BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu dengan harga yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau. Untuk menjamin efektifitas dan keamanan, pemberian obat harus dilakukan secara rasional, yang berarti perlu dilakukan diagnosis yang akurat, memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut dengan dosis, cara, interval serta lama pemberian yang tepat. Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan indikasi yang manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (evidence based therapy) . Manfaat tersebut dinilai dengan menimbang semua bukti tertulis hasil uji klinik yang dimuat dalam kepustakaan yang dilakukan melalui evaluasi yang sangat bijaksana. Menimbang manfaat dan resiko tidak selalu mudah dilakukan, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menentukannya yaitu derajat keparahan penyakit yang akan diobati, efektivitas obat yang akan digunakan, keparahan dan frekuensi efek samping yang mungkin timbul, serta efektivitas dan keamanan obat lain yang bisa dipakai sebagai pengganti. Semakin parah suatu penyakit, semakin berani mengambil resiko efek samping, namun bila efek samping mengganggu dan relatif lebih berat dari penyakitnya sendiri mungkin pengobatan tersebut perlu diurungkan. Semakin remeh suatu penyakit, semakin perlu bersikap tidak menerima efek samping. Kemampuan untuk melakukan telaah terhadap berbagai hasil uji klinik yang disajikan menjadi amat penting dalam masalah ini. Biasanya dalam pedoman pengobatan, pilihan obat yang ada telah melalui proses tersebut, dan dicantumkan sebagai obat pilihan utama (drug of choice), pilihan kedua, dan seterusnya. PENGOBATAN RASIONAL Mengapa diperlukan pengobatan rasional ? Pengobatan yang tidak rasional dapat menyebabkan : • Pengobatan yang tidak aman • Kambuhnya penyakit • Masa sakit memanjang • Membahayakan dan menimbulkan kekhawatiran pasien • Membengkaknya biaya PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL (Rational Drug Use) Menurut WHO (1987 ), pemakaian obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria : • ‡Sesuai dengan indikasi penyakit • ‡Tersedia setiap saat dengan harga terjangkau • ‡Diberikan dengan dosis yang tepat
• • •
‡Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat ‡Lama pemberian yang tepat ‡Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin dan aman.
Pengertian rasional itu sendiri menurut WHO adalah : • • • •
sesuai dengan keperluan klinik dosis sesuai dengan kebutuhan pasien diberikan dalam jangka yang sesuai dengan biaya termurah bagi pasien dan komunitasnya
Dalam konteks biomedis, P.O.R mempunyai kriteria : • Tepat diagnosis • Tepat indikasi • Tepat pemilihan obat (khasiat, keamanan, mutu, biaya) • Tepat dosis, cara dan lama pemberian • Tepat penilaian terhadap kondisi pasien • Tepat peracikan dan pemberian informasi • Kepatuhan pasien • Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut • Penggunaan obat yang rasional memberi perhatian penting kepada pemberian antibiotika, ada tidaknya poli-farmasi serta pemberian injeksi. BEBERAPA PERTIMBANGAN DALAM PEMILIHAN OBAT (WHO, 1995 ) • • • •
Manfaat ( Efecacy ) Kemanfaatan dan Keamanan Obat sudah terbukti Keamanan ( safety ) Resiko pengobatan yang paling kecil dan seimbangdengan manfaat dan keamanan yang sama danterjangkau oleh pasien ( affordable ) Kesesuaian / suittability ( cost )
Contoh penggunaan obat yang tidak rasional dan harus dihindarkan antara lain : • Penggunaan obat dimana terapi obat tidak diindikasikan misal antibiotika untuk ISPA ringan, diare. • Pemilihan obat yang salah untuk indikasi tertentu, misal tetrasiklin untuk infeksi streptokokus faringitis anak. • Penggunaan obat dengan indikasi meragukan dan status keamanan yang tidak jelas • Cara pemberian yang salah • Penggunaan obat mahal walaupun alternatif obat yang aman, efektif dan lebih murah tersedia. Secara umum dan dalam konteks yang lebih luas penggunaan obat yang tidak rasional dapat memberi dampak ; • terjadinya pemborosan biaya dan anggaran masyarakat, • resiko efek samping dan resistensi, • ketersediaan obat kurang terjamin, • mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk, • memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan pada masyarakat.
