MATA KULIAH PERENCANAAN INDUSTRI PANGAN HASIL PERTANIAN “PERENCANAAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI PADA INDUSTRI CHOCOLATE BAR”
Oleh : KELOMPOK 1 / THP A
Zelika Gita Sari
(141710101061)
Dewi Ulfa
(141710101097)
Pungky Wildan Zain
(141710101106)
Adellia Sonia Borneoputeri (141710101121)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN April, 2017
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara ketiga pemasok kakao terbesar, dan 20% lebih tinggi dibandingkan dengan Negara Malaysia dan Philipina (UNCTAD, 2007: WCF, 2007 dalam Supartha, 2008). Keadaan iklim dan kondisi tanah yang baik memungkinkan pengembangan budidaya tanaman kakao di Indonesia, sehingga sangat berpotensi dalam meningkatkan devisa negara dan menjadi penyedia lapangan kerja baru serta dapat menjadi sumber pendapatan bagi rakyat. Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang cukup banyak dimanfaatkan pada dunia industri. Biji kakao dapat diolah menjadi berbagai macam produk, dengan produk utama yang dihasilkan yaitu bubuk dan lemak kakao yang kemudian dapat diolah menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonomi tinggi. Produk olahan kakao pada umumnya berupa selai coklat, chocolate powder atau coklat bubuk, serta chocolate bar. Cokelat bar merupakan salah produk yang paling digemari dan diminati masyarakat, karena cokelat bar memiliki tekstur, cita rasa dan warna khas. Menurut Asmawit (2012), sebagian besar serapan kakao dunia dimanfaatkan oleh industri cokelat bar. Mutu cokelat bar sangat dipengaruhi oleh mutu dari biji kakao yang digunakan. Bila biji kakao yang digunakan bermutu rendah, maka hasil yang diperoleh akan rendah pula. Selain itu, proses pengolahan dan teknologi yang digunakan juga mempengaruhi mutu dari cokelat bar yang dihasilkan. Proses pengolahan biji kakao pada industri cokelat bar secara umum yaitu penyangraian (roasting), pemisahan kulit dan nib (winnowwing), pemastaan, refining, conching, tempering, pencetakan, pengemasan, dan penyimpanan. Menurut Kim et al. (1999) cokelat memiliki struktur yang komplek dan sifatnya dapat dikontrol pada saat proses pengolahannya, sehingga menghasilkan produk yang berkualitas baik serta diminati konsumen. Metode dari setiap tahap pengolahan dan teknologi yang digunakan dalam industri
sangat
beragam,
sehingga produsen akan berkompetisi
dalam
menghasilkan produk yang bervariasi dan kualitas yang baik. Menurut Indarti (2013) salah satu cara untuk memperbaiki mutu cokelat adalah dengan cara tempering, dimana proses ini yang melibatkan serangkaian tahapan pemanasan, pendinginan, dan pengadukan dengan kecepatan rendah. Selain itu, alat maupun mesin yang digunakan dalam penerapan teknologi dan proses pengolahan juga mempengaruhi produk yang dihasilkan. Untuk menghasilkan produk cokelat bar dengan kualitas baik, perlu dilakukan pemilihan proses dan teknologi pada pembuatan cokelat bar. Oleh karena itu dilakukan perencanaan proses pengolahan dan penggunaan teknologi yang akan diterapkan pada industri pembuatan cokelat bar.
1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu: a) Untuk menentukan perencanaan penggunaan teknologi pada industri cokelat bar b) Untuk mengetahui alat dan mesin yang akan digunakan pada proses produksi cokelat bar c) Untuk mengetahui kemampuan industri dalam penggunaan teknologi yang diterapkan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cokelat Bar Coklat adalah hasil olahan dari biji tanaman kakao (Theobroma cacao) yang tumbuh pertama kali di hutan hujan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Morganelli, 2006). Produsen coklat pada umumnya memproduksi tiga macam coklat jadi, yaitu coklat pekat (dark chocolate), coklat susu (milk chocolate), dan coklat putih (white chocolate). Ketiga macam coklat ini dibedakan berdasarkan komposisinya, yaitu dari kandungan coklat, gula, serta bahan
tambahan
lain (Brown, 2010). Selain itu, juga terdapat coklat jenis
couverture yang merupakan coklat premium yang sering digunakan oleh para profesional di industri untuk membuat pastry ataupun untuk membuat kue (Atkinson, Banks, France, & McFadden, 2010). a. Coklat Pekat Kualitas coklat salah satunya dinilai dari persentase kandungan coklat padat yang tinggi dan kandungan gula yang rendah. Pemerintah Amerika Serikat menetapkan minimal 35% kandungan coklat pasta pada dark chocolate sedangkan standar di Eropa menetapkan minimal 43% (Atkinson, Banks, France, & McFadden, 2010). Namun untuk dapat dinyatakan berkualitas tinggi, coklat harus memiliki kandungan coklat pasta minimal 60%. Coklat pekat yang berkualitas tinggi
