BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Secara bahasa, hadits dapat berarti baru, dekat dan khabar (cerita). Sedangkan dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti segala perkataan, perbuatan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (aqwal, af’al wa taqrir). Akan tetapi para ulama Ushul Fiqh, membatasi pengertian hadits hanya pada ”ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum”, sedangkan bila mencakup, pula perbuatan dan taqrir yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai dengan ”Sunnah”. Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan tentang kedudukan Hadits dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum primer/utama dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Al-Qur’an membicarakanya, atau Al-Qur’an membicarakan secara global saja, atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-Qur’an. Nah jalan keuar untuk memperjelas dan merinci keuniversalan Al-Qur’an tersebut, maka diperlukan AlHadits/As-Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder/kedua setelah Al-Qur’an. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kedudukan hadis dalam hubungannya dengan al-qur’an? 2. Bagaimana fungsi hadis dalam hubungannya dengan al-qur’an?
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hadis dalam Hubungannya dengan Al-Qur’an Di dalam menentukan hukum fiqih, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) bersumber kepada empat pokok; Al-Qur’an, Hadits/as-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Penjelasan Allah Ta'ala tentang eksistensi diri-Nya, tentang penciptaanNya terhadap makhluk, tentang nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, itu semua ada di dalam Al-Qur'an, di antaranya adalah sebagai berikut. Allah SWT berfirman :
إةمن أربمثكثم م ض ةفيِ ةستمةة أأيمثثاَّمم ثثثثمم اث اَلمةذيِ أخلأ أ ت أواَلرر أ ق اَلمسأماَّأواَ ة ش يثرغةشثثيِ اَللمريِثثأل اَلنمأهثثاَّأر يأ ر َّطلثثبثثهث أحةثيِثثثثا اَرسثثتأأوىَ أعألثثىَ اَرلأعثثرر ة ت بةثثأ أرمةرةه أألَ لأثثهث اَرلأخرلثث ث ق س أواَرلقأأمثثأر أواَلننثجثثوأم ثمأسثثمخأراَ م أواَلمشثثرم أ ك م ب اَرلأعاَّلأةميِأن اث أر ن أواَلرمثر تأبأاَّأر أ Artinya : "Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masingmasing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (Al-A'raaf: 54). 1. Al-Qur’an Merupakan sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum. Karena Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada ummat manusia dan diwajibkan untuk berpegangan kepada Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Surat al-Baqarah ayat 2; al-Maidah Ayat 44-45, 47 :
ب ةفيِةه هثثدىَ لةرلثمتمةقيِأن ك اَرلةكتأاَّ ث أذلة أ ب لَ أرري أ 2
Artinya : “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (Al-Baqarah; 2) 2. Al-Hadits/Sunnah Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah مSAW. Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Hasyr ayat 7, sebagai berikut :
أماَّ أأفأاَّأء م ِاث أعألىَ أرثسولةةه ةمرن أأرهةل اَرلقثأرىَ فألةلمةه أوةللمرثسوةل أولةثثةذي اَرلقثررأبىَ أواَرليِأتأاَّأمىَ أواَرلأمأساَّةكيِةن أواَربةن اَلمسةبيِةل أكريِ لَ يأثكثثوأن ثدولأثثةث بأريِأن اَلرغنةيِأاَّةء ةمرنثكرم أوأماَّ آتأاَّثكثم اَلمرثسوثل فأثخثذوهث أوأماَّ نأهأثثاَّثكرم أعرنثثهث اأ إةمن م فأاَّرنتأثهواَ أواَتمثقواَ م ب اأ أشةديثد اَرلةعقأاَّ ة Artinya : “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”. (Q.S. alHasyr ayat 7) B. Aqli Menurut Aswaja Keberadaan berbagai alam dan beragaman makhluk, kesemuanya, bersaksi atas keberadaan Sang Pencipta: Allah Azza wa Jalla. Sebab, di dunia ini tidak ada satu pihak pun yang mengaku menciptakan alam ini selain Allah Ta'ala. Akal memandang mustahil keberadaan sesuatu tanpa pencipta. Bahkan, akal memandang mustahil terjadinya sesuatu yang paling luas tanpa pencipta. Itu sama saja seperti keberadaan makanan tanpa ada pihak yang memasak, atau keberadaan permaidani di atas tanah tanpa ada pihak yang menggelarnya. Kalau begitu,