LANGKAH-LANGKAH MENERAPKAN PENGGUNAAN OBAT SECARA RASIONAL WHO action programme on essential drugs (1994), mengemukakan bahwa untuk menetapkan penggunaan obat secara rasional perlu dilalui serangkaian langkah yaitu : 1. menentukan masalah pasien 2. menetapkan tujuan pengobatan 3. memeriksa kerasionalan penggunaan obat yang dipilih serta meneliti efektivitas dan keamanannya 4. membuat resep 5. memberi informasi, instruksi, hal-hal yang perlu diwaspadai 6. melakukan monitoring ad.1. Menentukan masalah pasien atau melakukan diagnosis. Merupakan dasar dari tindakan pengobatan rasional. Diagnosis dibuat atas dasar fakta yang ditemukan dari suatu urutan yang logis yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan. Dalam praktek sehari-hari sering diagnosis sudah dibuat sebelum semua fakta terkumpul, malah sering pula tidak dapat dibuat atau baru dibuat setelah beberapa waktu bila gejala penyakit berkembang. Dalam proses membuat diagnosis ini terletak kesulitan pertama yang mengakibatkan pengobatan lebih ditentukan oleh kebiasaan daripada deduksi ilmiah rasional. Bila diagnosis belum dapat ditentukan sering dipikirkan berbagai kemungkinan diagnosis atau differensial diagnosis yang kemudian diobati, sehingga pengobatan diberikan secara polifarmasi untuk menutupi berbagai kemungkinan tersebut. Selain itu seringkali diagnosis sulit dibuat karena pasien tidak mampu membayar pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. ad.2. Menetapkan tujuan pengobatan Sebelum memilih pengobatan harus lebih dahulu ditetapkan tujuan terapi. Apa sebetulnya yang ingin dicapai. Menguraikan tujuan pengobatan merupakan cara yang baik untuk menyusun pola berpikir, melakukan konsentrasi untuk problem sesungguhnya, meminimalkan kemungkinan pengobatan yang perlu dilakukan sehingga pilihan akhir lebih mudah ditentukan. Menguraikan tujuan pengobatan mencegah penggunaan obat yang tidak perlu. ad.3. Memeriksa kerasionalan penggunaan obat yang dipilih Setelah menetapkan tujuan pengobatan, jika memang dibutuhkan obat untuk mengatasi masalah, perlu diperiksa apakah obat yang dipilih sesuai dengan kondisi pasien. Obat yang dipilih selain harus memenuhi kriteria efektif,aman, nyaman dan terjangkau, perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Langkah pertama melihat pedoman pengobatan yang tersedia, apakah bahan aktif, bentuk sediaan, dosis, cara pemberian dan lama pemberian telah sesuai untuk pasien. Untuk tiap-tiap aspek yang ditelaah, harus dipertimbangkan masalahefektivitas dan keamanannya. Meneliti efektivitas mencakup penelaahan indikasi apakah pengobatan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta kenyamanan bentuk
sediaan. Keamanan berkaitan dengan kontra indikasi dan kemungkinan interaksi serta kewaspadaan pada pasien dengan resiko tinggi. Kemampuan melakukan telaahan mengenai masalah tersebut perlu dilihat dari hasil uji klinik yang bermutu. Kajian ini sulit dilakukan, karena itu perlu disediakan informasi yang berisi telaahan efektivitas berbagai obat denan indikasi serupa, beserta kajian keamanannya, juga informasi mengenai biayanya. Pedoman pengobatan yang tersedia juga terbatas, sebagian besar berisi pedoman tata laksana diagnosis dan tindakan medik yang perlu dilakukan, tetapi tidak mengenai pemilihan dan penggunaan obat. ad.4 Membuat resep Resep adalah instruksi dari peresep untuk pemberi obat (dispenser). Setiap negara mempunyai peraturan mengenai standar pembuatan resep. Secara umum resep harus jelas, dapat dibaca dan mencantumkan secara tepat apa yang harus diberikan. Resep seharusnya ditulis dengan nama generik, namun informasi mengenai obat generik hampir-hampir tidak tidak ada yang sampai pada peresep. Selain itu, seringkali juga peresep meragukan mutu obat enerik ini. a.d.5 Memberi informasi,instruksi dan hal-hal yang perlu diwaspadai Dikatakan 50% pasien tidak menggunakan obat secara benar, tidak teratur, atau tidak menggunakan sama sekali. Penyebab yang paling sering adalah timbulnya efek samping, pasien tidak merasakan manfaat obat, atau cara penggunaan yang rumit terutama bagi orang tua. Untuk meningkatkan ketaatan