LAPORAN PENDAHULUAN POST OP CRANIOTOMY DENGAN INDIKASI TUMOR SEREBRI DI RUANG HCU BEDAH RSUD Dr. MOEWARDI
A. KONSEP PENYAKIT 1. DEFINISI Craniotomy
adalah
perbaikan
pembedahan,
reseksi
atau
pengangkatan pertumbuhan atau abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur intracranial Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002). Tumor otak adalah sebuah lesi terletak pada intrakarnial yang menempati ruang didalam tengkorak (bruner and suddarti,2002). Tumor otak adalah neoplasma yang berasal dari sel saraf,neuro ephitelium,saraf cranial,pembuluh darah,kelenjar pineal,hipofisis (donna L wong,2002). 2. ETIOLOGI Etiologi pasti terjadinya tumor otak belum diketahui,namun menurut bebrapa ahli dapat terjadi akibat proses primer dan sekunder. a. Primer b. Gangguan pada otak c. Gangguan imunologi tubuh d. Gangguan fungsi hipofisis e. Virus f. Factor genetic g. Riwayat trauma kepala h. Paparan bahan kimia yang bersifat carsinogenik
Sekunder : metastase tumor lain, biasanya tumor paru dan payudara 3. KLASIFIKASI Tumor otak ada bermacam-macam menurut (price, Sylvia ardeson,2000) yaitu : a. Giloma adalah tumor jaringan gila (jaringan penunjang dalam system saraf pusat, bertanggung jawab atas kira-kira 40 sampai 50% tumor otak). b. Tumor meningen merupakan tumor asal meningen,sel-sel mesofel dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura dari paling penting. c. Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob,eosinofil atau basofil dari hipofisis anterior d. Tumor metastasis adalah lesi-lesi metastasis merupakan kira-kira 510% dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari sembarang tempat primer. e. Tumor pembuluh darah antara lain angioma, hemangimablastoma, sindrom non hippel-lindon. 4. MANIFESTASI KLINIK Menurut (price,Sylvia ardeson,2000) : a. Sakit kepala Nyeri bersifat dalam dan terus menerus,tumpul dan terkadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat pada pagi hari dan lebih menjadi lebih hebat oleh aktivitas yang biasanya meningkatkan TIK seperti membungkuk, batuk, mengejan waktu BAB. b. Nausea dan muntah Terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. c. Papiledema Disebabkan oleh status vena yang menimbulkan pembengkakan papilla nervoptist. d. Gejala fokal 1)Tumor korteks motorik Kejang yang terletak pada satu sisi tubuh. 2)Tumor lobus aksipital Menimbulakan gejala visual (hialngnya penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dari tumor )
3)Tumor serebelum Pusing,ataksia, jalan sempoyongan,nistagmus 4)Tumor lobus frontal Gangguan kepribadian perubahan status emosional dan tingkah laku. 5)Tumor sudut serebroponsin yang pertama tinnitus,vertigo,tuli. Berikutnya kesemutan,rasa gatal pada wajah,selanjutnya paralisis,akhirnya ada abnormalitas pada fungsi motorik. 5. PATOFISIOLOGI Gejala tumor intrakarnial dapat memberikan efek local ataupun efek general. Pada lobus frontal terjadi gangguan kepribadian gangguanb efek, disfungsi system motor, kejang, aphasia pada presental gyrus dapat ditemukan kejang jacksionian. Pada lobus oksipital terjadi gangguan penglihatan. Dan sakit kepala (hedache) lobus temporal biasa terjadi halusinasi
pendengaran,penglihatan,
atau
gustatory
dan
kejang
psikomotor,aphasia pada lobus parietal dapt ditemukan ketidakmampuan membedakan kiri-kanan, deficit sensori (kontralateral). Ada juga yang menekan secar langsung pada struktur saraf. Suatu tumor otak sesuai type dimana-mana pada rongga cranial biasa menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK). Bila tumor berada di ventrikel maka dapat menyebabkan obstruksi. Bila edema meningkat maka suplay darah ke otak menurun dan karbondioksida tertahan. Pembuluh darah dilatasi untuk meningkatkan suplay oksigen darah. Hal ini malah akan memperberat edem. Papiledema merupakan efek general dari peningkatan tekanan intracranial dan sering sebagai tanda terakhir yang timbul kematian akibat kompresi batang otak. 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. CT-Scan (Ceputeraise Tomografi Scanning) Untuk mengindentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinasi ventikuler dan perubahan jaringan otak. b. MRI (Magnetik Resonan Imaging)
c. d. e. f.
