MAKALAH ILMU BAHAN MAKANAN UMBI GARUT
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Bahan Makanan (IBM)
DISUSUN OLEH : KHALEDA KHAIRUNNISA P07131110016
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN GIZI 2010
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi masyarakat Indonesia yang tergantung pada bahan pangan tertentu misalnya beras dan gandum dapat melemahkan ketahanan pangan nasional. Satu kenyataan yang cukup mengkhawatirkan adalah pada periode Januari-April 2005, terjadi lonjakan impor terigu menjadi 176 ribu ton dari semula 98 ribu ton pada tahun 2004 di periode yang sama, dan diperkirakan selama tahun 2005 sampai tahun 2006 akan menjadi dua kali lipat dibandingkan tahun 2004 (Anonim, 2005). Menghadapi hal tersebut, maka perlu pembangunan di bidang pangan yang diarahkan pada upaya peningkatan swasembada pangan yang tidak hanya berorientasi salah satunya pada bahan pangan gandum namun didukung pula oleh jenis-jenis komoditi strategis lainnya, misal umbi-umbian, seperti ganyong, ubi garut, ubi jalar, talas, dan singkong, serta pohon-pohon penghasil pangan seperti sagu, sukun, dan aren. Dengan melakukan penggalian potensi bahan pangan lokal melalui diversifikasi pangan, maka akan mendukung ketahanan pangan nasional serta mengurangi ketergantungan masyarakat akan terigu. Bahan pangan ini diharapkan dapat mensubstitusi terigu meskipun untuk beberapa produk hanya dapat dilakukan substitusi secara parsial. Kebutuhan masyarakat yang besar terhadap terigu memicu terjadinya impor dengan jumlah yang cukup besar karena terigu sebagai bahan makanan yang ideal untuk berbagai berbagai jenis makanan, seperti mie, kue, roti, dan pasta. Hal ini terkait dengan komponen khas terigu yaitu gluten yang tidak dimiliki oleh tepung non-terigu. Gluten merupakan jenis protein dan berada dalam terigu sekitar 80% dari total protein terigu. Gluten terdiri atas gliadin dan globulin, yang berpengaruh terhadap daya elastisitas dalam adonan serta kekenyalan makanan atau menghasilkan sifat viskoelastis, sehingga adonan terigu dapat dibuat lembaran, digiling, dan dibuat mengembang. Dewasa ini mulai dikembangkan beragam tepung dari umbi-umbian hasil tanaman lokal yang keberadaannya melimpah di Indonesia yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat, seperti
ubi jalar dan ubi garut. Garut ( Maranta arundinaceae L) atau arrowroot adalah salah satu umbi yang berpotensi menjadi substituen terigu dalam pembuatan kue kering, mie, dan roti tawar (Karjono, 1998) apabila dibuat tepung terlebih dahulu. Garut ( Marantha Marantha arrundinaceae L) merupakan salah satu jenis umbi-umbian sebagai sumber pati dan serat yang sangat potensial sebagai bahan baku industri, seperti industri tekstil, industri kertas, industri kosmetik, industri pangan dan industri farmasi. Keunggulan tanaman garut adalah mampu tumbuh maksimal dibawah naungan dengan intensitas cahaya minimal, tumbuh pada tanah miskin hara dan tidak membutuhkan perawatan khusus. Tanaman garut yang diambil hasilnya adalah rimpang atau umbi yang dapat langsung dikonsumsi atau diolah menjadi tepung dan emping garut. Emping garut adalah makanan yang sehat karena tidak menyebabkan asam urat seperti emping melinjo. Tepung garut dapat diolah menjadi berbagai produk lain seperti kerupuk garut dan dapat digunakan sebagai pengganti gandum sebagai bahan pembuat roti.