pasien, perlu dilakukan pemilihan obat dengan benar, membina hubungan baik dokter-pasien serta menyediakan waku untuk memberi informasi/instruksi/peringatan. Pemberian informasi ini masih jauh dari harapan karena dianggap memakan waktu. a.d.6 Melakukan monitoring Dengan monitoring dapat ditentukan apakah pengobatan memberi hasil seperti yang diharapkan. Atau perlu dilakukan tindak lanjut. Bila penyakit telah sembuh obat perlu dihentikan, bila penyakit belum sembuh tetapi terapi efektif tanpa efek samping pengobatan dapat dilanjutkan, bila timbul efek samping perlu ditelaah kembali obat yang diberikan. Bila terapi tidak efektif perlu dipertimbangkan kembali diagnosis yang telah dibuat, obat yang dipilih, apakah dosis dan cara penggunaannya telah sesuai, dan apakah cara monitoring telah tepat. UPAYA IMPLEMENTASI PENGOBATAN RASIONAL Dunia kedokteran belum sepenuhnya menerima tantangan untuk memperbaiki penggunaan obat karena sebagian besar pasien ternyata memperlihatkan perbaikan, sebagian besar obat mempunyai batas keamanan (margin of safety) yang luas, banyak penyakit yang bersifat self limiting dan masalah yang timbul karena penggunaan obat seringkali dapat ditimpakan pada penyakit yang diobatinya. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerasionalan pengunaan obat yaitu : 1. Upaya regulasi
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan berperan dalam pengaturan yang dapat mendukung penggunaan obat yang rasional 2. Upaya pendidikan Pengajaran penggunaan obat rasional dalam kurikulum Fak.Kedokteran. Bagi para dokter dapat diberikan post service training melalui berbagai program pelatihan dan penyegaran mengenai penggunaan obat rasional. Pendidikan dan pelatihan juga diberikan bagi petugas pelayanan kesehatan lain serta masyarakat. 3. Upaya manajerial Dalam upaya ini termasuk pembentukan Komisi farmasi dan Terapi (KFT) di RS, Penetapan daftar Obat Essensial, penyusunan pedoman pengobatan. Upaya diatas dapat dirinci sebagai berikut : 1. Pendidikan dan pelatihan P.O.R Pelatihan/pengajaran farmakologi klinik yang tidak adekuat menghasilkan praktek peresepan yang tidak rasional. Karenanya pendidikan dan pelatihan P.O.R perlu dilakukan. 2. Pendidikan Berkelanjutan dan supervisi Pendidikan berkelanjutan, supervisi dan telaah kritis mengenai peresepan dapat mendukung pengobatan rasional. Sangat sedikit kesempatan untuk penelaahan rutin kebiasaan peresepan dan sedikit kesempatan untuk mempelajari obat baru dari sumber yang tidak bias. Kegiatan penelitian dan pengembangan menyebabkan pengetahuan juga bertambah baik mengenai pengobatan yang telah ada maupun pengenalan pengobatan yang sama sekali baru. Untuk menjamin bahwa pengetahuan ini dapat memberi manfaat bagi pasien, perlu dilaksanakan program pendidikan berkelanjutan. 3. Pengaturan promosi industri obat Aktivitas promosi yang dilakukan oleh pabrik obat mengenai produkproduk khusus menghasilkan peresepan yang tidak rasional dan mahal. Pengobatan rasional menghadapi problem besar karena informasi yang tidak seimbang, bias dan tidak etis yang disampaikan oleh pabrik obat. Diamati pula bahwa ada insentif yang besar bagi dokter yang dimasukkan dalam biaya promosi untuk menjamin loyalitas. Menurut laporan CIC (1991), sejumlah industri farmasi membuat kontrak dengan para dokter untuk selalu menggunakan produk mereka dalam peresepannya. Direkomendasikan untuk memberikan informasi obyektif sesuai kebutuhan yang diikuti dengan sistem untuk melakukan auditnya. Tidak adanya kontrol terhadap bahan promosi yang diberikan langsung kepada dokter dan imbalan yang rendah yang diterimadokter pemerintah, mengakibatkan pengaruh insentif yang menarik dari industri lebih berpengaruh ketimbang kebutuhan rasional pasien 4. Penyusunan dan revisi berkala pedoman pengobatan Umumnya pedoman yang tersedia lebih pada pedoman tata laksana diagnosis dan tindakan medik. Bila ada pedoman, seringkali sudah kedaluarsa. Seharusnya pedoman pengobatan berisi terapi yang paling efektif, aman,dengan biaya yang paling menguntungkan, dan disusun secara nasional dengan konsensus dari berbagai kelompok profesi multi disiplin.
