LETHAL MIDLINE GRANULOMA
Nikita Frinadya, Ashri Yudhistira
PENDAHULUAN
Lethal midline granuloma (LMG) adalah salah satu tipe dari limfoma non-Hodgkin disebut juga nasal limfoma sel T/sel NK, polymorphic reticulosis, atau limfoma angiosentrik. LMG merupakan keganasan dari sel limfosit T atau sel natural killer (NK) yang menyebabkan lesi destruktif dengan predileksi di daerah kavum nasi dan sinus paranasal. Proliferasi limfosit yang angiosentrik dan angiodestruktif menyebabkan nekrosis jaringan yang luas. LMG ini bersifat agresif, destruktif lokal, dan menyebabkan lesi nekrosis di daerah midfasial (Mallya V., Singh A., Pahwa M., 2013) Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidens di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun dari beberapa literatur dikatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan di negara-negara belahan Timur dibandingkan negara belahan Barat. Midline granuloma biasanya timbul pada dekade ke empat dan ke lima, namun pernah dilaporkan terjadi pada usia dibawah 20 tahun dan di atas 70 tahun. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 8:1 Midline granuloma merupakan penyakit dengan gejala inflamasi lokal disertai pembentukan granuloma yang bersifat ulseratif dan destruktif yang progresif, bermanifestasi ganas, mengenai rongga hidung, sinus paranasal, palatum dan midfasiai yang dapat meluas ke jaringan sekitarnya (Teli MA, et al. 2009)
1
ANATOMI
Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum nasi membagi cavum nasi menjadi dua rongga kiri dan kanan. Septum dibentuk oleh tulang rawan dan tulang. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila, krista nasalis os palatine. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela (Soetjipto, Mangunkusumo,& Wardani 2009). Bagian anterior septum terdiri dari lamina kuadrangularis dan premaksila; bagian posterior terdiri dari lamina perpendikularis os etmoid dan sphenoidal crest; dan bagian inferior terdiri dari os vomer, os maksilla dan os
palatine. Bagian anterior dan superior berhubungan dengan os frontalis dan os nasal, di posterior berhubungan dengan os sphenoid, di postero-inferior dengan os vomer dan antero-inferior dengan kartilago septum. Vomer terletak di septum nasi bagian posterior. Bagian superior vomer membentuk sendi os sphenoid dan lamina prependikularis os etmoid, dan dibagian inferior dengan Krista nasalis os maksila dan os palatina.Tulang rawan septum bagian posterior mempunyai pinggir yang tipis dan masuk ke dalam alur lamina prependikularis os etmoid, dan pinggir posterior juga masuk celah Krista nasalis. Periostium dan perikondrium dari tulang rawan septum dihubungkan oleh jaringan konektif yang dibentuk oleh ligamentum yang memungkinkan terjadinya gerakan dari tulang tersebut. Apabila jaringan konektif itu tidak ditemukan atau salah satu sisi alur atau celah dari Krista nasal tidak tumbuh dengan baik maka dislokasi tulang rawan septum mudah terjadi (Snell, 2006).
2
Gambar 1. Anatomi Septum Nasi (Hwang & Abdalkhani, 2009)
Perdarahan
Kavum nasi mendapat suplai darah dari arteri etmoidalis anterior dan posterior dan arteri sfenopalatina. Bagian anterosuperior septum nasi dan dinding lateral memperoleh perdarahan dari arteri etmoidalis anterior dan posterior, sedangkan bagian posteroinferior septum nasi memperoleh perdarahan dari arteri sfenopalatina dan arteri maksilaris interna. Arteri etmodialis anterior dan posterior adalah cabang dari oftalmika yang berasal dari arteri karotis interna. Arteri etmoidalis anterior adalah pembuluh darah kedua
terbesar
yang
memperdarahi
hidung
bagian
dalam,
yang
memperdarahi kedua bagian antero-superior dari septum dan dinding lateral hidung. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arteri (Hwang & Abdalkhani, 2009; Snell, 2006). Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior, arteri labialis superior dan arteri
3
palatina mayor, yang disebut dengan pleksus Kiesselbach (Damayanti, Endang, Retno 2009).
