MAKALAH TOKOH KEPERAWATAN FLORENCE NIGHTINGALE & SISTER CALISTA ROY
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1 BASILIUS Y. WE’U KRISMAS EKA SAPUTRA ANNISA WAHYUNINGSIH DITA HAYU PANGESTU RIA PARAMITA J. DEVI ZAMILA YENI GRES TANEWA SYAHIDILAH M. ARIF DONY IRFANSYAH ANSELMUS A. LAKO SHULTON IKANG FAUZI FRANSISCO AMARAL
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURABAYA 2013/ 2014
FLORENCE NIGHTINGALE
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sejak adanya sejarah kehidupan manusia di bumi ini, manusia telah berusaha mengumpulkan fakta. Dari fakta ini kemudian disusun dan disimpulkan menjadi berbagai teori, sesuai fakta yang di kumpulkan tersebut. Teori – teori tersebut kemudian digunakan untuk memahami gejala – gejala alam dan kemasyarakatan yang lain. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan, sosial, politik, ekonomi dan teknologi teknologi umat manusia, teori – teori teori tersebut makin berkembang baik kualitas maupun maupun kuantitasnya, seperti apa yang telah kita rasakan sekarang ini. Makalah ini membahas tentang Teori Florence Nigthingale, yang didalamnya berisi tentang isi dari teori Nightingale, pembahasan teori, dan contoh peran perawat berdasarkan teori Nightingale. Apa yang berada dalam makalah ini sangat bermanfaat dan berguna terutama bagi seorang s eorang perawat. per awat. Teori Nightingale adalah teori yang mengemukakan tentang lingkungan. Florence Noghtingale sendiri adalah perawat yang pertama kali ada di dunia d unia dan beliau di kenal sebagai wanita yang pantang menyerah dalam merawat pasien dan memiliki jiwa penolong serta sangat berperan penting dalam perkembangan ilmu keperawatan. Teori dari Florence nightingale ni ghtingale sangatlah bermanfaat bagi para perawat terutama pada saat kita merawat pasien. Mungkin pada saat kita merawat pasien kita melupakan faktor lingkungan di sekitar pasien, padahal lingkungan sangatlah berpengaruh dalam penyembuhan pasien. Pasien sangatlah membutuhkan kenyamanan dan ketenangan pada saat dia di rawat. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi bahan perhatian kita semua.
B. Biografi
Florence Nightingale Lahir
12 Mei 1820 Mei 1820 Firenze, Kadipaten Firenze, Kadipaten Agung Toscana
Meninggal
13 Agustus 1910 Agustus 1910 (umur 90) Park Lane, London, Lane, London, Britania Raya
Dikenal karena
Memelopori perawatan modern
Profesi
Perawat dan statistikawan
Institusi
Selimiye Barracks, Scutari
Spesialisasi
Kebersihan dan sanitasi rumah sakit
Tanda tangan
Florence Nightingale (lahir di Florence, Italia, 12 Mei 1820 – meninggal di London, Inggris, 13 Agustus 1910 pada umur 90 tahun) adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistik. Ia dikenal dengan nama Bidadari Berlampu (bahasa Inggris The Lady With The Lamp) atas jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada perang Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia. Florence Nightingale menghidupkan kembali konsep penjagaan kebersihan rumah sakit dan kiat-kiat juru rawat. Ia memberikan penekanan kepada pemerhatian teliti terhadap keperluan pasien dan penyusunan laporan mendetil menggunakan statistik sebagai argumentasi perubahan ke arah yang lebih baik pada bidang keperawatan di hadapan pemerintahan Inggris. Masa kecil Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei 1820 dan dibesarkan dalam keluarga yang berada. Namanya diambil dari kota tempat ia dilahirkan. Nama
depannya,
Florence
merujuk
kepada
kota
kelahirannya,
Firenze
dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris. Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst , sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope. Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktivitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan. Perjalanan ke Jerman. Di tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang rumah sakit modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner
dan istrinya dan dikelola oleh biarawati Lutheran (Katolik). Di sana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktekkan oleh para biarawati kepada pasien. Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan membawa angan-angan tersebut. Pada usia dewasa Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence merasa "terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan. Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat ( Baron of Houghton), lamaran ini pun ia tolak karena ditahun itu ia sudah membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan. Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa itu di Inggris, perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok. Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah. Perawat pada masa itu hina karena : -
Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi.
