KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah, penyusun panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah berjudul “Pengelolaan dan Penerapan Konsep
Green Building”.
Makalah ini disusun untuk
memenuhi................................ Tulisan ini membahas mengenai pengelolaan bangunan ramah lingkungan
dan
aplikasinya.
Dengan
uraian
yang
komprehensif,
diharapkan pemahaman bukan hanya sekedar teori melainkan lebih jauh pada tataran aplikasi. Penyusun menyadari bahwa penyusunan tulisan ini dapat terselesaikan kerena adanya bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapakan terima kasih kepada : 1. ..................................................
2. .................................................. Semoga Allah swt. memberikan balasan yang berlipat ganda. Penyusun menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran pada semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata Semoga apa yang telah kami kerjakan ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umunya bagi semua pihak. Amin. .................. Januari 2016 Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gerakan menjaga lingkungan merupakan hal yang akhir-akhir ini banyak digalakkan oleh berbagai organisasi maupun lembaga. Karena dengan semakin meningkatnya polusi, perusakan alam, dan pencemaran lingkungan, maka semakin banyak juga orang-orang yang perduli dengan alam ini. Salah satu bentuk pemeliharaan dan pencegahan polusi yang berlebih adalah dengan membuat bangunan yang ramah lingkungan. Dengan berbagai ilmu yang digunakan maka bisa diwujudkan bangunan yang ramah lingkungan, yang ditinjau dari beberapa aspek. Teknologi
ramah
lingkungan
telah
ramai
dikampanyekan,
masyarakat dikenalkan dengan konsep ramah lingkungan, misal prinsip pemisahan sampah organik dan anorganik, serta penggunaan plastik dan sabun yang bisa terdegradasi. Selain itu perusahaan-perusahaan juga mulai diwajibkan untuk menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan penanganan pengolahan limbah sesuai dengan standard yang telah ditetapkan oleh badan yang terkait, misalnya dengan adanya ISO 4001 tentang lingkungan. Kelangkaan BBM & BBG serta fenomena global warming
menyebabkan
setiap
bidang keilmuwan
berlomba
untuk
melakukan inovasi penggunaan energi-energi alternatif selain minyak dan gas bumi, serta berlomba menciptakan dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan Green Technology. Energi alternatif yang banyak dieksplorasi oleh para ahli agar bisa digunakan sebagai pengganti BBM dan BBG adalah energi matahari, angin, biofuel, biogas, dan bioetanol. Rumah merupakan elemen terdekat dan terkecil yang merupakan tempat singgah dari subjek (pelaku utama) pengguna energi BBM & BBG serta sebagai produsen dari limbah baik secara langsung maupun tidak langsung. Para ahli baik itu arsitek maupun teknokrat sedang dan telah melakukan berbagai inovasi untuk menciptakan rumah yang hemat energi dan ramah lingkungan. Indonesia merupakan negara tropis yang dilewati oleh garis katuliswa sehingga dilimpahi sinar matahari yang cukup sepanjang tahun, serta suhu yang cukup stabil. Dengan memperhatikan kondisi geografis tersebut, maka energi alternatif matahari sangat cocok diterapkan di Indonesia. Konstruksi bangunan rumah juga harus memperhatikan unsur penggunaan
bahan/material
dan
bentuk
bangunan
yang
mampu
mengurangi penggunaan lampu untuk pencahayaan, AC untuk pendingin, sistem pembuangan yang baik.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut. 1. Apakah yang dimaksud dengan Green Building? 2. Bagaimana cara Penerapan Green Building? 3. Bagaimana mamfaat Green Building? 4. Bagaimana pengunaan energi matahari sebagai alternatif energi listrik? 5. Bagaimana konstruksi dan material rumah ramah lingkungan? 6. Bagaimana rumah tinggal dan kebutuhan energi di Indonesia? 7. Bagaimana konsep hemat energi atau sadar energi? 8. Bagaimana tantangan penerapan konsep Green Building di Indonesia? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan
dari
penulisan
ini
adalah
untuk
memberikan
ide
pembangunan rumah yang ramah lingkungan dan hemat energi yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia. 1.4 Prosedur Penulisan
Tulisan ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan meguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan konprehensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai lteratur yang relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Green Building Green building didefinisikan oleh Environmental Protection Agency
(EPA)
sebagai
struktur
bangunan
yang
environmentally
responsible dan menggunakan sumber daya secara efisien di seluruh siklus hidupnya. Konsep ini memperluas dan melengkapi tujuan dari bangunan biasa yang selama ini hanya fokus kepada nilai ekonomi, utilitas, kekuatan dan kenyamanan bangunan. Green building dirancang untuk mengurangi dampak menyeluruh akibat pembangunan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, melalui: a. Penggunaan energi, air dan sumber daya lain secara efisien. b. Perlindungan kesehatan penghuni bangunan dan peningkatan produktivitas karyawan. c. Meminimalisir timbunan limbah, polusi, dan degradasi lingkungan.
Sebagai contoh, green building dapat memanfaatkan material bangunan yang ramah lingkungan atau berkelanjutan dalam konstruksinya (misalnya material hasil reuse dan recycle, atau terbuat dari sumber daya terbarukan); menciptakan lingkungan indoor yang sehat dan tidak tercemar polutan (yaitu dengan mengurangi pemakaian produk yang mengemisikan polutan); serta perancangan landscape yang dapat meminimalisir pemakaian air. Green Building Council Indonesia adalah lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (not-for profit) yang berkomitmen terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. Green Building Council Indonesia atau GBCI ditunjuk oleh KLH sebagai Lembaga Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan yang pertama di Indonesia. GBCI merupakan Emerging Member dari World Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada. WGBC saat ini beranggotakan 73 negara dan hanya memiliki satu GBC di setiap negara. Meskipun belakangan ini banyak pengembang properti maupun perumahan yang menyatakan bahwa bangunannya berkonsep green building, pihak GBCI menyatakan saat ini baru ada dua gedung di Indonesia yang secara resmi telah memiliki sertifikasi Green Building. Dua gedung tersebut adalah Menara BCA di Grand Indonesia Jakarta, dan
gedung milik PT. Dahana di Subang. Keduanya mendapatkan sertifikasi Greenship Platinum dari GBCI. Greenship adalah rating tools yang telah ditetapkan oleh GBCI sebagai sistem penilaian yang menjembatani konsep bangunan ramah lingkungan dan prinsip keberlanjutan dengan praktik yang nyata. Green building (juga dikenal sebagai konstruksi hijau atau bangunan yang berkelanjutan) mengacu pada struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup-bangunan: mulai dari penentuan tapak untuk desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi pembongkaran, dan. Hal ini membutuhkan kerjasama yang erat dari tim desain, arsitek, insinyur, dan klien di semua tahapan proyek. Praktik Green Building memperluas dan melengkapi desain bangunan klasik keprihatinan ekonomi, utilitas, daya tahan, dan kenyamanan. Green construction ialah sebuah gerakan berkelanjutan yang mencita-citakan
terciptanya
konstruksi
dari
tahap
perencanaan,
pelaksanaan dan pemakaian produk konstruksi yang ramah lingkungan, efisien dalam pemakaian energi dan sumber daya, serta berbiaya rendah. Gerakan konstruksi hijau ini juga identik dengan sustainbilitas yang mengedepankan keseimbangan antara keuntungan jangka pendek terhadap resiko jangka panjang,dengan bentuk usaha saat ini yang tidak merusak kesehatan, keamanan dan kesejahteraan masa depan.