Gambar 2. Vaskularisasi Hidung (Hwang & Abdalkhani, 2009)
Persarafan
Persarafan sensoris hidung dipersarafi oleh nervus oftalmikus dan nervus maksilaris yang merupakan bagian nervus kranialis V. Bagian oftalmikus terbagi ke etmoid anterior dan posterior dan cabang infratrochlear. Nervus etmoid anterior melewati lamina kribiformis dan masuk bersamaan dengan arteri etmoid anterior melalui foramen etmoid anterior, yang setelah itu terbagi ke cabang medial dan lateral. Cabang medial mempersarafi septum nasi dan cabang lateral ke dinding lateral hidung. Nervus etmoid posterior melewati lamina kribiformis masuk ke hidung bersamaan dengan arteri etmoid posterior melalui foramen etmoid posterior mempersarafi septum
nasi.
Nervus
maksilaris
memasuki
hidung
melalui
foramen
sfenopalatina dan melewati bagian anterior dari tulang sfenoid untuk mencapai septum nasi sebagai nervus nasopalatina dan kemudian menuju kanal insisivus (Hwang & Abdalkhani, 2009).
4
Bagian anterosuperior hidung bagian dalam dipersarafi oleh nervus etmoidalis anterior dan posterior, sedangkan cabang dari nervus maksilaris dan ganglion pterigopalatina mempersarafi bagian posterior dan sensasi pada bagian anteroinferior septum nasi dan dinding lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui
ganglion
sfenopalatinum.
Ganglion
sfenopalatinum,
selain
memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari nervus maksila (n. V-2), serabut parasimpatis dari nervus Petrosus profundus.
Disamping
mensarafi
hidung,
ganglion
sfenopalatina
mempersarafi kelenjar lakrimalis dan palatum (Snell, 2006).
Gambar 3. Persarafan Hidung(Budiman & Prijadi 2013)
LETHAL MIDLINE GRANULOMA DEFENISI
Lethal midline granuloma (LMG) adalah salah satu tipe dari limfoma non-Hodgkin disebut juga nasal limfoma sel T/sel NK, polymorphic reticulosis, 5
atau limfoma angiosentrik. LMG merupakan keganasan dari sel limfosit T atau sel natural killer (NK) yang menyebabkan lesi destruktif dengan predileksi di daerah kavum nasi dan sinus paranasal. Proliferasi limfosit yang angiosentrik dan angiodestruktif menyebabkan nekrosis jaringan yang luas. LMG ini bersifat agresif, destruktif lokal, dan menyebabkan lesi nekrosis di daerah midfasial (Teli MA, et al. 2009)
ETIOLOGI
Penyebab pasti dari midline granuloma sampai saat ini belum diketahui. Diduga penyakit ini berhubungan dengan infeksi virus Epstein barr yang ikut terlibat di dalam mekanisme patogenesis terjadinya penyakit ini, dimana sel sel limfoid pada retikulosis polimorfik mengandung gen ataupun antigen virus Epstein barr. Dari beberapa penelitian dikatakan bahwa virus Epstein barr sering berhubungan dengan lesi imunoproliferatif angiosentrik, khususnya di datam lesi derajat tinggi, dimana virus itu kemungkinan berada di dalam sel sel tumor. Dan dikatakan bahwa virus Epstein barr mungkin ikut terlibat didalam transformasi lesi imunoproliferatif angiosentrik derajat rendah. (Liess BD, 2014)
GEJALA KLINIS
Berdasarkan
perjalanan
klinis
dari
midline
granuloma,
Stewart
membagi gejala klinis dalam 3 fase, yaitu : 1. Fase awal atau fase prodromal, adalah fase dimana terdapat keluhan sumbatan hidung, ingus atau sekret yang encer. berlangsung dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. belum terdapat gejala klinis yang nyata. 2. Fase kedua atau fase aktif, adalah fase dimana dijumpai sekret purulen yang berbau busuk atau dapat bercampur darah dan disertai dengan keluhan hidung tersumbat. adanya ulserasi dapat menyebabkan perforasi septum dan 6
palatum durum, yang biasanya terdapat di bagian tengah. Muka menjadi bengkak dan baal. Pada kavum nasi terdapat krusta dan sekuester dari tulang rawan dan tulang hidung. Dapat pula terjadi epistaksis masif jika lesi mengenai dasar hidung dan septum. Kadang kadang terjadi peningkatan suhu tubuh seiring dengan pembentukan abses di daerah pipi. Gambaran khas fase ini adalah terdapatnya destruksi masif pada daerah muka 3. Fase terminal, adalah fase dimana pasien masih mengalami demam dan mengeluh sering terjadi epistaksis berulang. Destruksi dapat meluas dan menghancurkan hidung, pipi, mata dan bila perluasan kearah otak dapat menyebabkan
kematian.
