MAKALAH STANDARISASI BAHAN OBAT ALAM (SBOA) arci nia ae mango ng ostanae stanae C or tex tex fr f r uctus) uctus) ” “Standarisasi “Standarisasi Kulit Buah Manggis (G arcini
OLEH
NAMA
: MALINDO SUFRIADIN
NIM
: O1A1 14 023
KELAS
: FARMASI SAINS
JURUSAN FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami standarisasi bahan obat alam. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga dapat dijadikan acuan dalam penyusunan
makalah-makalah
selanjutnya
demi
pengembangan
ilmu
pengetahuan. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan, karena keterbatasan literatur yang saya miliki. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan
masukan-masukan
yang
bersifat
membangun
untuk
kesempurnaan makalah ini .
Kendari, 24 mei 2017
Malindo sufriadin O1A1 14 023
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI.........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4 1.1 latar belakang .................................................................................................. 4 1.2 Tujuan .............................................................................................................5 1.3 rumusan masalah ............................................................................................. 5 1.4 manfaat ............................................................................................................ 5 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 6 2.1 Standarisasi Bahan Obat Alam........................................................................ 6 2.2 Parameter Standarisasi Obat Bahan Alam ...................................................... 7 2.3 Buah Manggis ................................................................................................. 7 2.4 standarisasi kulit buah manggis ...................................................................... 9
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Penyediaan obat merupakan salah satu unsur yang penting dalam upaya pembangunan di bidang kesehatan. Obat tradisional yang terbukti berkhasiat dikembangkan dan digunakan dalam upaya kesehatan. Dalam rangka memacu perkembangan obat tradisional tersebut, pemerintah menetapkan bahwa fitofarmaka dapat digunakan dalam sistem pengobatan formal bersama-sama dengan obat kimia. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan standardisasi guna menjamin mutu produk yang dihasilkan. Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal dari alam (tumbuhan dan hewan).Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu jamu, jamu herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu ( Empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya dalambentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional Salah satu jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat ialah tumbuhan manggis. Pemanfaatan tumbuhan manggis sebagai obat tidak hanya pada daun, batang, buah melainkan pemanfaatan kulit manggis sebagai kandidat obat, Berdasarkan kajian farmakologis, kulit buah manggis mengandung senyawa-senyawa penting, diantaranya flavonoid, tanin dan santon. Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan adanya aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan aktivitas antimikroba terhadap Mesenteroides, sedangkan fraksi kloroform dan fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Plantarum, L.
4
1.2 Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah : a. Untuk mengetahui standarisasi bahan obat alam. b. Untuk mengetahui parameter-parameter standarisasi bahan obat alam c. Untuk mengetahui khasiat buah manggis. d. Untuk mengetahui parameter standarisasi kulit buah manggis. 1.3 Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penyusunan makal ini adalah : a. Apa yang dimaksud dengan standarisasi bahan obat alam ? b. Apa saja parameter standarisasi bahan obat alam ? c. Apa saja khasiat kulit buah manggis ? d. Bagaimana parameter standarisasi kulit buah manggis ? 1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan makal ini adalah : a. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan standarisasi bahan obat alam! b. Dapat mengetahui parameter standarisasi bahan obat alam! c. Dapat mengetahui khasiat kulit buah manggis! d. Dapat mengetahui parameter standarisasi kilit buah manggis!
5
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Standarisasi Bahan Obat Alam
Standardisasi dalam kefarmasian adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu bahan baku berupa simplisia maupun ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar umum (non spesifik) dan parameter standar khusus (spesifik). Pemerintah melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan serta melindungi konsumen untuk tegaknya trilogi “mutu-keamanan-manfaat”. Pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir (obat atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu. Standarisasi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat yang berasal dari bahan alam. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah pembuatan ekstrak tumbuhan berkhasiat obat yang dilanjutkan
dengan
standardisasi
kandungannya
untuk
memelihara
keseragaman mutu, keamanan, dan khasiatnya. Standarisasi tumbuhan obat meliputi bahan awal, bahan antara, atau bahan produk jadi. Tumbuhan sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk jadi. Ekstrak sebagai bahan antara merupakan bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksi-fraksi, isolat senyawa tunggal ataupun tetap sebagai campuran dengan ekstrak lain. Adapun jika sebagai produk jadi berarti ekstrak yang berada dalam bentuk sediaan obat jadi yang siap digunakan.
