Kelopok 7
: Bangbang Permadi Iim Nurhidayat Syifa Fadila Nur Azizah Suci Lusitania Laras Aulia
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam typhoid atau dalam bahasa kesehariannya dikenal dengan nama penyakit tifus/tifes adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Selain oleh Salmonella typhi, demam typhoid juga bisa disebabkan oleh Salmonella paratyphi namun gejalanya jauh lebih ringan. Kuman ini umumnya terdapat dalam air atau makanan yang ditularkan oleh orang yang terinfeksi kuman tersebut sebelumnya.
Demam typhoid saat ini masih sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari hari. Lebih dari 13 juta orang terinfeksi kuman ini di seluruh dunia dan 500.000 diantaranya meninggal dunia Kuman typhoid masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau air yang kita konsumsi. Seorang penderita typhoid dapat mencemari air di sekitarnya melalui kotoran yang penuh dengan kuman typhoid. Air yang tercemar ini bila digunakan untuk mengolah makanan maka makanan pun akan ikut tercemar terutama makanan yang tidak dimasak dengan baik. Tidak semua penderita typhoid mengalami gejala yang kasat mata, banyak diantaranya yang walaupun terinfeksi tetapi tidak merasakan apa apa. Nah, mereka inilah yang berbahaya sebab mereka dapat menulari orang lain sementara karena tidak merasakan sakit, mereka enggan untuk ke dokter berobat. Orang orang seperti ini dikenal dengan nama carier . Kuman typhoid berkembang biak dan bertambah banyak di dalam kandung empedu dan hati yang selanjutnya masuk ke dalam usus. Hebatnya, kuman ini mampu bertahan berminggu minggu di dalam air atau kubangan yang telah kering Setelah memakan makanan yang terkontaminasi, kuman typhoid selanjutnya masuk ke dalam usus halus lalu ke pembuluh darah. Di dalam pembuluh darah, kuman typhoid dibawa oleh sel darah putih menuju hati, limpa dan sumsum tulang. Kuman selanjutnya bertambah banyak pada organ organ ini lalu kembali ke pembuluh darah. Saat inilah penderita typhoid akan merasakan gejala demam. Berikutnya kuman akan memasuki kandung empedu lalu jaringan getah bening usus. Disini kuman akan berkembang biak semakin banyak. Lalu kuman juga akan menembus dinding usus dan bercampur dengan kotoran. Nah, selain dari pemeriksaan darah, demam typhoid juga dapat dipastikan dengan pemeriksaan kotoran
B. Tujuan Untuk memeriksa terjadinya demam typhoid C. Judul Praktikum Tes widal D. Waktu Sabtu, 3 Maret 2012
2. TINJAUAN PUSTAKA Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan. Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu disebabkan antara lain : penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
3. METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan Alat : 1. Tabung reaksi 2. Rak Tabung 3. Sentrifuge 4. Objek gelas
Bahan : 1. Larutan Nacl 2. Antisera 3. Serum Mahasiswa
B. Prinsip memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. C. Metode Slide D. Cara kerja a. Cara kerja metode slide aglutinasi Kualitatif: 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Diteteskan 20 µL serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide (8 lingkaran) 3. Dipipet 1 tetes antisera O, A-O, B-O, C-O, H, A-H, B-H & C-H pada lingkaranlingkaran tersebut 4. Diamati aglutinasi yang terjadi 5. Karena hasil positif, jadi dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya
b. Cara kerja metode slide aglutinasi Kuantitatif: 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Diteteskan 10 µL, 20 µ L, 40 µL & 80 µ L serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide (8 lingkaran) 3. Dipipet 1 tetes antisera titer O & B-O pada lingkaran-lingkaran tersebut 4. Diamati aglutinasi yang terjadi
4. HASIL PENGAMATAN Titer O dan O – B hasilnya positif\ Semikuantitatif O – B positif di pengenceran 1/10, 1/20, 1/40, 1/80
5. PEMBAHASAN Pemeriksaan sampel serum memperoleh hasil positif. Pemerisaan dilanjutkan ke semikuantitatif sampel positif sampai pengenceran 1/80. Kelemahan uji widal ini yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil, akan tetapi uji widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid. Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karea belum ada kesepakata akan nilai standar aglutinasi. Beberapa hal yang sering disalah artikan: a. Pemeriksan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal ini pengertian yang salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibody terhadap kuman salmonella. b. Pemeriksaan widal yang hilang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil potf diangga masih menderita tifus, hal ini juga pengertian yang salah. Setelah seseorang menderita tifus dan mendapatakan pengobatan, hasil uji widal tetap postif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan.
DAFTAR PUSTAKA http://www.blogdokter.net/2009/07/07/demam-typhoid/ http://junikomang.blogspot.com/2011/09/laporan-imunologi-sesemter-4.html http://www.iwandarmansjah.web.id/popular.php?id=232 http://id.wikipedia.org/wiki/Demam_tifoid