MAKALAH SEJARAH SOSIAL “Sejarah Kota”
Di susun oleh Kelompok VIII 1. 2. 3. 4. 5.
Muhammad Hafiz Halim Muhammad Dori Sastra Yulia Anggraini Yeni Yanti Ernaswita Vanila Rahima Mutia
1302075 1106556 1302095 1302120 1302061
JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2014
SEJARAH KOTA A. Konsepsi Kota dan Sejarah Kota
Menurut Prof. Bintarto (1984 : 36) Kota adalah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh strata sosial ekonomi yang heterogen serta corak matrialistis. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 4/1980 Kota adalah wadah yang memiliki batasan administratif wilayah seperti kotamadya dan kota administrasi. Menurut Permendagri No. 2/1987) kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan, serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan. Kota merupakan tempat yang dipandang dan dirasakan dari berbagai sudut pandang, yang menggambarkan keaktifan, keberagaman, dan kompleksitasnya. Pemahaman secara analitis terhadap berbagai komunitas dapat dilakukan dengan mudah dengan mengkajinya dari dua sudut pandang, yaitu kota ditinjau secara fisik, dan kota ditinjau secara sosio-ekonomi. pada kenyatannya, dua aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Sebagai contoh, kondisi ekonomi akan menentukan jenis bangunan gedung dan bangunan lainnya yang terbangun dan yang dapat dipelihara dengan baik. Unsur-unsur fisik tersebut selanjutnya mempengaruhi kepuasan sosial dan daya tarik komunitas terhadap usaha-usaha produktif dan infestasi ekonomi. pengetahuan tentang komponen utama dan pertimbangan pada masing-masing aspek merupakan langkah awal yang bermanfaat didalam rangka pemahaman perkotaan yang lebih lengkap. Kota secara fisik
Bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya. Kota ditinjau secara fisik juga bersisikan struktur atau bangunan yang lain yang bukan berupa bangunan gedung, yaitu jembatan, gorong-gorong, saluran irigasi dan pengendali banjir, jaringan utilitas umum, gardu-gardu, fasilitas pengolahan limbah, bak-bak penampungan, pengilangan minyak tanah dan berbagai instalasi lain yang tidak lazim disebut sebagai bangunan,karena struktur atau bangunan tersebut tidak sebagaimana bangunan umumnya dalam hal menutupi tanah yang ada dibawahnya. Strukturstruktur yang bukan berupa banguan juga memiliki fungsi yang penting bagi sebuah kota, sebagaimana pentingnya bangunan gedung. Bahan-bahan bangunan yang tersedia, biaya dan waktu yang diperlukan untuk membangun, dan berbagai pengaruh kebudayaan, kesemuanya bersama-sama mendorong berkembangnya keseragaman metode dan perancangan konstruksi bangunan. Kota secara sosial
Kota secara sosial juga dapat dipandang di sekeliling pusat pemerintahan dan pusat komersial biasanya terdapat sederetan bangunan apartemen yang tidak terawat yang merupakan tempat tinggal sebagian besar penduduk yang tidak mampu, berpenghasilan rendah, golongan usia lanjut dan kelompok yang tergolong minoritas. Bagian paling kumuh
cenderung berada pada daerah ini : perkampungan gelandangan pun biasanya terdapat didaerah ini, angka kriminalitas tinggi. Di pusa-pusat kota yang lebih besar dijumpai adanya perkampungan etnis tertentu atau “ghetto”. Pusat kota semacam ini merupakan tempat para pendatang baru bisa mendapatkan perumahan yang lebih murah dan berada diantara para pendahulunya yang memiliki latar belakang kebudayaan dan bahasa yang sama, serta menghadapi masalah yang sama pula. Di kota-kota terbesar, perkampungan etnis tersebut memiliki peranan penting didalam proses akulturasi para imigran, yaitu dengan cara menerima dan mengakomodasikan generasi pertama, dan melakukan transpormasi generasi kedua sehingga memungkinkan bagi mereka untuk pindah dan menetap di tempat lain, dengan kemampuan yang lebih baik di dalam mengatasi masalaah-masal ah baru bahkan asing di tempat yang baru. Kota secara ekonomi
