BAB I KONSEP MEDIS
A. PENGERTIAN
Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli (kandung kemih). Tumor buli-buli adalah tumor yang dapat berbentuk papiler, tumor non invasif (insitur), noduler (infiltrat), atau campuran antara bentuk papiler dan infiltrat. Tumor ini merupakan tumor superfisial. Tumor ini lama-kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina phopria, otot, dan lemak perivesika yang kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitar.
Gambar 1. Bentuk tumor buli-buli
Tumor buli-buli merupakan 2% dari seluruh keganasan dan merupakan keganasan kedua terbanyak pada sistem urogenital setelah karsinoma prostat. Tumor ini dua kali lebih sering menyerang pria daripada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada daerah industri.
B. KLASIFIKASI
1.
Staging dan klasifikasi Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk
menentukan operasi atau observasi : a. T = pembesaran lokal tumor primer, ditentukan melalui :
Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi. Tis
: Carsinoma insitu (pre invasive Ca)
Tx
: Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan
To
: Tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1
: Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa yang bergerak
T2
: Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli
T3
: Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular yang bergerak bebas dapat diraba di buli-buli
T3a
: invasi otot yang lebih dalam
T3b
: Perluasan lewat dinding buli-buli
T4
: Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a
: Tumor mengadakan invasi ke dalam prostat, uterus, vagina
T4b
: Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen
b. N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe, pemeriksaan klinis, lympography, urography, operatif Nx
: Minimal yang ditetapkan kelenjar limfe regional tidak dapat ditemukan
No
: Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar limfe regional
N1
: Pembesaran tunggal kelenjar limfe regional yang homolateral
N2
: Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar linfe regional yang multipel
N3
: Massa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebas antaranya dan tumor
N4
: Pembesaran kelenjar limfe juxta regional
c. M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh, pemeiksaan klinis, thorax foto, dan tes biokimia Mx
: Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan.
M1
: Adanya metastase jauh
M1a
: Adanya metastase yang tersembunyi pada tes-tes biokimia
M1b
: Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c
: Metastase multiple terdapat dalam satu organ yang multiple
M1d
: Metastase dalam organ yang multiple
Gambar 2. Stadium tumor
2. Tipe dan Lokasi Tipe tumor didasarkan pada tipe selnya, tingkat anaplasia, dan invasi a. Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli-squamosa cell, anaplastik, invasi yang dalam dan cepat matastasenya. b. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus. c. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak laki-laki, infiltrasi, metastase cepat, dan biasanya fatal. d. Primary malignant lymphoma, neurofibroma, dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing. e. Ca daripada kulit, melanoma, lambung, paru, dan mamma mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi.
C. ETIOLOGI
Keganasan buli-buli ini terjadi karena induksi bahan karsinogen yang banyak terdapat disekitar kita. Beberapa faktor risiko yang yang mempengaruhi seseorang menderita karsinoma buli-buli adalah : 1. Pekerjaan, pekerja di pabrik kimia, laboratorium (senyawa amin aromatic) 2. Perokok, rokok mengandung amin aromatic dan nitrosamine 3. Infeksi saluran kemih, Escheria Coli dan Proteus yang menghasilkan karsinogen 4. Kopi, pemanis buatan, dan obat-obatan untuk pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko karsinoma buli-buli.
D. PATOFISIOLOGI
Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek pengisian pada vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur pada film kandung kemih pascamiksi. Jika urogram intravena menunjukkan adanya obstruksi ureter, hal tersebut lebih menekankan pada keterlibatan otot – otot di dekat orifisium ureter dibandingkan obstruksi akibat massa neoplasma yang menekan ureter. CT atau MRI bermanfaat dalam penilaian praoperatif terhadap penyebab intramural dan ekstramural, invasi lokal, pembesaran kelenjar limfe, dan deposit sekunder pada hati atau paru. Hidronefrosis diartikan sebagai suatu kondisi dimana pelvis dan kalises ginjal berdilatasi, sedangkan definisi hidroureter merupakan dilatasi atau pelebaran dari ureter. Penyebab tersering dari kedua kondisi ini sebagian besar adalah obstruksi. Kelainan lain yang dapat menjadi penyebab adalah striktur, penyimpangan pembuluh darah dan katup, tumor, batu, ataupun lesi di medulla spinalis. Hidronefrosis dapat bervariasi dari yang ringan misalnya hidronefrosis akibat kehamilan sampai yang dapat mengancam nyawa misalnya pionefrosis. Untuk dapat membedakan kondisi akut dari kronis, secara garis besar dapat dilihat dari gangguan anatomik parenkim ginjal yang minimal. Sementara untuk lebih tepatnya, suatu hidronefrosis dapat dikatakan akut apabila terdapat pengembalian fungsi ginjal secara utuh setelah penyebabnya dihilangkan. Sedangkan dikatakan kronis bila setelah penyebabnya dihilangkan, fungsi ginjal tidak kembali normal. Patofisiologi terjadinya hidronefrosis dan hiroureter diawali dengan adanya hambatan aliran urin secara anatomik ataupun fisiologik. Hambatan ini dapat terjadi dimana saja sepanjang ginjal sampai meatus uretra. Peningkatan tekanan ureter menyebabkan perubahan dalam filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus, dan aliran darah ginjal. GFR menurun
dalam beberapa jam setelah terjadinya hambatan. Kondisi ini dapat bertahan selama beberpa minggu. Fungsi tubulus juga terganggu. Berat dan durasi kelainan ini tergantung pada berat dan durasi hambatan aliran. Hambatan aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang reversibel sedangkan sumbatan kronis menyebabkan atrofi tubulus dan hilangnya nefron secara permanen. Peningkatan tekanan ureter juga aliran balik pielovena dan pielolimfatik. Dalam duktus kolektivus, dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal. Namun komponen diluar ginjal dapat berdilatasi maksimal.
