MAKALAH FARMASETIKA
"RESEP, SALINAN RESEP DAN PELAYANAN RESEP"
OLEH:
KELOMPOK IV (EMPAT)
FARMASI C 2012
DIRSAN
KARTINI KULUHU
NUGRAHYONO MUTHALIB
PASHA NURHIJILA
RAHISWARI PRAMUDITA L
RIZKY AUDINA SYAHRIR
SELVI RATMI
WAODE MARFIAH SAFITRI
SYAHRIR MANAAN S SULPAYANTI DJUZIR
MUHAMMAD RAMDAN MARAMIS
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Farmasetika ini.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya
kepada dosen pembibing atas kesediaannya dalam membimbing sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi
penyampaian yang menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua
pihak untuk sempurnanya makalah ini
Kendari, Februari 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Deskripsi Umum Reseep
2.2. Kelengkapan dan Legalitas Resep
2.3 Bahasa Latin yang digunakan dalam
Resep................................................
2.4 Prosedur pelayanan
Resep.....................................................................
......
2.5 Analisis resep berdasarkan peraturan perundang-
undangan........................
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Resep dapat diartikan sebagai Permintaan Tertulis dari seorang
Dokter maupun Dokter Hewan terhadap sejumlah Obat atau Alat Kesehatan
kepada seorang Apoteker di Apotek. Resep adalah permintaan tertulis
seorang dokter, dokter gigi atau dokter hewan yang diberi izin
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker
pengelola apotik untuk menyediakan dan menyerahkan obat-obatan bagi
penderita.
Dokter gigi diberi izin menulis resep dari segala macam obat untuk
pemakaian gigi dan mulut dengan cara injeksi/parenteral atau cara pakai
lainnya. Sedangkan pembiusan atau patirasa secara umum tetap dilarang
bagi dokter gigi sesuai surat edaran dari Depkes RI No. 19/Ph/62 2 Mei
1962.
Copy resep atau turunan resep adalah salinan resep yang dibuat oleh
apoteker atau apotek. Selain memuat semua keterangan obat yang terdapat
pada resep asli. Salinan resep atau resep hanya boleh diperlihatkan
kepada dokter penlis resep, penderita yang bersangkutan, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurutperaturan perundangan-
undangan yang berlaku
2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan resep ?
2. Apa saja kelengkapan dan legalitas resep ?
3. Apa saja bahasa latin yang biasa digunakan dalam resep ?
4. Bagaimana Prosedur pelayanan resep ?
5. Bagaimana analisis resep berdasarkan peraturan perundang-undangan ?
3 Tujuan
Adapun Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Agar mengetahui deskripsi umum resep
2. Agar mengetahui kelengkapan dan legalitas resep
3. Agar mengetahui bahsa latin yang biasa digunakan dalam resep
4. Agar mengetahui prosedur pelayanan resep
5. Agar mengetahui analisis resep berdasarkan peraturan perundang-
undangan
BAB II
PEMBAHASAN
1 Deskrpsi umum Resep
Resep adalah permintaan tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek
(APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Umumnya resep ditulis dalam bahasa latin. Jika tidak
jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter
penulis resep tersebut. Resep ditulis dalam bahasa latin :
Bahasa universal, bahasa mati, bahasa medical science
Menjaga kerahasiaan
Menyamakan persepsi (dokter dan apoteker)
Resep asli tidak boleh diberikan setelah obatnya diambil oleh
pasien, hanya dapat diberikan copy resep atau salinan resep. Resep asli
tersebut harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada
orang lain kecuali diminta oleh:
Dokter yang menulisnya atau yang merawatnya.
Pasien yang bersangkutan.
Pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk
memeriksa dan
Yayasan atau lembaga lain yang menggung biaya pasien.
Copy resep atau turunan resep adalah salinan resep yang dibuat oleh
apoteker atau apotek. Selain memuat semua keterangan obat yang terdapat
pada resep asli. Istilah lain dari copy resep adalah apograph, exemplum,
afschrtif. Apabila Apoteker Pengelola Apoteker berhalangan melakukan
tugasnya, penandatanganan atau pencantuman paraf pada salinan resep yang
dimaksud atas dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti
dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan.
Salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis atau
yang merawat penderita-penderita sendiri dan petugas kesehatan atau
petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.
(contohnya petugas pengadilan bila diperlukan untuk suatu perkara).
2 Kelengkapan dan Legalitas Resep
a. Kelengkapan Resep
Dalam resep harus memuat :
1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi dan dokter
hewan.
2. Tanggal penulisan resep (inscriptio)
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat
atau komposisi obat (invocatio)
4. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)
5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan UU yang
berlaku (subscriptio)
6. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan.
7. Tanda seru & paraf dokter utk resep yang mengandung obat yang
jumlahnya melebihi dosis maksimal.