2.1.2 Konsep Green Building Konsep pembangunan berkelanjutan dapat ditelusuri dengan energi (minyak terutama fosil) krisis dan pencemaran berwawasan lingkungan pada tahun 1970. Gerakan green building di Amerika Serikat berasal dari kebutuhan dan keinginan untuk lebih hemat energi dan ramah lingkungan konstruksi praktek. Ada sejumlah motif untuk membangun hijau, termasuk manfaat lingkungan, ekonomi, dan sosial. Namun, inisiatif keberlanjutan yang modern panggilan untuk desain terpadu dan sinergis untuk kedua konstruksi baru dan dalam perkuatan struktur yang ada. Juga dikenal
sebagai
desain
yang
berkelanjutan,
pendekatan
ini
mengintegrasikan membangun siklus hidup dengan setiap praktik hijau digunakan dengan tujuan desain-untuk menciptakan sinergi antara praktek yang digunakan. Pembangunan yang berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang
mampu
melestarikan
lingkungan
alamnya.
Pembangunan
berkelanjutan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1.
Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.
Memanfaatkan sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang tidak merusak lingkungan.
3.
Memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang bersama-sama di setiap daerah, baik dalam kurun waktu yang
sama
maupun
kurun
waktu
yang
berbeda
secara
berkesinambungan. 4.
Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk memasok, melindungi, serta mendukung sumber alam bagi kehidupan secara berkesinambungan.
5.
Menggunakan
prosedur dan
tata
cara
yang
memerhatikan
kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Suatu bangunan dapat disebut sudah menerapkan konsep bangunan hijau apabila berhasil melalui suatu proses evaluasi tersebut tolak ukur penilaian yang dipakai adalah Sisterm Rating. Sistem Rating adalah suatu alat yang berisi butir-butir dari aspelk yang dinilai yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai. Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating tersebut, maka mendapatkan nilai dari butir tersebut. Kalau jumlah semua nilai yang berhasil dikumpulkan bangunan tersebut dalam melaksanakan Sistem Rating tersebut mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi pada tingkat sertifikasi tersebut.
Sistem Rating dipersiapkan dan disus;un oleh Green Building Council yang ada di negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau. Setiap negara tersebut mempunyai Sistem Rating masing-masing. Sebagai contoh : Amerika Serikat mempunyai LEED Rating (Leadership Efficiency Environment Design). Ada 6 (enam) aspek yang menjadi pedoman dalam evaluasi penilaian Green Building: 1. Tepat Guna Lahan (Approtiate Site Development / ASD) 2. Efisiensi
dan
Konservasi
Energi
(Energy
Efficiency
&
Conservation / EEC) 3. Konservasi Air (Water Conservation / WAC) 4. Sumber dan Siklus Material (Material Resource and Cycle / MRC) 5. Kualitas Udara & Kenyamanan Ruang (Indoor Air Health and Comfort / IHC) 6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management / BEM) Green building menyatukan array yang luas dari praktek, teknik, dan keterampilan untuk mengurangi dan akhirnya menghilangkan dampak bangunan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Hal ini sering menekankan mengambil keuntungan dari sumber daya terbarukan, misalnya, menggunakan sinar matahari melalui solar pasif, surya aktif, dan fotovoltaik teknik dan menggunakan tanaman dan pohon-pohon melalui atap hijau, taman hujan, dan pengurangan air hujan run-off. Banyak teknik lain yang digunakan, seperti menggunakan kayu sebagai
bahan bangunan, atau menggunakan beton kerikil atau permeabel dikemas bukan beton atau aspal konvensional untuk meningkatkan pengisian air tanah. Di sisi estetika arsitektur hijau atau desain yang berkelanjutan adalah filosofi merancang bangunan yang harmonis dengan fitur alam dan sumber daya sekitar situs. Ada beberapa langkah kunci dalam merancang bangunan berkelanjutan: menentukan ‘hijau’ bahan bangunan
dari
sumber-sumber
lokal,
mengurangi
beban,
sistem
mengoptimalkan, dan menghasilkan di tempat energi terbarukan. Aplikasi dari konstruksi hijau pada tahap perencanaan terlihat pada beberapa desain konstruksi yang memperoleh award sebagai desain bangunan yang hemat energi, dimana sistem bangunan yang didesain dapat mengurangi pemakaian listrik untuk pencahayaan dan tata udara.Selain itu berbagai terobosan baru dalam dunia konstruksi juga memperkenalkan berbagai material struktur yang saat ini menggunakan limbah sebagai salah satu komponennya, seperti pemakaian flyash, silica fume pada beton siap pakai dan beton pra cetak. Selain itu terobosan sistem pelaksanaankonstruksi juga memperkenalkan material yang mengurangi ketergantungan dunia konstruksi pada pemakaian material kayu sebagai perancah. Pemakaian material/bahan bangunan yang banyak digunakan seperti kaca, beton, kayu, asphalt, baja dan jenis metal lainnya ditengarai dapat menimbulkan efek pemanasan global yang signifikan dan
menyebabkan perubahan iklim di dunia. Ingat kan penggunaan kaca gelap/ kaca yag dapat memantulkan cahaya matahari yang biasanya digunkan pada gedung-gedung tinggi/bertingkat yang biasa disebut dengan kaca film ribben. Jelas-jelas itu sangat merugikan karena menghantarkan cahaya matahari kembali ke atmosfer bumi dan terjadilah penumpukan sehingga suhu bumi semakin panas. Empat aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam membangun green building yaitu: 1. Material Material yang digunakan untuk membangun haruslah diperoleh dari alam, merupakan sumber energi terbarukan yang dikelola secara berkelanjutan, atau bahan bangunan yang didapat secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi. Daya tahan material bangunan yang layak sebaiknya tetap teruji, namun tetap mengandung unsur bahan daur ulang, mengurangi produksi sampah, dan dapat digunakan kembali atau didaur ulang. 2. Energi Penerapan panel surya diyakini dapat mengurangi biaya listrik bangunan. Selain itu, bangunan juga selayaknya dilengkapi jendela untuk menghemat penggunaan energi (terutama untuk lampu serta AC). Untuk siang hari, jendela sebaiknya dibuka untuk mengurangi pemakaian listrik. Jendela tentunya juga dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas
penghuninya. Green building juga harus menggunakan lampu hemat energi, peralatan listrik hemat energi lain, serta teknologi energi terbarukan seperti turbin angin dan panel surya.