memiliki kandungan
gula
yang sangat
rendah
dibandingkan jenis coklat lainnya dan oleh sebab itu rasanya lebih pahit (Atkinson, Banks, France, & McFadden, 2010) b. Coklat Susu Coklat susu terdiri dari coklat padat, susu, gula, lemak nabati dan sedikit lesithin. Kandungan coklat padat di coklat jenis ini lebih banyak dibandingkan coklat pekat sedangkan kandungan gulanya jauh lebih besar (Atkinson, Banks,France, & McFadden, 2010). c. Coklat Putih Coklat putih memiliki komposisi yang hampir sama dengan coklat susu namun tidak mengandung coklat padat melainkan menggunakan minyak
coklat (cocoa butter) (Brown, 2010). Coklat putih paling tidak mengandung 20% minyak coklat, 14% susu, sekitar 55% gula dan bahan-bahan lainnya. Secara teknis, coklat putih tidak dapat dikategorikan sebagai coklat karena tidak mengandung kakao ataupun coklat padat (Brown, 2010). Coklat ini biasanya dijual agar bisa menghasilkan berbagai macam warna untuk permen coklat ataupun kue (Atkinson, Banks, France, & McFadden, 2010). 2.2 Proses Pembuatan Cokelat Proses pembuatan cokelat terdiri dari beberapa tahapan yang diantaranya dalah sebagai berikut: a. Roasting (Penyangraian) Penyangraian merupakan tahap yang penting dalam penentuan mutu akhir produk olahan kakao. Wahyudi dkk (2008) menyatakan bahwa tujuan penyangraian adalah mengembangkan cita rasa dan aroma khas coklat, menurunkan kadar air, membunuh mikroba, menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib dan membuat nib lebih renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan, serta mempermudah ekstraksi lemak. Selama proses penyangraian terjadi perubahan–perubahan baik secara fisik maupun kimia pada biji kakao, contohnya adalah perubahan warna, flavor, kadar air dan tekstur dari biji kakao (Buckle, 1987). Biji
kakao
yang
belum
melalui
proses
penyangraian (roasting) memiliki rasa sepat, pahit, asam dan tanpa ada citarasa khas coklat, setelah penyangraian (roasting) aroma khas coklat intensitasnya meningkat dengan rasa sepat, pahit dan asam yang rendah. Senyawa pembentuk aroma khas coklat, seperti pirazin, karbonil dan ester meningkat. Kualitas citarasa coklat sangat ditentukan oleh kondisi penyangraian. Penyangraian biasanya dilakukan pada suhu 105–120°C selama 10–30 menit sesuai dengan kadar air yang diinginkan (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). b. Winnowing (pemisahan kulit dan nib) Biji kakao yang telah disangrai (roasting) akan melalui proses winnowing, yaitu pemisahan antara nib dan kulit biji kakao. Pemisahan kulit dilakukan dengan mesin pemisah (winnower). Prinsip pemisahan adalah berdasarkan perbedaan
berat jenis dan biasanya menggunakan metode kombinasi ayakan dan hembusan udara (Minifie, 1999). Nib berukuran besar yang didapat akan jatuh pada penampung, sedangkan kulit akan keluar melalui lubang lain setelah terhembus udara. c. Grinding Nib yang terkumpul selanjutnya akan dikecilkan ukurannya dengan grinder, tujuannya adalah agar saat proses penghalusan (refining) lebih mudah, sebab partikelnya sudah lebih kecil sehingga kerja mesin tidak terlalu berat. Selain nib, produk lain yang dikecilkan ukurannya yaitu bungkil kakao (cacao cake). Bungkil kakao yang disimpan dapat mengalami pemadatan atau penggumpalan sehingga saat diayak tidak akan lolos, oleh karena itu sebelum proses pengayakan dilakukan grinding lebih dahulu hingga ukuran sekitar 80 mesh. d. Pemastaan Tujuan dari proses pemastaan yaitu untuk membuat partikel massa kakao menjadi lebih kecil/halus, sehingga didapat tekstur yang tidak berpasir saat dibuat menjadi coklat batang. Saat proses pemastaan, nib akan berubah menjadi pasta kakao. Bentuk pasta kakao adalah cairan yang kental, hal itu dikarenakan setengah dari berat nib terdiri dari lemak, maka pengaruh kegiatan penggilasan atau penggilingan bersama–sama dengan panas adalah nib yang semula padat menjadi pasta cair, karena partikel padatan nib menjadi lebih
kecil
dan
lemaknya
juga mencair menjadi minyak. Proses ini
menyebabkan titik cair lemak kakao turun di bawah titik cair sesungguhnya (Wahyudi dkk., 2008). Saat refining juga bertujuanuntuk dapat mengeluarkan minyak sebanyak mungkin dan didapat partikel sebesar > 40 μm (Beckett, 2000). e. Refining Proses refining atau penghalusan nib kakao dilakukan dengan proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel 20 µm. Pelumatan dilakukan di dalam gilingan berputar yang dipasang secara seri sebanyak 5 buah. Proses pelumatan dilakukan secara berulang sampai diperoleh pasta coklat dengan