B. Jumlah Produksi
Akibat krisis moneter dan semakin terpuruknya perekonomian Indonesia, ternyata membawa hikmah terhadap banyak komoditas Indonesia yang sebelumnya banyak disepelekan dan bahkan tidak pernah dilirik. Salah satunya umbi tanaman garut. Sejak lama tim ahli di lingkungan Balitbang Pertanian berupaya meningkatkan peran aktif umbi dan terutama tepung garut karena dari hasil penelitian dan pengembangan sejak lama, sudah positif memiliki potensi yang menguntungkan.
Seperti misalnya tepung umbi garut. Dari banyak uji coba pemanfaatan secara luas, pada akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa bentuk, sifat, dan karakteristik tepung tersebut tidak jauh berbeda berbeda dengan tepung tepung terigu. terigu. Dengan demikian, demikian, jangan jangan heran kalau masyarakat masyarakat Jawa Barat Barat misalnya, khususnya yang bertempat tinggal sekitar Ciamis, Tasik, Garut, Sumedang bahkan Cianjur Bogor, mengenal umbi garut sebagai bahab baku pembuatan tepung yang umum dijual di pasar. Sehingga, sebelum terigu memasuki pasar tradisi secara luas, terlebih dahulu masyarakat
mengenal tepung garut sebagai tepung untuk membuat kue-kue, lapis, serta sederet makanan lainnya.
Sekarang pada saat harga terigu melambung tinggi karena subsidi untuk pembelian impor biji gandum sebagai bahan baku tepung terigu mulai dibatasi dan akan dihapus mulai Oktober 1998, kehadiran tepung garut mulai dimunculkan lagi dengan predikat terhormat sebagai pengganti tepung terigu.
Pemerintah Indonesia walau dengan berat sekali harus menarik semua subsidi terhadap impor biji gandum yang akibatnya harga banyak makanan hasil olahan tepung terigu akan naik seperti halnya mi instan, kue, dan roti, tetapi kalau dilihat jumlah subsidi per tahun sekira Rp 3,4 triliun dari seluruh jumlah devisa impor sekira Rp 8,1 triliun maka keputusan tersebut dinilai sangat tepat untuk masa kini. Karena kalau saja uang subsidi terhadap impor biji gandum kemudian dialihkan menjadi subsidi terhadap beras misalnya, manfaatnya akan lebih banyak, lebih luas terhadap masyaraka t yang mayoritas ”pengguna” nasi.
Bahwa kemudian harga mi instan ataupun hasil olahan terigu lainnya akan menjadi mahal, keputusannya diserahkan kepada masyarakat terbatas yang sudah telanjur menyenangi produk olahan tepung terigu tersebut. Oleh karenanya, tidak heran kalau keputusan pemerintah untuk menghentikan semua subsidi terhadap impor biji gandum, disambut oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai keputusan yang penuh kebijakan mengingat uang sebesar Rp 3,4 triliun bukan sedikit.
BAB II KARAKTERISTIK UMBI GARUT
A. Karakterisitk
Secara
umum,
masyarakat
Jawa
Barat
(suku
Sunda)
menyebutnya patat
sagu, kemudian irut, arut, garut, jelarut , dsb. Sedangkan orang Amerika, asal tanaman ini
menyebutnya arrow-root . Karena menurut sejarahnya, asal tanaman ini dari kawasan Amerikatropis, kemudian menyebar ke India, Srilangka, Filipina, dan Indonesia, sekarang dikebunkan secara luas di Filipina dan India.
Umbi garut merupakan rhizoma dari tanaman garut. Berwarna putih dan dibungkus dengan sisik-sisik secara teratur. Sisik-sisik ini berwarna putih sampai coklat tua. Rhizoma garut mempunyai panjang 20 – 45 cm dan diameter sekitar 2,5 cm. Pada rhizoma garut terdapat rambut-rambut terutama pada sisik umbi.