3. Air Penggunaan air dapat dihemat dengan menginstal sistem tangkapan air hujan. Cara ini akan mendaur ulang air yang misalnya dapat digunakan untuk menyiram tanaman atau menyiram toilet. Gunakan pula peralatan hemat air, seperti pancuran air beraliran rendah, tidak menggunakan bathtub di kamar mandi, menggunakan toilet flush hemat air atau toilet kompos tanpa air, dan memasang sistim pemanas air tanpa listrik. 4. Kesehatan Gunakan bahan-bahan bagunan dan furnitur yang tidak beracun serta produk dapat meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, untuk mengurangi risiko asma, alergi, dan penyakit lainnya. Bahan-bahan yang dimaksud adalah bahan bebas emisi, rendah atau non-VOC, dan tahan air untuk mencegah datangnya kuman dan mikroba lainnya. Kualitas udara
dalam ruangan juga dapat ditingkatkan melalui sistim ventilasi dan alatalat pengatur kelembaban udara.
Penerapan aspek Green Building dari segi desain bangunan yaitu: 1. Bentuk dan Orientasi Bagunan Gedung Menteri Kementerian Pekerjaan Umum memiliki bentuk massa bangunan yang tipis, baik secara vertikal maupun horizontal. Sisi tipis di puncak gedung didesain agar mampu menjadi shading bagi sisi bangunan dibawahnya sehingga dapat membuat bagian tersebut menjadi lebih sejuk. Pada desain gedung ini memiliki area opening yang lebih banyak di sisi timur. hal ini dikarenakan cahaya pada sore hari (matahari barat) lebih bersifat panas dan menyilaukan. 2. Shading & Reflektor Shading light shelf bermanfaat mengurangi panas yang masuk ke dalam gedung namun tetap memasukan cahaya dengan efisien. Dengan light shelf, cahaya yang masuk kedalam bangunan dipantulkan ke ceilin. Panjang shading pada sisi luar light shelfditentukan sehingga sinar matahari tidak menyilaukan aktifitas manusia di dalamnya. Cahaya yang masuk dan dipantulkan ke ceiling tidak akan menyilaukan namun tetap mampu memberikan cahaya yang cukup. 3. Sistem Penerangan
Sistem penerangan dalam bangunan menggunakan intelegent lighting system yang dikendalikan oleh main control panel sehingga nyala lampu dimatikan secara otomatis oleh motion sensor & lux sensor. Dengan begitu, penghematan energy dari penerangan ruang akan mudah dilakukan. 4. Water Recycling System Water Recycling System berfungsi untuk mengolah air kotor dan air bekas sehingga dapat digunakan kembali untuk keperluan flushing toilet
ataupun
sistem
penyiraman
tanaman.
Dengan
sistem
ini,
penggunaan air bersih dapat dihemat dan menjadi salah satu aspek penting untuk menunjang konsep green building. Manfaat Pembangunan Green Building: 1. Manfaat Lingkungan a. Meningkatkan dan melindungi keragaman ekosistem b. Memperbaiki kualitas udara c. Memperbaiki kualitas air d. Mereduksi limbah e. Konservasi sumber daya alam 2. Manfaat Ekonomi a. Mereduksi biaya operasional b. Menciptakan dan memperluas pasar bagi produk dan jasa hijau c. Meningkatkan produktivitas penghuni d. Mengoptimalkan kinerja daur hidup ekonomi
3. Manfaat Sosial a. Meningkatkan kesehatan dan kenyamanan penghuni b. Meningkatkan kualitas estetika c. Mereduksi masalah dengan infrastruktur lokal 2.2 Pembahasan 2.2.1 Penggunaan Energi Matahari Sinar
dari
matahari
dapat
diubah
menjadi
energi
listrik
menggunakan komponen yang disebut sel surya. Sel surya merubah sinar matahari menjadi arus listrik DC. Arus yang dihasilkan sebanding dengan intensitas sinar matahari yang diterima dan juga sebanding dengan luas permukaan dari sel surya yang terpapar sinar matahari. Para ahli telah berhasil memanfaatkan prinsip dari sel surya dengan menciptakan panel surya yang dapat digunakan sebagai atap rumah. Dengan pesatnya kemajuan teknologi, para ilmuwan juga telah menciptakan panel surya yang mampu berputar untuk menyesuaikan posisinya mencari intensitas matahari yang tertinggi. Profesor Michael Gratzel dari Lausanne Federal Technology Institute juga telah berhasil menemukan sel surya murah yang bisa digunakan membangun jendela yang menghasilkan listrik dengan efisiensi yang tinggi. Peralatan pendukung untuk bisa memanfaatkan energi matahari sebagai pengganti listrik dari PLN, antara lain adalah controller (pengatur
pengeluaran daya dari sel surya), inverter untuk merubah arus DC menjadi arus AC karena peralatan elektronik rumah tangga sebagian besar menggunakan sumber arus AC, dan baterai yang berguna untuk menyimpan energi yang dihasilkan sel surya pada siang hari agar bisa dimanfaatkan oleh penghuni rumah pada malam hari. Kendala yang dihadapi agar bisa memanfaatkan energi matahari menggunakan panel surya adalah dari segi biaya pemasangan/instalasi masih mahal jika dibandingkan menggunakan energi listrik dari PLN. Biaya yang perlu dikeluarkan untuk pemasangan panel surya adalah US$ 8-10/Watt. Jika seseorang ingin membeli sel surya untuk keperluan penerangan rumah tangga yang sekitar 900 Watt, maka secara kasar biaya yang perlu dikeluarkan (diinvestasikan?) sebesar 900 Watt x US$ 8 = US$ 7200. Harga ini sudah termasuk biaya pemasangan dan beberapa komponen pendukung untuk dipasang di atap sebuah rumah. Sedangkan pemasangan listrik PLN dengan daya 900 Watt sekitar Rp. 1.500.000,- . Hal inilah yang menyebabkan masyarakat masih jarang menggunakan panel surya sebagai sumber listriknya. Tingginya biaya untuk pemasangan panel surya sebenarnya bisa diatasi jika pemerintah punya tekad yang kuat untuk memasyarakatkan energi-energi alternatif selain BBM. Pada awalnya pemerintah bisa memberikan subsidi-subsidi pada energi alternatif untuk mengantikan listrik PLN, khususnya penggunaan panel surya. Sebagai contoh di Korea