tingkat kehalusan dibawah 20 µm. Pasta yang demikian dapat langsung digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai jenis makanan, roti, kue atau permen coklat (Mulato dkk,2004). f. Conching Penghalusan pada pembuatan coklat sama dengan pengolahan nib kakao menjadi pasta cair, namun tidak hanya berhenti sampai terbentuk pasta cair, proses dilanjutkan dengan koncing. Koncing merupakan tahap setelah penghalusan (refining), tujuan dari proses koncing adalah untuk membentuk viskositas, tekstur dan flavor. Pasta coklat yang masuk dalam tahap koncing akan digilas pada suhu lebih dari 50°C selama kurang lebih 12–24 jam (Beckett, 2000). Tahap awal proses koncing terjadi pengurangan kadar air serta senyawa–senyawa volatil yang tidak dikehendaki seperti asam asetat, juga terjadi interaksi antara fase terdispersi dan pendispersinya (Afoakwa, 2010). g. Tempering Tempering merupakan tahapan proses yang paling penting bagi produk coklat karena berkaitan dengan pembentukan formasi kristal lipida/lemak kakao. Proses tempering yang kurang sempurna dapat mengakibatkan adanya blooming pada coklat, baik blooming lemak (fat bloom), maupun blooming gula
(sugar bloom). Perlakuan tempering ada 2 tahap. Tahap awal adalah
perlakuan pemanasan secara bertahap dari suhu 33°C menjadi 48°C selama 10–12 menit, kemudian didinginkan hingga 33°C. Tahap kedua, diturunkan lagi suhunya hingga 26°C dan dipanaskan lagi hingga mencapai 33°C. Proses ini akan menghasilkan coklat yang stabil, dengan tujuan yaitu mencegah terjadinya perubahan warna dan terbentuknya fat bloom yang kenampakannya seperti bintik–bintik
jamur
pada permukaan coklat (Tallbot, 1999). Lemak kakao
memiliki enam formasi polimorf yaitu I–VI, dalam bentuk α, β dan β’. Lemak kakao yang semakin stabil memiliki densitas yang lebih tinggi dan titik lelehnya juga lebih tinggi. Bentuk βV polimorf merupakan struktur/formasi yang ada dalam coklat dengan proses tempering yang sempurna. Efek struktur lipid ini adalah coklat menjadi mengkilat (glossy) dan tahan terhadap blooming (Beckett, 2000). Selama tahap tempering terdapat empat kunci tahap utama yaitu,
pelelehan (melting) pada suhu 50°C, pembentukan inti kristal lemak kakao pada suhu 32°C, kristalisasi lemak pada suhu 27°C dan konversi kristal lemak yang tidak stabil ke formasi yang stabil pada suhu 29–31°C (Tallbot, 1999). h. Molding (Pencetakan) Proses
pencetakan
adalah
dimana
adonan
yang
keluar
dari
serangkaian proses diatas dialirkan dan dituang ke dalam cetakan yang memiliki bentuk dan ukuran beragam sesuai selera dari produsen. Suhu yang baik untuk dilakukan pencetakan yaitu berkisar 15–20°C. Adonan tersebut didiamkan kira–kira selama 15 menit hingga adonan bersuhu 27°C. i. Cooling (Pendinginan) Pendinginan merupakan tahap terakhir yang dilakukan dalam proses pengolahan coklat. Coklat yang telah dituang ke dalam cetakan dimasukkan ke dalam ruang pendingin (cooling room) pada suhu sekitar 5°C untuk membuat coklat menjadi padat atau beku. Coklat batang yang telah beku dapat langsung dikemas. j. Pengemasan Proses
pengemasan
primer
untuk
produk
coklat
biasanya
menggunakan bahan dari aluminium foil, sedangkan kemasan sekunder biasanya menggunakan kardus karton. Keunggulan dari pemilihan bahan alumunium foil ini adalah karena bersifat hermetis, fleksibel, tidak berbau, tidak berasa, tidak berbahaya, higenis, tidak mudah menimbulkan pertumbuhan bakteri dan jamur, serta memiliki kemampuan proteksi yang cukup baik terhadap cahaya, kelembaban dan oksigen. Kelebihan-kelebihan tersebut menjadikan pengemas alumunium foil aman, karena tidak akan mempengaruhi kenampakan dan citarasa produk yangmdikemas serta cocok digunakan untuk mengemas bahan–bahan yang berlemak seperti coklat (Julianti, 2007). k. Penyimpanan Beku Fungsi dari proses pembekuan adalah untuk membekukan sejumlah air yang ada pada adonan serta untuk memerangkap udara ke dalam adonan. Semua produk jadi dari olahan kakao, serta bahan–bahan bakunya mulai dari kakao (mentah) sampai produk olahannya disimpan ditempat dingin, kering dan dengan
sirkulasi udara ruangan yang baik, terlindungi dari cahaya dan bahan–bahan berbau tajam. Suhu ±5°C dengan kelembaban 55– 65% adalah kondisi ruang penyimpanan coklat yang ideal (Syamsir, 2011).