Garut, irut, arus atau jelarut, besar kemungkinan berasal dari kata arrowroot karena
umbi
atau
rimpang
tanaman
ini
seperti
anak
panah,
lancip,
adalah maranta
arundinacea, merupakan tanaman perdu dengan tinggi antara 40-60 cm, tumbuh baik pada lahan
dengan ketinggian mulai dari 0 sampai 900 meter dpl serta yang paling baik pada ketinggian antara 60-90 m, dengan keadaan tanah lembab dan lingkungan terlindung di bawah pohon tinggi, misalnya kelapa, sengon bahkan jengkol, dan petai . Sejak lama masyarakat mengenal garut sebagai tanaman penghasil atau rimpang yang dapat dijadikan panganan seperti halnya singkong, ubi jalar. Kemudian ada yang dijadikan tepung untuk membuat bubur, kue-kue, bahkan candil ataupun goyobod .
Bahkan, saat bedak tradisi yang terbuat dari ramuan beberapa umbi ataupun rimpang, misalnya bedak Saripohaci yang sangat populer di kawasan Priangan masih menjadi ”primadona” kosmetika tradisi, bahan baku tepungnya harus terbuat dari tepung garut.
Di kawasan Amerika sendiri, asal tanaman garut, orang Indian selalu menggunakan perasan akarnya sebagai obat luka, obat karena tusukan anak panah, dan bahkan obat luka karena gigitan serangga dan ular. Sedangkan di Filipina dan India, hancuran akar garut kemudian dijadikan bahan baku untuk pembuatan minuman beralkohol, seperti layaknya tuah dan brem di Indonesia atau sake di Jepang.
Di Indonesia sendiri khususnya di sepanjang kawasan Pulau Jawa, umbi garut banyak digunakan untuk makanan camilan bersama bajigur atau bandrek (minuman tradisi masyarakat Sunda) atau dibuat keripik. Bahkan, sekarang keripik asal umbi garut mulai menjadi komoditas andalam perajin makanan ringan sekitar Garut, Tasik, dan Ciamis.
B. Daerah Asal
Tanaman garut berasal dari Amerika Tropis. Sentrum utama asal plasma nutfah ( germ plasm) tanaman garut adalah Sint Vincent (Amerika Tengah). Di daerah asalnya, tanaman garut
merupakan tumbuhan liar, tetapi setelah diketahui nilai social ekonominya, kemudian dibudidayakan sebagai tanaman industri penghasil devisa. Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman garut menyebar diberbagai negara tropis di dunia. Sentrum penanaman garut meluas ke Brasilia, Srilanka, India, Filipina, dan Indonesia (Rukmana,2000).
Gambar 1. Tanaman Garut
Gambar 2. Umbi Garut
Di Indonesia tanaman garut dikenal dengan banyak nama tergantung pada daerah asalnya. Misalnya, disebut sagu betawi atau sagu belanda, ubi sagu, arerut atau arirut (Melayu); angkrik, arus, irut, jelarut, larut, erut (jawa); larut atau patat sagu (Sunda); arut atau larut
(Madura); dan hadasula (Ternate) (Rukmana,2000).
Tanaman garut mempunyai sistem perakaran serabut. Rhisomanya mula-mula berupa batang yang merayap (stolon), kemudian menembus kedalam tanah dan secara bertahap membengkak menjadi suatu organ yang berdaging. Rhisomanya garut berbentuk khas (spesifik), yaitu melengkung seperti busur panah. Rhisomanya memiliki panjang 20 cm- 40 cm, dengan diameter 2 cm-5cm, berwarna putih, berdaging tebal dan terbungkus oleh sisik-sisik yang saling menutupi (Ariesta,2004).
Kedudukan tanaman garut dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Marantaceae
Genus
: Maranta
Spesies
: Maranta arundinaceae linn.