Selatan, harga sel surya yang dibeli oleh konsumen setempat mampu ditekan hingga 70% sekitar US$ 3 hingga 4 per Watt-nya. Jika diasumsikan pemerintah telah memberikan subsidi sama dengan Korea, maka biaya pemasangan untuk daya 900 Watt adalah Rp. 27.000.000,(dengan kurs US$ 1 sebesar Rp. 10.000.000,-). Selanjutnya
dilakukan
sosialisai
besar-besaran
mengenai
keuntungan-keuntungan yang diperoleh jika menggunakan panel surya, antara lain panel surya bisa digunakan sampai +/- 15 tahun. Jika dihitung biaya listrik yang harus dibayar ke PLN selama 15 tahun dengan rata-rata pemaikaian tiap bulan Rp. 200.000,- adalah sebesar RP.36.000.000,sehingga masih ada selisih keuntungan sebesar Rp. 9.000.000,- ditambah lagi jika TDL naik maka nilai keuntungan pemaikaian panel surya akan lebih besar lagi. Jika semakin banyak penguna panel surya, maka pasar otomatis akan berusaha untuk memenuhi permintaan tersebut, dan bisaanya akan diikuti oleh usaha inovasi-inovasi untuk bisa memproduksi dengan efisien dan murah oleh produsen-produsen/pabrik pembuat panel surya, sehingga harga akan semkin murah, sebagai contoh semakin murahnya harga-harga barang elektronik pada saat sekarang ini karena telah ditemukan teknologi dan proses produksi yang efisien. Selain keuntungan dari segi biaya jangka panjang (investasi), masih ada lagi keuntungan-keuntungan yang diperoleh jika menggunakan panel surya. Antara lain penggunaan panel surya akan mengurangi
dampak pencemaran terhadap lingkungan, kita ketahui bahwa pembangkit tenaga listrik masih banyak yang menggunakan proses pembakaran dari BBM, BBG, batu bara, dan bahkan nuklir. Pembakaran bahan apapun pasti akan menghasilkan gas yang akan mencemari udara. Keuntungan yang lain penggunaan listrik dari panel surya ini adalah tidak akan terpengaruh oleh adanya pemadaman bergilir dari PLN, bayangkan jika tempat transaksi ekonomi, misalnya mall ataupun perkantoran mengalami pemadaman listrik dari PLN dalam satu jam saja berapa kerugian yang harus ditanggung. 2.2.2 Konstruksi Dan Material Rumah Ramah Lingkungan Kampanye green technology juga telah membuat para arsitektur maupun teknokrat dibidang konstruksi untuk melakukan berbagai inovasi untuk merancang konstruksi bangunan dan memilih material bangunan yang sesuai dengan prinsip ramah lingkungan. Sebagai contoh, berbagai instansi telah banyak mengadakan lomba desain rumah indah, sederhana, hemat, dan ramah lingkungan. Terdapat banyak aspek yang harus diperhatikan ketika merancang sebuah
rumah.
Berikut
ditawarkan/dicontohkan
ini oleh
adalah para
berbagai arsitektur
contoh yang
yang
telah
peduli
akan
lingkungannya. Pertama, kita bisa meniru konsep rumah pangung. Dengan adanya jarak antara tanah dengan lantai, maka area tanah dibawah lantai masih bisa berfungsi untuk penyerapan air. Hal ini bisa
bermanfaat untuk mengurangi banjir. Kedua, harus diperhatikan masalah pencahayaan. Jika rumah mempunyai titik-titik masuknya cahaya yang cukup, maka akan mengurangi penggunaan lampu pada siang hari. Selanjutnya yang ketiga adalah masalah ventilasi, jika pertukaran udara di rumah cukup, maka akan mengurangi penggunaan AC maupun kipas angin, ditambah lagi jika rumah mempunyai ruang terbuka hijau maka udara yang keluar masuk rumah akan lebih bersih begitupun suhu udara akan menjadi lebih rendah. Masalah sanitasi juga harus diperhatikan, misalnya perancangan saluran pembuangan air dan penempatan tempat sampah organic maupun anorganik. Pemilihan material untuk membangun sebuah rumah juga akan berpengaruh terhadap efek keramah-tamahan lingkungan yang sedang gencar-gencarnya dikampanyekan. Pertama, gunakan sumber daya yang bisa diperbarui. Sumber daya yang bisa diperbarui misalnya material bangunan dari kayu, bebatuan dan semacamnya yang pada umumnya adalah material alami yang banyak terdapat di lingkungan sekitar dan mudah untuk diperbarui kembali. Selanjutnya kita bisa menggunakan kembali material bangunan yang masih layak pakai, dan mengolah limbah atau material sisa bangunan untuk dapat dimanfaatkan kembali. Berikut ini adalah contoh berbagai bahan yang bisa dipilih untuk menghasilkan sebuah rumah yang ramah lingkungan. Low E-Glass, yang bisa digunakan untuk kaca jendela yang akan menyerap panas sehingga
ruangan tidak akan terlalu panas dan berarti penggunaan AC juga bisa dihemat. Rain Harversting yang memanfaatkan air hujan dengan cara menampungnya dan digunakan kembali untuk kebutuhan sehari-hari seperti menyiram tanaman sampai untuk toilet. Storage Heating adalah penyimpanan sumber panas yang nantinya akan digunakan untuk menghangatkan
ruangan
pada
saat
suhu
dingin
tiba,
sehingga
penggunaan mesin penghangat ruangan (heater) dapat dikurangi. Penggunaan bahan Photocatalytic pada permukaan dinding bagian luar yang akan mengkonversi organik yang berbahaya menjadi tidak berbahaya. Dalam penerapan green construction tentunya banyak tantangan yang harus dilalui, yaitu : 1. Modal atau Biaya Tak bisa dipungkiri penggunaan design hijau ini memakan biaya yang banyak. Untuk konsep Green Building tentunya tidak akan sama dengan gedung-gedung yang lainnya. Banyak faktor yang membuat Green Construction´ memakan modal yang cukup besar, seperti contohnya dalam peggunaan pakar atau tenaga ahli dalam pembuatan gedung yang berkonsep Green Building tentunya mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. 2. Pembuatan desain yang startegis
Setiap gedung atau suatu konstruksi dipastikan memiliki design yang berbeda-beda, tentunya dalam prinsip Green Building design haruslah meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya pelaksanaan dan
pemakaian
produk
konstruksi
yang
berkonsepkan
ramah