5. Drug surveillance Perlu dilakukan drug surveillance untuk memberikan data pendukung pengobatan rasional serta menimbulkan keyakinan pada peresep, apalagi bila mereka dilibatkan secara langsung. 6. Informasi obat Informasi yang obyektif, berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang terpercaya berdasarkan uji klinik yang memenuhi standar. Perlu dibuat terbitan berkala/buletin yang berisi antara lain informasi obat generik, mutu obat generik, telaahan efektivitas dan keamanan berbagai obat untuk indikasi yang sama, dan telaahan harga obat untuk terapi yang serupa. Informasi harus meningkatkan kesadaran mengenai biaya pengobatan. Profesi dapat memprakarsai penerbitan informasi ini bersama pihak terkait. 7. Monitoring dan evaluasi Evaluasi disertai umpan balik yang dilaksanakan secara berkesinambungan memberi dampak positif terhadap pengobatan rasional. Penerapan konsep obat esensial dan obat generik di fasilitas kesehatan publik perlu diperkuat melalui monitoring dan evaluasi penggunaan obat serta pengendalian suplai obat. Monitoring dan evaluasi dapat meningkatkan ketaatan pada berbagai ketentuan dan pedoman yang berlaku 8. Pemberdayaan KFT KFT atau komisi sejenisnya perlu dibentuk dan diupayakan agar dapat melaksanakan fungsinya dalam mencermati penggunaan obat dan kerasionalan pengobatan 9. Ketersediaan sumber daya Untuk upaya seperti informasi obat, drug surveillance, pemasaran obat generik yang mendukung peresepan obat rasional, perlu didukung ketersediaan sumber dana.
Peran Pasien Demi Tercapainya Penggunaan Obat Rasional/POR (Rational Drug Use/RDU) POR/RDU bukan semata-mata tanggung jawab tenaga kesehatan. Tetapi terwujudnya POR/RDU juga sangat dipengaruhi oleh perilaku pasien sebagai konsumen medis, sehingga pasien pun memiliki tanggung jawab yang sama besarnya untuk mendukung tercapainya POR/RDU. Apa saja yang bisa dilakukan pasien dalam mendukung terwujudnya POR/RDU ? 1. Agar tercapai Tepat Pasien Bantu tenaga kesehatan agar dapat menilai kondisi pasien dengan tepat. Informasikan pada tenaga kesehatan jika pasien adalah seorang ibu menyusui, atau memiliki riwayat alergi terhadap obat tertentu, memiliki kelainan ginjal, hati , dll. Memang seharusnya hal ini diajukan oleh tenaga kesehatan sendiri, tetapi tidak ada salahnya
pasien berinisiatif menginformasikannya jika tenaga kesehatan lupa menanyakan. Toh semua demi kepentingan pasien sendiri. 2. Agar tercapai Tepat Indikasi Bantu tenaga kesehatan menegakkan diagnosa dengan menginformasikan selengkap-lengkapnya gejala, keluhan atau sakit yang sedang dialami. 3. Agar tercapai Tepat Obat Pada saat pasien menerima resep, seharusnya bukan menjadi tanda bahwa waktu kunjungan ke dokter telah berakhir. Justru konsultasi harus dilanjutkan guna mendiskusikan obat apa saja yang diresepkan. Tanyakan pada dokter mengenai komposisinya, kegunaannya, cara pakai, hingga lama penggunaan obat. Dengan demikian pasien sudah mendapat gambaran obat apa saja yang akan diminum dan efek terapinya yang didapatkan sebelum memutuskan untuk membeli obat tersebut. Jika ada obat yang dirasa tidak sesuai dengan gejala yang dirasakan, tanyakan pada Dokter. Sebaiknya pasien aktif bertanya, jangan hanya pasrah dan diam saja karena yang sedang dibahas adalah kesehatan pasien sendiri. Hal ini juga akan menjadi fungsi kontrol dari pasien bagi dokter agar selalu terdorong memberikan obat yang sesuai indikasi. 4. Agar tercapai Tepat Biaya Pasien harus mengetahui hak-haknya sebagai konsumen medis termasuk memilih obat yang sesuai dengan keuangannya, apakah menggunakan obat generik, obat bermerek atau obat originator / paten. Mari kembali galakkan penggunaan obat yang rasional demi taraf hidup sehat yang lebih baik. B. Tujuan Agar penggunaan obat yang rasional mempunyai dampak positif yang cukup besar didalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan penurunan biaya kesehatan masyarakat.