-
Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak senonoh.
-
Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas.
-
Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak. Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa
merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung melindungi mereka dari perlakuan yang tidak hormat dari pasiennya. Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan, namun ia tidak setuju bila Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan anaknya bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan keluar negeri untuk menenangkan pikiran.
Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk mendapatkan pelatihan bersama biarawati disana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth, Jerman di bawah tekanan dari keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul dari seorang gadis yang menjadi perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik sementara keluarga Florence adalah Kristen Protestan. Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk orang miskin di Perancis. Kembali ke Inggris. Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan mendapat pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun (setara dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga Florence dapat hidup dengan nyaman dan meniti karirnya. Di sini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa:
“
rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam
”
Komite Rumah Sakit pun merubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence. Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris bersama tentara Perancis berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka. Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke Krimea. Dalam tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?" Hati rakyat Inggris pun tergugah oleh tulisan tersebut.
Florence merasa masanya telah tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan. Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence adalah satusatunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-prajurit banyak yang mati bukan karena peluru dan bom, namun karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence menyanggupi. Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih oleh Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith, berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal. Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit pinggir pantai di Scutari. Saat tiba disana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan. Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas, semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratusratus prajurit bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat. Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut ditumpuk begitu saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak sedap. Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit tersebut dan menyanggupi untuk membantu. Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para penderita di dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling tidak bernaung di bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda. Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat; perban diganti secara berkala, obat diberikan pada waktunya, lantai rumah sakit dipel setiap hari, meja kursi dibersihkan, dan baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat. Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.
Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang seluruhnya namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan Florence Nightingale. Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka dari luar pada malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah, bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat seorang wanita, anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan serangan seksual. Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris menentang anak perempuan mereka menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya dimana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini berada dibawah pengawasan Biarawati Kepala. Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence menuliskan pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui. Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada jumlah kematian prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence berada disana sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit malah meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian akibat luka-luka saat perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah pasien melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini menyebabkan sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara memburuk. Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis. Namun Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat Florence kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris ( Royal Commission on the Health of the Army), akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.
Hal
ini
berpengaruh
pada
karirnya
di
kemudian
hari
dimana
ia
gigih
mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian prajurit pada saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan betapa pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara sebuah rumah sakit. Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua bel ah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali. Florence menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada bintara tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap. Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan pertempuran untuk mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka menunggu hingga esok hari korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah. Saat bintara tersebut terlihat
enggan,
Florence
mengancam
akan
melaporkannya
kepada Mayor
Prince.
Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya Florence satu-satunya wanita. Florence dengan berbekal lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit Rusia. Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajuritInggris dan tiga prajurit Rusia. Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling dengan lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang seharusnya sudah meninggal. Selama perang Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama "Bidadari Berlampu". Pada tahun 1857 Henry Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi tentang Florence Nightingale berjudul "Santa Filomena", yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada malam hari, sendirian, dengan membawa lampu. “
Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku.