3
bagaimana dengan alam yang besar ini, langit dengan orbit-orbit di sekitarnya, matahari, bulan, bintang-bintang, semuanya berbeda bentuk, ukuran, dimensi, dan perjalanannya? Bagaimana dengan bumi dan apa saja yang diciptakan di dalamnya tumbuhan, hewan, jin, manusia, di samping berbagai ras manusia, dan idividu-individu yang berbeda warna, berbeda bahasa, berbeda pengetahuan, berbeda pemahaman, berbeda ciri khas, tambang-tambang yang banyak sekali, sungai-sungai yang dialirkan di dalamnya, tanah keringnya di kelilingi laut-laut, dan sebagainya? Keberadaan fiman Allah yang bisa kita baca, renungkan, dan pahami makna-maknanya, itu semua dalil tentang keberadaan Allah. Karena, mustahil ada firman tanpa ada pihak yang memfirmankannya, dan mustahil ada ucapan tanpa ada pihak lain yang mengucapkannya. Jadi, firman Allah menunjukkan tentang keberadaan-Nya. Berdasarkan dalil-dalil akal dan dalil-dalil wakyu di atas, orang Muslim beriman kepada Allah Ta'ala, beriman kepada rububiyah-Nya terhadap segala sesuatu, dan ketuhanan-Nya bagi manusia generasi pertama hingga generasi terakhir. Karena asas iman dan keyakinan inilah kehidupan seorang Muslim menjadi teratur. 1. Al-Ijma’ Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad SAW seluruh persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid. Kemudian Ijma’ ada 2 macam : a. Ijma’ Bayani ialah apabila semua Mujtahid mengeluarkan pendapatnya baik berbentuk perkataan maupun tulisan yang menunjukan kesepakatannya. b. Ijma’ Sukuti ialah apabila sebagian Mujtahid mengeluarkan pendapatnya dan seba-gian yang lain diam, sedang diamnya menunjukan setuju, bukan karena takut atau malu.
4
Dalam ijma’ sukuti ini Ulama’ masih berselisih faham untuk diikuti, karena setuju dengan sikap diam tidak dapat dipastikan. Adapun ijma’ bayani telah disepakati suatu hukum, wajib bagi ummat Islam untuk mengikuti dan menta’ati. Karena para Ulama’ Mujtahid itu termasuk orang-orang yang lebih mengerti dalam maksud yang dikandung oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan mereka itulah yang disebut Ulil Amri Minkum Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat : 59
يأاَّ أأنيهأاَّ اَلمةذيأن آأمثنواَ أأةطيِثعواَ م اأ أوأأةطيِثعواَ اَلمرثسوأل أوثأوةليِ اَلرمةر ةمرنثكرم Artinya : “Hai orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu”. Dan para Sahabat pernah melaksanakan ijma’ apabila terjadi suatu masalah yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah S.A.W. Pada zaman sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar r.a jika mereka sudah sepakat maka wajib diikuti oleh seluruh ummat Islam. Inilah beberapa Hadits yang memperkuat Ijma’ sebagai sumber hukum, seperti disebut dalam Sunan Termidzi Juz IV hal 466. “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku atas kesesatan dan perlindungan Allah beserta orang banyak. Selanjutnya, dalam kitab Faidlul Qadir Juz 2 hal 431: “Sesungguhnya ummatku tidak berkumpul atas kesesatan maka apabila engkau melihat perselisihan, maka hendaknya engkau berpihak kepada golongan yang terbanyak”. 2. Al-Qiyas Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal dari kata Qasa. Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara keduanya. Rukun Qiyas ada 4 macam: al-ashlu, al-far’u, al-hukmu dan as-sabab. Contoh penggunaan qiyas, misalnya gandum, seperti disebutkan dalam suatu hadits sebagai yang pokok (al-ashlu)-nya, lalu al-far’u-nya adalah beras (tidak tercantum