BAB.II PEMBAHASAN. A. Penggunaan Obat Yang Rasional. 1. Standard Operating Procedure (SOP) di unit Pelayanan Kesehatan - Anamnesis - Pemeriksaan - Penegakan Diagnosis - Pemilihan Intervensi Pengobatan - Penulisan Resep - Pemberian Informasi - Tindak Lanjut Pengobatan 2. Penggunaan Obat Yang Rasional Memenuhi kriteria : -
Sesuai dengan Indikasi penyakit
-
Diberikan dengan dosis yang tepat
-
Interval waktu pemberian yang tepat
-
Lama Pemberian yang tepat
-
Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin, murah dan aman.
Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Haruslah Mencakup : 1. Tepat Diagnosis Contoh : Penyakit diare disertai lendir, darah serta gejala tenesmus diagnosis amoehiasis → R / metronidazol 2. Tepat Indikasi Contoh → Infeksi Bakteri → antibiotic Misal : Pada infeksi saluran nafas, adanya Sputummucapuralen atau banyi kurang dari 2 bulan, dengankecepatan respirasi > 60 x/menit.3. 3. Tepat Pemilihan Obat Contoh : Demam untuk kasus Infeksi dan inflamasi →Parasetamol (paling aman) Sedangkan Asam mefenamat dan ibuprofen (anti inflamasi non steroid)→demam yang terjadi akibat proses peradangan / inflamasi 4. Tepat dosis, cara dan lama pemberian → pemberian dosis >>> untuk obat yang bersifat narrow therapeuric margin (rentang terapi yang sempit (mis : teofilin, digitalis, minoklosida) → berisiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis terlalu kecil tidak menjamin terapi yang diinginkan. 5. Kepatuhan pasien Ketidaktaatan minum obat terjadi pada keadaan : • Jenis/jumlah obat yang diberikan terlalu banyak • Frekuensi pemberian obat perhari terlalu sering • Jenis sediaan obat terlalu beragam (mis : sirup, tablet dan lain-lain) • Pemberian obat dalam jangka panjang (mis : DM, hipertensi) • Pasien tidak mendapatkan penjelasan cukup cara minum dan lainlain. Timbul efek samping (mis : ruam kulit, nyeri lambung) atau ikutan (urin menjadi merah karena minum rifampisin) Program Nasional → TBC tanpa supervisi → gagal 6. Tepat penilaian terhadap kondisi pasien Respon terhadap efek obat sangat aminoglikosida pada kelainan ginjal →hindarkan → nefrotoksik meningkat.
beragam → teofilin dan pemberian aminoglokosida
Yang perlu dipertimbangkan : ß- blocker (mis : propanol) → tidak diberikan pada hipertensiyang mempunyai riwayat asma → bronkospasmus Anti inflamasi non steroid sebaiknya dihindarai pada penderita asma → mencetuskan serangan asma.
Simetidin, klorpropamid, aminoglikosida, alopurinal pada usialanjut ekstra hati-hati oleh karena waktu paruh memanjang secara bermakna → efek toksik meningkat pada pemberian secara berulang. Peresapan kunilon (mis : siproloksaksin, afloksasin, tetrasiklin, doksisiklin dan metronidazol pada ibu hamil → dihindari (efek buruk pada janin yang dikandungnya)
1. Tepat pemberian informasi Contoh : Rifampisin → urin berwarna merah Antibiotika → harus diminum sampai habis (1 course of treatment) 2. Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut Contoh : Teofilin sering gejala takikardi, jika terjadi dosis ditinjau ulang/obatnya diganti Syok anafilaksis pemberian injeksi adrenali yang kedua perlusegera dilakukan , jika yang pertama respons sirkulasikardiovaculer belum seperti yang diharapkan. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang keliru serta harga yang mahal → contoh ketidakrasionalan peresepan. Tidak rasional → dampak negatif yang diterima oleh pasien >>dari manfaatnya. Dampak negatif (efek samping dan resistensi kuman)dampak ekonomi (biaya tidak terjangkau) dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat) Penggunaan obat yang tidak rasional dikategorikan (ciri-ciri) : 1. Peresepan berlebih (over prescribing)Yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukanuntuk penyakit yang bersangkutan. Contoh : 2. Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnyadisebabkan oleh virus). 3. Pemberian obat dengan dosis >> dari yang dianjurkan. 4. Jumlah obat yang diberikan untuk pengobatan penyakit tersebut.