Fungsi dasar suatu kota adalah untuk menghasilkan penghasilan yang cukup melalui produksi barang dan jasa, untuk mendukung kehidupan penduduknya dan untuk keberlangsungan kota itu sendiri. Ekonomi perkotaan dapat ditinjau dari tiga bagian. Ekonomi pemerintah meliputi pelaksanaan pemerintahan kota sebagaimana terlihat pada anggaran pendapatan dan belanja departemen-departemen yang melaksanakannya secara reguler, distrik sekolah dan distrik-distrik khusus yang ditetapkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Sejarah Kota
Merupakan sebuah disiplin ilmu sejarah yang mana mempelajari tentang bentuk – bentuk perkembangan sebuah kota namun tidak hanya melihat dari segi arsitekturnya saja tapi juga melihat dari komposisi masyarakatnya, bagaimana kota tersebut muncul, bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya. B. Ciri – ciri Kota
Menurut Weber (1996: 66-67) berpendapat bahwasanya ciri pokok suatu kota adalah wilayah tersebut menjadi pusat perekonomian. Selain itu yang dikatakan sebagai kota yaitu apabila ia memiliki ciri – ciri berikut : Ciri fisik kota meliputi hal sebagai berikutt : a. Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan b. Tersedianya tempat-tempat untuk parkir c. Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga Ciri kehidupan kota adalah sebagai berikut: a. Adanya pelapisan sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. b. Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial di antara warganya.
c. Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan. d. Warga kota umumnya sangat menghargai waktu. e. Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi. f. Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh luar. g. Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi. (stereotip ini kemudian menyebabkan penduduk kota dan pendatang mengambil sikap acuh tidak acuh dan tidak peduli ketika berinteraksi dengan orang lain. Mereka mengabaikan fakta bahwa masyarakat kota juga bisa ramah dan santun dalam berinteraksi). C. Tipologi dan Bentuk Kota
Tipologi Kota Tipologi berasal dari dua suku kata yaitu Tipo yang berarti pengelompokan dan Logos yang mempunyai arti ilmu atau bidang keilmuan. Jadi tipologi adalah ilmu yang mempelajari pengelompokan suatu benda dan makhluk secara umum. Tipologi kota adalah taksonomi klasifikasi karakteristik umum yang ditemukan di kota. Tipologi/klasifikasi kota terdiri dari beberapa macam, yaitu: 1. Klasifikasi kota atas dasar fungsinya Dalam hal ini, tema yang dikemukakan adalah mengenai fungsi sesuatu kota yang dianggap dominan dan dapat dikatakan menonjol pada kota yang bersangkutan. Klasifikasi Gist, NP dan HALBERT, LA Sarjana ini mengemukakan 6 jenis kelas kota atas dasar fungsinya yaitu: a. b. c. d. e. f.
Kota berfungsi sebagai pusat industri Kota berfungsi sebagai pusat perdagangan Kota berfungsi sebagai pusat politik Kota berfungsi sebagai pusat kebudayaan Kota berfungsi sebagai pusat rekreasi atau kesehatan Kota yang tidak mempunyai fungsi tertentu yang menonjol
2. Klasifikasi kota atas dasar karakteristik pertumbuhannya Sarjana ini menekankan klasifikasinya atas kondisi tekniko-kulturalnya. Berdasarkan pertimbangan teknikal, suatu pertumbuhan kota dapat dibedakan kedalam 4 fase yaitu: a. Fase eoteknikal Pada fase ini, suatu pemukiman di tandai oleh adanya penggunaan angin, air dan bahan bakar dari kayu sebagai sumber tenaga. Sebagai contoh, dapat