”
Pulang ke Inggris. Florence Nightingale kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857, semua orang tahu siapa Florence Nightingale dan apa yang ia
lakukan ketika ia berada di medan pertempuran Krimea, dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal setelah Ratu Victoria sendiri. Nightingale pindah dari rumah keluarganya di Middle Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di Piccadilly. Namun, ia terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis ("demam Krimea") yang menyerangnya selama perang Krimea. Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya dari kamarnya dan jarang meninggalkannya. Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria - dan meskipun terdapat keterbatasan kurungan pada ruangannya - Nightingale memainkan peran utama dalam pendirian Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua. Sebagai wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan, tetapi ia menulis laporan 1.000 halaman lebih yang termasuk laporan statistik mendetail, dan ia merupakan alat implementasi rekomendasinya. Laporan Komisi Kerajaan membuat adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya Sekolah Medis Angkatan Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan bersenjata. Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk memberikan pengakuan pada Florence Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang yang membuat didirikannya Dana Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney Herbert menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya Florence ke London, ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan bernama "Dana Nightingale", dimana Sidney Herbert menjadi Sekertaris Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan tersebut berhasil mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai rasa terima kasih orang-orang Inggris karena Florence Nightingale berhasil menyeamatkan banyak jiwa dari kematian. Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita yang pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan. Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka profesi perawat akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan mengijinkan anakanak perempuannya untuk bersekolah disana dan masyarakat akan lain sikapnya menghadai seseorang yang terdidik. Sekolah tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London. Dunia kesehatan pun menyambut baik pembukaan sekolah perawat tersebut.
Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik mendaftarkan diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krimea telah menghilangkan gambaran lama tentang perempuan perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale ( Florence Nightingale School of Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King College London. Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin. Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di sekolah tersebut. Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh puluh tenaga pemudi habis diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian. Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool Workhouse Infirmary. Ia juga berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya. Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan ditempat-tempat tersebut. Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat untuk dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di negerinya masing-masing. Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence telah tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi keperawatan. Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di rumah sakit-rumah sakit London seperti St. Mary's Hospital, Westminster Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan the Hospital for Incurables (Putney); dan diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di Sydney Hospital, di New South Wales, Australia. Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka mendapatkan perawatan yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku dan buah pikiran Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini. Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan ( Notes on Nursing ) buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan
sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia. Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan bayi. Pada tahun 1869, Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan Universitas Medis Wanita. Pada tahun 1870-an, Linda Richards, "perawat terlatih pertama Amerika", berkonsultasi dengan Florence Nightingale di Inggris, dan membuat Linda kembali ke Amerika Serikat dengan pelatihan dan pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat. Linda Richards menjadi pelopor perawat di Amerika Serikat dan Jepang. Pada tahun 1883 Florence dianugrahkan medali Palang Merah Kerajaan ( The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria. Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di hadapan beratus-ratus undangan menganugerahkan Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini. Pada tahun 1908 ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari kota London. Nightingale adalah seorang universalis Kristen. Pada tanggal 7 Februari 1837 – tidak lama sebelum ulang tahunnya ke-17 – sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, "Tuhan
berbicara
padaku
dan
memanggilku
untuk
melayani-Nya."
Meninggal
dunia. Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus 1910. Keluarganya menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di Gereja St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris
BAB II
TINJAUAN TEORI
Konsep Nightingale menempatkan lingkungan sebagai fokus asuhan keperawatan dan perhatian di mana perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit merupakan upaya awal untuk memisahkan antara profesi keperawatan dan kedokteran. Nightingale tidak memandang perawat secara sempit yang hanya sibuk dengan masalah pemberian obat dan pengobatan, tetapi lebih berorientasi pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan dan nutrisi yang adekuat ( Nightingale, 1860; Torres, 1986 ). Melalui observasi dan pengumpulan data, Nightingale menghubungkan antara status kesehatan klien dengan faktor lingkungan dan sebagai hasil, yang menimbulkan perbaikan kondisi higiene dan sanitasi selama perang Crimean. Torres mencatat ( 1986 ) mencatat bahwa nightingale memberikan konsep dan penawaran yang dapat divalidasi dan digunakan untuk menjalankan praktik keperawatan. Nightingale dalam teori deskripsinya memberikan cara berpikir tentang keperawatan dankerangka rujukan yang berfokus pada klien dan lingkungannya ( Torres, 1986). Surat Nightingale dan tulisannya tangannya menuntun perawat untuk bekerja atas nama klien. Prinsipnya mencakup bidang pelayanan, penelitian, dan pendidikan. Hal paling penting adalah konsep dan prinsip yang membentuk dan melingkupi praktik keperawatan (marriner – tomey, 1994). Nightingale berpikir dan menggunakan proses keperawatan. Ia mencatat bahwa observasi [pengkajian] bukan demi berbagai informasi atau fakta yang mencurigakan, tetapi demi penyelamatan hidup dan meningkatkan kesehatan dan keamanan.