Umbi garut salah satu sumber pangan sehat dengan indeks glisemik sangat rendah, hanya 14. Ini jauh lebih rendah ketimbang beras, terigu, kentang dan ubikayu, yang masing-masing 96, 100, 90, dan 54. Sehingga umbi garut baik bagi penderita diabetes (Prestyaning, 2009). Tepung garut dapat digunakan sebagai campuran tepung terigu pada industri makanan. Misalnya, pada pembuatan roti tawar dengan proporsi tepung garut 10%-20%; kue 10%-30%; mie, 15%-20%; bahkan kue kering, sampai 100% (Rukmana,2000). Jika diperhatikan, karakteristik umbi garut dapat dipilahkan menjadi dua, yakni: 1.Garut Creole
Jenis ini memiliki rhizoma berukuran panjang, kurus, dan tumbuhnya mnembus ke dalam tanah. Rhizomanya kurus panjang, menjalar luas dan menembus kedalam tanah. Bila kultivar ini tumbuh didaerah yang kurang subur akan mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi ubi yang kurus dan tidak berguna. Keadaan ini sering disebut dengan akar cerutu atau cigar root. Kultivar ini setelah dipanen mempunyai daya tahan selama 7 hari sebelum dilakukan pengolahan
2. Garut Banana
Jenis ini memiliki rhizoma berukuran pendek, gemuk, dan tumbuhnya menjalar di permukaan tanah. Kultivar ini umumnya mempunyai ciri atau sifat fisik yang berlainan dengan creole. Umbinya terdapat dekat dengan permukaan tanah, maka lebih mudah dipanen. Jenis ini
kecenderungan
untuk menjadi akar cerutu sangat kecil sekali, hasil panen lebih tinggi dan
kandungan seratnya lebih sedikit sehingga lebih mudah diolah bila dibandingkan dengan creole. Tetapi kejelekan dari kultivar umbi ini adalah kualitas umbi setelah pemanenan cepat sekali mengalami kemerosotan hingga harus segera diolah paling lama dalam waktu 48 jam setelah pemanenan (Pinus,1989). Tanaman garut memberikan hasil yang utama berupa umbi dan mempunyai banyak kegunaan, antara lain:
Dimanfaatkan sebagai tanaman penghias, karena keindahan daunnya.
Umbi garut dapat direbus atau dikukus dan langsung dimakan.
Umbi garut mengandung tepung pati yang sangat halus dan mudah dicerna. Itulah
sebabnya, tepung garut dipakai dalam industri makanan bayi dan makanan khusus orang-orang sakit.
Umbi garut dipakai sebagai obat tradisional yang berkhasiat menyembuhkan
mencret, eksem, memperbanyak air susu ibu (ASI), dan menurunkan suhu badan yang terjangkit demam.
Umbi garut juga dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kosmetika, lem, dan
minuman beralkohol.
Air perasan umbi garut digunakan sebagai penawar racun lebah, racun ular, dan
obat luka.
Tepung garut diolah menjadi makanan tradisional seperti: keripik, cake pisang,
gabes udang, kue lapis, kue semprit, cendol, siomay, kue kacang, kue putri salju, ongol-ongol, dan sebagainya.
TABEL KANDUNGAN GIZI GARUT
Kandungan Gizi
Beras Giling
Tepung Terigu
Tepung Garut
Kali (kal)
360,00
365,00
355,00
Protein (gr)
6,80
8,90
0,70
Lemak (gr)
0,70
1,30
0,20
KH (gr)
78,90
77,30
85,20
Kalsium (mg)
6,00
16,00
8,00
Fosfor (mg)
140,00
106,00
22,00
Zat besi (mg)
0,80
1,20
1,50
Vit.A (SI)
0,00
0,00
0,00
Vit.B1 (mg)
0,12
0,12
0,09
Vit.C (mg)
0,00
0,00
0,00
Air (gr)
13,00
12,00
13,60
Sumber: Direktorat Gizi Depatremen Kesehatan, 1981
BAB III KERUSAKAN BAHAN MAKANAN
Kerusakan pada umbi garut hampir menyerupai umbi-umbi dan kacang-kacangan pada umumnya yaitu jika terlalu lama disimpan aka menyebabkan terjadinya
kapangan, yaitu
timbulnya bintik-bintik pada permukaan umbi dan juga bulukan. Hal tersebut sangat tidak sedap di pandang dan juga di tidak layak di konsumsi oleh konsumen.