lebih
dari
yang
diperlukan
5. Peresepan kurang (under prescribing)Yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnyadiperlukan, baik dosis, jumlah maupun lama pemberian. Contoh : Pemberian antibiotika obat selama 3 hari untuk ISPA Pneumonia Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare 6. Peresepan majemuk (multiple prescribing)
Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk suatu indikasipenyakit yang sama, pemberian lebih dari satu obat untuk penyakityang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.Contoh : pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek, berisi : a. Amoksisilin b. Parasetamol c. GG d. Deksametason e. CTM dan Luminal 7. Peresepan salah (incorrect prescribing) Yaitu Pemberian obat untuk indikasi yang keliru dengan resiko efek samping Contoh : Pemberian antibiotic golongan kuinolon (mis: Siprofloksasin dan Ofloksasin) untuk wanita hamil. Meresepkan Asam Mefenamat untuk demam pada anak < 2 tahun Contoh lain ketidakrasionalan prakteksehari-hari:
penggunaan
obat
dalam
1. Pemberian obat untuk penderita yang tidak memerlukan terapiobat Contoh : Pemberian Robaransia untuk perangsang nafsu makan pada anak interverensi gizi jauh lebih bermanfaat 2. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit. Contoh : Pemberian Injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegel linu 3. Pemberian obat yang tidak sesuai dengan aturan Contoh : - Pemberian Ampisilin setelah makan - Frekuensi Pemberian Amoksilin 4 x sehari, bukannya 3 x 4. Penggunaan obat yang memiliki potensi toksisitas >> sementaraobat lain dengan mamfaat yang sama tetapi jauh lebih amantersedia. Contoh : Pemakaian antibiotik golongan Aminoglikosida pada penderita usia lanjut → resiko ototolsik dan nefrotoksik, sementara antibiotik lain yang aman tersedia. 5. Penggunaan obat yang harganya mahal, sementara obat sejenis denganmutu yang sama dan harga lebih murah tersediaContoh : Peresepan obat paten relative mahal, padahal ada obat generik murah, manfaat sama 6. Penggunaan obat yang belum terbukti secara ilmiah kemanfaatan dan keamanannya Contoh : Obat baru yang belum teruji manfaat, keamanannya sementaraobat lain telah teruji tersedia. 7. Penggunaan obat yang jelas-jelas akan mempengaruhi kebiasaan/persepsiyang keliru dari masyarakat terhadap hasil pengobatan Contoh : Kebiasaan pemberian injeksi Roboransia →penderita dewasa akan mendorong selalu meminta diinjeksi jika datang dengan keluhan yang sama. Contoh penggunaan obat yang tidak rasional Pemberian injeksi B 12 untuk keluhan pegel linu Dampak Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
Dampak negative beragam dan bervariasi (efek samping danbiaya mahal) yang lebih luas (resistensi kuman terhadap antibiotik terterntu ), mutu pelayanan secara umum. Secara ringkas dampak negative meliputi : 1. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan 2. Dampak terhadap biaya pengobatan 3. Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yangtidak diharapkan. 4. Dampak terhadap mutu ketersediaan obat. 5. Dampak psikosisial Ad.1. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan Menghambat upaya penurunan angka morboditas dan mortalitas penyakit. Contoh : Penyakit diare akut non spesifik umumnya mendapat antibiotik dan obat injeksi sementara → pemberian oralit (yang lebih dianjurkan) → kurang banyak dilakukan resiko terjadinya dehidrasi pada anak → membahayakan keselamatan. ISPA non pneumonia pada anak umumnya mendapat antibiotik yang sebenarnya tidak perlu. Tidak mengherankan angka kematianbanyi dan balita akibat ISPA dan diare masih cukup tinggi diIndonesia Ad.2 Dampak terhadap