Kelebihan Teori Keperawatan Florence Nightingale :
Salah satu kisah fakta yang mencetuskan teori modern dalam dunia keperawatan.
Pada zaman keperawatan Florence Nightingale memandang pasien dalam kontek keseluruhan lingkungan yaitu lingkungan fisik, psikologis, sosial.
Florence Nightingale memandang perawat tidak hanya sibuk dengan masalah pemberian obat dan pengobatan saja, tetapi lebih berorientasi pada pemberian
udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan, dan nutrisi adekuat.
Pengkajian atau observasi yang dilakukan Florence Nightingale bukan demi berbagai informasi atau fakta yang mencurigakan, tetapi demi penyalamatan hidup dan meningkatkan kesehatan dan keamanan.
Semua tindakan yang dilakukan penuh kasih sayang dan bekerja untuk Tuhan Y.M.E.
Asuhan keperawatan yang diberikan penuh dengan semangat semata-mata untuk kesembuhan pasien.
Kelemahan Teori Keperawatan Florence Nightingale :
Teori Keperawatan Florence Nightingale sempat diragukan kemampuannya.
Perawat pada saat itu dianggap pekerjaan remeh dan disepelekan oleh banyak orang.
Kurangnya
dukungan
dari
perawat
lain
dalam
perkembangannya saat itu.
Kurangnya sarana dan pra-sarana yang menunjang.
proses
pelayanan
dan
BAB III
PEMBAHASAN
Teori atau model konsep Florence Nightingale memposisikan lingkungan sebagai focus asuhan keperawatan, dan perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit, model dan konsep ini dalam upaya memisahkan antara profesi keperawatan dangan kedokteran. Orientasi pemberian asuhan keperawatan / tindakan keperawatan lebih diorientasikan pada pemberian udara, lampu, kenyamanan, kebersihan, ketenangan dan nutrisi yang adequate, dengan dimulai dari pengumpulan data dibandingkan dengan tindakan pengobatan semata, upaya teori tersebut dalam rangka perawat mampu menjalankan praktik keperawatan mandiri tanpa bergantung pada profesi lain.
Model dan konsep ini memberikan inspisi dalam perkembangan praktik keperawatan, sehingga akhirnya dikembangkan secara luas, paradigma perawat dalam tindakan keperawatan hanya memberikan kebersihan lingkungan kurang benar, akan tetapi lingkungan dapat mempengaruhi proses perawatan pada pasien, sehingga perlu diperhatikan. Teori Nightingale memandang pasien dalam kontek lingkungan keseluruhan: lingkungan fisik, psikologis, dan sosial. Nightingale tidak memandang perawat secara sempit yang hanya sibuk dengan masalah pemberian obat dan pengobatan, tetapi lebih berorientasi pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan dan nutrisi yang adekuat ( Nightingale, 1860; Torres, 1986 ). Pemberian nutrisi yang adekuat pada pasien sangatlah penting. Pasien memerlukan nutsrisi untuk mempertahankan fungsi tubuh dan untuk tumbuh.