Ketentuan Lainnya dalam peresepan :
1. Resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pd hewan.
2. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada iterasi (ulangan) ;
ditulis nama pasien tdk boleh m.i. = mihi ipsi = untuk dipakai
sendiri; alamat pasien dan aturan pakai (signa) yang jelas, tidak
boleh ditulis sudah tahu aturan pakainya (usus cognitus).
3. Untuk penderita yang segera memerlukan obatnya, dokter menulis
bagian kanan atas resep: Cito, Statim, urgent, P.I.M.= periculum in
mora = berbahaya bila ditunda, RESEP INI HARUS DILAYANI DAHULU.
4. Bila dokter tidak ingin resepnya yang mengandung obat keras tanpa
sepengetahuan diulang, dokter akan menulis tanda N.I. = Ne iteratur
= tidak boleh diulang.
5. Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung
narkotika atau obat lain yang ditentukan oleh Menkes melalui Kepala
Badan POM.
b. Pelayanan Resep
1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
2. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola
apotek.
3. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
4. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis di
dalam resep dengan obat paten.
5. Bila pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
apoteker dapat mengganti obat paten dengan obat generik atas
persetujuan pasien.
c. Copie Resep
1. Kopi resep salinan tertulis dari suatu resep.
2. Copie resep = apograph, exemplum atau afschrift.
3. Salinan resep selain memuat semua keterangan yang termuat dalam
resep asli, harus memuat pula informasi sbb :
4. Nama & alamat apotek
5. Nama & nomor S.I.K. apoteker pengelola apotek
6. Tanda tangan / paraf apoteker pengelola apotek
7. Tanda det. = detur utk obat yang sudah diserahkan, atau tanda ne
det = ne detur utk obat yang belum diserahkan.
8. Nomor resep & tanggal pembuatan.
d. Ketentuan Tambahan
1. Salinan resep harus ditandatangani apoteker. Apabila berhalangan,
penandatanganan atau paraf pada salinan resep dapat dilakukan oleh
apoteker pendamping atau apoteker pengganti dengan mencantumkan
nama terang dan status yang bersangkutan.
2. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik selama
3 tahun.
3. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter
penulis resep, pasien yang bersangkutan, petugas kesehatan atau
petugas lain yang berwenang menurut peraturan UU yang berlaku.
4. Apoteker pengelola apotek, apoteker pendamping atau pengganti
diizinkan untuk menjual obat keras yang disebut obat wajib apotek
(OWA)
5. OWA ditetapkan oleh menteri kesehatan.
6. OWA obat keras yang dpt diserahkan oleh apoteker kepada pasien
di apotek tanpa resep dokter.
7. Pelaksanaan OWA tersebut oleh apoteker harus sesuai yang diwajibkan
pd diktum kedua SK. Menteri Kesehatan Nomor :
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang OWA yaitu sbb :
Memenuhi ketentuan & batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
Memberikan informasi tentang obat yang diperlukan pasien.
e. Pengelolaan Resep
1. Resep yang telah dikerjakan, disimpan menurut urutan tanggal dan
nomor penerimaan / pembuatan resep.
2. Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep
lainnya, tandai garis merah di bawah nama obatnya.
3. Resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan dan
cara pemusnahannya adalah dengan cara dibakar atau dengan cara lain
yang memadai
4. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker pengelola bersama dengan
sekurang-kurangnya seorang petugas apotek.
5. Pada saat pemusnahan harus dibuat berita acar pemusnahan yang
mencantumkan :
Hari & tanggal pemusnahan
Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep
Berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram.
3 Istilah Latin dalam Penulisan Resep
R/ : Recipe : Ambillah
CITO: segera
Urgent = Statim: penting
PIM (periculum in mora): berbahaya bila ditunda
m.f.l.a : misce fac lege artis : buat menurut seni (meracik obat)
gtt : guttae : tetes
d. in. dim : da in dimidiu : berilah separonya
b. in. d : bis in die : 2 x sehari
s. d. d : semel de die : 1 x sehari
b. d. d : bis de die : 2 x sehari
aa : ana : tiap-tiap
ad. us. ext : ad usum externum : untuk pemakaian luar
ad. us. int : ad usum internum : untuk pemakaian dalam
agit. : agitatio : gojog
s.p.r.n : signa pro re nata : jika perlu
o. m : omni mane : tiap pagi
o.n : omni nocte : tiap malam
p.p.p : pulvis pro pilulis : campuran sama banyak radix dan succus
pulv. adsp : pulvis adspersorius : bedak tabur
pill : pillula : pil
pot : potio : minuman
N. I : Ne iteretur : tidak boleh diulang
r. p : recenter paratus : dibuat baru
s. n. s : si necesse sit : bila perlu
si. op. sit : si opus sit : bila perlu
s. u. c : signa usus cognotus : tandailah pemakaian diketahui
u. e : usus externus : pemakaian luar
vit. ovi : vitellum ovi : kuning telur
4 Prosedur Pelayanan Resep
a. Skrining Resep
1. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama
dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda
tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin
dan berat badan pasien.