5
dalam al-Qur’an dan al-Hadits), al-hukmu, atau hukum gandum itu wajib zakatnya, as-sabab atau alasan hukumnya karena makanan pokok. Dengan demikian, hasil gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya, sesuai dengan hadits Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib dikeluarkan zakat. Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan nama beras. Tetapi, karena beras dan gandum itu kedua-duanya sebagai makanan pokok. Di sinilah aspek qiyas menjadi sumber hukum dalam syareat Islam. Dalam Al-Qur’an Allah S.WT. berfirman :
صاَّةر فأاَّرعتأبةثرواَ يأاَّ ثأوةليِ اَلرب أ Artinya : “Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (Al-Hasyr : 2) “Dari sahabat Mu’adz berkata; tatkala Rasulullah SAW mengutus ke Yaman, Rasulullah bersabda bagaimana engkau menentukan apabila tampak kepadamu suatu ketentuan? Mu’adz menjawab; saya akan menentukan hukum dengan kitab Allah? Mu’adz menjawab; dengan Sunnah Rasulullah s.aw. kemudian nabi bersabda; kalau tidak engkau jumpai dalam Sunnah Rasulullah dan dalam kitab Allah? Mu’adz menjawab; saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak kembali; Mu’adz berkata: maka Rasulullah memukul dadanya, kemudian Mu’adz berkata; Alhamdulillah yang telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah SAW dengan apa yang Rasulullah meridlai-Nya. Kemudian Al-Imam Syafi’i memperkuat pula tentang qiyas dengan firman Allah S.W.T dalam Al-Qur’an :
يأاَّ أأنيهأاَّ اَلمةذيأن آأمثنواَ لَ تأرقتثثلواَ اَل م صريِأد أوأأرنتثرم ثحثرمم أوأمرن قأتألأهث ةمرنثكرم ثمتأأعممثداَ فأأجأزاَمء ةمرثثل أماَّ قأتأأل ةمأن اَلنمأعةم يأرحثكثم بةةه أذأواَ أعردمل ةمرنثكرم Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu”. (Al-Maidah: 95).
6
C. Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Allah. Kitab AlQur’an adalah sebagai penyempurna dari kita-kitab Allah yang pernah diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat Islam dalam memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telah mengadakan penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’an mengatan bahwa : “Pokok-pokok ajaran Al-Qur’an begitu dinamis serta langgeng abadi, sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya, tetapi murni dalam teksnya”. (Drs. Achmad Syauki, Sulita Bandung, 1985 : 33). Berikut adalah beberapa fungsi hadis terhadap al-Qur'an, sebagai berikut:
Bayan Taqrir Bayan taqrir sering disebut juga "bayan ta'kid" atau "bayan istbat", adalah pernyataan hadis Nabi yang menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dan ditetapkan al-Qur'an. Contohnya hadis tentang "melihat hilal (bulan tanggal satu) sebagai tanda mulai berpuasa dan idul fitri" sebagai berikut:
ط ْصوورموواْ ُأوإطأذاْ ُأرأيَويتررمووره ُفأأفوططررووا إطأذاْ ُأرأيَويتررمواْ ُاْولألأل ُفأ ر "Apabila kalian melihat bulan, maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (yang kedua kalinya) maka berbukalah" (HR. Muslim) Hadis di atas memperkuat, menegaskan dan menetapkan (mentaqrir) hukum yang terkandung dalam firman Allah SWT sebagai berikut:
ط صومهر فأأمنَ ُأشطهأد ُمنِركرم ُاْلششوهأر ُفأيوليأ ر "… karena itu, barangsiapa diantara kamu ada yang menyakisakan bulan, maka berpuasalah…" (QS. al-Baqarah: 185)
Bayan Tafsir
7
Bayan tafsir adalah hadis Nabi berfungsi untuk memberikan penjelasan atau penafsiran (interpretasi) dalam bentuk perincian (tafsil) terhadap ayat-ayat alQur'an yang masih bersifat global (mujmal). Contohnya hadis Nabi berikut:
ِّصللى صلوواْ ُأكأماَ ُأرأيَويتررمووطن ُاْر أ أ "Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat" (HR. Bukhari) Hadis ini menjelaskan dan merinci bagaimana mendirikan shalat. Dalam alQur'an tidak dijelaskan secara rinci tentang bagaimana teknik pelaksaan perintah shalat. Salah satu ayat tersebut adalah firman Allah sebagai berikut:
طط ي أوأطقيرمواْ ُاْل ش صألأة ُأوآَترواْ ُاْلشزأكاَأة ُأواْورأكعرواْ ُأمأع ُاْلشراْكع أ "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk" (QS. Al-Baqarah: 43)
Bayan Taqyid Bayan taqyid berarti hadis Nabi berfungsi untuk membatasi ayat-ayat alQur'an yang isi pernyataannya bersifat mutlak (taqyid al-muthlaq). Misalnya hadis Nabi tentang "hukuman potong tangan terhadap pencuri" sebagai berikut:
ط ط ْصاَطعددا ألتأيوقطأوع ُيَأأد ُاْلشساَطرق ُإطشل ُطف ُرربوطع ُديَويأنِاَرر ُفأ أ "Janganlah kamu potong tangan seorang pencuri, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat dirham atau lebih" (HR. Muslim) Ayat diatas memberikan batasa terhadap ayat al-Qur'an dalam konteks yang sama (tentang hukuman potong tangan bagi pencuri) yang isinya bersifat mutlaq, yaitu sebagai berikut:
أواْلشساَطررق ُأواْلشساَطرقأرة ُفأاَقوطأعرواْ ُأيَوطديَيأرهأماَ ُأجأزاْدء ُط أباَ ُأكأسأباَ ُنأأكاَدل ُلمأنَ ُاْللشطه ُأواْللشره ُأعطزيَمز ُأحطكيمم "Seorang laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencui, maka potonglah kedua tangannya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa dan Mahabijaksana" (QS. al-Maidah: 38)
8
Dalam ayat ini Allah tidak menjelaskan batasan minimal harta yang dicuri sehingga adanya kewajiban hukuman potong tangan.
Bayan Takhshish Bayan
Takhshish
adalah
hadis
Nabi
yang
berfungsi
memberikan
pengkhususan atas pernyataan ayat al-Qur'an yang bersifat umum (takhsish al-'am). Contohnya hadis-hadis tentang ketentuan hukum ahli waris, sebagai berikut:
َث ُواْلأقاَتطرل ُطمأنَ ُاْولوقتريووطل ُأشويدئا لأيَأطر ر أ "Pembunuh tidak berhak mewarisi dari orang yang dibunuhnya" (HR. Ahmad)
ث ُاْولوسلطرم ُواْلأكاَفطأر ُأوألواْلأكاَفطرر ُاْولوسلطأم أليَطر ر ر أ ر "Seorang muslim tidak (berhak) mendapatkan warisan dari seorang kafir, dan orang kafir tidak berhak menjadi ahli waris dari seorang muslim" (HR. Bukhari-Muslim). Kedua hadis di atas memberikan pengkhususan terhadap firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 11 sebagai berikut:
لنثأييأي و ط ريَوطصيركم ُاْللشره ُطف ُأووألطدركوم ُطللشذأكطر ُطمثول ُأح ل ي ظ ُاْو ر ر ر "Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepada kalian tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki mendapatkan semisal bagian dua anak perempuan" (QS. al-Nisa: 11) Pada ayat ini tidak dijelaskan bahwa anak yang membunuh ayahnya, ia tidak berhak mendapatkan warisan dari ayahnya. Demikian pula jika ayahnya seorang kafir, maka ia tidak berhak mendapatkan warisan darinya. Dan kalau yang meninggal itu si anak, maka ayahnya tidak menjadi ahli waris atas anaknya karena kekafirannya.