6
2.2 Parameter Standarisasi Obat Bahan Alam
sebagai tanaman obat, maka perlu dilakukan standardisasi. Standardisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang dapat menjamin aktivitas farmakologi tanaman tersebut. Standarisasi merupakan proses penjaminan produk akhir (simplisia, ekstrak, produk atau produk herbal) agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan. parameter – parameter dalam standarisasi bahan obat alam dapat berupa parameter nonspesifik dan parameter spesifik. Parameter non spesifik : berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas, meliputi : kadar air, cemaran logam berat, aflatoksin, dll. Parameter spesifik : berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif. 2.3 Buah Manggis a. Deskripsi buah manggis 1. klasifikasi
Regnum
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Anak divisio
: Angiospermae
Classis
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Familia
: Clusiaceae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana L
Nama simplisia
: Garciniae mangostanae Cortex fructus
2. Deskripsi Morfologi Manggis ( Garcinia mangostana)
Berupa pohon dengan tinggi 6-20 m. Daun manggis berbentuk oval memanjang, meruncing pendek , 12-23 X 4,5-10 cm. Di sini hanya dikenal bunga betina, 1-3 pada ujung ranting, bergaris tengah 5-6 cm. Dua daun kelopak yang terluar berwarna hijau kuning, dua yang terdalam lebih kecil, 7
bertepi merah, melengkung kuat dan tumpul. Daun mahkota berbentuk telur terbalik, berdaging tebal, berwarna hijau kuning, tepi berwarna merah atau semua berwarna merah. Staminodia seringkali dalam kelompok. Bakal buah beruang 4-8. kepala putik berjari-jari 4-8. Buah bentuk bola tertekan garis tengah 3,5-7 cm, berwarna ungu tua, dengan kepala putik duduk, besar dan kelopak tetap. Dinding buah tebal, berdaging, berwarna ungu dengan getah kuning. Biji 1-3, diselimuti oleh selaput biji yang tebal berair, berwarna putih, dapat dimakan. 3. Khasiat buah manggis
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan pohon buah yang berasal dari daerah asia tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmar. Secara umum, orang hanya mengkonsumsi buahnya saja dan cenderung membuang kulit buah manggis tersebut. Buah manggis ( Garcinia mangostana L.), merupakan buah yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Potensi manggis tidak hanya terbatas pada buahnya saja, tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Penggunaan tumbuhan manggis diyakini dapat menyembuhkan penyakit, beberapa diantaranya adalah peluruh haid, obat sariawan, penurun panas, pengelat (adstringen), disentri dan lainlain. Kandungan kimia kulit manggis adalah xanton, mangostin, garsinon, flavonoid dan tanin. Menurut hasil penelitian kulit buah manggis memiliki aktivitas antibakteri, antioksidan dan anti metastasis pada kanker usus. Xanton dilaporkan memiliki aktivitas farmakologi sebagai antibakteri, antifungi, antiinflamasi, antileukemia, antiagregasi platelet, selain itu xanton dapat menstimulasi system saraf pusat dan memiliki aktivitas antituberkulosis secara in vitro pada bakteri Mycobacterium tuberculosi. Xanton jenis gentisin dan mangiferin memiliki aktivitas sebagai antitumor dan inhibitor monoamine oksidase ( Fatimawali, 2013).
8
2.4 standarisasi kulit buah manggis a. standarisasi simplisia
1) Penetapan Susut Pengeringan Simplisia Penetapan susut pengeringan dengan menggunakan serbuk yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan air dan kandungan senyawa lain yang menguap di bawah 105oC. 2) Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis Ekstrak etanol dalam pembuatannya dilakukan di laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi UAD. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi dengan pemanasan rendah. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 70%. Pada serbuk kulit buah manggis dimaserasi dengan pengadukan selama 6 jam dan dilakukan remaserasi dengan pelarut etanol yang selalu baru, hal ini dilakukan untuk mencegah kejenuhan pelarut sehingga senyawa dapat terekstraksi secara optimal. 1. Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis.
1) Penetapan Kadar Air. Metode penetapan kadar air dengan menggunakan destilasi toluen. Kandungan air dalam bahan yang dinyatakan dalam % v/b terhadap berat ekstrak. Kadar air bahan berpengaruh terhadap masa simpan. Kadar air yang tinggi menyebabkan kerentanan terhadap aktivitas mikroba. Kandungan air dalam ekstrak merupakan media tumbuhnya kapang dan jamur.
2) Penetapan Kadar Abu Total Abu adalah oksida logam yang merupakan residu atau sisa pembakaran. Penetapan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa anorganik total dalam bentuk oksida logamnya.
3) Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan suatu produk. Abu tidak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk. Kadar tidak larut dalam
9
asam biasanya mengandung silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan unsur logam Ag, Pb dan Hg.
4) Penetapan Bobot Jenis Bobot jenis diartikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat ditentukan pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Tujuan pemeriksaan bobot jenis yaitu memberikan nilai
5) Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan suatu produk. Abu tidak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk. Kadar tidak larut dalam asam biasanya mengandung silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan unsur logam Ag, Pb dan Hg.
