LAPORAN PENDAHULUAN URETERORENOSCOPY URETERORENOSCOP Y (URS) + DJ STENT DI OK SENTRAL/IBS RSUD ULIN
OLEH:
Rona Ariska,S.Kep
NPM 1416901110181 1416901110181
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN BANJARMASIN BANJARMASIN TAHUN 2016
LEMBAR PENGESAHAN
NAMAMAHASISWA
: Yudha Eko Maulani, S.Kep
NPM
: 1614901110211
JUDUL LP
: URS + DJ STENT
BANJARMASIN,
Januari 2017
PRESEPTOR AKADEMIK
PRESEPTOR KLINIK
...............................................
.......................................
.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI URS yaitu prosedur spesialistik dengan menggunakan alat endoskopi
semirigid / fleksibel berukuran kurang dari 30 mm yang dimasukkan melalui saluran kemih kedalam saluran ginjal (ureter) kemudian batu dipecahkan
dengan
gelombang
udara.
Tindakan
ini
memerlukan
pembiusan umum atau regional dan rawat inap dan memerlukan waktu kira-kira 30 menit. Dengan menggunakan laser atau lithoclast, kita dapat melakukan kontak langsung dengan batu untuk dipecahkan menjadi pecahan kecil-kecil . Alat ini dapat mencapai batu dalam kaliks ginjal dan dapat diambil atau dihancurkan dengan sarana elektrohidraulik atau laser.
Double – J stent merupakan alat untuk mempermudah aliran urin dari
ginjal ke kandung kemih yang terganggu akibat adanya obstruksi. Pemasangan DJ stent pada ureter, baik unilateral maupun bilateral memiliki makna sebagai implantasi benda asing pada tubuh yang dapat menimbulkan komplikasi, salah satunya adalah infeksi .
Fungsi dari benda ini adalah untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal ke kandung kencing, juga memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing. Ketika ujung DJ stent berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik ureter terhenti sehingga seluruh ureter dilatasi. (Sumber peristaltik berada di kaliks minoris ginjal). Urine dari ginjal mengalir di dalam lubang DJ stent dan juga antara DJ stent dengan ureter. B. TUJUAN 1. Memecah batu yang berada disaluran kemih/ureter keluar bersama air seni. 2. Melancarkan air seni yang tersumbat akibat adan ya batu tersebut.
3. Menghilangkan nyeri pada saat membuang air seni akibat sumbatan batu di dalam saluran kemih.
C. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI INDIKASI URS
1. Besar batu > 4 mm sampai ≤ 15 mm. 2. Ukuran batu ≤ 4 mm dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif, intractable pain dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila terjadi kolik. 3. Batu pelvic ginjal yang simptomatik. 4. Lokasi batu yang terletak di bagian bawah ginjal. 5. Morbid obesity dimana operasi terbuka lebih sukar dilakukan. 6. Perdarahan diathesis yang tidak dapat diatasi. 7. Batu diantara calyceal diverticulum atau infundibular stenosis. INDIKASI DJ STENT
1.
menyambung ureter yang terputus.
2. jika saat tindakan URS lapisan dalam ureter terluka. 3.
setelah operasi URS batu ureter distal, karena dikhawatirkan muara ureter bengkak sehingga urine tidak dapat keluar.
4.
stenosis atau penyempitan ureter. DJ stent berfungsi agar setelah dipasang penyempitan tersebut menjadi longgar.
5.
setelah URS dengan batu ureter tertanam, sehingga saat selesai URS lapisan dalam ureter kurang baik.
6.
operasi batu ginjal yang jumlahnya banyak dan terdapat kemungkinan batu
sisa.
Jika
tidak
dipasang
dapat
terjadi
bocor
urine
berkepanjangan. 7. batu ginjal yang besar dan direncanakan ESWL. Seandainya tidak dipasang maka serpihan batu dapat menimbulkan rasa nyeri. 8.
untuk mengamankan saluran kencing pada pasien kanker cervix.
9.
untuk mengamankan ginjal saat kedua ginjal/ureter tersumbat dan baru dapat diterapi pada 1 sisi saja. Maka sisi yang lain dipasang DJ stent.