Bayan tasyri' Bayan tasyri' berarti pembuatan atau penetapan aturan atau hukum syara yang baru yang tidak ada dan tidak ditetapkan dalam al-Qur'an. Misalnya hadis yang berbicara tentang penetapan haramnya mengumpulkan wanita bersaudara
9
untuk menjadi istri, hukum suf'ah, hukum merajam penzina yang masih perawan, dan hukum tentang waris bagi seorang anak. Contoh lainnya adalah hadis berikut:
نيأهىِّ ُرسورل ُاْل ُصألىِّ ُاْل ُأعلأويطه ُوسلشم ُأعنَ ُركلل ُطذي ُأناَ ر ب ُطمأنَ ُاْللسأباَطع أ أ رو ر أ ر أأ أ و و "Rasulullah SAW melarang memakan daging binatang buas yang mempunyai taring" (HR. Muslim dari Ibnu Abbas) Sebagian ulama menyebut bayan tasyri dengan istilah "bayan zaid 'ala al-kitab al-karim" (penjelasan tambahan terhadap nas al-Qur'an) dengan alasan bahwa pada dasarnya hukum-hukum pokok tentang hukum baru tersebut sudah ada dalam al-Qur'an.
10
BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan Dari berbagai uraian yang telah disampaikan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hadits merupakan berbagai hal yang telah diucapkan dan dicontohkan oleh Rasulullah yang harus dijadikan pedoman dan contoh bagi umat Islam 2. Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai penguat dan memperjelas apa-apa yang ada di dalam Al-Qur’an yang masih bersifat global (mu’mal). 3. Hadits adalah merupakan sumber hukum dalam kehidupan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat B. Saran Demikianlah makalah ini disusun dengan segala usaha maksimal penulis, namun penulis menyadari masih belum sempurna dan harapan penulis saran dan masukan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
11
Abdullah, sulaiman. 1995. Sumber Hukum Islam. Jambi : Sinar Grafika. Karim, Syafi’i. 2001. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung : Pustaka setia. Romli. 1999 .Muqaranah Mazahib Fil Ushul. Jakarta : Gaya Media Pratama http://awanaalfaizy.blogspot.com/2012/11/kedudukan-dan-fungsi-hadits-dalamagama_2.html (diakses tanggal 10 Maret 2014) http://tatangjm.wordpress.com/fungsi-hadits-terhadap-al-quran/ (diakses tanggal 10 Maret 2014)
KATA PENGANTAR
12
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dzat yang Maha Sempurna pencipta dan penguasa segalanya. Karena hanya dengan ridhonya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu makalah tentang “Kedudukan dam Fungsi Hadist”. Dengan harapan semoga tugas makalah ini bisa berguna dan ada manfaatnya bagi kita semua. Amiin. Tak lupa pula penyusun sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas makalah ini, karena penulis sadar sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari –Nya. Akhirnya walaupun penulis telah berusaha dengan secermat mungkin. Namun sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk itu penulis mengharapkan koreksi dan sarannya semoga kita selalu berada dalam lindungan-Nya.
Labuan,
Maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI i 13
KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
DAFTAR ISI .........................................................................................
ii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...........................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................
1
PEMBAHASAN A. Kedudukan Hadis dalam Hubungannya dengan Al-Qur’an .................................................................................... .................................................................................... 2
BAB III
B. Aqli Menurut Aswaja .................................................
3
C. Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran .............................
7
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................
11
B. Saran ..........................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
12
14
MAKALAH ii FUNGSI HADIS KEDUDUKAN DAN
Disusun Oleh : 1. Laila Latifah 2. St. Aminah 3. Endih Sopian 4. Rina Nurkholisoh Kelas : X – 2
MA MASYARIQUL ANWAR CARINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014
15