6) Penetapan Bobot Jenis Bobot jenis diartikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat ditentukan pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Tujuan pemeriksaan bobot jenis yaitu memberikan nilai besarnya massa persatuan volume yang merupakan parameter khusus untuk melihat kemampuan ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) dapat dituang.
7) Penetapan Batas Logam Timbal dan Kadmium Timbal (Pb) dan Cd adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia yang berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb dan Cd, kontak lewat kulit, mata, dan melalui parenteral. Dekstruksi basah dilakukan pada ekstrak dengan asam nitrat pekat. Fungsi penambahan asam nitrat pekat (HNO3) yaitu untuk mencegah pengendapan dan melarutkan semua logam-logam yang ada dalam larutan. Kemudian kadar timbal (Pb) dan Cd ditentukan dengan Spektroskopi Serapan Atom (guntarti, 2015).
10
2. Parameter spesifik
1) Parameter Identitas Ekstrak Parameter ini meliputi : a) Diskripsi tata nama antara lain : nama ekstrak yaitu ekstrak etanol kulit buah manggis nama latin yaitu ( Garcinia mangostana L. ) bagian tumbuhan yang digunakan yaitu kulit buah nama Indonesia tanaman yaitu manggis b) Senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu yaitu senyawa xanton. 2) Parameter Organoleptik Ekstrak Parameter
ini
meliputi
penggunaan
panca
indera
dalam
mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Tujuannya yaitu pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin. 3). Parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu Parameter
senyawa
terlarut
yaitu
melarutkan
ekstrak
dengan
pelarut(alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solute yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya yaitu memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. 4). Uji Kandungan Kimia Ekstrak a) Parameter pola kromatogram Parameter pola kromatogram yaitu melakukan analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Tujuannya yaitu untuk
memberikan
gambaran
awal
komposisi
kandungan
kimia
berdasarkan pola kromatogram (Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, dan Kromatografi Gas). b) Kadar chemical marker Parameter
ini
memiliki
pengertian
dan
prinsip
yaitu
dengan
tersedianya kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara densitometri 11
dapat dilakukan penetapan kadar chemical marker tersebut. Tujuan parameter ini yaitu memberikan data kadar senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi. c). Kandungan Total fenolat Fenol merupakan senyawa kimia yang sering ditemukan dalam tanaman. Kandungan fenolat total sering ditetapkan dengan metode Folin Ciocalteu. d). Total Flavonoid Prinsip dari metode ini adalah penetapan kadar flavonoid sebagai aglikon yang dilakukan dengan menggunakan pengukuran spektrometri dengan mereaksikan AlCl3 yang selektif dengan penambahan. 5) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Densitometer Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fitokimia dan teknik yang paling cocok untuk analisis. Metode ini hanya memerlukan waktu sedikit untuk analisis dan jumlah cuplikan yang digunakan sangat sedikit. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir yang disebut fase diam, ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada bercak atau pita. Selain itu plat atau lapisan diletakkan dalam bejana pengembang yang berisi larutan pengembang (fase gerak), pemisahan terjadi selama perembatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditempatkan atau dideteksi dengan pereaksi deteksi. Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk identifikasi menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm dan bercak dihitung harga Rf-nya. Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,99 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0-100 (Stahl, 1985). Sedangkan pereaksi semprot atau penampak bercak digunakan pada deteksi senyawa tertentu. Misalnya dalam tanaman yang banyak
12
mengandung
flavonoid
menggunakan
AlCl 3 dan
minyak atsiri
menggunakan vanilin asam sulfat. Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT),yaitu : a) Analisis Kualitatif Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama diukur pada kondisi Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang sama dengan 3 sistem eluen yang berbeda. b) Analisis Kuantitatif Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng
dengan
menggunakan
ukuran
luas
atau
dengan
teknik
densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan metode spektrofotometri yaitu Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (atau secara in situ). Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi. Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya monokromator untuk memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder .
13
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa parameter dalam menstandarisasi bahan alam adalah Parameter non spesifik : berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas, meliputi : kadar air, cemaran logam berat, aflatoksin, dll, dan Parameter spesifik : berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif. B. SARAN
Saran yang dapat diberikan dalam penyusunan makalah adalah dimana dalam penyusunannya makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dikarenakan luasnya ilmu pengetahuan dengan kemampuan penulis yang terbatas, olehnya itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat di harapkan penulis.
14
DAFTAR PUSTAKA
Fatimawali., Adithya, Yudistira., Frenly, Wehantow., 2013, Acute Toxicity Test Of Etanol Extract From Mangosteen Pericarp (Garcinia Mangostana L. ) Against Artemia Salina Leach Larvae Using Brine Shrimp Lethality Test (Bst), Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 2 (1) Guntarti, Any.,
Kholif, Sholehah., Nurul, Irna., Windi, Fistianingrum., 2015,
Penentuan Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana) Pada Variasi Asal Daerah, Farmasains Vol. 2 (5)
15