Penderita
akan
meninggal
disebabkan
oleh
terjadinya meningitis, sepsis dan perdarahan. Gejala lainnya yang tidak spesifik adalah timbul keluhan demam, kelelahan, penurunan berat badan dan keringat malam. Lesi dapat terjadi pada saluran napas atas saja atau bersamaan dengan organ lain. Sebagian besar lesi terjadi di daerah hidung dan dapat disertai dengan keluhan gangguan pada daerah sinus. Keterlibatan nasofaring bisa tanpa gejala atau hanya berupa sakit ringan. Gejala di paru dapat menimbulkan keluhan demam, batuk, nyeri dada dan hemoptisis. Sedangkan kerusakan pada kulit akan timbul kemerahan yang berbentuk makulopapular sampai terjadi ulserasi terutama pada bagian tubuh dan ekstremitas. Midline granuloma jarang sekali mengenai daerah traktus gastrointestinal, sistim susunan saraf pusat dan ginjal . (Teli MA, et al 2009)
7
gambar 4. Lethal Midline granuloma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium rutin kurang mempunyai nilai di dalam menegakkan diagnosis, namun dibutuhkan untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Satu satunya pemeriksaan yang sangat membantu adalah nilai sedimentasi eritrosit. Adanya peningkatan sedimentasi eritrosit lebih dari
60mm terjadi pada 90% pasien pasien dengan retikulosis polimorfik. Secara radiologis gambaran yang menonjol adalah adanya gambaran erosi tulang, terdapatnya perforasi septum nasi dan adanya destruksi. Gambaran massa yang jelas jarang terlihat, biasanya tampak bayangan keputihan/opak di daerah kavum nasi atau sinus paranasal (Borgas A, 2000) Tomografi komputer dan MRI dapat membantu diagnosis dini, evaluasi perluasan penyakit dan keterlibatan organ organ disekitarnya seperti sinus sinus dan orbita, serta perluasan ke intrakranial. MRI sangat baik untuk
8
membedakan massa atau cairan di dalam sinus paranasal. Penilaian yang tepat
mengenai
perluasan
penyakit
diperlukan
untuk
perencanaan
radioterapi. (Chim CS et all, 1999)
HISTOPATOLOGI
Midline granuloma menunjukan serbukan berbagai macam sel atipik dalam lamina propria di sekitar kelenjar mukosa disertai nekrosis koagulativa. Serbukan sel atipik terdiri dari sel limfosit kecil, sel limfosit matur, imunoblas, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Ciri lainnya adalah infiltrasi sel atipik ke sekitar pembuluh darah (angiosentrik) dan ke dalam dinding pembuluh darah (angioinvasif). Infiltrasi sel atipik ke dalam dinding pembuluh darah. Akan menyebabkan destruksi dinding pembuluh darah. Nekrosis dapat terjadi di sekitar pembuluh darah atau dapat mengenai epitel permukaan sehingga menimbulkan ulserasi mukosa dan dapat pula mengenai jaringan yang lebih dalam hingga mencapai tulang rawan atau tulang. Ulserasi dapat pula mengenai kulit muka dan dapat bersifat progresif (Chim CS et all, 1999)
gambar 5. Gambaran sel sel atipik pada LMG
9
DIAGNOSIS
Diagnosis midline granuloma ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakan selain dari gejala klinis, juga oleh berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya (El-omari, 2002) : Endoskopi
Endoskopi hidung ditemukan ulserasi 2-5 cm di pertengahan palatum anterior disertai sekret kotor dan berbau. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologis foto tampak destruksi tulang midfacial disertai relatif sedikit penebalan jaringan lunak yang berhubungan dengannya. CT scan dan MRI
Pemeriksaan ini CT-Scan digunakan untuk mengetahui perluasan lesi dan menentukan staging dari lethal midline Granuloma. Bila lethal midline Granuloma dicurigai meluas ke intrakranial, MRI mungkin berguna untuk mendeteksi perluasan tersebut. Biopsi