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan,
dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan
lama pemberian obat.
3. Mengkaji aspek klinis yaitu : adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi
khusus lainnya).
4. Membuatkan kartu pengobatan pasien ( medication record ).
5. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila
diperlukan.
b. Penyiapan Sediaan Farmasi Dan Perbekalan Kesehatan
1. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan
permintaan pada resep.
2. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum.
3. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan / alat / spatula /
sendok.
4. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke
tempat semula.
5. Meracik obat (timbang, campur, kemas).
6. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak
minum.
7. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk
obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk
sediaan cair).
8. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep.
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
5. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker.
d. Prosedur Pelayanan Resep Narkotik
a. Skrining Resep
1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi
1. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmaseutik yaitu: bentuk
sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan
lama pemberian.
2. Mengkaji pertimbangan klinis yaitu: adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-
lain).
3. Narkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah
sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter.
Salinan resep narkotika dalam tulisan "iter" tidak boleh
dilayani sama sekali
4. Salinan resep narkotik yang baru dilayani sebagian atau yang
belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep asli.
5. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila
diperlukan.
b. Penyiapan Resep
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep
2. Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang mengandung
narkotika atau menimbang bahan baku narkotika.
3. Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya.
4. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep.
5. Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan
jumlah obat sesuai permintaan dalam resep.
c. Penyerahan Obat
1. Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket
dengan resep sebelum dilakukan penyerahan.
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Menanyakan dan menuliskan alamat / nomor telepon pasien dibalik
resep.
6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan nya.
Prosedur Produksi Skala Kecil :
1. Menghitung kesesuaian sediaan yang akan dibuat dengan resep
standar (formularium nasional,dll).
2. Mengambil obat dan bahan pembawanya dengan menggunakan
sarungtangan/alat/spatula/sendok.
3. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan
mengembalikan ketempat semula.
4. Meracik obat (timbang, campur, kemas)
5. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru
untuk obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu
untuk sediaan cair)
Contoh sediaan yang dibuat :
Pembuatan Puyer/Kapsul: Hitung obat yang akan dibuat sesuai
dengan resep. Ambil obat dan bahanpembawanya dengan menggunakan
sarung tangan/alat/spatula/sendok. Tutup kembali wadah obat
setelah pengambilan dan kembalikan ketempat semula. Jumlah
terkecil suatu zat yang masih boleh ditimbang dengan timbangan
miligram ialah 30 mg; tetapi jika kita membutuhkannya dalam
jumlah lebih kecil, maka haruslah dibuat pengenceran dengan
suatu zat netral (laktosa). Gerus obat, bagi serbuk dengan
sesuai, jika mungkin selalu dibuat sampai bobotnya 0,5 gr.
Tetapi ini hanyalah suatu kebiasaan, karena di manapun tak
dinyatakan, bahwa serbuk-serbuk harus mempunyai bobot 0,5 gr.
Serbuk biasanya dibagi-bagi menurut penglihatan, tetapi sebanyak-
banyaknya 10 serbuk bersama-sama. Jadi serbuk itu dibagi dengan
jalan menimbang dalam sekian bagian, sehingga dari setiap
bagian, sebanyak-banyaknya dapat dibuat 10 serbuk. Penimbangan
satu persatu diperlukan, jika sisakit memperoleh lebih dari 80 %
dari takaran maksimum untuk sekali atau dalam 24 jam.
Dalam hal ini seluruh takaran serbuk itu ditimbang satu persatu.
Juga pada serbuk-serbuk dengan bobot yang kurang dari 1 gr,
penimbangan-penimbangan ini dapat dilakukan pada timbangan
biasa. Serbuk dapat dikemas dengan kertas perkamen (biasanya
untuk anak-anak) maupun kapsul (untuk dewasa), beri etiket warna
putih.
Prosedur Pemusnahan Resep :
1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih.
Tata cara pemusnahan :
- Resep narkotika dihitung lembarannya
- Resep lain ditimbang
- Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar
2. Membuat berita acara pemusnahan sesuai dengan format
terlampir.
5 Analisis Resep Berdasarkan PP 51 tahun 2009: (pasal 24)
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat:
a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien; dan
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat
atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB III
PENUTUP
1 Kesimpulan
2 Saran
Diharapkan agar pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khususnya dan juga pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1996, Ilmu Meracik Obat Cetakan 6, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Departemen Kesehatan, 1981, Keputusan Menteri Kesehatan No. 280 tahun 1981
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek, Jakarta
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan RI, 2006, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004,
Jakarta
-----------------------