biaya pengobatan Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas Pemakaian obat sama sekali → tidak memerlukan terapi obat, merupakan pemborosan dan membebani pasien. Peresepan obat mahal, ada murah → antibiotik. Contoh : ISPA non pneumonia → antibiotic. Ad.3. Dampak terhadap kemungkinan Efek Samping dan efek lain yang tidak diharapkan Contoh : - Resiko terjadinya penularan penyakit (misal:hepatitis danHIV) meningkat pada penggunaan injeksi yang tidak legeartis (mis : 1 jarum suntik digunakan untuk lebih dari 1 pasien) - Kebiasaan memberikan injeksi → meningkatkan syok anafilaksis - Resiko efek samping meningkat secara konsisten → banyaknya jenis obat yang diberikan pasien → nyata pada usia lanjut. Kelompok usia ini → 1 diantara 6 penderita. - Terjadi resistensi kuman → antibiotic berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), pemberian yangbukan indikasi (missal : oleh virus) Ad. 4. Dampak terhadap mutu ketersediaan obat Dari studi dasar yang dilakukan oleh bagian farmakologi FKUGM bekerja sama dengan Dirjen POM Depkes RI 1997 Tahun 1998 lebih dari 80 % keluhan demam, batuk dan pilek → antibiotik rata -rata 3 hari pemberian →keluhan puskesmas tidak cukup ketersediaan antibiotic, akibatnya pasien menderita infeksi bakteri → antibiotik sudah
tidak tersedia. Selanjutnya yang terjadi pasien → antibiotik yang bukan menjadi “drug of choice” dari infeksi tersebut. Terdapat 2 masalah utama. -
Seolah-olah mutu ketersediaan obat sangat jauh dari memadai. Padahal yang terjadi → antibiotic telah dibagi rata kesemua pasien yang sebenarnya tidak memerlukan.
-
Dengan mengganti jenis antibiotik → tidak sembuh pasien (karena antibiotik yang diberikan mungkin tidak memiliki spektrum anti bakteri untuk penyakit tersebut (missal : Pneumonia → metronidazole) atau penyakit → parah → meninggal.
Ad. 5 Dampak Psikososial Ketidakrasionalan pemberian obat → berpengaruh buruk bagi pasien. Pengaruh buruk dapat berupa : Ketergantungan terhadap intervensi obat maupun persepsi yang keliru terhadap pengobatan. Contoh yang banyak dijumpai sehari-hari : Kebiasaan dokter/petugas kesehatan → injeksi → memuaskan pasien → dikaji ulang → oral lebih aman dari injeksi. Resiko >> pemberian tidak lege artis (menggunakan satu jarum secaraberulang-ulang). Tentunya kenyakinan pada masyarakat → injeksi pengobatan terbaik yang selalu dianjurkan/ditawarkan oleh dokter atau petugas. Memberikan Roboransia pada anak → merangsang nafsu makan→ keliru, motivasi orang tua → makan bergizi apalagi anak sakit. Pemberian subtitusi terapi pada diare. Diare → oralit (benar → tidak dianjurkan) Diare akukt non spesifik → injeksi, antibiotic (tidak diperlukan)
Akibat penggunaan obat tidak rasional 1. Pemborosan biaya dan anggaran masyarakat 2. Resiko efek samping dan resistensi 3. Mutu ketesediaan obat kurang terjamin. 4. Mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk . 5. Memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan padamasyarakat Upaya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional Dikelompokkan dalam beberapa hal 1. Upaya pendidikan (educational strategies) 2. Pendidikan selama masa kuliah (pre-service) 3. Sesudah menjalankan prkatek kepropesian (past-service) 4. Pendidikan past-service antara lain : Pendidikan berkelanjutan (contining-medical education) Informasi pengobatan (academic based detailing) Seminar-seminar, buletin dan lain-lain Sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk intervensi :
• • •
Materi cetak buletin, pedoman pengobatan Pendidikan tatap muka (face to face education) : kuliah penyegaran, seminar. Media lain : televise, video dan lain-lain.
