LAPORAN PENDAHULUAN CKD causa HIPERTENSI
Laporan Persetujuan Pembimbing Laporan Pendahuluan oleh : Erin Riyanti Ri yanti NIM : 11612012 Judul : CKD ( Cronic Kidney Disease ) causa HIPERTENSI Telah diseujui dalam rangka mengikuti Praktik Profesi Keperawatan II Medikal Bedah Mahasiswa DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo pada tanggal 26 Mei 2014 samapai dengan 31 M ei 2014 di Ruang Hemodialisa RSUD Syaiful Anwar Malang.
Oleh Mahasiswa
CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE ) at causa HIPERTENSI A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626) Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448) Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812) Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal
Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
B. ETIOLOGI
Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
Gangguan
jaringan
penyambung
misalnya
lupus
eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
Gangguan
kongenital
dan
herediter
polikistik,asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
misalnya
penyakit
ginjal
2. Ras. Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih. 4. Pola Hidup. Faktor seperti halnya pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup pasien telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai faktor resiko utama. Merokok dipandang sebagai faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor – faktor utama untuk perkembangan arterosklerosis yang berhubungan dengan hipertensi.
C.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh hipertensi adalah
lebih lanjut akan menyebabkan tubuh tidak mampu membuang air, garam dan sisa metabolisme,
sehingga
terjadi
sindrom
uremia.
Sindrome
uremia
akan
meningkatkan zat-zat sisa nitrogen, akhirnya terjadi : rasa lelah, anoreksia, mual dan muntah.
Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium : -
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
-
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
-
Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369): a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
d. Gangguan muskuloskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas. e. Gangguan Integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. f. Gangguan endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D. g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
b. RFT ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin c. LFT (liver fungsi test ) d. Elektrolit Klorida, kalium, kalsium e. koagulasi studi PTT, PTTK f. BGA 2. Urine -
urine rutin
-
urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler -
ECG
-
ECO
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis ) -
Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
-
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
-
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi -
Pengambilan batu
-
transplantasi ginjal
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CKD A. PENGKAJIAN
1)
Aktivitas / istirahat Gejala
: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia / gelisah atau somnolen) Tanda
: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi Gejala : riwayat hipertensi lama, atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina) Tanda : Hipertensi, nadi kuat,edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak,tangan, disritmia jantung. Nadi lemah halus,hipotensi ortostatik menunjukan hipovolemia, pucat, kecenderungan perdarahan. 3) Integritas ego Gejala : Factor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya, perasaan
6) Neurosensori Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “ kaki gelisah”, Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkosentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis. 7) Nyeri / kenyamanan Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala ; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari) Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, gelisah. 8) Pernapasan Gejala : napas pendek ; dispnea nocturnal paroksimal ; batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak. Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (pernapasan
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah: 1. Penurunan curah jantung 2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit 3. Perubahan nutrisi 4. Perubahan pola nafas 5. Gangguan perfusi jaringan 6. Intoleransi aktivitas 7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis 8. resti terjadinya infeksi
C.
INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O) Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output Intervensi: a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital b. Batasi masukan cairan R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial e. Berikan perawatan mulut sering R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil Intervensi: a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan c. Inspeksi area tergantung terhadap udem R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek d. Ubah posisi sesering mungkin R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia e. Berikan perawatan kulit R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit f.
Pertahankan linen kering R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi. a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami. b. Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ). c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan. d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system. e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.
Laporan pendahuluan Hemodialisa 1. Pengertian Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan
lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi. Penyakit dalam (medikal): Arf- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal mempertahankan rft normal. Crf, ketika pengobatan konvensional tidak cukup, Keracunan. Indikator
biokimiawi
yang
memerlukan
tindakan
hemodialisa:
Peningkatan bun > 20-30 mg%/hari, Serum kreatinin > 2 mg%/hari, Hiperkalemia, Overload cairan yang parah, Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis Pada crf: Bun > 200 mg%, Creatinin > 8 mg%, Hiperkalemia, Asidosis metabolik yang parah.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain. 5. Proses Hemodialisa Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997).
masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara
Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 1995). Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan QB 200 – 300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa. 6. Komplikasi Hemodialisa Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. e. Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. f. Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan. g. Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
6. Kelemahan hd a. Tergantung mesin b. Sering terjadi: hipotensi, kram otot,disequilibrium sindrom c. Terjadi aktivasi: complement, sitokines mungkin timbul amiloidosis d. Vaskuler access: infeksi – trombosis e. Sisa fungsi ginjal cepat menurun disbanding peritoneal dialysis.