Pasien harus mendapatkan kalori yang cukup, dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan protein untuk menyuplai energi. Tubuh pasien juga memerlukan asam amino yang ditemukan dalam protein untuk membangun dan mempertahankan struktur sel dan jaringan yang lebih besar. Dan akhirnya pasien pun memerlukan vitamin dan mineral untuk metabilisme dan untuk mengatur banyak proses tubuh pasien. Individu yang sakit memerlukan banyak makanan daripada orang sehat dalam upaya penyembuhan dan pemulihan. Sebagai contoh pasien yang menjalani pembedahan membutuhkan diet yang mengandung banyak vitamin C dan protein karena ini dapat membantu penyemabuhan. Protein juga secara khusus penting
untuk melawan infeksi karena antibodi yang digunakan tubuh untuk melawan infeksi adalah protein. Diet adekuat juga penting. Namun, banayak penyakit membuat seseorang sulit makan, atau memebuata pasien sulit untuk mencerna makanan.
Melalui observasi dan pengumpulan data, Nightingale menghubungkan antara status kesehatan klien dengan faktor lingkungan dan, sebagai hasil, yang menimbulkan perbaikan kondisi higiene dan sanitasi selama perang Crimean. Kondisi higene penting untuk membantu pasien tetap bersih dan untuk merawat kulit, mulut, rambut, mata, telinga, kuku. Di jaman sekarang ketika seseorang sakit, akan sulit memikirkan tentang mandi atau menyikat gigi atau membersihkan kuku; bernapas atau mengatasi nyeri tampak lebih penting. Oleh karenanya, perawat perlu melihat apakah pasien dapat mebersihkan diri mereka sendiri dan membantu mereka bila mungkin. Penting untuk menanyakan pasien apa yang biasanya mereka lakukan dan bagaimana mereka menginginkan bantuan. Praktik budaya dan agama dapat membedakan praktik higiene. Higiene adalah sangat pribadi dan masing – masing individu mempunyai ide yang berbeda tentang apa yang mereka ingin lakukan. Jika memungkinkan, perawat harus membantu pasien memeniuhi kebutuhan pribadinya daripada melakukan standar rutin.
Perawat adalah orang yang membantu proses penyembuhan penyakit tetapi tidak untuk menyembuhkan penyakit. Ini karena tugas seorang perawat adalah merawat orang yang sakit dan dokter adalah orang yang berperan penting dan sangat membantu dalam proses penyembuhan penyakit. Itulah beda perwat dan dokter perawat juga bukan hanya memberikan obat untuk menyembuhkan penyakit kepada si pasien tetapi mereka juga harus bisa membuat lingkungan fisik, psikologis, sosial pasien sembuh.
Setelah mereka merasa sehat atau sembuh dari penyakit baik lahir maupun batin mereka tenang dan nyaman. Pada saat pasien berada di rumah sakit pun perawat di tuntut untuk memberikan kenyamanan bagi pasien, artinya kita bisa meringankan penderitaan sakit si pasien itu dan dalam perawatan pasien tidak dibedakan yang kaya dan miskin.
SISTER CALISTA ROY
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan individu dan kelompok dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
Keperawatan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang respon manusia terhadap penyakit, pengobatan dan perubahan lingkungan yang dapat menimbulkan suatu fenomena. Fenomena tersebut dapat diatasi perawat dengan mengaplikasikan berbagai konsep model dan teori keperawatan yang dimilikinya. Selain itu dengan mengaplikasikan teori dan konsep model keperawatan, perawat dapat mengetahui apa tindakan keperawatan yang harus dilakukan dan alasan mengapa tindakan keperawatan tersebut dilakukan.
Aplikasi teori dan konsep model keperawatan dapat diterapkan diberbagai cabang ilmu keperawatan, baik di keperawatan dasar, keperawatan klinik, maupun keperawatan komunitas. Di keperawatan jiwa sendiri salah satu teori dan konsep model keperawatan yang dapat diterapkan adalah Model Adaptasi Roy.
