DISTOSIA BAHU Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir Dosen : Dra. Wasnidar. M.Keb
Disusun Oleh :
Desi Natalis Rahmalia
(P.1712012007)
Maria Destri Yanti
(P.1712012017)
Tingkat IIA
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA I
1
JURUSAN KEBIDANAN Jalan RS. Fatmawati, Cilandak-Jakarta Selatan Telp/Fax. 021-7656536 TAHUN 2013
2
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul DISTOSIA BAHU. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulisan makalah berikutnya dapat lebih baik. Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Jakarta, 23 September 2013
Penulis
DAFTAR ISI 3
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI.............................................................................................................. 2 BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 3 1.1.Latar belakang...................................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 3 1.3 Tujuan....................................................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................5 2.1 Pengertian Distosia Bahu......................................................................................5 2.2 Patofisiologi...........................................................................................................6 2.3 Etiologi..................................................................................................................6 2.4 Diagnosis...............................................................................................................6 2.5 Faktor Risiko.........................................................................................................7 2.6.Komplikasi............................................................................................................8 2.7 Penatalaksanaan.....................................................................................................8 2.8.Prognosis...............................................................................................................12 BAB III PENUTUP.....................................................................................................13 3.1 Kesimpulan............................................................................................................13 3.2 Kritik dan Saran.....................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 14
BAB I 4
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Distosia adalah penyulit persalinan, sedangkan distosia bahu adalah penyulit
persalinan bahu. Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi. Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa diatas.untuk menentukan distosia bahu di gunakan criteria objektif yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79 detik. Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang. distosia bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien. Distosia bahu adalah komplikasi gawat yang memerlukan penanganan yang cepat – tepat dan terencana secara jelas. 1.2. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan masalah: 1. Apa yang dimaksud dengan distosia bahu? 2. Bagaimana patofisiologi pada distosia bahu ? 3. Bagaimana etiologi pada distosia bahu ? 4. Bagaimana tanda dan gejala pada distosia bahu ? 5. Apa saja faktor resiko pada distosi bahu? 6. Apa diagnosis pada distosia bahu ? 7. Apa prognosis pada distosia bahu ? 8. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan pada distosia bahu ? 9. Bagaimana penatalaksanaan pada distosia bahu ?
1.3.
Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan distosia bahu 2. Untuk mengetahui patofisiologi dari distosia bahu 3. Untuk mengetahui etiologi pada distosia bahu 4. Untuk mengetahui bagaimana tanda dan gejala distosia bahu 5. Untuk mengetahui faktor resiko terjadinya distosia bahu 5
6. 7. 8. 9.
Untuk mengetahui diagnosis pada distosia bahu Untuk mengetahui prognosis pada distosia bahu Untuk mengetahui komplikasi pada distosia bahu Untuk mengetahui penatalaksanaan pada distosia bahu
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi Distosia Bahu
6
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Salah satu kriteria diagnosis distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervagina untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus. Pada persalinan persentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3 % dari seluruh persalinan vaginal persentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%. Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul dalam posisi oblig. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar bahu posterior berada di cekungan tulang sakrum atau disekitar spina ischiadika dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan putar fraksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign). 2.2. Patofisiologi Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
2.3. Etiologi 7
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul. setelah mengalami pemanjangan kala II, sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul. 2.4. Diagnosis Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya : Adanya kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang, Dagu tertarik dan menekan perineum. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial simphisis pubis.