Informasi / sumber-sumber informasi Upaya informasi - Intervensi informasi bagi dokter. Informasi ilmiah → menunjang praktek keprofesian bebas dari pengaruh promosi industry farmasi. - Intervensi apoteker → mengenai obat - Intervensi informasi bagi pasien / masyarakat → mentaati upaya pengobatan Informasi yang disampaikan ke pasien antara lain : 1. Penyakit yang diderita 2. Jenis dan peran obat yang diberikan dalam proses penyembuhan. 3. Informasi mengenai cara, frekuensi, lama pemberian obat. 4. Kemungkinan resiko efek samping. 5. Cara penanggulangan efek samping. 6. Apa yang harus dilakukan, jika dalam periode tertentu belum memberikan hasil yang diharapkan. Informasi yang harus dilakukan, selain pengobatan yang diberikanseperti : banyak minum bagi penderita demam, istirahat dan makan minum secukupnya → common cold. Jangan memberikan injeksi bila : 1. Tanpa indikasi yang jelas 2. Tidak dapat menyediakan satu jarum untuk satu pasien 3. Tidak dapat menyediakan adrenalin dan cartison di samping obatsuntik yang ada. 4. Tidak mengetahui cara penangaaanan syok anafilaksis. 6. Pedoman Pengobatan a. Yaitu suatu perangkat ilmiah yang dapat digunakan sebagaipedoman dalam melakukan pengobatan. Pedoman pengobatan hanyamemuat pilihan utama dan alternatif yang telah terbukti memberikanmamfaat yang maksimal bagi pasien dengan risiko yang minimal. b. Pedoman pengobatan sangat diperlukan sebagai salah satu pegangandalam pengambilan keputusan terapetika, karena pedomanpengobatan pada dasarnya menganjurkan pilihan terapi utama danaltrnartif yang sudah terbukti kemanfaatan (efficacy) dan keamanannya (safety) untuk masing-masing kondisi penyakit c. Dengan menggunakan pedoman pengobatan maka : a. Pasien hanya akan menerima pilihan obat yang baik (palingbermanfaat, aman, ekonomik dan rasional serta tersedia setiapsaat diperlukan). b. Pelaksanaan pengobatan mencerminkan standard keprofesianyang tinggi. c. Kesediaan setiap obat lebih terjamin. d. Pelaksanaan program pengobatan lebih efisien. e. Secara formal memberi pengamanan hukum bagi dokter.
7. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang Rasional 1. Tujuan Pemantauan Penggunaan Obat yang RasionalUntuk menilai apakah kenyataan praktek penggunaan obatyang dilakukan telah sesuai dengan pedoman yang disepakatiM 2. Manfaat Pemantauan : •
Dengan pemantauan ini dapat dideteksi adanya kemungkinanpemakaian obat yang berlebih (over prescribing), kurang(under prescribing), boros (extravagant prescribing), maupuntidak tepat incorrect prescribing). • Perencanaan obat. 3. Cara Melakukan Pemantauan Penggunaan Obat Secara langsung → anamnesis → sampai penyerahan obat. 4. Apa yang Dipantau • Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symstoms/sings),diagnosis dan pengobatan yang diberikan • Kesesuaian pengobatan yang diberikan dengan pengobatanyang ada • Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (antibiotic untuk ISPA non peneumonia) • Praktek polyfarmasi • Ketepatan indikasi • Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian. Monitoring dan Evaluasia. Indikator Peresepan Empat parameter utama yang akan dinilai dalam monitoring dan evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah : - Penggunaan standar pengobatan - Proses pengobatan (Penerapan SOP) - Ketepatan diasnostik - Ketepatan pemilihan intervensi pengobatan Keempat parameter tersebut dijabarkan dalam indicator penggunaan obat : • Rata-rata jenis obat per kasus • Presentase penggunaan obat antibiotik • Presentase penggunaan injeksi.
BAB III PENUTUPAN Kesimpulan Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu terapi obat terpenting terhadap pasien. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati pasien yang memiliki masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan pasien dalam banyak hal, beberapa obat yang menimbulkan efek yang berbahaya akibat efek samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon dan membantu pasien menggunakannya dengar benar dan berdasarkan pengetahuan akan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA Sneha Ambwani,Dr, A K Mathur ,Dr, Rational Drug Use, Health Administrator Vol : XIX Number 1: 5-7 http://www.who.int/medicines/areas/rational_use/en/index.html
Iwan Dwiprahasto, Penggunaan obat yang tidak rasional dan implikasinya dalam sistem pelayanan kesehatan, Bagian Farmakologi & Terapi/Clinical Epidemiology & Biostatistics Unit FK-UGM/RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Masalah Penggunaan www.farklin.com
Obat
di
Institusi
Pelayanan
Rational Use of Antibiotic, http://www.rationalmedicine.org
Kesehatan,