Pembusukan Makanan ( Food Food discomposition discomposition atau food spoilage spoilage)
Sebagai akibat suatu kontaminasi terhadap makanan, pada umumnya akan disertai dengan terjadinya proses pembusukan. Pembusukan tidak selalu oleh adanya kontaminasi, tetapi dapat juga terjadi oleh kegiatan enzim yang sudah terdapat dalam makanan itu sendiri secara alami. Hal ini jelas misalnya terlihat pada buah-buahan yang kelewat masak, akan menjadi busuk (Kusnoputranto, 1997). Pembusukan adalah proses perubahan komposisi (dekomposisi) makanan, baik sebagian atau seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak normal yang tidak dikehendaki sebagai akibat pematangan alam (maturasi), pencemaran (kontaminasi), sengaja dipelihara (fermentation) atau sebab lain (Depkes RI, 2001). Menurut Kusnoputranto (1997), yang dimaksud makanan yang busuk adalah makanan yang sudah mengalami proses sedemikian sehingga tidak lagi dimakan oleh manusia. Secara umum dapat dikatakan, suatu makanan yang disebut busuk jika mengandung bakteri-bakteri tertentu atau toksin-toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut, sehingga jika dimakan menimbulkan keracunan makanan dan tidak cocok lagi untuk dikonsumsikan kepada manusia, walaupun tidak/belum mengalami proses dekomposisi. Pembusukan makanan Pembusukan makanan ada 2 (dua) cara : 1. Pembusukan karena bakteri ( bakterial decomposition)
2. Pembusukan karena melakukan proses kimia ( chemical decomposisi)
Pembusukan dapat terjadi karena : 1. Fisika, yaitu pembusukan makanan karena kekurangan air (layu, mengkerut), karena
benturan/tekanan (pecah) atau diganggu hewan/serangga (berlubang, bekas gigitan). Enzym, yaitu pembusukan akibat aktivitas zat kimia pada proses pematangan buah-buahan 2. Enzym, sehingga makanan menjadi rusak karena terlalu/kelewat matang. Contohnya enzym amilase pemecah tepung, enzym lipase pemecah lemak dan enzym protease pemecah peotein. 3. Mikroba, yaitu bekteri atau cendawan yang tumbuh dan berkembang biak di dalam makanan
serta merusak komposisi makanan, sehingga makanan menjadi basi, merusak rasa, bau dan warnanya. Khusus pada fermentasi akan terjadi perubahan zat gizi.
BAB IV PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
A. Syarat Syarat-syarat
penyimpanan
bahan
makanan
menurut
Kepmenkes
RI
No.
1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah: 1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih 2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi. 3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu : - Dalam suhu yang sesuai. - Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm. - Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%.
4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langitlangit, dengan ketentuan sebagai berikut :
- Jarak makanan dengan lantai 15 cm. - Jarak makanan dengan dinding 5 cm. - Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.
5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO)
Menurut Depkes RI (2003), dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat. 2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga : - Mudah untuk mengambilnya - Tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga dan tikus - Tidak mudah membusuk dan rusak, untuk bahan-bahan yang mudah membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin - Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO ( First In First Out ). ).
Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, penyimpanan makanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus dan hewan lainnya. 2. Disimpan dalam ruangan bertutup dan bersuhu dingin (10º-18ºC). 3. Makan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 ºC atau lebih, atau disimpan dalam suhu dingin 4 ºC atau kurang. 4. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) disimpan dalam suhu -5 ºC sampai dengan 1 ºC. 5. Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan bahan makanan mentah dan tidak disajikan ulang.
