Manajemen Nyeri
a. Pengertian
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak nyaman baik ringan maupun berat. Nyeri dapat dibedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Priharjo, 1993). Nyeri juga merupakan mekanisme protektif bagi tubuh, yang timbul bila jaringan rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut. Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenagkan yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang telah atau akan terjadi yang digambarkan dengan kata-kata kerusakan jaringan ( Torrance, 1997).
McCaffery (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri ketika dia mengatakan tentang nyeri " apapun yang dikatakan tentang nyeri dan ada dimanapun ketika dia mengatakan hal itu ada ".
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Manajemen nyeri suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan, pada orang lain ataupun diri sendiri.
b. Penyebab Nyeri
1. Trauma
a. Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
b. Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
c. Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat
d. Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma
a. Jinak
b. Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses
4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
5. Trauma psikologis
c.Sifat-Sifat Nyeri
1.Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.
2.Nyeri bersifat subjektif dan indvidual.
3.Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah.
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
5. Hanya klien yang tau kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya.
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis.
7. Nyeri merupakan tanda adanya kerusakan jaringan.
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan.
9. Perspsi yang salah mengenai nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal.
d. Macam-macam nyeri
Berdasarkan sumbernya nyeri dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Cutaneus superficial, yaitu nyeri yang mengenai jaringan sub kutan, biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh : terkena ujung pisau atau gunting.
2. Deepsomatic (nyeri dalam), yaitu nyeri yang muncul dari ligamen, pembuluh darah, tendon dan saraf, mnyebar dan lebih lama dari cutaneus. Contoh : sprain sendi.
3. Viseral (pada organ dalam), yaitu stimulasi reseptor nyeri didalam rongga abdomen, cranium, thorax. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia.
Berdasarkan penyebab, nyeri dibagi 2 yaitu :
a. Nyeri fisik, bisa terjadi karena stimulasi fisik.contoh fraktur femur.
b. Neri Psikogenik, terjadi karena sebab yang kurang jelas atau susah diidentifikasi, bersumber dari emosi atau psikis dan biasanya tidak disadari. Contoh : orang yang marah tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.
Bedasarkan lama atau durasinya, nyeri dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Nyeri akut adalah nyeri dengan tanda inflamasi, biasanya berlangsung beberapa hari sampai proses penyembuhan. Tanda- tanda utama inflamasi adalah: rubor (kemerahan jaringan), kalor (kehangatan jaringan), tumor (pembengkakan jaringan), dolor (nyeri jaringan), fungsio laesa (kehilangan fungsi jaringan).
b. Nyeri kronik adalah nyeri tanpa tanda inflamasi, waktu berlangsungnya lama atau merupakan ikutan dari proses akut, dimana nyeri masih berlangsung meskipun kerusakan jaringan sudah sembuh. Nyeri kanker merupakan kombinasi dari nyeri akut dan nyeri kronis dimana ada suatu proses inflamasi kemudian nyeri berlangsung terus- menerus sesuai dengan perkembangan kankernya, bilamana kanker tidak ditangani.
Berdasarkan lokasi atau letak, nyeri dibagi menjadi 3 yaitu :
a. radiating pain: nyeri yang mnyebar dari sumber nyeri ke jaringan yang didekatnya. Contoh : nyeri kardiak.
b. referred pain : nyeri dirasaan pada baian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan penyebab.
c. intrcable pain: nyeri yang susah dihilangkan . contoh nyeri kanker maligna
d. Phantom pain : Nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang hilang. Contoh bagian tubuh yang diamputasi.
e. Fisiologi Nyeri
Banyak teori yang berusaha menjelaskan dasar neurology dari nyeri. Untuk memudahkan memahami fisiologis nyeri maka perlu mempelajari tiga komponen fisiologi berikut ini :
a. Reaksi : respon fisiologis dan prilaku setelah mempersepsikan nyeri resepsi.
b. Resepsi : proses perjalanan nyeri
c. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri.
Adanya stimulus yang mengenai tubuh ( mekanik, termal, kimia) , akan menyebabkan pelepasan subtansi kimia, seperti histamine, bradikinin, kalium. Substansi tersebut mnyebabkan nosi resetor bereaksi. Apabila nosi reseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul Impuls saraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Sarabut saraf perifer yang akan membawa impuls saraf ada 2 jenis, yaitu : serabut A delta dan serabut C. impuls saraf akan dibawa sepanjang serabut saraf sampai ke cornudorsalis medulla spinalis. Impuls saraf tersebut akan mnyebabkan cornudorsalis melepasakan neurotransmitter ( substansi P). substang P ini menyebabkan transmisi sinap dari saraf perifer kesaraf traktus spinotalamus. Hal ini memngkinkan impuls saraf ditransmisikan lebih jauh kedlam system saraf pusat. Setelah impuls saraf sampai di otak, otak akan mengolah impuls saraf kemudian akan timbul reflek protektif. Contoh : apabila tangan terkena strika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga mealkukan refllek dengan mnarik tangan dari permukaan strika.
f. Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik :nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
3) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
4) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
5) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan.
6) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar. Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
f. Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
g. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1) Skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numeric
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
g. Penanganan Nyeri
Dalam penanganan nyeri, perawat terlebih dahulu mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien. Hal ini dikarenakan nyeri merupakan pengalaman interpersonal, sehingga perawat harus menanyakannya secara langsung kepada klien karakteristik nyeri dengan P. Q. R. S. T.
Provoking : Penyebab
Quality : Kwalitas
Region : Lokasi
Severate : Skala
Time : Waktu
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superfisial
Posisi atau lokasi nyeri
Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan oleh klien; sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam (viscera) lebih dirasakan secara umum.
Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi empat kategori, yang berhubungan dengan lokasi:
Nyeri terlokalisir : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya
Nyeri Terproyeksi : nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik
Nyeri Radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat dilokalisir
Reffered Pain (Nyeri alih) : nyeri dipersepsikan pada area yang jauh dari area rangsang nyeri.
b. Intensitas
Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri :
Distraksi atau konsentrasi dari klien pada suatu kejadian
Status kesadaran klien
Harapan klien
Nyeri dapat berupa : ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Perubahan dari intensitas nyeri dapat menandakan adanya perubahan kondisi patologis dari klien.
c. Waktu dan Lama (Time & Duration)
Perawat perlu mengetahui/mencatat kapan nyeri mulai timbul; berapa lama; bagaimana timbulnya dan juga interval tanpa nyeri dan kapan nyeri terakhir timbul.
d. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dari nyeri. Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui: nyeri kepala mungkin dikatakan "ada yang membentur kepalanya", nyeri abdominal dikatakan "seperti teriris pisau".
e. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain : ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah dan lain-lain.
f. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri : lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor fisik dan emosi.
1.Tindakan Farmakologis
Terapi farmakologis untuk menanggulangi nyeri dengan cara memblokade transmisi stimulan nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri. Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah
a. Analgesik Narkotik
Narkotik menghilangkan nyeri dengan merubah aspek emosional dari pengalaman nyeri (misal : persepsi nyeri). Perubahan mood dan perilaku dan perasaan sehat membuat seseorang merasa lebih nyaman meskipun nyerinya masih timbul.
Derivat Opiat (morphin dan codein) merupakan obat yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri pada klien, untuk nyeri sedang hingga nyeri yang sangat berat. Pengaruhnya sangat bervariasi tergantung fisiologi klen itu sendri. Klien yang sangat muda dan sangat tua adalah yang sensitif terhadap pemberian analgesik ini, dan hanya memerlukan dosis yang sangat rendah untuk meringankan nyeri (long,1996).
b. Analgesik Lokal
analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat diberikan langsung keserabut saraf.
c. Analgesik yang dikontrol klien
sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari impus yang diisi narotika menurut resep, dipasang dengan pengatur padalubang injeksi intravena.
d. Obat – obat nonsteroid
obat.obat non steroid non inflamasi bekerja terutama terhadap penghambat sintesa prostaglandin. Pada dosis rendah obat-obat ini bersifat analgesik. Pada dosis tinggi obat ini bersifat anti inflamatori,sebagai tambahan dari khasiat analgesik.
2. Tindakan Non Farmakologis
Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penaganan berdasarkan :
o Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi :
1. Stimulasi kulit
Masase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot, rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri. Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
a. Kompres dingin
b. Analgesics ointments
c. Counteriritan, seperti plester hangat.
d. Contralateral Stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan dengan area yang nyeri.
2. Stimulasi electric (TENS)
TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan mnggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda dari luar.
3. Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah lama dilakukan untuk mengobati nyeri, jarum-jarum kecil yang ditusukkan pada kulit, bertjuan untuk menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi ke otak.