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Hemodialisa
1.
Pengkajian
Pengkajian pre hd a. Riwayat penyakit, tahap penyakit b. Usia c. Keseimbangan cairan, elektrolit d. Nilai laboratorium: hb, ureum, creatinin, ph
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi b.d faktor biologis, psikologis atau ekonomi. 3.
Rencana keperawatan: a. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, hb ≤ 7 gr/dl, pneumonitis Tujuan: pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan hd 4-5 jam Kriteria hasil:
Nafas 16-28 x/m
Edema paru hilang
Tidak sianosis
Intervensi: 1. Kaji penyebab nafas tidak efektif R/ untuk menentukan tindakan yang harus segera dilakukan
R/ follow up penyebab nafas tidak efektif 10. Evaluasi kondisi klien pada hd berikutnya R/ mengukur keberhasilan tindakan 11. Evaluasi kondisi klien pada hd berikutnya R/ untuk follou up kondisi klien b. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan & pemeliharaan akses vaskuler. Tujuan: pasien tidak mengalami cedera Kriteria hasil:
Kulit pada sekitar av shunt utuh/tidak rusak
Pasien tidak mengalami komplikasi hd
Intervensi: 1.
Kaji kepatenan av shunt sebelum hd
R/ av yg sudah tidak baik bila dipaksakan bisa terjadi rupture vaskuler
Udema hilang
Retensi 16-28 x/m
Kadar natrium darah 132-145 meq/l
Intervensi: 1.
Kaji status cairan: timbang bb pre dan post hd, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit dan edema, distensi vena leher, monitor vital sign. R/ pengkajian merupakan dasar untuk memperoleh data, pemantauan 7 evaluasi dari intervensi 2. Batasi masukan cairan, pada saat priming & wash out hd R/ pembatasan cairan akan menetukan dry weight, haluaran urine & respon terhadap terapi. 3. Lakukan hd dengan uf & tmp sesuai dg kenaikan bb interdialisis R/ uf & tmp yang sesuai akan ↓ kelebihan volume cairan sesuai dg target
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
infeksi
vaskuler
zat toksik
reaksi antigen
arteriosklerosis
tertimbun ginjal
Obstruksi saluran Retensi urin
suplai darah ginjal
batu besar dan kasar
iritasi / cidera jaringan
menekan saraf perifer
hematuria anemia
nyeri pinggang GFR turun GGK
sindrom uremia perpospatemia pruritis
gang. keseimbangan asam - basa
urokrom tertimbun di kulit perubahan warna kulit
prod. asam naik gang. integritas kulit as. lambung naik nausea, vomitus resiko gangguan
gastritis mual, muntah
total CES naik
resiko gangguan nutrisi
suplai nutrisi dalam darah turun
tek. kapiler naik
perdarahan
gangguan perfusi jaringan
vol. interstisial naik
hematemesis anemia
hipertrofi ventrikel kiri
suplai O2 kasar turun
payah jantung kiri
intoleransi aktivitas
bendungan atrium kiri naik
COP turun
preload naik beban jantung naik
produksi Hb turun oksihemoglobin turun
edema (kelebihan volume
iritasi lambung infeksi
sekresi eritropoitis turun
retensi Na
sekresi protein ter an u
aliran darah ginjal suplai O2 turun jaringan turun RAA turun
metab.
retensi Na & H2O naik
timb. as. laktat naik
suplai O2 ke otak turun syncope (kehilangan kesadaran)
tek. vena ulmonalis kapiler paru naik edema paru gang. pertukaran as