lingkungan.Tentunya hal itu menjadi tantangan utama para ahli Green Building untuk membuat design yang cocok pada kondisi eksternal internal lingkungan sekitarnya. 3. Pemilihan material/bahan bangunan yang ramah lingkungan Mayoritas rumah saat ini dibangun dengan menggunakan bingkai kayu, Gedung tradisional Bahan dan bahan pilihan bagi banyak orang. Namun membangun rumah kayu berbingkai membutuhkan rencana yang sangat hati-hati dirancang dan kru konstruksi dengan banyak pengalaman dan keterampilan. Membangun rumah dengan bingkai kayu umumnya akan menghasilkan struktur yang handal dan aman, namun juga rentan terhadap kegagalan prematur ketika rincian kecil dibiarkan atau dibuat dengan produk kayu berkualitas buruk.Saat ini pemilik rumah memiliki kesempatan untuk memilih dari alternatif Bahan Bangunan Hijau. Namun dengan isu ilegal logging yang masih banyak penggunaan kayu sebagai material mulai ditinggalakan untuk kelestarian lingkungan. Penggunaan bau alam, batu bata, gypsum, dan alumunium serta baja ringanpun menjadi piliha yang tepat. Karena selain ramah
lingkungan tapi juga mampu menunjang ketahanan bangunan dan tentunya healthy conditional. 4. Pembuatan peraturan-peraturan yang sah dalam penerapan green construction Di Indonesia saat ini, wacana konstruksi hijau mulai tampak pada penerapan beberapa proyek seperti proyek ruas jalan tol bandara yang dikerjakan oleh PT. Pembangunan Perumahan dan proyek Rusunami oleh PT Perumnas. Namun sayangnya hingga saat ini belum ada payung hukum yang menaungi penerapan konstruksi hijau di Indonesia apa lagi sejumlah insentif yang akan diberikan pada pelaksanaan proyek yang menerapkan konsep konstruksi hijau. 5. Penataan kota untuk mewujudkan konsep green building Green Building pastinya harus membuat suatu area yang di tempatinya menjadi daerah yang asri dan ramah lingkungan. Oleh karena itu diperlukan tata kota yang tepat jika kita ingin membuat suatu Green Building di Indonesia. Letak tata kota yang sesuai dengan keseimbangan ekosistem lingkungan, jangan sampai pembuatan Green Building malah merusak area hijau, atau siklus udara dan hidrologi yang dipengaruhi oleh hilangnya area resapan air. Untuk di daerah Indonesia sendiri, bila kita ambil contoh jakarta mungkin pembangunan Green Building susah untuk dilaksanakan, dikarenakan tata letak kota jakarta yang memang sudah
padat untuk bangunan-bangunan bersifat kepentinan komersial ataupun bangunan hunian tempat tinggal. 6. Pembiayaan serta perawatan green building Tidak mudah merawat suatu gedung atau bangunan apalagi bangunan dengan konsep Green Building, yang harus mempertahankan manfaatnya untuk lingkungan sekitar. 7. Faktor kesehatan Menggunakan material & produk-produk yang non-toxic akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, dan mengurangi tingkat asma, alergi dan sick building syndrome. Material yang bebas emisi, dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan sporadan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga harus didukung menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan pengontrol kelembaban yang memungkinkan bangunan untuk bernapas. Bahanbahan alami atau natural sudah diketahui memang cukup rentan terhadap gangguan lingkungan itu sendiri seperti keberadaan mikroorganisme ,serta kelembaban udara dan suhu diluar maupun didalam ruangan yang harus diseimbangkan untuk meminimalisasi kerusakan bangunan. 8. Membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya green building
Tantangan ini juga cukup penting untuk dipecahkan, Banyak masyarakat Indonesia yang tentunya belum tahu akan makna Green Building. Mulai dari konsep,manfaatnya dalam jangka panjang serta aplikasinya. Penyuluhan akan Green Building seharusnya juga diberikan kepada masyarakat Indonesia agar lebih mengetahui peranan Green Building dalam dunia pembangunan di Indonesia. Apalgi dengan ekonomi masyarakat Indonesia yang minim membuat rencana ini hanya terbatas kepada pengembang bangunan dengan modal besar dan kalangan menegah ke atas. Green
Building
lebih
dari
sebuah
konsep
untuk
hidup
berkelanjutan, tetapi bisa membangun harapan untuk masa depan. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat Indonesia harus ditingkatkan untuk mengetahui pentingnya membuat bangunan dengan konsep Green Construction.
Apapun
yang
dilakukan
manusia
untuk
pelestarian
lingkungan dan perbaikan lingkungan mau sekecil apapun memang sangat berarti seperti membuang sampah pada tempatnya, itu pun masih belum tercapai sempurna. Dengan usia yang menipis karena perubahan iklim, kekurangan energi yang semakin meningkat dan masalah kesehatan, memang masuk akal untuk membangun gedung yang tahan lama,menghemat meningkatkan
energi,
kesehatan
mengurangi dan
mewujudkan Green Construction:
limbah
kesejahteraan.
dan
polusi,
Upaya-Upaya
dan untuk
a. Membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya Green Construction bagi dunia pembangunan di Indonesia. b. Membuat bangunan-bangunan yang berbahan dasar ramah lingkungan. c. Mengatur tata letak kota yang sesuai dengan konsep Green Construction yang berwawasan lingkungan. d. Membangun
sistem
bangunan
yang
effisien
dalam
menggunakan energi. e. Membangun Green Construction dengan menggunakan material yang dapat di perbaharui, didaur ulang, dan digunakan kembali serta mendukung konsep efisiensi energi. f.
Mengolah limbah-limbah yang bermanfaat untuk dijadikan material bahan dasar.
g. Membangun Green Construction yang sesuai dengan kondisi alam, dan iklim wilayah Indonesia. h. Inovasi untuk mengembangkan green building terus dilakukan sebagai upaya untuk menghemat energi dan mengurangi masalah-masalah lingkungan. i.
Pemilihan material yang pas agar Green Building bisa bertahan lebih lama.
j.
Penggunaan teknologi-teknologi yang sesuai dan ramah lingkungan agar tidak merusak ekosistem sekitar.