Pada biopsy, biopsi sumsum tulang bilateral biasanya tidak ada bukti infiltrasi dari limfoma. Biopsi superfisial ulangan pada ulkus akan di temukan jaringan nekrotik saja tanpa organisme yang infeksius atau neoplasia. Biopsi terbuka pada lesi akan ditemukan ulserasi disertai infiltrasi campuran sel sel limfoid berbagai ukuran (sel sel pleomorfik atipikal) dan juga jaringan nekrosis koagulatif. (Ribeiro et al, 2012)
Diagnosis pasti midline granuloma ditegakkan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi melalui biopsi yang diambil pada daerah lesi. Biopsi yang
10
berulang-ulang seringkali diperlukan dalam usaha untuk menegakkan diagnosis midline granuloma. Biopsi yang terlalu superfisial dari ulkus seringkali menunjukan diagnostik reaksi inflamasi akut dan kronis dengan nekrosis. Perhatian utama adalah kesulitan dalam membedakan midline granuloma dengan tumor traktus respiratoris bagian atas yang disebabkan oleh nekrosis atau inflamasi, sehingga biopsi gagal menunjukan adanya suatu keganasan yang mendasarinya. Pemeriksaan
imunohistokimia
dan
flow-sitometri
akan
didapatkan
petanda/marker yang berhubungan dengan sel T, seperti CD2, CD3, CD7, CD45RO, dan CD43. Pada tumor ini juga sering didapatkan marker sel NK yaitu CD56
STAGING
Penentuannya staging pada lethal Midline Granuloma dilakukan dengan pemeriksaan CT Scan. Luasnya invasi tumor diklasifikasikan sebagai berikut :
T1
untuk tumor yang masih terbatas pada hidung
T2
untuk tumor yang sudah menginvasi sinus maksilaris dan sinus etmoidalis anterior dan/atau palatum durum
T3
untuk tumor yang sudah menginvasi sinus etmoidalis posterior, sinus sfenoid, orbita, tulang prosessus alveolar maksilaris, dan jaringan bukkal
T4
untuk tumor yang sudah menginvasi keluar dari tulang prosessus alveolar maksilaris, ke fossa infratemporal, ke nasofaring dan ke fossa kranial.
11
DIAGNOSIS BANDING
Terdapat empat penyakit yang sulit dibedakan, walaupun sudah diperoleh gambaran histopatologinya, yang disebut dengan istilah
"Lethal
Midline Granuloma Syndrome". Penyakit-penyakit tersebut adalah Idiopathic Midline Destrucfive Diseases, Lethal Midline Granuloma, Non Hodgkin's Lymphoma dan Wegener's Granulomatosis.
Gambaran
histopatologis
Idiopathic midline destructive disease adalah terlihatnya infiltrat; sel-sel
radang dan tidak terdapatnya sel-sel atipik. Gambaran histopatologis midline granuloma adalah terlihatnya infiltrasi selsel radang dan sel-sel atipik limfoproliferatif dengan susunan angiosentrik. Sel-sel atipik cenderung menyerupai histiosit dengan sitoplasma dan inti selnya pleomorfik. Gambaran histopatologis Non Hodgkin's lymphoma adalah hampir sama dengan midline granuloma, hanya saja susunan sel-sel yang terinfiltrasi tidak angiosentrik. Gambaran histopatologis Wegeners granulomatosis adalah terlihat gambaran yang berbeda dengan lainnya yaitu adanya vaskulitis. Yang paling menyerupai lethal midline granuloma ini sendiri adalah wagener granulomatosis, dimana perbedaan antara lethal midline granuloma dengan Wagener granulomatosis (WG) antara lain: (1) distribusi ulserasi pada LMG bersifat fokal, terlokalisasi, dan eksplosif, sedangkan pada WG ulserasi bersifat difus; (2) keterlibatan sistemik dan infiltrat paru dapat ditemukan pada keduanya, namun pada LMG jarang terjadi kelainan di telinga, trakea, dan ginjal; (3) perbedaan utama terlihat pada pemeriksaan histopatologi dimana WG ditemukan gambaran khas vaskulitis, nekrotik dan terdapatnya giant cells yang tidak terdapat pada LMG yang hanya terdapat gambaran pleomorphocellular histiocytes dengan infiltrat limfoid polimorfik dan gambaran angiosentrik serta angioinvasif.
