangguan pembuatan insulin oleh sel beta pankreas atau resistensi insulin di jaringan sel target. Kadar IL-6 bernasab dengan kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah yang terkendali akan berpengaruh terhadap penurunan kadar IL-6 plasma sebagai sitokin proinflamasi, sehingga diharapkan kejadian komplikasi retinopati di pasien diabetes dapat diturunkan.semakin tinggi kadar glukosa darah, semakin tinggi pula kadar IL-6 dalam plasma. 3. Radioimmunoassays Pada metode elisa ini digunakan untuk mendeteksi adanya Cyclooxygenase dalam cairan sulkus gingiva. Radioimmunoassay merupakan metode laboratorium (in vitro method) untuk mengukur dengan relative tepat jumlah zat yang ada pada tubuh pasien[1] dengan isotop radioaktif
yang
bercampur
dengan
antibody
yang
disisipkan
ke
dalam
sampel.
Radioimmunoassay merupakan revolusi dalam pemeriksaan medis. Pada tahun 2009, teknik ini masih revolusioner karena merupakan blueprint untuk pengembangan metode lebih lanjut dalam teknik laboratorium di bidang medis. c) Ciclooxygenase
Siklooksigenase (COX) merupakan enzim yang bertanggung jawab untuk pembentukan mediator biologis penting yang disebut prostanoids, termasuk prostaglandin , prostasiklin dan tromboksan.Farmakologi penghambatan COX dapat memberikan bantuan dari gejala inflamasi dan nyeri. -inflamasi obat-steroid anti rokok , seperti aspirin dan ibuprofen , mengerahkan efek mereka melalui penghambatan COX. Nama “sintase prostaglandin (PHS)” dan “prostaglandin sintetase
endoperoxide
(PES)”
masih
digunakan
untuk
merujuk
kepada
COX..
Siklooksigenase (COX-2) menjaga pembuluh darah agar terbuka dan mengalir di daerah-daerah dimana ada kerusakan jaringan atau pembengkakan yang sering terjadi pertumbuhan kanker sekitar tertentu. Sekali lagi, dengan memotong suplai darah yang diperlukan oleh menghambat COX, sel-sel kanker tidak dapat bertahan hidup
Siklooksigenase-2 merupakan bagian dari keluarga siklooksigenase yang berperan dalam proses inflamasi dengan mensintesis prostaglandin yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, edema dan rasa nyeri. Saat ini COX-2 sudah digunakan sebagai indikator penyakit yang disebabkan oleh inflamasi dan ateroklerosis. Dalam proses inflamasi, siklooksigenase-2 memicu pelepasan sitokin pro inflamasi seperti IL-1 dan TNF-α sedangkan dalam proses aterosklerosis COX-2 menyebabkan proliferasi dan migrasi vaskuler sel otot polos. Sekretori sel otot polos akan melepaskan sejumlah mediator vasoaktif dan sitokin seperti platelet, fibroblast growth factor, Transforming growth factor-β, Interferon gamma (INF-g) dan IL-1β. Berdasarkan hal diatas COX-2 sangat cocok dijadikan indikator atau biomarker dalam deteksi dini penyakit inflamasi dan kardiovaskuler di dalam yang bermanifestasi di rongga mulut. Biomarker adalah penanda yang diukur secara obyektif dan dievaluasi sebagai indikator keadaan normal maupun patologis. Biomarker ini dapat digunakan untuk memantau status kesehatan pasien secara berkala yang berperan dalam deteksi dini penyakit yang nantinya akan digunakan dalam proses diagnosa dan monitoring penyakit. Siklooksigenase-2 dapat dijadikan biomarker dalam penentuan diagnosa dan tingkat keparahan suatu penyakit. Kadar COX-2 pada pada pasien dengan periodontitis akan lebih tinggi dibandingkan pasien yang sehat. Pemeriksaan untuk mengetahui kinerja COX-2 melalui cairan sulkus gingiva maupun biopsi jaringan gingiva. Pemeriksaan ekspresi COX-2 melalui biopsi jaringan gingiva yang dilakukan pengecatan imunohistokimia. menunjukkan bahwa ekspresi COX-2 lebih tinggi pada pasien periodontitis dibandingkan orang
sehat. Tingginya ekspresi COX-2 ini berkaitan dengan kehilangan perlekatan gingiva (loss attachment) ≥ 3mm dan infiltrasi sel inflamasi pada lapisan lamina propia dan jaringan ikat gingiva. Sel yang positif mengekspresikan COX-2 adalah sel epitel, endotelium serta fibroblast. Deteksi adanya enzim COX-2 yang paling mudah adalah dengan pengambilan cairan sulkus gingiva atau cairan krevikuler gingiva. Pada penderita periodontitis jumlah cairan krevikuler gingiva lebih banyak dibandingkan gingiva sehat. Peningkatan produksi cairan krevikuler gingiva merupakan salah satu penanda terjadinya kehilangan perlekatan gingiva dan kedalaman probing yang bertambah dalam.Cairan krevikuler