2.2.3 Rumah Tinggal Dan Kebutuhan Energi Indonesia adalah sebagai negara yang seluruh wilayahnya dikawasan equator, merupakan keuntungan namun juga menjadi suatu kerugian yang sangat besar. Sebagai keuntungan, karena sebenarnya iklim tropis membuat kekayaan alam semakin berlimpah, namun menjadi kerugian karena iklim tropis menjadikan tingginya irradiance matahari, yakni rata-rata 200-250 W/m2 selama setahun atau 850-1100 W/m2 selama masa penyinaran. Hal ini menyebabkan suhu permukaan akan naik lebih tinggi dari daerah lain di dunia. Irradiance yang sangat besar ini bisa dimanfaatkan menjadi sebuah sumber energi yang luar biasa atau juga bisa menjadi kendala yang sangat besar sebab dengan tingginya suhu permukaandi kawasan Indonesia, akan dibutuhkan energi yang besar
pula
untuk
menyejukan
rumah.
(Daryono,
2008)
Pada
kenyataannya kondisi iklim tropis di Indonesia sering dianggap sebagai masalah. Tidak tercapainya kenyamanan penghawaan dalam rumah tinggal, membuat berputus asa dalam mencari penyebabnya. Dan umumnya langsung dicarikan solusi atau dikatakan sebagai jalan pintas, dengan penggunaan alat pengkondisian udara atau air conditioner (AC). Prinsip kerja AC memang menurunkan suhu udara untuk penyegaran ruang.
Prinsip kerja ini yang diakui dapat menjamin kenyamanan ruang. Namun apabila diperhatikan dengan seksama sebenarnya penggunaan AC adalah pemborosan energi yang berasal dari sumber daya yang tidak terbaharukan (non-renewable resources). Dan proses kerja AC akan menghasilkan zat emisi karbon CFC (klorofluorokarbon), yang akan membentuk efek rumah kaca dan merusak lapisan ozon. (Frick, 2006) Seluruh permukaan bangunan harus terlindungi dari sinar matahari secara langsung. Dinding dapat dibayangi oleh pepohonan. Atap perlu diberi isolator panas atau penangkal panas. Langit-langit umum dipergunakan untuk mencegah panas dari atap merambat langsung ke bawahnya (Satwiko, 2005). Desain sadar energi (energy conscious design) merupakan salah satu paradigma arsitektur yang menekankan pada konservasi lingkungan global alami khususnya pelestarian energi yang bersumber dari bahan bakar tidak terbarukan (non renewable energy) dan yang mendorong pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy). Dalam desain sadar energi mutlak diperlukan pemahaman kondisi dan potensi iklim setempat untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan desain yang akan berdampak pada konsumsi energi baik pada tahap pembangunan maupun pada tahap operasional bangunan. Pada skala lingkungan mikro, fenomena radiasi matahari ini mempengaruhi laju peningkatan suhu lingkungan. Kondisi demikian
mempengaruhi aktivitas manusia di luar ruangan, untuk mengatasi fenomena ini ada tiga hal yang bisa dikendalikan yaitu durasi penyinaran matahari, intensitas matahari, dan sudut jatuh matahari (Satwiko, 2003).
2.2.4 Konsep Hemat Energi Atau Sadar Energi Sebaran penggunaan energi dalam rumah tinggal lebih banyak pada aspek fungsi penghawaan atau penyegaran udara dan aspek fungsi pencahayaan, sehingga kedua hal ini penting untuk menjadi fokus dalam pembahasan konsep penghematan energi ini. Pembahasan tentang penghematan energi ditekankan pada langkah ekologis, yaitu dengan menciptakan kesinambungan antara rumah tinggal dengan lingkungannya atau adanya interaksi dengan alam. Di samping dua hal tersebut terdapat aspek penting lainnya untuk rumah tinggal, adalah pemanfaatan air sebagai sumber daya penunjang kualitas hidup, dengan sistem reduce, reuse, recycle. Sistim Surya Pasif (passive solar system) merupakan suatu teknik pemanfaatan energi surya secara langsung dalam bangunan tanpa atau seminimal mungkin menggunakan peralatan mekanis, melalui perancangan elemen elemen arsitektur (lantai, dinding, atap, langit langit, aksesoris bangunan) untuk tujuan
kenyamanan
manusia
(mengatur
sirkulasi
udara
alamiah,
pengaturan temperatur dan kelembaban, kontrol radiasi matahari, penggunaan insulasi termal). Pertukaran udara alami naiknya suhu dalam rumah menyebabkan panas dan hal ini sangat terkait dengan kondisi iklim mikro skala rumah dan kawasan sekitarnya. Untuk menurunkan suhu sekaligus memberikan kenyamanan penghawaan diperlukan aliran udara yang cukup. Prinsip aliran udara adalah adanya perbedaan suhu dan tekanan antara dua atau lebih space, baik space antar ruang maupun antara ruang dalam dan ruang luar. Oleh sebab itu perlu diciptakan bidang-bidang bangunan yang dapat membuat perbedaan suhu dan tekanan udara. Beberapa aplikasi konsep penyegaran udara adalah : 1. Ventilasi Atap Angin akan mengalir dari suhu rendah menuju suhu yang lebih tinggi. Ruang bawah atap merupakan bagian yang menerima radiasi terbesar, sehingga memiliki suhu yang panas. Sebaiknya ruang bawah atap dilengkapi lubang ventilasi, sehingga akan menarik udara dari dalam ruang untuk dialirkan ke luar bangunan. Melalui lubang ventilasi yang terletak di bagian atap, maka tekanan udara panas di dalam ruang akan tertarik dan terbuang ke luar melalui atap. Untuk mendapatkan efek cerobong (stack effect), maka menara angin dibuat dengan bentuk penutup menghadap arah datang
angin, dan lebih baik lagi adanya void. Efek cerobong akan optimal bila rumah tinggal/bangunan memiliki plafon tinggi atau minimal dua lantai. Semakin tinggi plafon, maka semakin baik ventilasinya (aliran angin). 2. Teras dan teritisan Teras berfungsi sebagai ruang peralihan antara ruang luar dan ruang dalam.Pada daerah beriklim panas, seperti di Indonesia, kehadiran teras dapat menciptakan iklim mikro yang memberikan kenyamanan di dalam bangunan dan sekitarnya. Hal ini disebabkan tekanan udara yang ada di halaman menjadi mengembang karena suhu yang panas, sementara itu teras merupakan daerah hisapan angin yang bertekanan lebih tinggi dan bersuhu lebih dingin. Perbedaan suhu dan tekanan menyebabkan udara mengalir, dari suhu dingin ke suhu yang lebih panas, atau dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Udara di dalam ruang akan tertarik ke luar dan segera berganti. Seperti juga teras, fungsi teritisan akan mendinginkan suhu udara lebih dulu, sebelum masuk ke dalam ruang. Semakin lebar teritisan, maka suhu ruangan akan semakin dingin. 3. Vegetasi Lingkungan Vegetasi berfungsi sebagai climate regulator atau pengatur iklim (suhu, kelembaban dan laju angin), baik untuk lingkup tapak rumah tinggal maupun untuk skala kawasan. Penyediaan vegetasi yang sesungguhnya