2.5. Faktor Risiko 1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional (Keller, dkk) 2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g. 3. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
8
a. Ibu dengan obesitas, ibu mengalami obesitas sehingga menyebabkan ruang gerak janin ketika melewati jalan lahir lebih sempit kaena ada jaringan berlebih pada jalan lahir dibandig ibu yang tidak mengalami obesitas. b. Multiparitas c. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu. d. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita (Smith dkk., 1994) e. Cephalopelvic disproportion, yaitu adanya ketidakeuaian antara kepala dan panggul yang diakibatkan karena : Diameter anteroposterior panggul di bawah ukuran normal. Abnormalitas panggul sebagai akibat dari infeksi tulang paanggul (rakhitis) dan kecelakaan. The American College of Obstetrician and Gynecologist (1997,2000) meninjau penelitian-penelitian yang diklasifikasikan menurut metode evidence-based yang dikeluarkan oleh the United States Preventive Sevice Task Force, menyimpulkan bahwa : 1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah karena tidak ada metode yang akurat untuk mengidentifikasi janin mana yang akan mengalami komplikasi ini. 2. Pengukuran ultrasonic untuk memperkirakan makrosomia memiliki akurasi yang terbatas. 3. Seksio sesarea elektif yang didasarkan atas kecurigaan makrosomia bukan merupakan strategi yang beralasan. 4. Seksio sesarea elektif dapat dibenarkan pada wanita non-diabetik dengan perkiraan berat janin lebih dari 5000 g atau wanita diabetik yang berat lahirnya diperkirakan melebihi 4500 g. 2.6. Komplikasi a. Komplikasi pada Ibu Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena atonia uteri, rupture uteri, atau karena laserasi vagina dan servik yang merupakan risiko utama kematian ibu (Benedetti dan Gabbe, 1978; Parks dan Ziel, 1978). b. Komplikasi pada Bayi
9
Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang signifikan. Kecacatan pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling sering, selain itu dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kematian neonatal 2.7. Penatalaksanaan HELPERR - PENDEKATAN STANDAR Dalam kasus HELPERR (ALSO 2004, AAFP 2004 ) : H Call For Help E Evaluate For Episiotomy L Leg: Mc Robert Manuver P External Pressure Suprapubic E Enter: Rotation Manuver R Remove The Posterior Arm R Roll The Patient To Her Hand and Knees
1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan. 2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran. 3. Lakukan episiotomi. Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver : a. Tekanan ringan pada suprapubic Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin. Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin. b. Maneuver Mc Robert Teknik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston. 10
Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu. Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit. Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal). Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray. Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis pubis c. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” ) Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas. Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis
d. Melahirkan bahu belakang
Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku
Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
Lengan posterior dilahirkan
e. Maneuver Rubin , Terdiri dari 2 langkah : 1) Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya 2) Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis f. Maneuver Rubin II 11
Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit
g. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP. h. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi. Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina. i. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula. j. Simfisiotomi. Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu 1) Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi. 2) Kosongkan vesica urinaria bila penuh. 3) Lakukan episiotomi mediolateral luas. 4) Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala. 5) Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten. Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan : Wood corkscrew maneuver Persalinan bahu posterior Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas. Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan. Penanganan umum distosia bahu :
Pada setiap persalinan, bersiaplah untukk menghadapi distosia bahu, khususnya pada persalinan dengan bayi besar.
Siapkan beberapa orang untuk membantu.
Diagnosis distosia bahu :
Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva.
Dagu tertarik dan menekan perineum.
12
Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis pubis.
Penanganan distosia bahu : 1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan. 2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta bantuan dua asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada. 3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis. Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu. Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina.
Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
Masukkan tangan ke dalam vagina.
Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.
13
2.8. Prognosis
Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada anensefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala ke bawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu
yang sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brokhialis dan muskulus sternokleidomastoidelis.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. tanda dan gejala terjadinya distosia bahu yaitu: Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang normal. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan bahu. Untuk penatalaksanaannya dengan melakukan
14
episotomi secukupnya dan manuver Mc Robert’s karena maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan 3.2 Kritik dan Saran Bagi ibu hamil hendaknya memeriksakan kehamilannya secara dini, memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilannya, agar bisa terdeteksi secara dini komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilannya dan bisa meminimalisir terjadinya komplikasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA http://www.bidankita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=272:distosiabahu-a-penatalaksanaannya&catid=47:all-about-childbirth&Itemid=2 http://fathi007.wordpress.com/2010/07/05/distosia-bahu/ http://tiara3arza.wordpress.com/2011/06/30/distosia-bahu/ http://www.scribd.com/doc/36703952/DISTOSIA-BAHU http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/distosia-bahu/ Abdul Bari Syaefudin, Gulardi Hanifa W, Biran Afandi, (1997). Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta Abdul Bari Syaefudin, Gulardi Hanifa W, Biran Afandi, (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
15
Abdul Bari Syaefudin, Gulardi Hanifa W, Biran Afandi, (2002). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta The American College of Obstetrician and Gynecologist (1997,2000)
16