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Tahapan Pembuatan Cokelat Bar Proses pembuatan pada cokelat bar terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan atau industri cokelat bar, yang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pra Proses a. Penyangraian (Roasting) b. Pemisahan kulit dan nib (Winnowwing) 2. Proses a. Pemastaan b. Refining c. Conching d. Tempering e. Pencetakan 3. Pasca Proses a. Pengemasan b. Penyimpanan 3.2 Pemilihan Teknologi Salah satu tujuan dalam mendirikan dan menjalankan suatu industri atau usaha yaitu tercapainya keuntungan yang besar dengan hanya membutuhkan biaya yang relatif kecil serta menghasilkan produk dengan kualitas yang baik dan nomor satu dihati konsumen . Hal tersebut dapat saja dialami oleh suatu industri apabila diterapkannya sistem manajemen yang baik dalam teknologi pengolahannya, oleh karena itu perlu adanya sistem manajemen dalam pemilihan teknologi pengolahan yang akan digunakan. Berikut merupakan teknologi yang akan digunakan dalam industri pengolahan cokelat bar diantaranya yaitu:
1. Pra Proses a. Penyangraian (Roasting) Penyangraian (Roasting) merupakan pengolahan pendahuluan untuk semua hasil olahan akhir kakao. Metode penyangraian biji kakao yang digunakan yaitu penyangraian biji kakao utuh (whole bean roasting) secara sinambung dengan menggunakan alat penyangrai tipe silinder berputar yang diatur suhunya sebesar 140OC selama 20 menit dengan kapasitas 15 Kg biji kakao kering per bath. Pemilahan teknologi penyangraian ini dikarenakan: Kebutuhan kualitas: Menggunakan penyangrai tipe silinder berputar ini dapat menghasilkan biji sangrai dengan bentuk biji kakao yang lebih baik yaitu biji pecah yang dihasilkan lebih sedikit dan kehilangan lemak juga relatif lebih kecil. Kebutuhan Pengolahan: Penggunaan penyangrai silinder berputar sangat dibutuhkan karena kesesuain dengan pekerja yang tidak memiliki kemampuan khusus dalam mengoperasikan alat serta kapasitas bahan baku yang akan digunakan. Penggunaaan Kapasitas: Kapasitas dalam proses penyangraian memang relatif sedikit yaitu 15 kg biji kakao per batch tetapi dengan sedikitnya kapasitas tersebut maka akan mengurangi banyaknya biji kakao yang pecah. Oleh karena itu untuk melakukan penyangraian biji kakao dengan jumlah besar harus dengan menggunakan beberapa batch. Biaya sosial ekonomi: Penggunaan penyangrai tipe silinder berputar ini lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar serta harga alat yang terjagkau sehingga dapat mengurangi biaya operasional produksi cokelat bar. Kapasitas kemampuan manajemen: alat penyangrai silinder berputar sangat mudah dalam pengoperasiannya sehingga tidak diperlukannya tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus untuk mengoperasikannya. Dampak Terhadap nilai nutrisi: Tidak adanya perubahan nutrisi yang menyebabkan biji kakao rusak atau kualitas menurun, tetapi perubahan
yang terjadi yaitu berkurangnya kadar air dari biji kakao serta terbentuknya aroma khas cokelat, penurunan rasa sepat, keping biji menjadi rapuh dan secara umum warnanya menjadi lebih gelap.
Gambar 1. alat penyangrai tipe silinder berputar b. Pemisahan kulit dan nib (Winnowing) Pemisahan kulit dan nib dilakukan secara mekanis menggunakan mesin tipe rotary cutter yang bekerja dengan cara terjadinya benturan (friksi) biji kakao dengan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan pelat yang diam (stator). Kapasitas biji kakao dalam penggunaan alat ini sebesar 167 kg/jam dengan kebutuhan daya 833 watt. Pemilihan penggunaan alat rotary cutter ini dikarenakan: Kebutuhan kualitas: Pemisahan kulit dan nib secara mekanis menggunakan mesin tipe rtary cutter ini dapat menghasilkan nib dengan kualitas yang lebih baik yaitu kulit yang terikut di nib hanya sebesar 8,02%. Kebutuhan Pengolahan: Penggunaan teknologi ini terdiri dari infrastuktur yang lengkap yaitu unit pemecah, tenaga penggerak, rangka dan unit pemisah yang meiliki fungsi masing-masing. Oleh karena itu dengan infrastruktur yang lengkap teknologi ini dapat dioperasikan dengan mudah dan praktis. Penggunaaan Kapasitas: Penggunaan teknologi ini dapat digunakan dengan kapasitas bahan 167 kg/jam sehingga dapat menjamin keberlangsungan produksi dengan jumlah yang besar.
Biaya sosial ekonomi: besarnya kapasitas bahan yang dapat digunakan dengan menggunakan teknologi ini maka hal tersebut dapat memperkecil biaya operasional dalam proses produksinya. Kapasitas kemampuan manajemen: teknologi ini dapat dioperasikan dengan mudah
yang tidak diperlukannya
tenaga
kerja dengan
keterampilan yang khusus sehingga memudahkan dalam pengelolaannya. Dampak Terhadap nilai nutrisi: pada tahap pemisahan kulit dan nib ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan kimia dari biji kakao tersebut melainkan hanya terjadi perubahan fisik yaitu bentuk dan ukuran biji kakao yang dinamakan nib.