dikemukakan mengenai keadaan kota-kota dikawasaan Eropa Barat pada abad ke-10 sampai abad ke-18 b. Fase Paleoteknikal Pada fase ini telah terlihat adanya kemajuan dalampenggunaan sumbersumber energinamun, yang paling dominan disini adalah biji besi dan batu bara. Sejalan dengan itu, dengan sendirinya timbul ula usaha-usaha peleburan biji besi , dibangunnya kanal, dan mulai dipergunakan mesin uap. c. Fase Neoteknik Sebagai contoh mengenai kota-kota yang berada dalam fase ini ditunjukan pada suasana perkotaan dikawasan Eropa Barat di sekitar 1880, dimana kotakota pada saat itumulai menggunakan tenaga listrik sebagai sumber energi d. Fase Bioteknik Dalam fase ini, peradaban manusi dan segala pertimbangan tindakan manusisa selalu ditinjau ari matra biologis misal, pengetahuan manusia mengenai bacteriology diterapkan untuk tujuan-tujuan pengobata, sanitasi. 3. Klasifikasi kota atas dasar hirarkinya Klasifikasi ini menekankan pada adanya hubungan antara satu kota dengan kota yang lain dalam sistem kota-kota. Berikut ini kana dikemukakan beberapa contoh mengenai klasifikasi kota atas dasaar hirarkinya yang disoroti dari berbagai matra. 1.1.Klasifikasi hirarki kota atas dasar jumlah penduduknya Mengenai klasifikasi hirarki kota atas dasar jumlah penduduknya, suatu kota akan selalu berubah-ubah. Hal ini sejalan dengan perubahan jumlah penduduk baik yang disebabkan oleh perubahan alami, maupun oleh adanya proses perpindhan pendududuk dari daerah lain ke kota yang bersangkutan. Disamping disebabkan oleh perubahan jumlah penduduk, pertimbangan luas sempitnya wilayah uga menjadi pertimbangan. 1.2.Klasifikasi hirarki kota atas dasar tingkat pertumbuhan penduduknya Pengklasifikasian ini menggunakan 2 cara, yaitu penggolangan atas dasar interval tertentu dan tanpa interval tertentu.hal ini memang sangat penting untuk diketahui dalam rangka mempelajari sistem kota-kota pada suatu wilayah. Adanya gambaran mengenai lajunya pertumbuhan penduduk suatu kota mempunyai kaitan yang cukup signifikan dengan masalah-masalah tingkat kelahiran, kematian, urbanisasi, kondisi sosial-ekonomi, kepincangan sosial desa-kota dan masih banyak aspek-aspek lain.
4. Klasifikasi kota atas dasar tinjauan lain Uraian yang akan dipaparkan dalam bagaian ini merupakan tinjauan klasifikasi kota selain beberapa tinjauan diatas tadi. Oleh karena banyaknya mitra yang dapat dipergunakan untuk meninjau eksistensi kota maka banyak pula cara-cara yang dapat
dipergunakan untuk mengamati klasifikasinya. Ada beberapa sarjana yang perlu mendapat perhatian khusus, diantaranya adalah: 1.3.Klasifikasi GILLEN, P.B Dalam bukunya yang berjudul “The Distribution of Occupations as a cit yardstick 1951” sarjana ini mencoba menganalisis mengenai karakteristik penyebaran jenis-jenis mata pencaharian kota-kota pada suatu wilayah. Ada 9 jenis mata pencaharian yang dipergunakan sebagai indikator dalam mengenal karakteristik kotanya, yaitu: profesional, semi-profesional, proprietors, clerical, skilled workers, semi-skilled workers,domestic service, public service, dan unskilled labour. Kesembilan macam mata pencaharian tersebut kemudian dituangkan dalam grafik yang dihubungkan dengan prosentase terhadap jumlah penduduk kota yang bersangkutan. Akhirnya akan diperoleh apa yang dinamakan dengan occupational profiles of cities. Karakteristik occupational profil inilah yang digunakan oleh GILLEN sebagai dasar klasifikasi kota. 1.4.Klasifikasi REDFIELD, R & SINGER, M.B Dua sarjana ini dalam bukunya yang berjudul”the cultural role of cities (1954)”, mengklasifikasikan kota atas dasar historical& contemporary settings. Berdasarkan