gingiva nantinya akan di tes dengan menggunakan alat micro analyser sehingga akan terdeteksi enzim dan protein yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghambatan terhadap ekspresi COX-2 pada penyakit periodontal mampu menurunkan respon inflamasi yang ditandai menurunnya infiltrasi makrofag dan mempercepat penyembuhan. Penurunan inflamasi ini juga mampu mencegah terjadinya aterosklerosis akibat LPS bakteri P.gingivalis.Infeksi jaringan periodontal yang disebabkan oleh LPS bakteri akan menginduksi makrofag untuk melakukan respon inflamasi dengan melepaskan sitokin pro inflamasi seperti TNF-α. Pada lesi aterosklerosis, makrofag ber peran penting dalam sintesis prostaglandin terutama PGE2. Hasil pengecatan imunohistokimia pada pembuluh aorta tikus menunjukkan bahwa ekspresi COX-2 yang tinggi dengan lokasi marker makrofag yaitu MAC-3. Peran COX-2 pada penyakit periodontal terutama dalam periodontitis adalah sangat penting.Periodontitis terjadi disebabkan oleh pengaruh dari bakteri dan produknya yang akan menginduksi sintesis dan sekresi dari sitokin proinflamasi. Siklooksigenase-2 merupakan salah satu mediator yang dapat digunakan sebagai penanda adanya inflamasi, aterosklerosis dan juga dalam proses penyembuhan luka pada jaringan periodontal gigi. Siklooksigenase-2 (COX-2) pada cairan krevikuler gingiva dapat dijadikan biomarker tentang keparahan penyakit periodontal. Terdapat 2 pengaruh dari bakteri yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Pengaruh langsung adalah produksi enzim yang dihasilkan antara lain protease, kolagenase, fibrinolisin, fosfolipase A yang dihasilkan dari bakteri Agregatibacter actinomycetemcomitans (AA), Prevotella intermedia (PI), Porphromonas gingivalis (PG) yang dapat menyebabkan degradasi lapisan superfisial pada jaringan periodontal. Pengaruh tidak langsung berupa
mekanisme pertahanan host terhadap adanya jejas. Jejas ini berasal dari komponen bakteri gram negatif anaerob yaitu lipopolisakarida. Lipopolisakarida (LPS) adalah komponen dinding sel bakteri gram negatif. Komponen dinding sel ini mengandung peptidoglikan yang mampu berikatan dengan sel host dalam hal ini makrofag yang berada pada jaringan sehingga akan memicu sekresi sitokin proinflamasi yaitu IL-1 yang nantinya akan mempengaruhi migrasi neutrofil dari endotel menuju tempat terjadinya jejas. Lipopolisakarida mampu menyebabkan terjadinya kerusakan tulang alveolar pada hewan coba. Pada hari kedua setelah pemberian LPS yang diinjeksikan pada sulkus gingiva gigi molar tikus menunjukkan terjadinya pengurangan ketinggian puncak tulang alveoalar (resorpsi) dengan sel yang positif mengekspresikan COX-2 adalah sel pada ligamen periodontal serta ditemukan osteoklas dalam jumlah banyak di permukaan tulang. Secara in vivo, ekspresi COX-2 yang diisolasi dari cairan krevikuler gingiva menunjukkan peningkatan protein mRNA COX-2 pada penderita. periodontitis. Hasil pengecatan imunohistokimia COX-2 pada jaringan ikat gingiva juga menunjukkan bahwa ekspresi protein dan mRNA COX-2 pada pasien dengan gingivitis dan periodontitis lebih tinggi dibandingkan pasien normal. 4. Direct and Indirect Immunoassays Pada metode elisa ini digunakan untuk mendeteksi adanya Acute Phase Proteins dalam cairan sulkus gingiva. Immunoassay adalah deteksi dan uji zat dengan metode serologis (imunologi), pada sebagian besar aplikasi zat tersebut berfungsi seba gai antigen, baik dalam produksi antibodi dan dalam pengukuran antibodi oleh zat uji. d) Acute Phase Proteins Protein fase akut (APPs) adalah kelas protein yang meningkatkan konsentrasi plasma (protein fase akut positif) atau penurunan (protein fase akut negatif) sebagai respons terhadap peradangan. Sel-sel inflamasi dan sel-sel darah merah. Protein fase akut (APP) didefinisikan sebagai protein yang mengubah konsentrasi serum mereka hingga> 25% sebagai respons terhadap sitokin inflamasi (IL-1, IL-6, TNFα). Respon fase akut dianggap sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh bawaan, dan APP memainkan peran dalam memediasi efek sistemik seperti demam, leukositosis, peningkatan kortisol, penurunan tiroksin, penurunan serum besi,
dan banyak lainnya. APP dapat dikategorikan sebagai positif (meningkatkan konsentrasi serum) atau negatif (penurunan konsentrasi serum).