Digunakan untuk mengidentifikasi luas dan letak cedera. Pemeriksaan cairan serebrospinal Biopsy stereotaktik Angiografi srebral Electroencephalogram
7. PENATALAKSANAAN a. Terapi radiasi b. Pembedahan c. Terapi obat 1)Kortikosteroid : dexsametason 2)Antikonvulalsan : pheniton 3)Antidiuretik : manitol 4)Kemoterapi 8. KOMPLIKASI a. Sistem Kardiovaskuler Craniotomy bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah arteriol berkontraksi. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru. b. Sistem Pernafasan Adanya edema paru dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan
CBF
(Cerebral
Blood
Fluid).
Bila
tekanan
karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan
menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.Tingginya TIK dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada
medulla
oblongata
menyebabkan
pernafasan
ataksia
(kurangnya koordinasi dalam gerakan bernafas). c. Sistem Eliminasi Pada pasien dengan post craniotomy terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan dapat timbul hiponatremia. d. Sistem Pencernaan Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena
adanya
peningkatan
pengeluaran
katekolamin
dalam
menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan perdarah lambung. e. Sistem Muskuloskeletal Akibat dari post craniotomy dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur. Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah yang
berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot-otot tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga, pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cidera. Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, yang pada saatnya dapat membuat komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur. B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Aktivitas/istirahat Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku dan kehilangan keseimbangan. Tanda : - Perubahan kesadaran, letargi - Hemiparase, quadreplegia - Ataksia, cara berjalan tak tegap - Masalah dalam keseimbangan - Cedera (trauma) ortopedi - Kehilangan tonus otot, otot spastik b. Sirkulasi Gejala : - Perubahan tekanan darah atau abnormal (hipertensi) - Perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradi kardi disrtimia) f. Integritas ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian ( tenang atau dramatis) Tanda : - Cemas, mudah tersinggung, delirium, bingung, depresi dan impulsif. g. Eliminasi Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi. h. Makanan/Cairan Gejala : - Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. - Muntah (mungkin proyektil) - Gangguan menelan (batuk, air liur keluar dan dispagia)
i. Neurosensori Gejala : Kehilngan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo. Sinkope. Tinitus, kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagaian lapang pandang, fotofobia. Tanda : - Perubahan kesadaran sampai koma. - Perubahan status mental ( orientasi, kewaspadan, perhatian dan -
konsentrasi. Perubahan masalah, pengaruh emosi/tingkahlaku dan memori. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris) deviasi pada
-
mata. Kehilangan penginderaan sperti pengecapan, penciuman dan
pendengaran. - Wajah tidak simetris. - Genggaman lemah dan tidak seimbang. j. Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama. Tanda : - Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa istirahat. k. Pernafasan Tanda : - Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi) nafas berbunyi stridor tersedak. l. Interaksi sosial Tanda : – Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartia dam anomia. (Doengoes Marillyn.2000) 2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul a. Ketidaefektipan pola pernapasan berhubungan dengan depresi pada pusat pernapasan di otak, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2 serta kegagalan vensilator,
kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial b. Perubahan keamanan : nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder, cedera. Inkontinuitas jaringan c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif, status cairan tubuh, kekurangan nutrisi, respons inflamasi tertekan. d. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan out put cairan berlebih via inhalasi sekunder akibat penggunaan alat bantu nafas (respirator). e. Resiko tinggi peningkatan Tekanan Intra Kranial berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intra serebral hematom, subdural hematom maupun epidural hematom. f. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma), edema serebral (respon lokal atau umum pada cedera, perubahan metabolik, , penurunan TD sitemik/ hipoksia. g. Keterbatasan gerak berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/ kelemahan fisik, tirah baring/ h.