hal tersebut kota-kota dapat digolongkan menjadi 2: a. Kota-kota ortogenetik Adalah kota dimana norma-norma relegius dan norma moral setempat mewarnai kehidupan masyarakatnya. Penguasa-penguasa bumi putera memegang peranan yang penting, kontrol administratif. Politik dan kultural berfungsi menjadi satu dalam ungkapan-ungkapan peraturan khusus. Kota tipe ini pada zaman kuno sampai abad pertengahan banyak dijumpai, tetapi ada masa sekarang dapat dikatakan tidak ada. Walaupun demikian, pada daerahdaerah yang sangat terbelakangseperti pedalamn afrika kota semacam ini kemungkinan masih dapat ditemui walaupun tidak lagi mecerminkan bentuk aslinya dikarenakan pengaruh dari luar. b. Kota-kota heterogenetik Adalah suatu kota dimana penduduknya berkegiatan utama pada market atau masalah-masalah administrasi. Kepercayaan lokal tidak lagi mewarnai kehidupan kultural. Produksi, distribusi barang dan politik administratif lebih mendominasi segala kegiatan penduduknya. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh para penguasanya ditumpukan pada masalah perkembangan ekonomi dan kegiatan politik. Organisasi masyarakatnya telah teratur baik dan kebanyakan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasional. Oleh karena itu kota heteregenetik ini besar, biasanya mempunyai komposisi ras yang cukup kompleks. Bentuk Kota
Meski kota selayang pandang nampak kacau balau susunannya, jika diamati seksama akan menunjukan bentuknya yang khas dan mirip dengan kota-kota lain pula. Misalnya ada kota berbentuk persegi, persegi panjang, bulat, ulat telur ataupun seperti intang yang terulur disepanjang rute jalan utama. Hal sama dapatdikatakan pula untuk susunan bangunan dalam kota disitu ada pengelompokan berdasarkan tata guna tanah kota,ada zone-zone pergedungan berdasarkan besar kecilnya,penampakannya serta fungsi-fungsinya. Contohnya, dari peta suatu kota dapat dilihat adanya zone pertokoan dan pasar,perkantoran,pusat pemerintahan dan tempat-tempat hiburan. Itu semua ada dipusat kota dan sekitarnya, adapun zone perumahan buruh pada umumnya dekat rel kereta api, saluran air ( kanal ),perpabrikan. Lalu zone tempat tinggal pegawai tinggi atau kaum elite cenderung memilih lokasi dipinggiran kota. Jenis-jenis dari bentuk kota atau struktur perkotaan yaitu: 1. CONCENTRIS THEORY Teori ini hasil dari Burgess atas struktur kota besar Chicago pada tahun 20-an, yang kemudian diterbitkan beruoa bukunya the city (1925). Sosiolog beraliran human ecology ini mengemukann gagasan bahwa kota-kota itu memekarkan diri bermula dari pusat aslinya, sehingga nantinya datangnya tambahan penduduk secara bertahap meluas ke wila yah-wilayah tepi-tepi dan keluar. Setiap saat pengamat dapat menemukan zone-zone yang bentuknya konsentrasi sehingga kepada kota-kota dipedalaman memberikan struktrur bergelang mengikuti aliran air. Zone berikutnya adalah zone untuk kaum uruh kecil, mereka bertempat tinggal menetap disitu, kadang-kadang untuk selama hidup. Dari situ sarana komunikasi dan transportasi relatif kurang. Zone berikutnya untuk kaum kelas menengah, yaitu middle class housing rumah-rumah yang tidak bertumpuk undung karena ada jarak antaranya. Diluarnya ditemukan commuter zone, mereka yang diam disitu bekerja dikota dengan melajo (nglajo) karena umumnya mereka itu memiliki kendaraan sendiri. Fungsi pinggiran kota yang ditempati para commuters itu seakan-akan hanya untuk tidur belaka ( dormitory towns). Teori Burgess dapat dibuktikan kebenarnya hanya di negara-negara Barat yang maju masyarakatnya, ditambah lagi dengan syarat kondisi topografi lokal yang menguntungkan begi rute komunikasi.