12
PENATALAKSANAAN
Seperti limfoma yang lain, reseksi bedah dari limfoma sinonasal tidak dianjurkan. Pada awalnya sebagian besar kasus lethal midline granuloma diterapi dengan radioterapi lokal dosis rendah yang bervariasi dalam usaha untuk menghentikan atau mengurangi progresivitas penyakit ini. Banyak pasien yang diterapi dengan cara ini menjadi bebas dari penyakit, namun tidak
mengobati
penyakit
dalam
jangka
panjang,
setelah
dilakukan
pemeriksaan lanjutan dalam jangka panjang. Penelitian terakhir menyelidiki efektivitas dari radioterapi itu sendiri di dalam mengobati limfoma non Hodgkin's di traktus sinonasal dan ternyata mempunyai risiko yang tinggi di dalam terjadinya rekurensi. (Sakata, 1997)
KOMPLIKASI
Komplikasi tidak dapat dipisahkan dengan perluasan intrakranial (penyakit stadium terminal), perdarahan yang tak terkontrol dan kematian, iatrogenic injury terhadap struktur vital, dan transfusi perioperative.
Komplikasi lainnya meliputi: perdarahan yang banyak ( excessive bleeding ). Transformasi keganasan ( malignant transformation ). Kebutaan sementara (transient blindness) sebagai hasil embolisasi, namun ini jarang terjadi. Osteoradionecrosis dan atau kebutaan karena kerusakan saraf mata dapat
terjadi dengan radioterapi (Teli MA et al, 2009)
PROGNOSIS
Secara
umum
prognosis
midline
granuloma
adalah
buruk.
Kekambuhan atau perluasan akan lebih memperburuk prognosis
13
KESIMPULAN
1. Midline Granuloma merupakan penyakit yang jarang ditemukan di Negara belahan barat dibandingkan di Negara belahan timur. Biasanya timbul di dekade ke empat dan ke lima dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. 2. Penyebab dari midline granuloma sampai saat ini belum diketahui tetapi diduga berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr yang ikut terlibat dalam mekanisme pathogenesis penyakit ini 3. Diagnosis midline granuloma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 4. Pada awalnya sebagian besar kasus lethal midline granuloma diterapi dengan radioterapi lokal dosis rendah, namun tidak mengobati jangka panjang bahkan mempunyai resiko terjadinya rekurensi
14
Daftar Pustaka
Ballenger, JJ. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, ed. 13, VolI,Binarupa aksara, Jakarta, 1994. p. 346-353
Borgas,A., Fink, J., Villablanca, P., et al. Midline Destructive Lesions of the Sinonasal Tract: Simplified Terminology Based on Histopatologic Criteria, American Journal of Neuroradiology, Retrieved September 11,2014 from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10696019
Chim, CS., Ool, GC., Shek, TWH., et al. Lethal Midline Granuloma Revisited: Nasal T/Natural-Killer Cell Lymphoma, Journal of Clinical Oncology, retrieved
October
5,
2014
from
http://jco.ascopubs.org/content/17/4/1322.full .
Dhingra, P. (2010). Diseases of Ear, Nose and Throat 5th Ed.(pp. 253-257) India: Elsevier
Company
El-Omari, A. Lethal Midline Granuloma Importance of early diagnosis : a Case Report.
Retrieved
September
20,
2014
from
http://www.jrms.gov.jo/Portals/1/Journal/2004/pdf%20June2004/LETH AL%20MIDLINE%20GRANULOMA%20IMPORTANCE%20OF%20EA RLY%20DIAGNOSIS%20A%20CAS.pdf
Ishman,SL., Smith, DF., Shott, SR. Bailey’s Head and Neck Surgery
Otolaryngology. 5 th ed. Vol I. Lippincot – Wilkins, Philadelphia, 2014. p. 2225 – 2226
15
Liess, BD. NK-Cell Lymphoma of the Head and Neck. retrieved September 20, 2014 from http://emedicine.medscape.com/article/871609-overview
Mallya, V., Singh, A., Pahwa, M..
Lethal Midline Granuloma, Indian
Dermatology Online Journal, retrieved September 27, 2014 from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3573451/
Resnick, N., Skerrett,PV. Lethal Midline Granuloma of the Face : Report of case and Review of the Literature. Retrieved September 23, 2014 from http://archinte.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=562811
Sakata, K., Hareyama, M., Ohuci, A., et al. Treatment of Lethal Midline Granuloma Type Nasal T-Cell Lymphoma, Acta Oncologica. retrieved September
22,
2014
from
http://informahealthcare.com/doi/pdf/10.3109/02841869709001268
Snell, R. Anatomi Klinik . Jakarta : EGC, 2006. 803-871.
Teli, MA., Gupta, M., Arshd, S., et al. Lethal Midline Granuloma Presenting as
Facial
Cellulitis,
Retrieved
September
17,
2014
from
http://jkscience.org/archive/111/13-CR-Lethal%20Midline.pdf
16