Gambar 2. Mesin Rotary Cutter
2. Proses a. Pemastaan Pemasta kasar merupakan alat yang dapat menjadikan nib atau daging biji buah kakao yang telah dipisahkan dengan kulitnya menjadi halus dan berupa pasta. Alat yang digunakan pada proses ini yaitu pemasta kasar ulir horizontal yang terbuat dari baja dengan ukuran 870 x 560 x 1240 mm dan berkapasitas 20-50 kg/jam. Pemilihan teknologi ini pada proses pemastaan dikarenakan beberapa pertimbangan dengan parameter sebagai berikut: Kebutuhan kualitas: alat pemasta kasar akan menjadikan nib menjadi pasta kasar yang akan menunjang kebutuhan produksi pembuatan coklat
selanjutnya, sehingga pasta kasar yang nantinya akan dihasilkan berukuran seragam Kebutuhan pengolahan: dengan adanya alat pemasta kasar maka akan dapat memenuhi proses pembuatan coklat menjadi lebih mudah. Kebutuhan pengolahan coklat akan lebih mudah dengan adanya proses menggunakan alat. Penggunaan Kapasitas: kapasitas yang ditampung oleh alat pemasta kasar tidak begitu besar, akan tetapi untuk memecahkn nib menjadi pasta alat pemasta kasar sangat dibutuhkan. Alat pemasta kasar akan menghancurkan nib menjadi pasta dengan waktu dan kecepatan penggilingan yang telah ditentukan, sehingga dalam proses produksinya akan menjadi lebih efektif dikarenakan hasil yang diperoleh akan seragam dan akan lebih efisien dikarenakan waktu produksi akan dengan mudah disesuaikan. Dengan adanya kefektifan alat maka akan dapat menunjang pengerjaan proses pembuatan coklat meajdi lebih mudah. Kapasitas yang dimiliki oleh alat pemasta kasar hanya sebesar 20-50 kg nib setiap jamnya. Biaya sosio-ekonomi: alat pemasta kasar memiliki harga yang cukup ekonomis dalam dunia industry. Dengan harga senilai Rp 32.000.000 sudah mampu menghasilkan pasta kasar dalam 4 jam/kapasitasnya. Kapasitas kemampuan manajemen: untuk pengoperasian alat pemasta kasar
tidak
diperlukan
adanya
tenaga
kerja
yang
ahli
untuk
mengoperasikannya, dikarenakan alat ini mudah dioperasikan dan semua tenaga dapat melakukannya Dampak terhadap nilai nutrisi: dampak pada nutrisi atau kandungan pasta yang dihasilkan tidak akan mengurangi nilai gizinya, dikarenakan pada pegoperasian alat ini tidak dilakukan dengan adanya suhu tinggi yang dimana dapat menguapkan nutrisi dalam nib.
Gambar 3. Pemasta kasar ulir horizontal b. Refining Proses refining pada pasta kasar dilakukan pada alat refiner dengan type Ball Mill Refiner yang terbuat dari besi dengan kapasitas produksi sebasar 50 kg. Pemilihan alat Ball mill refiner ini dengan alasan sebagai berikut: Kebutuhan Kualitas: Ball mill refiner adalah alat refining dalam pembuatan coklat. Dengan menghaluskan pasta kasar menjadi ukuran yang lebih halus dan lebih seragam yaitu dengan ukuran pasta 20µm. Ukuran yang seragam pada pasta halus akan menunjang proses pembuatan coklat bar, dikarenakan hal tersebut akan menentukan kualitas pasta dan coklat yang dihasilkan. Dengan dilengkapi adanya penggilingan secara otomatis dengan adanya waktu penghalusan yang dapat diatur selama 10 jam dapat membuat proses pembuatan coklat menjadi lebih mudah. Kebutuhan pengolahan: dengan adanya alat ball mill refiner yang dilengkapi dengan kecepatan penggilingan ±240 RPM akan menghasilkan pasta halus yang seragam ukurannya. Penggunaan alat ini dapat memenuhi kebutuhan pengolahan coklat dalam proses refining. Penggunaan kapasitas: kapasitas yang dimiliki oleh ball mill refiner sama seperti alat pemasta kasar, yaitu hanya menampung 50 kg. kapasitas yang tidak banyak tapi akan dapat menghasilkan pasta yang sesuai dengan keinginan industry, maka alat ini sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan coklat bar.
Biaya sosio-ekonomi: harga yang dimiliki oleh ball mill refiner sangat murah dalam dunia industry, yaitu Rp. 26.000.000. Harga yang murah tersebut telah mampu menghasilkan pasta halus sesuai dengan keinginan perusahaan, sehingga perusahaan dapat menambah jumlah alat ball mill refiner untuk dapat menambah kapasitas produksi coklat Kapasitas kebutuhan manajemen: dalam pengoperasikan ball mill refiner tidak dibutuhkan tenaga kerja yang ahli dikarenakan alat ini mudah dioperasikan oleh semua tenaga kerja. Dampak terhadap nutrisi: penggunaan alat ini dengan suhu tinggi, sehingga akan berdampak pada nutrisi pasta yang dihasilkan. Adanya suhu tinggi maka akan dapat menguapkan kandungan-kandungan lainnya didalam pasta coklat, salah satunya yaitu menguapnya kadar air.