Model Adaptasi Roy menggambarkan manusia sebagai sistem terbuka dan sistem adaptif yang akan merespons terhadap kejadian atau perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan baik yang internal maupun eksternal. Respons yang ditimbulkan tersebut dapat berupa respon adaptif dan mal-adaptif, sesuai dengan mekanisme koping yang digunakan pasien dalam menghadapi stressor yang dihadapinya. Roy juga memandang lingkungan sebagai kondisi internal maupun eksternal yang dapat diatur dan dimanipulasi perawat dalam rangka membantu pasien memulihkan diri.
Kegiatan keperawatan diarahkan pada penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Selain itu kegiatan keperawatan juga diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kemampuan proses adaptasi klien terhadap stimulus ke arah yang lebih positif. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang teori dan aplikasi Model Adaptasi Roy.
B. Biografi
Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet. Roy dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Ia merupakan anak ke-2 dari Mr. dan Mrs. Fabien Roy. Pada usia 14, ia mulai bekerja di sebuah rumah sakit umum yang besar sebagai seorang gadis pantry, kemudian sebagai pelayan, dan akhirnya menjadi seorang asisten perawat. Roy menerima gelar Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Mary’s College, Los Angeles. Dan pada tahun tahun 1966 ia mendapat gelar Magister Saint in Pediatric Nursing di University of California, Los Angeles. Roy memperoleh gelar master di bidang Sosiologi dari University of California, Los Angeles (UCLA) pada tahun 1973 dan berhasil meraih gelar Ph.D. di bidang yang sama pada tahun 1977. Dia menjabat sebagai postdoctoral fellow di neuroscience keperawatan di University of California, San Francisco. Dia juga telah dianugerahi empat gelar doktor kehormatan. Pada tahun 1976, Callista Roy mengembangkan Adaptation Model of Nursing. Model ini terdiri dari empat domain konsep yaitu individu, kesehatan, lingkungan, dan keperawatan serta melibatkan enam langkah proses keperawatan. Roy memulai pekerjaa dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964 ketika dia lulus dari University of California Los Angeles. Pada tahun 1991, ia mendirikan Penelitian Boston Adaptasi Berbasis Masyarakat di Keperawatan (BBARNS), yang nantinya akan berganti nama menjadi Asosiasi Adaptasi Roy. Dia telah mengajar di seluruh Amerika Serikat dan di lebih dari tiga puluh negara lainnya. Saat ini, ia sedang mempelajari peran awam mitra penelitian dalam pemulihan dari cedera kepala ringan. Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah model konsep keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan
teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964) seorang ahli fisiologis – psikologis. Untuk memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli, konsektual stimuli dan residual stimuli. Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut, Roy juga mengadaptasi nilai “ Humanisme” dalam model konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk menggali keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan, terhadap kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain dari ahli-ahli lain di area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic ( 1970) dan Selye (1978). Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model adaptasi keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda keperawatan di Mount Saint Mary’s College. Sejak saat it lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model praktek juga memegang peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan model. Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun 1976-1977 menunjukkan beberapa penegasan sementara dari model adaptasi. Perkembangan model adaptasi keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan profesionalismenya. Secara filosofi Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan,, dan nilai kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah membantu perkembangan kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manausia dan spirit. Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model adaptasi keperawatan.
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1
Teori Filosofi Calista Roy
Roy mengembangkan ilmu dan filosofinya berdasarkan 3 asumsi dasar, yaitu: 2.1.1
Asumsi dari Teori Sistem
1.Sistem adalah seperangkat bagian yang saling berhubungan dari satu bagian ke bagian lain 2.Sistem adalah bagian dari yang berfungsi bagian yang satu dengan yang lain saling ketergentungan 3.Sistem mempunyai input, out put, control, proses, dan umpan balik 4.Input merupakan umpan balik yang juga disebut informasi Sistem kehidupan lebih kompleks dari sistem mekanik, mempunyai standar dan umpan balik langsung terhadap fungsinya.