4. Plasebo
Dalam bahasa latin berarti "saya ingin menyenangkan merupakan Zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal klien sebagai obat, seperti tablet,kapsul, cairan injeksi dan sebagainya". Plasebo merupakan jenis dari tindakan, seperti pada intervensi keperawatan yang menghasilkan efek pada klien dikarenakan adanya suatu kepercayaan daripada kandungan fisik atau kimianya (McCaffery, 1982:22). Pengobatannya tidak mengandung komponen obat analgesik (seperti : gula, larutan garam/normal saline, atau air) tetapi hal ini dapat menurunkan nyeri. Untuk memberikan plasebo ini perawat harus mempunyai izin dari dokter.\
3. Intervensi perilaku kognitif meliputi :
1. Relaksasi
Merupakan teknik untuk mengurangi ketegangan otot skeletal dan menurunkan kecemasan. Teknik relaksasi dijarkan beberapa kali agar mencapai hail yang optimal, tujuannya agar dapat merubah perepsi pasien terhadap nyeri. Contohnya adalah yoga
Efek positif relaksasi pada klien yang menderita nyeri adalah:
1. Memperbaiki kualitas tidur
2. Memperbaiki kemampuan pemecahan masalah
3. Menurunkan fatigue
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan self control dalam koping terhadap nyeri
5. Distraksi nyeri
6. Meningkatkan efektifitas terhadap tindakan lain untuk mengurangi nyeri
7. Memperbaiki kemampuan dalam toleransi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
1. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stres
2. Menurunkan nyeri otot
3. Menolong individu untuk melupakan nyeri
4. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
5. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut :
1. Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
2. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut
3. Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
4 Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-lahan, pada saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk mengkonsentrasikan fikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat. kelompok otot-otot lain
6. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
2. Hypnosis
Membantu mngubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif
3. Umpan balik biologis
Terapi perilaku yang dilakukan dangan memberikan individu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih control volunteer terhadap respon tersebut efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migrant, dengan cara memasang elektroda pada pelipis
4. Distraksi
Memfokuskan perhatian klien pada hal lain diluar nyeri.Didasari landasan teori bahwa jika bagian retikuler 'brain stem' memperoleh input sensori yang cukup, akan menyebabkan gagalnya atau blockade sensasi lain termasuk nyeri.Distraksi sangat baik dilakukan sebelum timbul nyeri ataupun segera setelah nyeri timbul.Baik untuk nyeri dengan skala sedang sampai berat, tetapi distraksi tidak dapat dipakai terus-menerus untuk periode lama dan dapat menyebabkan peningkatan fatigue dan nyeri secara bersamaan. Efektif dilakukan pada anak-anak
Beberapa contoh teknik distraksi:
1. Visual distraction –Memfokuskan pada satu subjek atau titik dan menjelaskan secara detail, menghitung objek, membaca atau menonton televisi
2. Auditory distraction –Mendengarkan musik, mendengarkan cerita
3. Tactil kinesthetic distraction –Memeluk orang yang dicintai, boneka, nafas lambat dan ritmik
4. Project distraction –Memainkan permainan yang menantang misalnya puzzle, computer game,dll
5. Guided Imagery (Imajinasi terbimbing)
Lebih efektif untuk klien yang mengeluh nyeri kronik daripada akut. Contoh: perawat duduk dekat pasien tetapi tidak menyentuhnya, dengan suara lembut, tenang dan halus membawa klien ke suasana yang disenangi oleh klien.
h. Study Kasus
Ny. E berusia 40 tahun, menderita carcinoma mamae, pada mamae bagian kanan. Ny. E sudah pernah menjalani pembedahan untuk pengangkatan sel kanker pada bagian mamae yang sama. Ny. E sering mengeluh nyeri hebat pada bagian mamaenya, adanya cairan yang keluar dari puting susu dan puting eritema mengeras. Keluhan lain yang dirasakan Ny. E adalah nyeri tulang dan menurunnya berat badan.
Dari study kasus diatas, maka masalah keperawatan yang muncul adalah :
Masalah keperawatan :
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.
2. Kerusakan integristas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, adanya edema, destruksi jaringan.
3. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limpatik necrose jaringan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran mammae.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi
7. Anxietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidakpastian tentang hasil pengobatan carsinoma, perasaan putus asa dan tak berdaya dan ketidak cukupan pengetahuan tentang carsinoma dan pengobatan.
Fokus Pengkajian
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.
a. Kaji tingkat nyeri dengan P. Q. R. S. T.
Provoking : Penyebab : apa yang menyebabkan?
Quality : Kwalitas : apa yang dirasakan? Bagaimana kelihatannya?
Region : Lokasi : dimana dan kemana menyebarnya ?