imobilisasi, nyeri. (Muttaqin, 2008 dan Doengoes M, 2000)
3. Intervensi Diagnosa No keperawatan Post operasi 1 Ketidaefektipan pola pernapasan b.d depresi pada pusat pernapasan di otak, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2 serta kegagalan vensilator.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Tujuan : adanya peningkatan pola nafas kembali efektif dengan kriteria : 1. Frekuensi pernapasan efektif 2. Mengalami perbaikan pertukaran gas dan paru 3. Adaptif mengatasi faktor penyebab
Intervensi
Rasional
a. Observasi fungsi a. Distress pernapasan dan pernapasan, catat frekuensi perubahan pada tanda vital pernapasan, dispnea atau dapat terjadi sebagai akibat perubahan tanda-tanda vital stres fisiologis dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya b. Auskultasi suara nafas, syok sehubungan dengan perhatikan daerah hipoksia hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang b. Untuk mengidentifikasi tidak normal (krekels, adanya masalah paru seperti ronchi, mengi) atelektasis, kongesti, ata c. Berikan posisi yang nyaman obstruksi jalan napas yang biasanya dengan peninggian membahayakan oksigenasi kepala pada tempat tidur seebral atau menandakan terjadinya infeksi paru d. Jelaskan kepada klien tentang etiologi adanya c. Meningkatkan inspirasi sesak atau kolaps paru-paru maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan e. Kolaborasi dengan dokter ventilasi pada sisi yang tidak tentang pemberian O2 sakit
d. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik e. Untuk melancarkan dan f. memenuhi kebutuhan O2 4
Perubahan keamanan : nyeri akut b.d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder
Setelah dilakukan a. Observasi tingkat nyeri dan a. Pengkajian yang optimal akan tindakan keperawatan respon motorik klien setelah memberikan perawat data selama pemberian obat analgetik yang objektif untuk mencegah Tujuan : Nyeri kemungkinan komplikasi dan berkurang sampai b. Lakukan manajemen nyeri melakukan intervensi yang dengan hilang, dengan keperawatan tepat kriteria : Klien tidak gelisah c. Berikan kesempatan waktu b. Posisi fisiologis dapat Skala nyeri 0 ( 0-5) istirahat bila terasa nyeri meningkatkan asupan O2, dan berikan posisi nyaman istirahat akan menurunkan kebutuhan O2, lingkungan d. Jelaskan dan bantu klien yang tenang akan menurunkan dengan tindakan pereda stimulasi nyeri, distraksi dapat nyeri nonfarmakologi dan menurunkan stimulus internal, noninvasif manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan e. Tingkatkan pengetahuan dukungan psikologis dapat tentang sebab-sebab membantu menurunkan nyeri nyeri dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung
c. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan
f. Kolaborasi dengan dokter pemberian nalgetik
d. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi telah menunjukkan kefektifan dalam mengurangi nyeri e. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik f. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
2
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif, status cairan
Setelah dilakukan a.Kaji dan pantau luka operasia. Mendeteksi secara dini gejalatindakan keperawatan setiap hari gejala imflamasi yang mungkin selama timbul sekunder akibat adanya Tujuan : tidak terjadi b.Lakukan perawatan luka luka infeksi kriteria : dengan tehnik steril Penyembuhan luka b. Tehnik perawatan luka steril dapat
tubuh, kekurangan nutrisi, respons inflamasi tertekan.
sesuai wktu c.Pantau dan batasi kunjungan mengurangi kontaminasi kuman Tidak ada tanda-tanda pada klien infeksi c. Mengurangi resiko kontak infeksi d.Bantu perawatan diri klien dan dari orang lain keterbatasan aktifitas sesuai toleransi. Bantu programd. Menunjukan kemampuan secara latihan. umum, kemampuan otot, dan merangsang pengembalian sistem e.Kolaborasi. Berikan antibiotika umum sesuai indikasi e. Satu atau beberapa agens diberikan tergantung pada sifat dari phatogen da infeksi yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Pathofisiologi. Jakarta : EGC Doenges, E Marylin. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Hudak dan Gallo. 1996. Keperawtan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan NC dan NOC. Jakarta : EGC Nanda. 2012. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC Price, Sylvia A. 2005. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
LAPORAN PENDAHULUAN POST OP CRANIOTOMY ATAN INDIKASI TUMOR CEREBRI DI RUANG ICU RSUD Dr. MOEWARDI
Disusun Oleh AZIZ NUR FATHONI NIM: SN14005
PROFESI NERS PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014/2015