10. pada pasien gagal ginjal karena sumbatan kencing, (jika tidak dapat dilakukan nefrostomi karena hidronefrosis kecil).
D. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN 1. Konservatif : dengan banyak minum, olah raga loncat-loncat maupun obat diuretikum (menambah kencing). 2. Operatif
: kalau secara konservatif tidak berhasil.
Ada 2 prosedur operasi : 1.Terbuka :dengan membuat sayatan. 2.Tertutup/ endoskopi : tanpa sayatan, yaitu lithotripsy, URS, ESWL, PCN
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG USG abdomen Foto rontgen Cek darah lengkap EKG
F. PATHWAY KEPERAWATAN (YANG BERHUBUNGAN DENGAN KASUS TINDAKAN) AMPUTASI
Pre Operasi Perencanaan I. URS II. III. Indikasi O erasi IV. Perubahan status kesehatan V. Takut, VI. gelisah, gugup, TD VII.Kurang pegetahuan informasi Kurang en etahuan
Intra Operasi Masukan alat Terputusnya pembuluh darah Perdarahan Kehilan an cairan HB menurun
Post Operasi Penumpukan sekret Kesadaran belum pulih, efek anastesi Pasca Pembedahan/ Prosedur Continuitas arin an rusak
Suplai O2
Ujung saraf rusak
S ok
Pelepasan prostaglandin
Sianosis, akral dingin dan TD menurun
Nyeri di persepsikan
Ansietas
Hipotermia
Kekurangan volume cairan
Gangguan rasa n amann eri
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Pasien elisah
Resiko jatuh
G. GAMBAR
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI DAN RASIONAL Diagnosa pre Operasi a. Diagnosa I: ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan b. Tujuan dan criteria hasil: Dalam perawatan pre operatif klien diharapkan: 1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas. 3. Vital sign dalam batas normal 4. Postur tubuh, ekspresi wajah bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan c. Intervensi 1. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur. 2. Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan. 3. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi. 4. Intruksikan untuk menggunakan teknik relaksasi 5. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan. Diagnosa intra operatif: a. Diagnosa I: kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (perdarahan) b. Tujuan dan kriteria hasil: Dalam perawatan intra operatif klien diharapkan: 1. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 2. Tidak ada tanda-tanda sianosis c. Intervensi 1. Monitor vital sign 2. Hentikan perdarahan 3. Persiapan untuk tranfusi
d. Diagnosa 2: hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin e. Kriteria hasil dan tujuan: 1. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Nadi/RR dalam rentang normal f.
Intervensi 1. Monitor suhu tubuh klien saat operasi 2. Kolaborasi pemberian obat dengan medis
Diagnosa post Operatif: a. Diagnosa 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang berlebihan b. Tujuan dan kriteria hasil: 1. Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak ada suara nafas abnormal) 2. Mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapatmenghambat jalan nafas. c. Intervensi 1. Pastikann kebutuhan oral/tracheal suctioning. 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning. 3. Monitor status oksigen pasien. 4. Buka jalan nafas menggunakan teknik chin lift atau jaw thrust 5. Monitor respirasi dan status O2. d. Diagnosa 2: Resiko Jatuh berhubungan dengan pemulihan status kesadaran. e. Tujuan dan kriteria hasil: 1. Meminimalkan
faktor
resiko
yang
dapat
memicu
jatuh
dilingkungan individu seperti pemasangan pagar pada bed klien. 2. Tidak terjadi jatuh/ resiko jatuh berkurang f.
Intervensi 1. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang memperngaruhi resiko jatuh.
2. Gunakan rel sisi panjang yang sesuai agar mencegah jatuh dari bed klien 3. Memberikan pengawasan ketat.
I. DAFTAR PUSTAKA (10 tahun terakhir) Mitra Medikasi.com, diakses pada 14 Januari 2017 Sarwendah. UROLOGI .”
S“
ASUHAN
KEPERAWATAN
KLIEN
MASALAH
Erlangga, 2015
www.asepku.com, diakses pada 3 januari 2017 Nurarif.A.H.
”ASUHAN KEPERAWATAN BERDSARKAN DIAGNOSA
MEDIS & NANDA NIC NOC”.
MEDICATION Publishing, 2015