Perubahan konsentrasi APP sebagian besar karena perubahan dalam produksi mereka oleh hepatosit. Besarnya peningkatan bervariasi dari sekitar 50% dalam kasus protein C-reaktif (CRP) dan serum amyloid A (SAA). Di bawah pengaruh interleukin (IL), yaitu IL-1, IL-2, dan tumor necrosis factor - alpha (TNF-α), sel-sel hati mensintesis dan mensekresikan APP. Konsentrasi serum maksimal APP biasanya dicapai dalam 24 hingga 48 jam setelah inisiasi. Penurunan yang bertepatan dengan pemulihan dari infeksi terlihat, dan umumnya, peraturan umpan balik akan membatasi respon yang mengarah ke resolusinya dalam waktu 4-7 hari setelah stimulus awal jika tidak ada stimulus lebih lanjut terjadi. Ketika memicu reseptor berulang kali, APR bisa menjadi kronis. Peradangan kronis (misalnya, arthritis) dapat dianggap sebagai serangkaian stimulus rangsangan terpisah yang berurutan. Dalam kondisi seperti itu, peningkatan konsentrasi serum APP umumnya diamati. Namun, peningkatannya lebih rendah daripada selama episode akut peradangan atau infeksi. Ada juga indikasi bahwa respon terhadap kronis dibandingkan dengan peradangan akut bervariasi dari satu protein ke yang lain. Tiga APP yang paling penting adalah CRP, serum amyloid P (SAP), dan SAA. Banyak APP, seperti CRP dan SAA mengikat dinding sel mikroba dan mereka dapat bertindak sebagai opsonin dan memperbaiki komplemen, sehingga mempromosikan penghapusan mikroba. Protein fase akut positif melayani (bagian dari sistem kekebalan tubuh bawaan) fungsi fisiologis yang berbeda untuk sistem kekebalan tubuh. Beberapa bertindak untuk menghancurkan atau menghambat pertumbuhan mikroba. Protein fase akut "Negatif" mengurangi peradangan. Contohnya termasuk albumin, transferrin, transthyretin, protein pengikat retinol, antitrombin, transcortin. Penurunan protein tersebut dapat digunakan sebagai penanda peradangan.
Positive APPs C-reactive protein (CRP) Serum Amyloid A (SAA) Haptoglobin (Hp) Ceruloplasmin
Negative APPs Albumin Transferrin Transthyretin Retinol-binding protein
α2-Macroglobulin α1-Acid glycoprotein (AGP) Fibrinogen Complement (C3, C4)
b) Komponen Lain
Fosfor
Kadar fosfor pada periodontitis kronis lebih banyak akibat adanya kerusakan yang sudah mencapai tulang alveolar. Pada saat inflamasi, terjadi pembesaran ruang antar kedua epitel yaitu junctional dan sulcular epithelium. Dan volume cairan gingiva meningkat. Hal ini kemungkinan mengakibatkan cairan sulkus gingiva dan salah satu komponennya yaitu fosfor meningkat saat terjadi inflamasi, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu diagnostic marker penyakit periodontal. Fosfor dalam cairan sulkus gingiva kemungkinan tidak berbentuk bebas, tetapi berbentuk ikatan fosfat diantaranya acid phosphatase, alkaline phosphatase dan pyrophosphatase. Kehadiran ALP dalam cairan sulkus gingiva biasanya menunjukkan peradangan dan atau kerusakan jaringan periodontal yang berhubungan dengan kedalaman poket serta berperan penting dalam proses kalsifikasi. Alkaline phosphatase dalam cairan sulkus gingiva menunjukkan adanya kerusakan tulang yang berasal dari jaringan periodontal.