Severate : Skala : skala 1 (tidak nyeri) sampai skala 10 (nyeri yang sangat hebat)
Time : Waktu : kapan gejala dimulai? Apakah konstan? Apakah tiba-tiba atau bertahap?
b. Kaji efek nyeri pada individu dengan menggunakan individu dan keluarga
Kinerja ( pekerjaan ) tanggung jawab peran Keuangan Aktifitas sehari – hari Kognitif alam perasaan Unit keluarga ( respon anggota keluarga )
Fokus pengkajian
Fokus intervensi dari perawatan pasien dengan carsinoma mammae dengan keluhan nyeri.
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi, diseksi otot ( Danielle Gale, 1995; Doengos, 1993).
Kriteria evaluasi :
Pasien mengekspresikan penurunan nyeri
Intervensi :
1.Perhatikan lokasi nyeri
2. lamanya dan intensitasnya ( skala 1-10)
3. perhatikan respon verbal dalam mengungkapkan nyeri
4. bantu pasien untuk posisi yang nyaman serta tindakan yang dapat memberi kenyamanan seperti masase punggung
5.dorong ambualasi dini dan teknik relaksasi, berikan obat sesuai pesanan
PENGERTIAN NYERI
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Plain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Respon nyeri sangat subyektif tergantung dari ambang nyeri dari setiap klien, koping klien, pengalaman nyeri, ansietas, budaya dari klien serta dipengaruhi oleh gender dan usia. Oleh karena itu, untuk mengkaji nyeri, perawat dapat melakukan observasi respon dan perubahan perilaku klien diantaranya menurut Zborowski (1969) ada lima kelompok umum respon klien terhadap nyeri.
Motor responses (twisting, wriggling, movement of body or its parts, walking, jumping, clencing teeth).
Vocal responses (moaning, groaning, crying, screaming).
Verbal responses (complaining, cursing, talking about plain, asking for help).
Social responses (withdrawl from people, changes in communication patterns, changes in social manners or personal appearance)
The absence of manifest behavior (hiding of plain or suppressing external sign of pain).
Respon seseorang terhadap nyeri bisa kombinasi antara beberapa respon diatas.
Rasa Nyeri
(Sumber : health.ghiboo.com)
FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielien dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu : a) Reseptor A delta yang merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan. b) Serabut C yang merupakan serabut komponen lambat (kecepatan 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somantik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetap sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia, inflamasi.
TIPE NYERI
Beberapa tipe nyeri antara lain :
Somatic pain
Neurophatic pain
Surgery Pain
Chemotherapeutik drugs
After rediation theraphy
TEORI PENGONTROLAN NYERI
Terdapat beberapa teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007).
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsian sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endofrin (Potter, 2005).
MANAJEMEN NYERI
Dalam manajemen nyeri, terdapat empat teknik yang bisa digunakan, antara lain :
Stimulas kutaneus
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan melakukan stimulasi pada kulit untuk menghilangkan nyeri. Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
Kompres dingin
Analgetic ointments
Counteriritan, seperti plester hangat
Contralateral stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan dengan area nyeri
Distraksi
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada hal lain sehingga kesadaran terhadap nyerinya berkurang. Teknik distraksi dapat dilakukan diantaranya dengan cara :
Nafas dalam lambat dan berirama
Massage and slow, rhythmic breating
Rhythmic singing and tapping
Active listening
Guided imagery (kekuatan imajinasi klien bisa dengan mendengarkan musik yang lembut)
Anticipatory Guidance
Merupakan teknik reduksi yang dilakukan oleh perawat dengan cara memberikan informasi yang dapat mencegah terjadinya misinterpretasi dari kejadian yang dapat menimbulkan nyeri dan membantu pemahaman apa yang diharapkan. Informasi yang diberikan kepada klien diantaranya :
Penyebab nyeri
Proses terjadinya nyeri
Lama dan kualitas nyeri
Berat-ringannya nyeri
Lokasi nyeri
Informasi tentang keamanan yang akan diberikan kepada klien
Metode yang digunakan perawat pada klien untuk mengurangi nyeri
Hal-hal yang diharapkan klien selama prosedur
Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stres.
Menurunkan nyeri
Menolong individu untuk melupakan nyeri
Meningkatkan periode istirahat dan tidur
Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi antara lain sebagai berikut :
Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut
Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan - lahan, pada saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk mengkonsentrasikan pikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.
Ulangi langkah diatas dan konsentrasikan pikiran pada lengan, perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain.
Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
SUMBER REFERENSI :
Team KDKK I. 2012. Ketrampilan Dasar Dalam Keperawatan I. Yogyakarta : STIKES A YANI