Keterangan: 1 : daerah dagang
2: parik-parik ringan
3: rumah-rumah kecil
4 : rumah-rumah sedang
5: rumah-rumah milik orang kaya
6: daerah para pelaju (commuter)
2. SECTOR THEORY Teori ini hasil dari Homer Hoyt. Yang mengadakan riset-riset pada tahun 30-an , ia mengatakan proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektor-sektor dari pada sist em gelang sebagaimana dikemukakan dalam toeri Burgess. Hoyt meneliti kota Chicago dengan maksud mendalami ciri-ciri CBD yang menempati pusat kota, sehubungan ia juga berpendapat bahwa pengelompokan tata guna tanah menjulur seperti irisan kue tart. Bersama ini terjadilah perbedaan kawasan kota berdasarkan jenis pergedungan ataupun kelompok penduduk tanpa keterangan latar belakang kejadiannya. Dengan demikian, pendirian perumahan bagi kaum elite akan mendorong mahalnya tanah-tanah yang berlokasi di tepi-tepinya. Sehingga perumahan kaum buruh akan meluaskan diri dengan cara menyambung pada kompleks yang telah ada. Demikian lokasi untuk industri-industri baru. Begitulah kota akan memakarkan diri mengikuti pola irisan kur yang disebut sektor-sektor itu. Hoyt menemukan bahwa pajak tanah dan bangunan berbeda-beda berdasarkan sektorsektor kota, jadi tidak berarti bahwa pajak tertinggi harus kedapatan didekat pusat kota seperti halnya teori Burgess. Selanjutnya juga ditemukan bahwa semakin ke dalam kota, dalam sektor yang sama, bangunan gedung atau perumahan makin kuno, juga makin ke pusat kota berfungsi industri makin berkurang atau makin mengalami perubahan.sebaliknya perindustrian berkembang pesat dipinggiran kota yang lebar sektornya memang membesar.
Keterangan:
1: daerah dagang
2: pabrik-pabrik ringan
3: rumah-rumah kecil
4: rumah-rumah sedang
5: rumah-rumah besar milik orang kaya 3. MULTIPLE NUCLEI THEORY Teori ini dikemukakan pada tahun 1945 oleh Harris dan Ullman. Dua geograf ini membukukannya dengan judul Reading in urban geography. Mereka berpendapat, meskipun pola konsentrasi dan sektoral dalam kota ada, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang sekedar diteorikan oleh Burgess dan Hoyt. Mereka menjelaskan secara khusus bahwa pertumbuhan kota yang bermula dari suatu pusat menjadi ruwet bentuknya. Ini disebabkan oleh munculnya pusat-pusat tambahan yang masing-masing akan berfungsi menjadi kutub pertumbuhan. Di sekeliling nulceus-nulceus
baru itu akan mengelompok tata guna tanah yang bersambungan secara fungsional. Keadaan seperti itu akan melahirkan struktur kota yang memiliki sel pertumbuhan . Tempat-tempat yang bertipe nucleus itu misalnya pelabuhan udara, kompleks industri, kampus universitas, pelauhan laut, atau stasiun besar. Yang memiliki nucleus bukan hanya kota, juga desa-desa besar atau kota-kota kecil yang pusatnya merupakan pusat pelayanan bagi penduduk. Lalu terjadi di sekitarnya pengelompokan tata guna tanah dengan perhitungan keuntungan ekonomis. Industri mencari lokasi di dekat terminal transportasi, perumahan baru mencari lokasi dekat pusat-pusat perbelanjaan. Juga ada gejala bahwa para spesialis ( dokter, pedagang, cenderung berpraktek di kawasan kota tertentu ). Teori Burgess dan Hoyt hanya menunjukan contoh-contoh dari realitas belaka. Sebenarnya ciri-ciri persebaran jenis-jenis tata guna tanah di tentukan oleh faktor-faktor yang unik berupa situs kota dan sejarahnya pula yang khas.
Keterangan: 1: daerah dagang
2: pabrik-parbrik ringan
3: rumah-rumah kecil
4: rumah-rumah sedang
5: rumah-rumah besar milik orang kaya 6: pabrik-pabrik besar
7: daerah dagang pinggiran kota
8: rumah para pegawai diluar kota yang kerja dalam kota 9: daerah industri luar kota D. Sejarah Kota Dalam Studi Sejarah Indonesia
1. Paco – Paco Kota Padang Penulis : Freek Colombijn (2006) Penerbit : Ombak, Yogyakarta Dalam buku Paco – paco Kota Padang dijelaskan oleh penulis tentang perkembangan kota Padang sejak awal abad ke 20, yakni tahun 1906 sebagai tahun diresmikannya kota Padang menjadi kota madya hingga tahun 1990. Perluasan kota Padang bukan berbentuk lingkaran konsentrik melainkan dalam bentuk memanjang ke arah utara. Pusat Kota juga berpindah dari Batang Arau ke sebelah utaranya.
