Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006 hal 47).
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible. (Baradero, Mary. 2008 hal. 124).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang, dan berat, (Mansjoer, 2007).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea, Panggabean, dan Gultom, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.
Etiologi
Penyakit-penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus, Glomerulonefritis kronis, Pielonefritis, Hipertensi yang tidak dapat dikontrol, Obstruksi traktus urinarius, lesi Herediter seperti penyakit Polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, (Syamsyir Alam dan Iwan Hadibroto. 2008).
Tahapan Gagal Ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik bekaitan dengan kerusakan nefron dan penurunan progresif GFR. Tahapan gagal ginjal kronik didasarkan pada kerusakan nefron dan tingkat GFR yang tersisa dan mencakup:
Stadium penurunan cadangan ginjal sekitar 40-75 % nefron tidak berfungsi, laju glomerulus 40-50 % normal, BUN dan kreatinin serum masih normal dan pasien asimtomatik.
Stadium ensufiensi ginjal, 75-80 % nefron tidak berfungsi, laju glomerulus 20-40 % normal, BUN dan kreatinin serum mulai meningkat, anemia ringan dan azotemia ringan
Stadium gagal ginjal apabila laju glomerulus 10-20 % normal, BUN dan kreatinin serum meningkat, anemia , azotemia, dan asidosis metabolik.
Penyakit ginjal stadium akhir, laju glomerulus kurang dari 5-10 % lebih dari 85 % nefron tidak berfungsi.
Stadium gagal ginjal kronik; Tahap cronic kidney disease (CKD) menurut kidney.org/professionals (2007) dan Kidney.org.uk (2007) adalah:
Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat, GFR > 90 ml/menit/1,73 m.
Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73 m.
Tahap III : penurunan GFR sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m.
Tahap IV : penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m.
Tahap V : gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m. Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin (ml/menit) = (140-umur) x berat badan (kg) 72 x creatinin serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.
Anatomi dan Fisiologi
Menurut Pearce dan Wilson (2006), adalah:
Anatomi ginjal
Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005), ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub bawah ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali kedalam vena kava inferior. Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentk cekung karena adanya hilus.
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranidpiramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal.
Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel parielalis berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kakikaki yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah pori-pori.
Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis piramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriolaarteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks, arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler peritubular.
Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).
Fisiologi ginjal
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan urin menurut Syaeifudin (2006).
Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-ubah ekskresi air.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3 4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah:
Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.
Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin.
Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan kecepatan alirn darah yang melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat sementara molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah.
Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus, cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif diabsobsi ulang kedalam darah. Substansi lainnya diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapain pelvis ginjal. Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam urine mencakup natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine, yaitu :
Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.
Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+ . Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis. Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap hari dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat dilihat besar daya selektif sel tubulus:
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan dalam pengaturan tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel-sel otot polos mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan renin. Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen dihasikan oleh hati dan konsentrasinya dalam darah tinggi.
Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru. Angoitensin I kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.
Consep Maps
Terlampir
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005) adalah:
Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis.
Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, kulai kaki (foot drop).
Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi, penurunan libido, kemandulan.
Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit, masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan resiko infeksi.
Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih, hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran glukosa.
Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
Funsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.
Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain adalah:
Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit berlebih.
Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron.
Anemia akibat penurunan eritropoitin.
Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
Penatalaksanaan
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah sebagai berikut :
Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat. 20
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik, bahan radio kontras, atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt. sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :
Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr 21 diantaranya protein nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun saat terjadi malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia.
Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti proteinuri.
Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting, karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk 22 pencegahan dan terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.
CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi fosfat.
Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
Pemeriksaan Penunjang
Memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
Pemeriksaan laboratorium darah
Hematologi (Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, dan Trombosit)
RFT (Renal Function Test); ureum dan kreatinin
LFT (liver fungsi test )
Elektrolit (klorida, kalium, dan kalsium)
Koagulasi studi (PTT dan PTTK)
BGA
Urine (urine rutin dan urin khusus; benda keton, analisa kristal batu)
Pemeriksaan kardiovaskuler (ECG dan ECO)
Radiagnostik (USG abdominal, CT scan abdominal, BNO/IVP, FPA, Renogram, RPG; retio pielografi)
Proses Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada masalah CKD menurut Doenges (2001), dan Carpenito (2006) adalah sebagai berikut :
Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan dan natrium.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, akumulasi toksik, asidosis metabolik, hipoksia, ketidak seimbangan elektrolit, klasifikasi metastatik pada otak.
INTERVENSI
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan CKD ditemukan, maka dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tampa kelebihan cairan.
Kriteria Evaluasi :
Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
BB stabil.
TTV dalam batas normal.
Tidak ada edema.
Intervensi :
Awasi denyut jantung TD dan CVP.
Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
Awasi berat jenis urine.
Timbang BB tiap hari dengan alat ukur dan pakaian yang sama.
Batasi pemasukan cairan.
Kaji kulit, area tergantung edema, evaluasi derajat edema.
Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : Kreatinin, ureum HB/Ht, kalium dan natrium
Kolaborasi foto dada, berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik, anti hipertensif
Kolaborasi untuk dialisis sesuai indikasi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan nutrisi.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Evaluasi :
Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
Bebas edema.
Intervensi :
Kaji/catat pemasukan diet.
Beri makan sedikit tapi sering.
Berikan pasien daftar makanan tatau cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pemilihan menu.
Timbang BB tiap hari.
Kolaborasi pemeriksaan lab BUN, albumin serum, transferin, natrium, kalium.
Kolaborasi dengan ahli gizi, berikan kalori tinggi rendah protein.
Batasi kalsium, natrium dan pemasukan fosfat sesuai indikasi.
Berikan obat sesuai indikasi, seperti zat besi, kalsium, Vit D, Vit B Komplek, anti emetik.
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume cairan.
Tujuan : Curah jantung adekuat.
Kriteria evaluasi :
TD dan frekuensi dalam batas normal.
Nadi perifer kuat dan waktu pengisian kapiler vaskuler.
Dispneu tidak ada.
Intervensi :
Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskuler dan keluhan dyspneu.
Kaji adanya/derajat hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan posturat.
Selidiki keluhan nyeri dada, beratnya (skala 1- 10) dan apakah tidak mantap dengan inspirasi dalam posisi terlentang.
Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti kapiler, suhu dan sensori atau mental.
Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
Kolaborasi pemeriksaan lab : Elektrolit, BUN, Foto dada.
IMPLEMENTASI
Melakukan secara bertahap sesuai dengan perencanaan dimasing-masing diagnosa keperawatan.
EVALUASI
Mengevaluasi dari masing-masing perencanaan pada diagnosa dan mengevaluasi secara menyeluruh dari satu diagnosa keperawatan yang sudah dilakukan.
18