2.1.2 Asumsi dari Teori Melson. 1.Perilaku manusia adalah hasil adaptasi dari lingkungan dan kekuatan organisme 2.Perilaku adaptif adalah berfungsinya stimulus dan tingkatan adaptasi, yang dapat ]berpengaruh terhadap stimulus fokal, stimulus kontekstual, dan stimulus residual 3.Adaptasi adalah proses adanya respon positif terhadap perubahan lingkungan 4.Respon merupakan refkleksi keadaan organisme terhadap stimulus
2.1.3 Asumsi dari Humanisme. 1.Individu mempunyai kekuatan kreatif 2.Perilaku individu mempunyai tujuan dan tidak selalu dalam lingkaran sebab akibat
3.Manusia merupakan makhluk holistic 4.Opini manusia dan nilai yang akan datang 5.Mobilisasi antarmanusia bermakna Adapun teori Adaptasi Calista Roy yang diambil dari berbagai sumber dari teoritis keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic Adaptif System” dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan. Sistem adalah suatu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. Sistem terdiri dari proses input, output, kontrol, dan umpan balik ( Roy,1991 ), dengan penjelasan se bagai berikut : 1.Input Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, di mana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual, dan stimulus residual. a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera. Misalnya infeksi. b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan di mana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial, dll. c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak. 2.Kontrol Proses kontrol seseorang, menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang digunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem. a) Subsistem regulator.
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen: input, proses, dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem. b) Subsistem kognator. Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian, dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan), dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang. Dalam
memelihara
integritas
seseorang,
regulator
dan
kognator
subsistem
diperkirakan sering bekerja sama. Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan individu itu sendiri, dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus agar dapat berespon secara positif. Untuk subsistem kognator, Roy tidak membatasi konsep proses kontrol, sehingga sangat terbuka untuk melakukan riset tentang proses kontrol dari subsitem kognator sebagai pengembangan dari konsep adaptasi Roy. Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. 3. Output Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat diamati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar. Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu
melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal-adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini. Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi. 2.2
Elemen-Elemen Utama dari Teori Calista Roy
Menurut Roy terdapat empat objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu: 1. Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan) Roy menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok, komunitas atau sosial. Masing-masing dilakukan oleh perawat sebagai sistem adaptasi yang holistic dan terbuka. Sistem terbuka tersebut berdampak terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi, kejadian, energi antara sistem dan lingkungan. Interaksi yang konstan antara individu dan lingkungan dicirikan oleh perubahan internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu harus mempertahankan intergritas dirinya, dimana setiap individu secara kontinu beradaptasi. Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, kontrol, output, dan proses umpan balik. Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara-cara adaptasi. Lebih spesifik manusia didefenisikan sebagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara cara adaptasi yaitu: fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi. Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, jadi manusia dilihat sebagai satu-kesatuan yang saling berhubungan antara unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individuitu sendiri. Input atau stimulus termasuk
variabel standar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasa dilakukan. Proses kontrol manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping. Dua mekanisme kopingyang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator.Regulator dan kognator digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadapempat efektor atau caracara adaptasi yaitu: fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependen. Empat fungsi mode yang dikembangkan oleh Roy terdiri dari: a) Fisiologis Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu : (1) Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991). (2) Nutrisi: menggambarkan pola penggunaan nutrient untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan. (3) Eliminasi: menggambarkan pola eliminasi. Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991) (4) Aktivitas dan istirahat: menggambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur. (5) Integritas kulit: menggambarkan pola fungsi fisiologis kulit.