B. Tujuan penyimpanan
1. Menjaga warna, tekstur, aroma dan rasa 2. Mencegah pertunasan 3. Menghindari serangna jamur dan juga bakteri
4. Menghindari serangan serangga 5. Menghindari kebusukan akibat respirasi dan transpirasi 6. Menunggu untuk di jual kepada konsumen
C. Tanda-tanda kerusakan Untuk menghasilkan produk makanan yang sehat sangat dipengaruhi oleh pemilihan bahan mentah pangan yang bermutu baik, yang memenuhi standar kesehatan dan keamanannya. Oleh karena itu untuk dapat menghasilkan produk pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi, bahan mentah harus dipilih terlebih dahulu. Bahan pangan mentah dapat menjadi rusak atau busuk karena beberapa penyebab, diantaranya adalah adanya aktifitas mikroba di dalam bahan pangan dan secara fisik akibat dari proses produksi bahan pangan itu sendiri (misalnya pemanenan, pengiriman ke pasar atau ke konsumen, dll). Diperlukan ketelitian dalam memilih bahan mentah pangan yang bermutu baik, dengan melihat ciri-ciri fisiknya, hal itu bisa dijadikan panduan dalam memilih bahan mentah pangan. Secara umum, dalam pemilihan bahan pangan yang merupakan hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Penampilannya baik dan tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan atau kebusukan.
Waktunya tidak terlalu lama sejak dipanen / dipotong.
Kondisi fisiknya sudah cukup tua (matang) sesuai dengan umur panen. Kandungan utama pada biji-bijian (serealia dan kacang-kacangan) serta umbi-umbian
adalah karbohidrat, oleh karena itu kerusakan pada biji-bijian dan umbi-umbian sering disebabkan oleh pertumbuhan kapang yaitu bulukan. Biji-bijian dan umbi-umbian umumnya diawetkan dengan cara pengeringan, tetapi jika proses pengeringannya kurang baik sehingga aw bahan kurang rendah, maka sering tumbuh berbagai kapang perusak pangan. Meskipun sudah dikeringkan, biji-bijian, kacang-kacangan dan umbi-umbian dapat menjadi rusak jika pengeringannya tidak cukup atau kondisi penyimpanannya salah, misalnya
suhu naik dan terlalu lembab. Tanda-tanda kerusakan pada biji-bijian dan kacang-kacangan serta umbi-umbian adalah:
tumbuhnya kapang yang menyebabkan bulukan,
timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan kapang,
bentuk jadi lebih keriput, atau menyusut drastis.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemanfaatan umbi garut beserta produk olahannya dirasa sangat membantu untuk penduduk yang berada pada daerah pegunungan dan kering. Penggalian potensi daerah-daerah daerah- daerah pegunungan dan kering dirasa sangat perlu mengingat daerah-daerah tersebut umumnya tidak produktif sehingga banyaknya warga yang eksodus keluar daerah untuk mencari pekerjaan. Umbi garut dapat dibuat tepung dan pati garut yang dapat disimpan lama ditempat yang kering. Mutu tepung garut yang satu dan lainnya sangat berlainan, tergantung cara pengolahan dan mutu bahan bakunya. Tepung garut kualitas komersial berwarna putih, bersih, bebas dari – 7 noda dan kandar airnya tidak lebih dari 18,5 %, kandungan abu dan seratnya rendah, pH 4,5 – 7 serta viskositas maksimum antara 512- 640 Brabender Unit Penyimpanan umbi garut haruslah di tempat yang kering dan tidak lembab, penyimpanan umbi garut harus di tngani dengan benar karena jika tidak akan menyebabkan kapang dan juga bulukan.
B. Saran
Sebaiknya pengolahan umbi garut di Indonesia lebih di tingkatkan lagi karena umbi garut memiliki manfaat yang banyak berguna bagi kesehatan dan juga dapat di jadikan sebagai lahan bisnis yang menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Rukmana Rahmat. “Budidaya Garut dan pasca panen.” Jakarta : Kanisius, 2000.
Dadang WI. “Terigu Mahal, Garut Tawarkan Diri.” Dalam : Trubus 343, Tahun XXIX, Juni 1998
Marah Maradjo. Umbi-Umbian. Jakarta: Karya Nusantara, 1977.
GARUT 2010 http://infobptpjogja.multiply.com/journal/item/22
2010. GARUT. http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Garut.pdf
Pinus Lingga. 1986. BERTANAM UMBI-UMBIAN. Penebar Swadaya, Jakarta.