Gambar 4. Ball Mill Refiner c. Conching Proses conching dilakukan dengan menggunakan mesin yang disebut mesin conchegusu yang terbuat dari baja. Pemilihan mesin ini dikarenakan beberapa alasan yang diantaranya: Kebutuhan Kualitas: conche gusi adalah alat conching dalam pembuatan coklat. Dengan menghaluskan pasta kasar menjadi ukuran yang sangat halus yaitu <20µm. Ukuran yang sangat halus pada pasta coklat akan menghasilkan coklat dengan kualitas yang baik. Ukuran pasta yang dihasilkan dari alat ini akan seragam, sehingga kualitas coklat yang dihasilkan dalam perusahaan ini akan sama.
Kebutuhan pengolahan: conche gusi sangat menunjang kebutuhan pengolahan coklat. Dengan adanya alat maka proses conching dapat terbantu dan lebih cepat pengerjaannya. Penggunaan kapasitas: kapasitas yang dimiliki oleh conche gusi sangat besar, yaitu 20-3000 L pasta. Dengan kapasitas yang besar, maka proses pengolahan coklat akan lebih efisien dan lebih efektif. Biaya sosio-ekonomi: harga yang dimiliki oleh conche gusi tergolong mahal yaitu Rp. 100.000.000. Aka tetapi, dengan harga yang mahal kapasitas yang dimiliki alat ini sangat besar. Sehingga dalam sekali produksi maka pasta halus yang dihasilkan akan sangat banyak. Kapasitas kebutuhan manajemen: dalam pengoperasikan conche gusi dibutuhkan tenaga kerja yang ahli dikarenakan alat ini dioperasikan menggunakan mesin digital khusus. Dampak terhadap nutrisi: penggunaan alat ini dengan suhu tinggi 6070°C selama 7 jam, sehingga akan berdampak pada nutrisi pasta coklat yang dihasilkan. Adanya suhu tinggi maka akan dapat menguapkan kandungan-kandungan lainnya didalam pasta coklat, salah satunya yaitu menguapnya kadar air dan senyawa kecil lainnya.
Gambar 5. Mesin Cochegusu d. Tempering Proses tempering dilakukan dengan menggunakan mesin Hermes JKV 30, yang dilengkapi dengan German motor, komponen telemecanique,
frekuensi unit serta termostat digital. Pemilihan alat ini dikarenakan beberapa alasan dengan beberapa parameter diantaranya: Kebutuhan kualitas: Proses tempering dengan menggunakan mesin ini untuk menjaga konsistensi kualitas produk yang dihasilkan. Mesin ini dilengkapi dengan pengaturan kecepatan berputar motor, suhu dan vibrator, sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik. Kebutuhan pengolahan: Mesin ini sangat dibutuhkan karena mesin tersebut membantu proses produksi cokelat bar agar menghasilkan produk yang optimal dan mempercepat proses tempering dengan fitur yang telah terdapat pada mesin tersebut Penggunaan kapasitas: Kapasitas maksimum yang dapat dicapai mesin yaitu sebanyak 30 kg dalam sekali proses, namun penggunaan mesin ini juga dapat dilakukan secara kontinyu. Biaya sosio-ekonomi: Pemilihan mesin ini oleh industri karena kemampuan dan daya tahan yang lama, harga alat yaitu $13,500.00 termasuk ke dalam kategori mahal tetapi untuk jangka panjang alat ini sangat bisa diandalkan karena kemudahan dan efisiensi penggunaan serta daya tahan alat yang memadai. Kapasitas kemampuan manajemen: Mesin ini sangat mudah untuk dioperasikan, dengan mengikuti prosedur penggunaan yang ada. Pengaturan kecepatan berputar motor, suhu dan vibrator menggunakan digital dan tombol sehingga mempermudah pengoperasian. Dampak terhadap nutrisi: pada proses tempering dengan penggunaan alat ini hanya terdapat perlakuan pendiaman pada waktu tertentu sehingga tidak dapat menyebabkan terjadinya perubahan nutisi pada cokelat.