Perluasan Padang ke arah utara adalah suatu hal yang wajar terjadi, mengingat bentuk geografis Padang tidak memungkinkan meluas ke semua arah. Ke barat, dengan berpedoman benteng VOC sebagai pusat kota di kala itu, sudah dipastikan tak bisa karena ada Samudera Hindia. Sementara ke arah selatan, berdiri menjulang Gunung Padang. Sebab itu, perluasan ke arah utara dan mungkin mendekati timurlah yang memungkinkan. Kita masih bisa menyaksikan hingga saat ini, dengan benteng VOC sebagai titik nol, Padang Kota Lama mengembang ke arah utara dan timur. Mulai abad ke-19an pusat kota pindah dari daerah sekitar dermaga Batang Arau ke utara. Hal tersebut dikarenakan beberapa perusahaan jasa dan pemerintah lebih suka berlokasi ditengah-tengah konsumen mereka. Saat pemindahan pusat kota tersebut pasar-pasar yang berada di sekitar dermaga menjadi lesu, sementara pasar yang berada di utara dekat dengan pusat kota yang baru menjadi berkembang. Jalan jalan pertokoan telah berkembang dari segala arah dari pasar utama yang baru. Kantor-kantor pemerintah mengikuti penduduk ke arah utara, dan Balai Kota merupakan bangunan yang pertama pada tahun 1936. Pada tahun 1970-1980an bank bank juga pindah ke pusat kota untuk mencari nasabah. Sejalan dengan perpindahan pusat kota maka harga tanah yang tertinggi juga bergeser dari areal sungai ke utara. 2. Probolinggo Pada Masa Kolonial ( Dalam tulisan Handinoto,2010) Dilihat dari segi morfologi, jelas kota Probolinggo merupakan kota yang dirancang dengan sadar. Perencanaan kota ini mulai ditangani secara serius sejak tahun 1850, pada jaman tanam paksa (1830 – 1870). Kedudukan kota Probolinggo sebagai kota administratif Belanda makin ditangani lebih serius terutama sesudah pembukaan perkebunan perkebunan swasta secara besar – besaran di ujung Jawa Timur, setelah adanya undang – undang agraria tahun 1870, dan dibukanya jaringan rel kereta api yang menghubungkan kota – kota penting di Jawa pada akhir abad ke – 20. Sebenarnya tata letak kota lama Probolinggo sendiri kebetulan sangat mendukung untuk perkembangan perencanaannya. Sumbu utama kota yaitu kantor Asisten Residen – Alun-alun – Stasiun kereta api – pelabuhan, menunjukkan adanya dominasi kota untuk kepentingan ekonomi kolonial. Penyebaran pemukiman penduduk disesuaikan dengan kepentingan tersebut diatas. Meskipun unsur – unsur tradisional setempat seperti alun – alun, rumah bupati, masjid dan sebagainya dihadirkan dalam pusat kotanya, tapi tidak dapat bahwa hal ini hanya sebagai pelengkap saja. Probolinggo adalah kota administratif yang merupak kontrol atas hasil produksi (gula, kopi, tembakau dan sebagainya) di daerah hinterland (pedalamannya), yang nantinya didistribusikan ke daerah lain. Hal ini tercermin dalam bentuk tata kotanya. Pemecahan tat letak kotanya nyaris simetris, dengan sumbu utama Utara – selatan, dimana pada ujung sebelah Utara terdapat stasiun kereta api, disusul dibelakangnya dengan komplek pergudangan, benteng dan diakhiri dengan pelabuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansy’ari, S.I. (1993). Sosiologi Kota dan Desa. Surabaya: Usaha Nasional. Branch, Melville C.1995. Perencanaan Kota Komperehensif. Yogyakarta: Gajah mada University press. Colombijn, Freek.2006. Paco – Paco Kota Padang . Yogyakarta: Ombak. Daldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa. Bandung: PT. Alumni. Handinoto. 2010. Arsitektur dan Kota – Kota di Jawa Pada Masa Belanda . Yogyakarta. Graha Ilmu. Yunus, Hadi Sabari .2005. Klasifikasi Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.