(terbukanya tapak untuk vegetasi) berarti juga penyediaan ruang terbuka hijau (RTH), yang berarti juga sebagai pengendali tata air. Ketersediaan ruang terbuka dan vegetasi akan menyuplai oksigen dan akan mengalirkannya ke dalam rumah, ditambah dengan adanya air (alternatif berbentuk kolam) yang akan menurunkan suhu udara yang panas. Oksigen dan suhu dingin mengalir ke dalam rumah dan akan memberikan kenyamanan. Vegetasi di atap rumah (greenroof) dapat menahan radiasi matahari, sehingga mengkondisikan ruang di bawahnya bersuhu lebih dingin. Unsur hijau yang diidentikkan dengan vegetasi ditunjukkan dengan menambahkan elemen-elemen penghijauan tidak hanya pada lansekap saja tetapi juga dalam bangunan, seperti pemberian roof garden, pemberian vegetasi rambat pada dinding bangunan dan lain sebagainya. 4. Pencahayaan alami Tujuan dari pencahayaan adalah disamping mendapatkan kuantitas cahaya yang cukup sehingga tugas visual mudah dilakukan, juga u ntuk mendapatkan lingkungan visual yang menyenangkan atau mempunyai kualitas cah aya yang baik. Dalam pencahayaan alami, yang sangat
mempengaruhi
kualitas
pencah
ayaan
adalah
terjadinya
penyilauan. Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila : pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat, terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak
menimbulkan kontras yang mengganggu. Penyilauan adalah kondisi penglihatan dimana terdapat ketidaknyamanan atau pengurangan dalam kemampuan melihat suatu obyek, karena luminansi obyek yang terlalu besar, distribusi luminansi yang tidak merata atau terjadinya kontras yang berlebihan. Ada dua jenis penyilauan : a. penyilauan yang menyebabkan ketidakmampuan melihat suatu obyek (disability glare), b. Penyilauan yang menyebabkan ketidaknyamanan melihat suatu obyek tanpa perlu menimbulkan ketidakmampuan melihat (discomfort
glare).
Prinsip
pencahayaan
alami
adalah
memanfaatkan cahaya matahari semaksimal mungkin dan mengurangi panas matahari semaksimal mungkin. Pemanfaatan cahaya alami jelas akan menghemat listrik. 5. Orientasi Bangunan Orientasi bangunan bertujuan untuk mendapatkan kantong cahaya matahari (sun pocket), yaitu kondisi di mana cahaya matahari berada pada intensitas radiasi paling rendah, sesuai siklus terbit dan tenggelamnya, dan matahari memiliki sudut jatuh cahaya yang kecil. Dengan demikian area yang tercahayai akan lebih besar dan cahaya matahari tidak panas.
Orientasi bangunan terbaik adalah memiliki sudut kemiringan 20° terhadap sumbu barat-timur dengan bidang permukaan fasade terluas pada sumbu utara-selatan. Apabila kondisi ideal orientasi bangunan tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan memperluas bukaan untuk masuknya cahaya atau mengurangi pembatasan ruang, agar cahaya dapat memasuki ruang-ruang dalam. Bila diperlukan pembatas, maka gunakan material transparan Pemanfaatan material lokal Selubung bangunan yang memperoleh radiasi matahari terbesar adalah atap dan kemudian dinding. Agar penghematan energi dapat dilakukan, maka harus dihindari radiasi matahari yang optimal pada siang hari, karena akan meningkatkan suhu ruangan. Pemanfaatan material alami dari vegetasi dapat didesain menyatu dengan konstruksi selubung bangunan. Belajar dari dusun Ngibikan yang mencoba memanfaatkan potensi lokal dengan memanfaatkan kayu dari batang kelapa, dan bambu. 2.2.5 Tantangan Penerapan Konsep Green Building di Indonesia Indonesia telah memasang target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020. Hal ini seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN – GRK). Demi mendukung upaya nasional tersebut Pemerintah Kota Jakarta telah berkomitmen untuk turut mengurangi emisi gas rumah kaca
melalui Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau. Berdasarkan peraturan tersebut, seluruh gedung di Jakarta mulai April 2013 harus memenuhi persyaratan gedung ramah lingkungan atau green building. Dibandingkan negara tetangga, Singapura, Indonesia saat ini memang jauh tertinggal dalam menerapkan green building. Saat ini di Singapura telah terdapat setidaknya 11.000 bangunan yang bersertifikasi green building. Diantara tantangan dari penerapan konsep green building di Indonesia adalah saat ini biaya pembangunan green building di Indonesia saat ini lebih mahal dari bangunan biasa. Bintang Nugroho, Deputy of Organization and Events Green Building Council Indonesia menyebutkan, cost untuk membangun green building bersertifikasi platinum lebih tinggi 10% dari gedung biasa, gold (6%), silver (3%), sementara sertifikasi bronze tidak ada bedanya. Pemerintah
Singapura
mengatasi
tantangan
ini
dengan
memberikan insentif berupa uang bagi pengembang yang membangun gedung dengan konsep green building. Menurut Ignesjz Kemalawarta, Ketua Badan Sertifikasi dan Advokasi Real Estat Indonesia (REI), Pemerintah Indonesia bisa memberikan insentif antara lain berupa pemotongan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Meskipun demikian, seiring berjalan waktu, biaya pembangunan green building pasti akan
turun. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat saat ini biaya pembangunan green building tidak berbeda dengan bangunan biasa. Walaupun
harus
mengeluarkan
biaya
besar
di
awal
konstruksinya, konsep green building justru akan mengurangi biaya operasional bangunan. Naning Adiwoso, Chairman GBCI menyatakan bahwa sebuah gedung komersil yang mengikuti standar penilaian Greenship biasanya mampu melakukan penghematan energi antara 26% sampai 40% setiap bulannya. Penghematan tersebut bersumber pada berkurangnya volume penggunaan AC, penerangan gedung, serta penggunaan air. Ketua Umum Asosiasi Manajemen Properti Indonesia (AMPRI), Irwan Sendjaja menambahkan bahwa biaya operasional gedung yang semakin meningkat dapat diatasi dengan menerapkan konsep green building.