3.7 GCF Sebagai Indikator Inflamasi Ward dan Simring menyatakan cairan gingiva sebagai salah satu materi yang berguna untuk
pemeriksaan periodontal. Cairan gingiva yang sangat p eka terhadap rangsangan kimiawi maupun mekanis, serta sangat berhubungan dengan keadaan mikrosirkulasi jaringan setempat. Menurut Klavan, Tylman, dan Malone, aliran cairan sulkus gingiva dapat digunakan sebagai indikator terhadap respon dini dari aktifitas antigen bakteri. Kegunaan volume cairan sulkus gingiva sebagai pembantu dalam mendiagnosis status periodontal telah diusulkan bertahun tahun yang lalu. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara volume cairan sulkus gingiva dan beratnya radang periodontal dihubungkan dengan periodontitis dan gingivitis. Aliran cairan sulkus gingiva akan semakin besar pada
keadaan gingiva meradang karena adanya pertambahan permeabilitas pembuluh vaskuler, peningkatan pada filtrasi cairan sulkus gingiva adalah tanda klinis pada gingivitis awal. Pada proses inflamasi terjadi pengeluaran mediator inflamasi yang dapat dideteksi dalam cairan sulkus gingiva. Cairan sulkus gingiva mampu melakukan mekanisme pertahanan denga mencegah masukknya bakteri serta benda asing lain ke dalam jaringan gingiva. Selain dilihat dari volume dan alirancairan sulkus gingiva, CGF digunakan sebagai indikator dikarenakan merupakan jendela untuk analisis non invasif. Cairan sulkus gingiva lebih spesifik dan sensitif dibandingkan dengan saliva karena tidak terpengaruh oleh kapasitas buffer sehingga bisa menjadi indikator yang berguna dalam menentukan kerusakan serta keparahan penyakit periodontal. Oleh karena cairan sulkus gingiva tidak terpengaruh oleh kapasitas buffer, maka CGF ini akan lebih kuat dalam pencegahan karies gigi. Pada cairan sulkus gingiva akan ditemukan pula komponen komponen khusus yang dapat muncul atau meningkatnya jumlah komponen tertentu melebihi jumlah normal sebagai pertanda adanya suatu penyakit sistemik. Sehingga dapat dijadikan indikator akan penyakit tertentu.
3.8 Cara Metode Pengukuran GCF
Terdapat berbagai macam teknik dalam mengumpulkan cairan sulkus gingiva. Sampel bakteri subgingiva lebih cocok diambil dengan metode kuret atau paper point. Sedangkan sitokin dan enzim host lainnya dikumpulkan dengan filter paper strips. Metode pengumpulan cairan sulkus gingiva yaitu : 1. Absorbing Paper
Metode absorbing paper strip yang merupakan penyerapan GCF dengan menggunakan paper strip. Metode ini dibagi menjadi 2 macam yaitu : a) Brill technique (Intra-sulcular method) Filter paper strip dimasukkan ke dalam sulkus sampai dasar sulkus dapat dirasakan. Metode ini dapat menyebabkan iritasi epitelium sulkus. b) Loe and Hol-pedrsen technique (Extra-sulcular method) Filter paper strip dimasukan ke dalkam pembukaan soket (tidak sampai dasar sulkus). Filter paper tidak berkontak dengan epitelium sulkular.
2. Pre-Weighed Twisted Threads Teknik ini digunakan oleh Weinstein et al dengan benang yang dimasukkan di sekeliling sulkus gingiva. Berat benang sebelum dan sesudah dimasukkan kedalam sulkus ditimbang. Pengukuran volume cairannya dengan menghitung selisih berat benang sebelum dimasukkan ke dalam sulkus dan sesudah dimasukkan ke dalam sulkus.
3. Mikropipet Pada teknik ini mikropipet yang sudah standarisasi panjang dan diameter. Mikropipet dimasukkan ke dalam poket dan dikumpulkan. Tabung kapilaritas dengan panjang dan diameter standar diletakkan dalam poket, kemudian isinya disentrifugasi dan dianalisis.