Gambar 6. Hermec JKV 30 e. Pencetakan Proses pencetakan merupakan tahapan terakhir dari proses pembuatan cokelat bar yang dapat dicetak sesuai dengan keinginan dari industrri. Pencetakan cokelat bar ini digunakan alat MLD chocolate pendingin tunnel atau terowongan yang terbuat dari baja dan umumnya digunakan oleh industri cokelat sebagai pendinginan dan molding pencetakan cokelat dengan bongkahan bentuk yang besar. Desain menyerupai terowongan dengan mengadopsi struktur kopling elektromagnetik dan dapat dikontol dengan tombol yang sudah tertera. Penggunaan teknologi MLD chocolate ini dikarenakan beberapa alasan berdasarkan parameter yang diantaranya: Kebutuhan kualitas: Menggunakan MLD chocolate pendingin tunnel atau terowongan mampu menjamin konsisteni cetakan yang dihasilkan karena alat tersebut dapat dikendalikan bagaimana kita ingin mencetak cokelat bar sesuai dengan keinginan insustri Kebutuhan pengolahan: alat ini mampu memproduksi cokelat bar dengan kapasitas yang optimal yaitu 12-20 cetakan/min sehingga mampu memenuhi target dari industri. Penggunaan kapasitas: Penggunaan MLD chocolate pendingin tunnel atau terowongan dapat di setting kapasitasnya menggunakan kendali asalkan tidak melebihi kapasitas maksimal dan minimal produksi kerja alat. Sesuai dengan spesifikasi alat, MLD chocolate pendingin tunnel cocok digunakan industri cokelat bar karena kapasitasnya mampu menghasilkan produk cokelat bar cukup tinggi dalam sekali beroperasi
Biaya sosioal ekonomi: kemampuan dan daya tahan yang lama, harga jual alat memang relatif mahal yaitu sebesr $2000 tetapi untuk jangka panjang alat ini sangat bisa diandalkan karena kemudahan dan efisiensi penggunaan serta daya tahan alat yang memadai Kapasitas kemampuan manajemen: untuk pengoperasian alat ini harus dilakukan pelatihan terlebih dahulu dan dilakukan oleh orang yang sudah ahli atau terlatih agar meghindari kerusakan alat secara cepat. Hal tersebut merupakan kemampuan manajemen alat dalam menghasilkan produk cokelat yang optimal. Dampak terhadap nilai nutrisi: proses pencetakan dengan alat ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan nutrisi karena tidak adanya perlakuan pemanasan atau perlakuan lain yang dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya nutrisi dari cokelat bar.
Gambar 7. MLD chocolate pendingin tunnel 3. Pasca Proses a. Pengemasan Kemasan untuk produk coklat bar yang telah dicetak yaitu menggunakan bahan kemasan plastik. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan mesin, yaitu menggunakan mesin pengemas FWL280A Chocolate Bar Packaging Machine (Taizhou Bafu Machinery Co.,Ltd). Mesin FWL280A dilengkapi dengan print registration unit, wrapping counter (penghitung kemasan), serta pengaturan panjang sesuai panjang produk dan kemasan
dengan lebar maksimal 60 dan tinggi maksimum 45mm. Alasan pemilihan mesin pengemas FWL280A ini yaitu diantaranya: Kebutuhan kualitas: Penggunaan mesin pengemas FWL280A dapat meminimalisir terjadinya kerusakan cokelat pada saat proses pengemasan karena pada alat ini telah dilengkapi fitur yang dapat mengatur besar kecilnya kemasan yang akan digunakan sesuai dengan ukuran cokelat. Kebutuhan pengolahan: Mesin FWL280A dilengkapi dengan print registration unit, wrapping counter (penghitung kemasan), serta pengaturan panjang sesuai panjang produk dan kemasan sehingga tidak memerlukan tenaga lebih dalam mengemas cokelat. Penggunaan kapasitas: Mesin FWL280A memiliki kapasitas mengemas hingga 350 cetakan coklat bar dalam satu batch sehingga cocok untuk digunakan dalam indutri yang memproduksi cokelat bar dengan skala besar. Biaya sosial ekonomi: harga jual dari mesin ini memang relatif mahal tetapi memiliki umur ekonomis yang cukup lama. Selain itu dalam mesin ini telah dilengkapi dengan fitur lainnya yang tidak hanya berfungsi untuk mengemas cokelat tetapi terdapat fungsi lainnya sehingga hal tersebut dapat meminimalir dalam pembelian alat lainnya. Kapasitas kemampuan manajemen: pengemasan menggunakan mesin FWL280A ini dilakukan pada setiap produk secara otomatis, sehingga setiap produk akan terpisah dan memiliki kemasan masing-masing sehingga sangat mudah dalam pengoperasiannya. Namun juga diperlukan adanya pengontrolan mesin dalam kurun waktu tertentu. Dampak terhadap nilai nutrisi: pada proses pengemasan dengan alat ini tidak menyebabkan adanya perubahan sifat kimia yang dapat mengurangi atau menghilangkan kandungan gizi dari cokelat bar. Perubahan yang jelas akan terjadi yaitu perubahan fisik (kenamakan) cokelat bar yang memiliki nilai estetika lebih tinggi dengan adanya kemasan.
Gambar 8. Mesin Pengemas FWL280A Chocolate Bar Packaging Machine Desain kemasan produk cokelat bar dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 9. Desain kemasan produk b. Penyimpanan Penyimpanan cokelat bar hasil produksi dilakukan penyimpanan di ruang yang memiliki suhu rendah yaitu cool storage chocolate. Cool storage
merupakan ruang penyimpanan yang terbuat dari panel dengan suhu rendah yang sering digunakan oleh industri susu, cokelat dan makanan pabrik, sayuran gudang dan cokelat. Pada cool storage chocolate ini disediakan set lengkap ruang dingin penyimpanan yang meliputi 4 bagian utama yaitu panel penyimpanan dingin, air cooler, unit Kondensasi dan aksesoris
meliputi
rak,
kerangjang
dan
sebagainya.
