BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tanda dan gejala demam, nyeri otot, nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia (Rohim, 2004).
Sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk terkena infeksi virus Dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan demam berdarah. Kurang dari 500.000 kasus setiap tahun di rawat di RS dan ribuan orang meninggal (Mekadiana, 2007).
Pada bulan januari 2009, penderita DHF di Jawa Tengah sebanyak 1706 orang. Sedangkan kasus DHF yang terjadi di beberapa kota di Jawa Tengah sampai pertengahan 2009 sebanyak 2767 orang 73 diantaranya meninggal (Lismiyati, 2009).
Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat mengalami Dengue Syok Sindrom yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami deficit volume cairan akibat meningkatnya permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju keluar pembuluh. Sebagai akibatnya hampir 35% paien DHF yang terlambat ditangani di RS mengalami syok hipovolemik hingga meninggal.
Saat ini angka kejadian DHF di RS semakin meningkat, tidak hanya pada kasus anak, tetapi pada remaja dan juga dewasa. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang cukup dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DHF. Ketrampilan yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda syok dan kecepatan dalam menangani pasien yang mengalamim Dengue Syok Sindrom (DSS).
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI DEMAM BERDARAH
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada orang dewasa. Indonesia termasuk daerah endemik untuk penyakit Demam Berdarah Dengue. Serangan wabah umumnya muncul sekali dalam 4 - 5 tahun. Faktor lingkungan memainkan peranan bagi terjadinya wabah. Lingkungan dimana terdapat banyak air tergenang dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang merupakan tempat ideal bagi penyakit tersebut (Siregar, 2004).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :
Demam tidak terdiferensiasi
Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
DBD (dengan atau tanpa renjatan)
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada tahun 2009 tampak provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan AI DBD tertinggi (313 kasus per 100.000 penduduk), sedangkan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan AI DBD terendah (8 kasus per 100.000 penduduk). Terdapat 11 (33%) provinsi termasuk dalam daerah risiko tinggi (AI > 55 kasus per 100.000 penduduk).
Dalam lima tahun terakhir (2005-2009) 5 provinsi dengan AI tertinggi dapat dilihat pada. Provinsi DKI dan Kalimantan Timur selalu berada dalam 5 provinsi AI tertinggi dengan DKI Jakarta selalu menduduki AI yang paling tinggi setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena pengaruh kepadatan penduduk, mobilitas penduduk yang tinggi dan sarana transportasi yang lebih baik dibanding daerah lain, sehingga penyebaran virus menjadi lebih mudah dan lebih luas. Berbeda dengan Kaltim yang penduduknya tidak terlalu padat, menurut SUPAS 2005 kepadatan penduduk Kalimantan Timur hanya 12 orang/km2 (DKI Jakarta 13.344 orang/km2). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian DBD di Kalimantan Timur, kemungkinan adalah karena curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dan adanya lingkungan biologi yang menyebabkan nyamuk lebih mudah berkembang biak (Kemenkes, 2010).
VIRUS DANGUE
Virus penyebab demam Dengue termasuk arbovirus (arthropod–borne viruses) yang merupakan virus kedua yang dikenal menimbulkan penyakit pada manusia. Virus ini merupakan anggota keluarga dari Flaviviridae (flavi = kuning) bersama-sama dengan virus demam kuning. Morfologi virion Dengue berupa partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm. Genomnya berupa RNA (ribonucleic acid). Protein virus Dengue terdiri dari protein C untuk kapsid dan core, protein M untuk membran, protein E untuk selubung dan protein NS untuk protein non struktural.
Saat ini telah diketahui ada 4 tipe virus Dengue. Tipe-tipe virus ini baru diketahui setelah Perang Dunia II oleh Sabin yang berhasil mengisolasinya dari darah pasien pada epidemi di Hawai, yang disebut sebagai tipe 1 (1952 ). Tipe 2 juga diisolasi oleh Sabin (1956 ) dari pasien di New Guinea. Tipe 3 dan 4 diperoleh tahun 1960 dari pasien yang mengalami DHF di Filipina pada tahun 1953.
Virus Dengue menurut Danny (1999) memiliki tiga jenis antigen yang menunjukkan reaksi spesifik terhadap antibodi yang sesuai yaitu :
Antigen yang dijumpai pada semua virus dalam genus Flavivirus dan terdapat di dalam kapsid,
Antigen yang khas untuk virus Dengue saja dan terdapat pada semua tipe, 1 sampai 4, di dalam selubung,
Antigen yang spesifik untuk virus Dengue tipe tertentu saja, terdapat di dalam selubung.