Mikropipet
4. Crevicular Washing Crevicular washing meliputi reaspirasi GCF. Metode yang digunakan adalah : a) Oppenheim method (1970) Takamori mendesain alat pengumpulan yaitu akrilik ini pada tahun 1963 yang kemudian dimodifikasi oleh Oppenheim pada tahun 1970. Metode ini menggunakan akrilik yang menutupi gingival margin maksila dengan tepian dan groove yang halus. 4 tube pengumpulan dihubungkan ke peranti inik. Peristaltic pump digunakan untuk membilkas area krevikular dari satu sisi ke sisi yang lain.
b) Skapski dan Lehner method (1976) Metode ini menggunakan dua jarum injeksi yaitu ejecting noodles yang diletakkan di dasar poket dan collecting meedle yang berada di gingival margin. Suction digunakan untuk mengalirkan GCF dari collecting needle ke sample tube. Area pengumpulan diisolasi dengan cotton roll, kemudia 10 l Hank’s solution di alirkan dan reaspirasi sebanyak 12 kali sampai jarum menunjukkan 50 l.
BAB IV KESIMPULAN
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang termodifikasi, karena asalnya dari darah maka komposisi CSG hampir sama dengan darah. Cairan sulkus gingiva merupakan campuran substansi yang kompleks yang berasal dari serum darah, leukosit, sel periodonsium, dan bakteri mulut yang terdapat dalam sulkus gingiva baik yang sehat maupun yang mengalami inflamasi. Komponen GCF dapat dikarakteristikan berdasarkan protein individual, antibodi dan antigen yang spesifik, dan enzim dengan beberapa spesifikasi. Komponen GCF terdiri dari Komponen Seluler, Komponen Organik, Komponen Anorganik, Enzim, dan Produk Bakteri. Cairan sulkus gingiva jumlahnya akan meningkat bila terjadi inflamasi. Cairan sulkus gingiva mengandung sel-sel epitel, seperti leukosit Polimorfonuklear (PMN) neutrofil, limfosit, monosit, berbagai ion mineral (Na, K, dan Cl), berbagai protein imunoglobulin serta komponen komplemen, albumin, dan fibrinogen. Pada cairan sulkus gingiva juga terkandung asam laktat, urea, hidroksiapatit, asam sulfat dan asam fosfat (Barid dkk., 2 007).
GCF mempengaruhi ekosistem jaringan periodontal.Fungsi cairan ini sebagai pertahanan jaringan periodontal, seperti dapat membersihkan gingiva. Selain mengandung bahan
material dan bakteri dari daerah sulkus
antimikroba, mempunyai aktifitas antibody sebagai alat
pertahanan gingiva (Newman dkk, 2002). Fungsi GCF menurut Manson dan Elley (2002) adalah sebagai pembersih selsel epitel yang lepas, leukosit, dan bakteri, membantu perlekatan epitel dan gigi dengan adanya kandungan protein plasma pada GCF, lisozim dalam GCF dapat digunakan imunitas gigi dan jaringan periodontal karena terdapat leukosit PMN, makrofag, IgG, IgM, IgA. Proses keluarnya cairan sulkus gingiva dimulai dengan adanya perubahan vaskularisasi pada inflamasi merupakan respon normal jaringan terhadap jejas dan respon utama jaringan periodontal terhadap iritasi gingiva, kemudian diikuti oleh vasodilatasi kapiler dan meningkatnya suplai darah, vasodilatasi pembuluh darah kapiler menyebabkan pembuluh darah melebar sehingga terjadi kenaikan permeabilitas membran vaskuler dan cairan keluar dari pembuluh darah menuju jaringan, selanjutnya masuk ke dalam sulkus gingiva.
Faktor Yang Mempengaruhi Sekresi GCF yaitu
Circadian Periodicty, Hormon seksual,
Stimulasi Mekanik, Merokok, dan Terapi Perodontal. Sedangkan faktor yang mempengaruhi komposisi yaitu terjadinya inflamasi atau adanya penyakit dan konsumsi obat obatan. Komponen dalam cairan sulkus gingiva yang dapat dijadikan indikator yaitu ada tidaknya matrix metalloproteinase, interleukins, cyclooxygenase, Acute Phase Proteins dan Fosfor. Ward dan Simring menyatakan cairan gingiva sebagai salah satu materi yang berguna untuk pemeriksaan periodontal. Cairan gingiva yang sangat p eka terhadap rangsangan kimiawi maupun mekanis, serta sangat berhubungan dengan keadaan mikrosirkulasi jaringan setempat. Menurut Klavan, Tylman, dan Malone, aliran cairan sulkus gingiva dapat digunakan sebagai indikator terhadap respon dini dari aktifitas antigen bakteri. Metode yang dapat digunakan untuk mengukur volume cairan sulkus gingiva yaitu dengan absorbing paper, Pre-Weighed Twisted Threads, mikropipet dan crevicular washing.