(6) Rasa/senses: menggambarkan fungsi sensori perceptual berhubungan dengan panca indera (7) Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit. (8) Fungsi neurologist: menggambarkan pola kontrol neurologist, pengaturan dan intelektual. (9) Fungsi endokrin: menggambarkan pola control dan pengaturan termasuk respon stress dan sistem reproduksi.
b) Konsep Diri (Psikis) Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self . 1)
The physical self , yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan
sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas 2)
The personal self , yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan
spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini. c) Fungsi Peran (Sosial) Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda. d) Interdependent Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai.Interdependensi
yaitu
keseimbangan
antara
ketergantungan
dan
kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima. tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok. 2. Keperawatan Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu baik sehat maupun saki yang mengalami gangguan fisik, psikis dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi berhubungan dengan empat mode respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input tergantung dari
kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. 3. Konsep sehat Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continum dari meninggal sampai tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya
dan menjadikan
dirinya
secara terintegrasi
secara
keseluruhan, fisik,
mental,
dan sosial. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi. Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradapatasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat dan sakit sangat individual dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping) tergantung dari latar belakang individu tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, buday dan lain-lain. 4. Konsep lingkungan Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan eksternal, yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan kelompok. Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan emosioanal, kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Manifestasi yang tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat dalam meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko akibat dari lingkungan sekitar. 2.3
Pengaruh Teori Calista Roy Terhadap Keperawatan
Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan proses keperawatan. Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi, langkah-langkah tersebut sama dengan proses keperawatan secara umum. a) Pengkajian
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II. Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu system adaptif berhubungan dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan ketergantungan. Oleh karena itu, pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian perilaku, yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing mode adaptasi secara sistematik dan holistic. Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku klien tentang ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang memerlukan dukungan perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respon (mal-adaptif), perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada pengkajian tahap kedua, perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontekstual, dan residual yang berdampak terhadap klien. Menurut Martinez, faktor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetik; jenis kelamin, tahap perkembangan, obatobatan, alkohol, merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi sosial; mekanisme koping dan gaya, strea fisik danemosi; budaya, dan lingkungan fisik.
b) Perumusan diagnosa keperawatan Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan: (1) Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan ber hubungan dengan 4 mode adaptif. Dalam mengaplikasikan diagnosa ini, diagnosa padakasus Tn. Smith adalah “hypoxia”. (2) Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya adalah “nyeri dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan cuaca lingkungan yang panas”. (3) Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan stimulus yang sama, yaitu berhubungan. Misalnya jika seorang petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada kasus ini,diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan dengan keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”.
c) Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan
kepada kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat. Tujuan
intervensi
keperawatan
adalah
pencapaian
kondisi
yang
optimal,
dengan
menggunakan koping yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut (mempertahankan, pertumbuhan, reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah manipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual.
d) Implementasi Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal, kontekstual dan residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang pada zona adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
e) Evaluasi Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Teori Callista Roy
Roy mampu mengembangkan dan menggabungkan beberapa teori sehingga dapat mengembangkan model perpaduannya. Yang hingga kini masih menjadi pegangan bagi para perawat. Keeksistensiannya tentu memiliki sifat kuat atau memiliki kelebihan dalam penerapan konsepnya dibanding dengan konsep lainnya. Kelebihan dari teori dan model konseptualnya adalah terletak pada teori praktek dan model adaptasi yang dikemukakan oleh Roy, perawat bisa mengkaji respon perilaku pasien terhadap stimulus yaitu mode fungsi fisiologis, konsep diri, mode fungsi peran dan mode interdependensi. Selain itu, perawat juga bisa mengkaji stressor yang dihadapi oleh pasien yaitu stimulus fokal, konektual dan residual, sehingga diagnosis yang dilakukan oleh perawat bisa lebih lengkap dan akurat. Dengan penerapan dari teory adaptasi Roy perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat mengetahui dan lebih memahami individu, tentang hal-hal yang menyebabkan stress pada individu, proses mekanisme koping dan effektor sebagai upaya individu untuk mengatasi stress. Sedangkan kelemahan dari model adaptasi Roy ini adalah terletak pada sasarannya. Model adaptasi Roy ini hanya berfokus pada proses adaptasi pasien dan bagaimana
pemecahan masalah pasien dengan menggunakan proses keperawatan dan tidak menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku cara merawat ( caring ) pada pasien. Sehingga seorang perawat yang tidak mempunyai perilaku caring ini akan menjadi sterssor bagi par a pasiennya.