VEKTOR DEMAM BERDARAH
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tunlbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00). Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar, 2004).
MANIFESTASI KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO, 2011). Manifestasi klinis :
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari.
Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena.
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Trombositopenia ( 100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai dasar/ menurut standar umur dan jenis kelamin
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit 20%.
Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
Dijumpai tanda perembesan plasma
Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
Hipoalbuminemia
Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas, mendukung diagnosis DSS.
Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.
KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE (WHO, 1997)
DD/ DBD
Derajat
Gejala
Laboratorium
DD
Demam disertai 2 atau lebih tanda; sakit kepala, nyeri retro orbital, mialgia, artalgia
Leucopenia, trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma, serologi dengue positif
DBD
I
Gejala diatas ditambah uji bendung (uji Troniquet) positif
Trombositopenia (<100.000/mikroliter), bukti kebocoran plasma
DBD
II
Gejala diatas ditambah perdarahan spontan
Trombositopenia (<100.000/mikroliter), bukti kebocoran plasma
DBD
III
Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)
Trombositopenia (<100.000/mikroliter), bukti kebocoran plasma
DBD
IV
Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur
Trombositopenia (<100.000/mikroliter), bukti kebocoran plasma
DBD derajat III dan IV disebut sindrom syok dengue (SSD)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DEMAM BERDARAH DENGUE
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.
Pemeriksaan Homeostatis. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP).
Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
Pemeriksaan RT-PCR . Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.
ELISA. Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Penatalaksanaan menurut Mulya (2011) yaitu :
Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
Medikamentosa
Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Supportif
Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
Diberikan untuk 48 jam atau lebih
Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)
Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil laboratorium yang tidak normal
Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review hematokrit sebelum resusitasi)
Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat / jalur arteri) Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit
Perdarahan hebat
Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi.
Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat digunakan.
Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat menyebabkan kelebihan cairan.
DBD ensefalopati
DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak.
Ensefalopati yang terjadi bersamaan dengan syok hipovolemik, maka penilaian ensefalopati harus diulang setelah syok teratasi.
Apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi, maka kesadaran menurun atau kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada syok
Pertahankan oksigenasi jalan napas yg adekuat dengan terapi oksigen.
Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati maka,
Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,
Memberikan cairan intravena minimal untuk mempertahankan volume intravaskular, total cairan intravena tidak boleh >80% cairan rumatan
Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera apabila hematokrit terus meningkat dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasus dengan perembesan plasma yang hebat.
Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala kelebihan cairan
Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat.
Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan melindungi jalan napas.
Dipertimbangkan steroid untuk menurunkan tekanan intrakranial, dengan pemberian deksametasone 0,15mg/kg berat badan/dosis intravena setiap 6-8 jam.
Menurunkan produksi amonia
Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare osmotik.
Antibiotik lokal akan mengganggu flora usus maka tidak diperlukan pemberian
Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan infus glukosa yang dianjurkan 4-6 mg/kg/jam.
Perbaiki asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit
Vitamin K1 IV dengan dosis:umur < 1tahun: 3mg, <5 tahun: 5mg, >5 tahun:10mg.
Anti kejang phenobarbital, dilantin, atau diazepam IV sesuai indikasi.
Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen darah lain seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan karena kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Terapi antibiotik empirik apabila disertai infeksi bakterial.
Pemberian H2 antagonis dan penghambat pompa proton untuk mencegah perdarahan saluran cerna.
Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai besar obat dimetabolisme di hati.
Hemodialisis pada kasus perburukan klinis dapat dipertimbangkan.
Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor tiap 12-24 jam. Indikasi untuk pulang. Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
Nafsu makan telah kembali
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
Diuresis baik
Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.
KOMPLIKASI
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :
Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
Gagal sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
ETIKA KEPERAWATAN
Macam-macam Prinsip etika keperawatan. Prinsip-prinsip etika keperawatan terdiri dari:
Autonomy (Otonomi )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
Beneficience (Berbuat Baik)
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.
Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan .
Non Maleficience (tidak merugiakan)
Prinsip ini berarti segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.
Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Fidelity (loyalty/ketaatan)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.
Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).
Pola kebiasaan Nutrisi dan metabolisme :
Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun. Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena. Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria. Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang. Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk menjaga kesehatan.
Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
Kesadaran : Apatis
Vital sign : TD : 110/70 mmHg00
Kepala : Bentuk mesochepal
Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis
Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran
Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis
Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada, nyeri telan
Dada Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan Perkusi : Sonor Palpasi : taktil fremitus normal
Abdomen : Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali) Auskultasi : bising usus 8x/menit Perkusi : tympani Palpasi : turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang
Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
Sistem integumen
Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan lembab. Kuku sianosis atau tidak.
Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).
Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites. Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi dengue adalah : Uji rumple leed / tourniquet positif
Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia.
Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan
Serologi, dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa
Isolasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique test secara langsung / tidak langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau penggabungan)
Identifikasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate
Radiologi
Pada foto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi thorax kanan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan kebocoran plasma
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan merembesnya cairan dari intravaskular ke ekstravaskular
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan jalan nafas terganggu akibat spasme otot pernafasan
Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan berlebihan
Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah
Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan dengan proses penyakit
INTERVENSI KEPERAWATAN
No.Dx
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan
1
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan kebocoran plasma
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... jam, perfusi jaringan klien kembali efektif
Kriteria Hasil :
Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatik hipertensi
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
Gunakan sarung tangan untuk proteksi
Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
Monitor adanya trombopeblitis
2
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... jam, suhu tubuh klien kembali dalam rentang normal
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb dan Hct
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Kolaborasi pemberian cairan intravena
Kolaborasi pemberian obat anti piretik
3
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan merembesnya cairan dari intravaskular ke ekstravaskular
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... jam, status hidrasi klien dalam rentang normal
Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine outpus sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat) jika diperlukan
Monitor vital sign
Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
Monitor status nutrisi
Dorong masukan oral
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Kolaborasi pemberian cairan intravena
Kolaborasi dengan dokter kemungkinan untuk transfusi dan persiapan untuk transfusi
4
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan jalan nafas terganggu akibat spasme otot pernafasan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... jam, pola nafas klien menjadi efektif
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi, pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda-tanda vital dalam rentan normal
Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi klien apakah perlu pemasangan alat jalan nafas buatan
Berikan peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Auskultasi suara nafas, catat apabila terdapat adanya suara tambahan
Berikan bronkodilator bila perlu
Monitor respirasi dan status O2
Monitor tanda-tanda vital klien
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
Monitor sianosis perifer
5
Resiko syok hipovolemik b.d perdarahan berlebihan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... jam, tidak terjadi syok hipovolemik pada klien
Kriteria hasil:
Nadi dalam batas yang diharapkan.
Irama jantung dalam batas yang diharapkan.
Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan.
Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill.
Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
Monitor suhu dan pernapasan.
Monitor tanda awal syok.
Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas.
Monitor input dan output.
6
Resiko perdarahan b.d penurunan faktor-faktor pembekuan darah.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... jam, tidak terjadi perdarahan pada klien
Kriteria hasil:
Tidak ada hematuria dan hematemesis.
Kehilangan darah yang terlihat.
Tekanan darah dalam batas normal sistol dan diastol.
Tidak ada perdarahan pervagina
Hemoglobin dan hematrokrit dalam batas normal.
Monitor ketat tanda-tanda perdarahan.
Catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan.
Monitor nilai lab (koagulasi) yang meliputi PT, PTT, trombosit.
Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif.
Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan.
Observasi adanya darah dalam sekresi cairan tubuh: emesis, feses, urine, residu lambung, dan drainase luka.
7
Defisit pengethuan b.d proses penyakit.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... jam, pengetahuan klien dan keluarga meningkat tentang penyakit yang diderita
Kriteria hasil:
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan.
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnnya.
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.
Jelaskan patofisiologi dan penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat.
Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. p.19-34
Nainggolan L. (2008). Reagen pan-E dengue early capture ELISA (PanBio) dan platelia dengue NS1 Ag test (BioRad) untuk deteksi dini infeksi dengue.
Hadinegoro SRH, et al. (2004). Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
NANDA NIC NOC., 2013., Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa media., Media Action., Yogyakarta
Karyanti, Mulya Rahma., 2011., Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue
Umar Fahmi Achmadi, et al., 2010., Buletin Jendela Epidemiologi., Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah3.pdf
Wiradharma, Danny., 1999., Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue., Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam: Hadinegoro SRH, Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1999.p.32-43