Menurutnya,
sebuah
gedung
yang
disewakan
akan
menghabiskan biaya operasional listrik lebih hemat 20 – 30% tiap bulannya. Meskipun investasi awal saat pembangunan lebih besar dari bangunan biasa, namun saat operasional justru pengelola gedung mendapatkan keuntungan dari penghematan penggunaan energi dan air. Selain itu, menurut Direktur Manager IEN Consultant Poul E Kristensen, dengan konsep hemat energi yang tepat, konsumsi energi suatu gedung dapat diturunkan hingga 50%, dengan hanya menambah investasi sebesar 5% saat pembangunannya. IEN merupakan konsultan green building di Kuala Lumpur, Malaysia. Keberhasilan menekan
konsumsi energi hingga 50% tersebut telah terbukti dalam pembangunan green building di Malaysia. ”Dengan iklim dan tipikal gedung yang sama, gedung hemat energi di Indonesia diperkirakan juga dapat menekan konsumsi energi dengan persentase yang sama,” ujarnya. Director of Rating and Technology Green Building Council Indonesia (GBCI) Rana Yusuf Nasir mengatakan 98% gedung di Jakarta merupakan bangunan eksisting dan 2% merupakan bangunan baru. Hal ini juga menjadi tantangan lain bahwa sebagian besar bangunan eksisting di Jakarta belum sesuai dengan konsep green building. Menurut Hadjar Seti Adji, Green Program Representative Manager PT Pembangunan Perumahan (persero), konsep green building dapat terbagi menjadi dua yaitu Passive Design yang dikerjakan oleh arsitek dan Active Design yang dikerjakan oleh mekanik. Sebuah bangunan dapat diperbaiki menjadi green building dengan merubah passive design dan active design-nya. Konsep perubahan bangunan menjadi green building akan lebih baik diterapkan di passive design-nya karena akan mengemat biaya yang banyak. Contohnya adalah perencanaan sirkulasi udara yang baik sehingga mengurangi penggunaan AC. Selain itu, perubahan orientasi arah bangunan juga dapat mengurangi panas dalam ruangan. Dengan teknolgi sensor pencahayaan yang sensitif terhadap gerakan manusia, efisiensi energi juga dapat lebih ditingkatkan.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka diambil simpulan sebagai berikut: 1.
Green building (juga dikenal sebagai konstruksi hijau atau bangunan
yang
berkelanjutan)
mengacu
pada
struktur
dan
menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup-bangunan: mulai dari penentuan tapak untuk desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi pembongkaran, dan. Hal ini membutuhkan kerjasama yang erat dari tim desain, arsitek, insinyur, dan klien di semua tahapan proyek. 2.
Energi matahari sebagai alternatif energi selain BBM & MIGAS dapat diterapkan dalam membangun rumah yang hemat energi dalam bentul panel surya untuk atap maupun dalam bentuk sel gratzel yang bisa digunakan sebagai jendela.
3.
Tingginya biaya instalasi panel surya dapat diatasi jika ada kemauan dari pihak pemerintah misalnya dengan memberikan
subsidi, sosialisasi besar-besaran mengenai keuntungan penggunaan sel surya, serta kemauan dari pihak industri bersama teknokrat untuk menciptakan sel surya yang murah dan efisien. 4.
Pada skala lingkungan mikro, fenomena radiasi matahari ini mempengaruhi laju peningkatan suhu lingkungan. Kondisi demikian mempengaruhi aktivitas manusia di luar ruangan, untuk mengatasi fenomena ini ada tiga hal yang bisa dikendalikan yaitu durasi penyinaran matahari, intensitas matahari, dan sudut jatuh matahari
5.
Pemilihan material untuk membangun sebuah rumah juga akan berpengaruh terhadap efek keramah-tamahan lingkungan yang sedang gencar-gencarnya dikampanyekan. gunakanlah sumber daya yang bisa diperbarui. Sumber daya yang bisa diperbarui misalnya material bangunan dari kayu, bebatuan dan semacamnya yang pada umumnya adalah material alami yang banyak terdapat di lingkungan sekitar dan mudah untuk diperbarui kembali. Selanjutnya bisa menggunakan kembali material bangunan yang masih layak pakai, dan mengolah limbah atau material sisa bangunan untuk dapat dimanfaatkan kembali.
6.
Perancangan rumah yang hemat energi dan ramah lingkungan harus memperhatikan aspek kecukupan cahaya, ventilasi, dan sanitasi.
7.
Sebaran penggunaan energi dalam rumah tinggal lebih banyak pada aspek fungsi penghawaan atau penyegaran udara dan aspek fungsi pencahayaan, sehingga kedua hal ini penting untuk menjadi fokus
dalam
pembahasan
konsep
penghematan
energi
ini.
Pembahasan tentang penghematan energi ditekankan pada langkah ekologis, yaitu dengan menciptakan kesinambungan antara rumah tinggal dengan lingkungannya atau adanya interaksi dengan alam. 8.
Pemilihan bahan material untuk bangunan hendaknya juga memperhatikan aspek keberlanjutan dan ramah lingkungan.
3.2 Saran Beberapa saran yang dapat diberikan untuk dapat dilakukan selanjutnya sebagai berikut: 1.
Perlunya kesadaran dari semua pihak untuk bersama-sama mengembangkan dan menerapkan penggunaan energi alternatif selain BBM & MIGAS.
2.
Perlunya
kesadaran
dari
tiap
keluarga
maupun
pengembang/kontraktor agar memperhatikan aspek hemat energi dan ramah lingkungan ketika merancang sebuah rumah.
Daftar Pustaka
A.K., Rintulebda. 9 November 2012. Green Building Solusi Global Warming. http://www.undip.ac.id/index.php/arsip-berita-undip/78-latestnews/2068-green-building-solusi-global-warming Ghini, I. (2009, 19, April) Konstruksi Bangunan Rumah Ramah Lingkungan.
Kompas
Forum
[online].
Tersedia:
http://forum.kompas.com/green-global-warming/18518-konstruksibangunan-umah-ramah-lingkungan-cyprus-house.html Kresna. (2011) Bangunan Hijau (Green Building). [online]. Tersedia: http://newkidjoy.blogspot.com/2011/05/bangunan-hijau-green-building.html [20 Oktober 2012]. http://Makalah Green Buliding/MAKALAH GREEN BUILDING.htm http://en.wikipedia.org/wiki/Green_building