F. MANIFESTASI KLINIK
1. Urine bercampur darah yang intermitten 2. Merasa panas waktu berkemih 3. Merasa ingin berkemih 4. Sering berkemih terutama malam hari dan pada fase selanjutnya mengalami kesulitan untuk berkemih 5. Nyeri suprapubik yang konstan 6. Panas badan dan merasa lemah 7. Nyeri pinggang karena tekanan saraf 8. Nyeri pada satu sisi karena hydronefrosis 9. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjut berupa : gejala obstruksi saluran kemih bagian atas atau adanya edema tungkai. Edema tungkai ini disebabkan karena adanya penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang membesar di daerah pelvis.
G. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi 2. Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck 3. Hydronefrosis oleh karena ureter mengalami oklusi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium a. Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gross atau micros hematuria. b. Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat bakteri dan pus dalam urine. c. Right Finger Tapping (RFT) normal d. Lymphopenia (N=1490-2930) 2. Radiologi a. Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya. b. Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor c. Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-buli d. Angiography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe 3. Cystocopy dan biopsy a. Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor b. Biopsi dari lesi selalu dikerjakan secara rutin 4. Cystology Pengecatan pada sediment urine terdapat transionil cel dari tumor
I.
PENATALAKSANAAN
1. Operasi a. Reseksi transuretral 1) Dilakukan pada tumor yang posisinya superfisial, tumor papiler, inoperable tumor sebagai tindakan palliatif. 2) Bladder diakses melalui cystoscope yang dimasukkan melalui urethra. 3) Diikuti oleh kemoterapi untuk mencegah tumbuhnya kembali sel kanker yang tidak terangkat 4) Hematuria
keluhan yang umum timbul setelah prosedur reseksi transurethra,
dikontrol dengan kateter tiga cabang dan irigasi kandung kemih b. Cystectomy dan urine diversion 1) Prosedur pilihan untuk tumor stage B yang tidak bisa diatasi melalui tindakan reseksi transurethra atau kemoterapi intravesika 2) Prosedur dilakukan jika tumor menginvasi dinding vesika, termasuk trigone, atau saat tumor tidak dapat diatasi dengan metode pembedahan yang lebih sederhana 3) Radical cystectomy
pengangkatan kandung kemih, urethra, uterus, tuba
falopii, ovarium, segmen anterior vagina(wanita); kandung kemih, urethra, dan prostat (pria). Hingga lemak perivesikal dan nodus limfe pelvis. c. Cystectomy partial 1) Dilakukan jika klien tidak dapat mentoleransi prosedur cystectomy radical atau jika ada tumor yang tidak dapat diangkat melalui transurethral cystectomy 2) Hingga setengah bagian dari kandung kemih diangkat
3) Kemungkinan sel kanker tumbuh kembali sangat tinggi 4) Setelah prosedur pembedahan kapasitas kandung kemih berkurang hingga > 60 ml dan bertambah hingga 400 ml pada beberapa bulan post pembedahan 2. Radioterapi a. Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage B2-C b. Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu , dosis 3000-4000 Rads. Penderita dievaluasi selama 2-4 minggu dengan interval cystoscopy, foto toraks, dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads selama 2-3 minggu. 3. Kemoterapi Obat-obat anti kanker : a. Citral, 5 fluoro urasil b. Topical chemotherapy yaitu thic-TEPA, chemoteraphy merupakan paliatif. 5fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat dimasukkan ke dalam buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8-12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat dibiarkan dalam buli-buli selama 2 jam.
BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan Istirahat Gejala
: Merasa lemah dan lelah
Tanda
: Perubahan kesadaran
2. Sirkulasi Gejala
: Perubahan tekanan darah atau normal
Tanda
: Tekanan darah meningkat, takikardi, bradikardi, atau disritmia
3. Integritas ego Gejala
: Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda
: Cemas, mudah tersinggung
4. Eliminasi Gejala
: Perubahan saat BAK
Tanda
: Nyeri saat BAK, urine berwarna merah
5. Makanan dan cairan Gejala
: Mual, muntah
Tanda
: Muntah
6. Neurosensori Gejala
: Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Tanda
: Perubahan kesadaran samapai koma, perubahan mental
7. Nyeri/keamanan Gejala
: Sakit pada daerah abdomen
Tanda
: wajah menyeringai, respon menarik diri pada rangsangan nyeri
8. Interaksi sosial Gejala
: Perubahan interaksi dengan orang lain
Tanda
: Rasa tak berdaya, menolak jika diajak berkomunikasi
9. Keamanan Gejala
: Trauma baru
Tanda
: Terjadi kekambuhan lagi
10. Seksualitas Gejala
: Tidak ada sedikitnya tiga siklus menstruasi berturut-turut
Tanda
: Atrofi payudara, amenorea
B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan : Nyeri b.d. proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan saraf, obstruksi jalur saraf, inflamasi). Tujuan : -
Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
-
Melaporkan nyeri yang dialami
-
Mengikuti program pengobatan
-
Mendemonstrasikan teknik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin.
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam nyeri klien berkurang. Intervensi : a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi, dan intensitas.
Rasional : Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan keperawatan. b. Evaluasi terapi : pembedahan, radiasi, kemoterapi, dan ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya. Rasional : Untuk mengetahui terapi yang diberikan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi. c. Berikan
pengalihan
seperti
reposisi
dan
aktivitas
menyenangkan
seperti
mendegarkan musik atau menonton TV. Rasional : Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri. d. Menganjurkan teknik penanganan stres dan berikan sentuhan terapeutik. Rasional : Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stres dan ansietas. e. Evaluasi nyeri, berikan penanganan bila perlu. Rasional : Untuk mengetahui efektivitas penanganan nyeri, tingkat nyeri, dan sejauh mana klien mampu menahannya. f.
Berikan analgetik sesuai indikasi Rasional : Untuk mengatasi nyeri
2. Diagnosa keperawatan : Risiko infeksi b.d. tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun, malnutrisi, dan prosedur invasif. Tujuan : -
Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dlam pencegahan infeksi
-
Tidak menunjukkna tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam risiko tidak terjadi pada klien. Intervensi : a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi silang b. Jaga personal hygiene klien dengan baik Rasional : Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup c. Monitor temperatur Rasional : Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi d. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi Rasional : Mencegah/mengurangi risiko terjadinya infeksi e. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur Rasional : Mencegah terjadinya infeksi f.
Kolaboratif -
Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets Rasional : Segera dapat diketahui bila terjadi infeksi
-
Berikan antibiotik bila diindikasikan Rasional : Mengatasi organisme penyebab infeksi
3. Risiko kerusakan integritas kulit b.d. efek radiasi dan kemoterapi, defisit imunologik, penurunan intake nutrisi, dan anemia. Tujuan : -
Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
-
Berpartisipasi
dalam
pencegahan
komplikasi
dan
percepatan
penyembuhan Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam maka tidak terjadi kerusakan integritas kulit. Intervensi : a. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping terapi kanker, amati penyembuhan luka. Rasional : Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit. b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal. Rasional : Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi c. Ubah posisi klien secara teratur Rasional : Menghindari penekanan yang terus-menerus pada suatu daerah tertentu. 4. Risiko kekurangan volume cairan b.d. output yang tidak normal (vomitting, diare), hipermetabolik, dan kurangnya intake. Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capillary refill normal, dan urine output normal.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kebutuhan cairan klien tercukupi. Intervensi : a. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam. Rasional : Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia b. Timbang berat badan jika diperlukan. Rasional : Ketidakseimbangan cairan dapat diketahui dengan memonitor berat badan. c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse perpheral, capillary refill time. Rasional : Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi, dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi. d. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Rasional : Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia. e. Anjurkan intake cairan sampai 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu. Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang. f.
Kolaboratif -
Berikan cairan IV bila diperlukan Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang
-
Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin Rasional : Mengetahui perubahan yang terjadi
5. Cemas b.d. perubahan status kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, serta bentuk interaksi. Tujuan : -
Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
-
Rileks dan dapat melihat dirinya secara objektif
-
Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam cemas klien berkurang. Intervensi : a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya. Rasional : Data mengenai pengalaman klien sebelumya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari duplikasi. b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat Rasional : Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya. c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai. Rasional : Dapat menurunkan kecemasan klien d. Jelaskan pengobatan, tujuan, dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan. Rasional : Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya.
e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidakberdayaan, dan lain-lain. Rasional
:
Mengetahui
mengatasinya/memberi
solusi
dan
menggali
dalam
upaya
pola
koping
meningkatkan
klien
serta
kekuatan
dalam
mengatasi kecemasan. f.
Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system. Rasional : Agar klien memperoleh dukungan dari keluarga/orang terdekat.
g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/beristirahat.