Beberapa
pertimbangan yang dilakukan dalam pemilihan cool storage chocolate ini terdiri dari beberapa parameter yaitu: Kebutuhan kualitas: Menggunakan Cool Storage Chocolate mampu menjaga suhu cokelat yang dihasilkan karena alat tersebut dapat dikendalikan suhunya tanpa merusak kualitas cokelat Kebutuhan pengolahan: cool Storage Chocolate sangat dibutuhkan karena alat tersebut telah dilengkapi dengan fitur-fitur yang lengkap sehingga dapat mempertahankan kualitas cokelat selama penyimpanan Penggunaan kapasitas: penggunaan Cool Storage Chocolate dapat di setting kapasitasnya menggunakan kendali asalkan tidak melebihi kapasitas maksimal dan minimal produksi kerja alat. Sesuai dengan spesifikasi alat, Cool Storage Chocolate cocok digunakan industri cokelat bar karena kapasitasnya mampu menghasilkan produk cokelat bar cukup tinggi dalam sekali penyimpanan. Biaya sosial ekonomi: pemilihan alat Cool Storage Chocolate digunakan oleh industri karena kemampuan dan daya tahan yang lama, harga jual alat $1000-10000 termasuk ke dalam kategori mahal tetapi untuk jangka panjang alat ini sangat bisa diandalkan karena kemudahan dan efisiensi penggunaan serta daya tahan alat yang memadai Kapasitas kemampuan manajemen: Penggunaan dari cool storage chocolate relatif mudah untuk proses penyimpanan cokelat, hanya diperlukannya pengontrolan terhadap suhu, kebersihan dan tempat sekitar sehingga alat ini dapat bekerja secara optimal. Dampak terhadap nilai nutrisi: proses penyimpanan cokelat bar dengan suhu rendah, dapat mempertahankan kualitas dari cokelat bar.
Peyimpanan ini tidak dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat kimia dari cokelat bar yang dihasilkan.
Gambar 10. Cool storage chocolate
BAB 4. KESIMPULAN
Berdasarkan makalah perencanaan penggunaan teknologi pada industri cokelat bar diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Proses pembuatan Cokelat Bar membutuhkan peralatan yang konsisten dan sudah ditentukan kapasitas produksinya sehingga hasilnya dapat optimal 2. Berdasarkan rencana industri, proses produksi yang harus menggunakan alat ialah penyangraian, winnowing, pemastaan, pembuatan chocolate bar, penyimpanan dan pengemasan. 3. Berdasarkan analisis finansial yang sudah dilakukan, ketersediaan alat untuk produksi dapat dipenuhi dengan alasan kebutuhan serta efisiensi penggunaan dalam jangka waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
Afoakwa, E. 2010. Chocolate Science and Technology. UK: Wiley-Blackwell. Asmawit. 2012. Penelitian Substitusi Lemak Kakao dengan Lemak Kelapa Sawit dalam Pembuatan Coklat Batang. Biopropal Industri. 3 (1): 17-21. Atkinson, C., Banks, M., France, C., & McFadden, C. (2010). The Chocolate and Coffee Bible. London: Anness Publishing Ltd Beckett, S.T, 2000. The Science of Chocolate, RSC Backs, Published by The Royal Society of Chemistry. Cambridge: Thomas Graham House, Science Park. Milton Road. Brown, S. 2010. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests.FAO Forestry Paper : 134. Roma Buckle, K.A., R.A. Edward, G.h. Fleet dan M. Wooton, 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Purnomo dan Adiono. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Indarti, Eti, Normalina Arpi, dan Slamet Budijanto. 2013. Kajian Pembuatan Cokelat Batang dengan Metode Tempering dan Tanpa Tempering. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 5 (1): 1-6. Julianti E. dan M. Nurminah. 2007. Buku Ajar Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi Pertanian. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. Kim S S, Kim S Y, Kim D W, Shin S G & Chang K S. 1999. Moisture Sorption Characteristics of Composite Foods Filled with Chocolate. Journal of Food Science Institute of Food Technologists. 64 (20) : 300-302 Minife, B.W. 1999. Chocolate Cacao and Confectionary Science and Technology. Morganelli, Adrianna. 2006. Biography Of Chocolate. Canada: Crabtree Publishing. Mulato, S., S. Widyotomo, Misnawi, & E. Suharyanto, 2004. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004. Budidaya Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka: Hal. 25-31. Supartha, I. W. 2008. Pengendalian Hama Penggerek dan Penyakit Busuk Buah Kakao Secara Integrasi. I M. Mastika & I W. Susila (Editor). Denpasar: Dinas Perkebunan Propinsi Bali. ISBN 978-979-18979-0-7. Syamsir, E., 2011. Learn Everything about Dietary Fiber. Kulinologi Indonesia. 14:2.
Talbot, G., 1999. Chocolate temper in S.T. Becket (Ed) Industrial chocolate manufacture and use(3rded.) Oxford; Blackwell Science. (pp 218-230) The Avi Publishing Co. Westport. Connecticut. Wahyudi T. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Jakarta: Penebar Swadaya.