LTM Nama : Dinda Rahmadita
Dikumpulkan tanggal : 20 September 2017
NPM : 1606831842
Paraf Asisten:
Prodi : Teknik Kimia
1. OUTLINE 1.1. Jenis Metode Penanggulangan Konvensional Limbah Tekstil 1.2. Mekanisme Kerja dan Prinsip Metode Konvensional 1.3. Kelebihan dan Kekurangan dari Metode Konvensional 2. PEMBAHASAN 2.1.Jenis Metode Penanggulangan Konvensional Limbah Tekstil
Industri batik merupakan industri penghasil cemaran yang dapat merusak e kosistem alam. Limbah cair industri batik dijadikan suatu penelitian dalam pengolahan limbah dengan proses aerob dan anaerob yang menggunakan koagulan tawas untuk menu runkan kadar COD agar ramah lingkungan. Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu proses proses fisik, kimia, dan biologi. biologi. Proses ini ini tidak dapat berjalan secara sendiri-sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara kombinatif. Pemisahan proses menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk memudahkan pengidentifikasian peralatan. a. Proses Fisik Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-proses tersebut di antaranya adalah : penyaringan, penghancuran, perataan air, penggumpalan, sedimentasi, pengapungan, Filtrasi, b. Proses Kimia Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses kimia di antaranya adalah pengendapan, klorinasi, oksidasi dan reduksi, netralisasi, ion exchanger dan desinfektansia. c. Proses Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana dan dengan demikian mudah mengambilnya. Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau gabungan kedua proses tersebut tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan zat organik sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Pada proses kimia zattersebut diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan dan kemudian endapannya diambil. Pengoperasian proses biologis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu operasi tanpa udara dan operasi dengan udara. Digunakannya mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah senyawa organik, maka dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik.Pertumbuhan dan perkembangan harus memenuhi persyaratan hidup, misalnya penyebaran, suhu, pH air limbah dan sebagainya. Adan ya perubahan dalam lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap perubahan komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan adaptasi dengan kondisi yang baru.Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting artinya dalam pengendalian kegiatan mikroorganisme dalam air limbah. Pada umumnya pengolahan limbah tekstil ini dilakukan dengan cara koagulasi danfiltrasi. Adsorpsi Adsorpsi memiliki pengertian sebagai peristiwa penyerapan / pengayaan (enrichment (enrichment ) suatu komponen di daerah antar fasa. Dengan adanya penelitian sebelumnya mengenai penyerapan zat warna tekstil menggunakan jerami padi maka diharapkan jerami padi yang dibuat menjadi adsorben juga efektif untuk menurunkan kadar zat organik dalam limbah tekstil. Fenomena adsorpsi sendiri merupakan pengaruh dari gaya kohesi seperti ikatan valensi dan gaya tarik Van der Waals. Molekul-molekul tersebut saling mengikat kesemua arah sehingga dicapai sutau titik keseimbangan (equilibrium). Akan tetapi molekul lapisan terluar suatu zat padat mempunyai gaya tarik yang tidak diimbangi oleh molekul lainnya seperti zat cair dan gas sehingga permukaan zat padat dapat menangkap molekul fluida yang berdekatan. Fenomena ini dikenal dengan istilah adsorpsi pada permukaan adsorben. Terdapat dua metoda adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik dan adsorpsi secara kimia. Kedua metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair melekat pada permukaan padat sebagai gaya tarik menarik pada permukaan zat padat (adsorben) untuk mengatasi energy kinetic molekul pencemar pada fase cair (adsorbat). Adsorpsi secara fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat secara fisik pada molekul adsorben yang diakibatkan oleh perbedaan energy atau gaya Van der Waals. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding dengan konsentrasi pencemar.Hal ini berarti dengan semakin tinggi konsentrasi pencemar dalam larutan menyebabkan meningkatnya lapisan molekul. Proses adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan reversibilitasnya tergantung pada kekuatan tarik menarik anatara molekul adsorbat dengan molekul adsorben. Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa kimia dihasilkan d ari reaksi antar molekul adsorbat dan molekul adsorben. Proses ini membentuk lapisan molekul yang tebal da n bersifat irreversible. Untuk membentuk senyawa kimia diperlukan energy dan energy juga diperlukan untuk membalikan proses ini, sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat irreversible.
Terdapat beberapa parameter khusus yang mempengaruhi proses adsorpsi dari senyawa organik, tergantung dari beberapa karakteristik senyawa organic tersebut, diantaranya:
Konsentrasi Berat molekul Struktur molekul Tingkat kepolaran molekul Temperatur pH
Kecepatan adsorpsi merupakan hal yang terpenting dalam penentuan kapasitas adsorpsi suatu senyawa. Kecepatan untuk mencapai titik keseimbangan (equilibrium) tergantung pada beberapa faktor diatas, akan tetapi faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan kecepatan adsorpsi adalah lamanya waktu kontak antara adsorben dengan sorbatnya. 2.2.Mekanisme Kerja dan Prinsip Metode Konvensional
Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia, fisika, biologi ataupun gabungan dari ketiganya.Pengolahan secara kimia dilakukan dengan koagulasi, flokulasi dan netralisasi. Proses koagulasi dan flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan dan flokulan untuk menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi membentuk gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan secara kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang diikuti pengendapan lumpur atau dengan cara oksidasi menggunakan ozon. Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara adsorpsi, filtrasi dan sedimentasi. Adsorpsi dilakukan dengan penambahan adsorban, karbon aktif atau sejenisnya. Filtrasi merupakan proses pemisahan padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi merupakan proses pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel tersuspensi dengan adanya gaya gravitasi. Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik yang terkandun g dalam air limbah. Dari ketiga cara pengolahan diatas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengolahan limbah cair secara kimia akan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar, sehingga menimbulkan masalah baru untuk penanganan lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon selain biaya tinggi juga tidak efektif untuk mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah. Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan limbah yang mengandung zat warna menghasilkan persen penurunan zat warna tinggi, tetapi harga karbon aktif relatif mahal dan juga akan menambah ongkos peralatan untuk regenerasi karbon aktif tersebut. Proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif pengolahan yang sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan kimia seperti pada proses koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih rendah. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dapat dikategorikan pada pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi keduanya.Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur aktif tidak efisien untuk
menghilangkan warna dari efluen industri tekstil.bahwa penghilangan warna dari antrakuinon dan azo pada sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian yang lain menunjukkan bahwa mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat beradaptasi untuk mendegradasikan zat warna azo sederhana. Jamur juga dapat digunakan untuk mengolah limbah industry tekstil. Jamur lapuk putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang non-spesifik, yang dapat mendegradasi berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk zat warna tekstil.Enzim-enzim yang diproduksi oleh jamur lapuk putih mengkatalis penguraian zat warna tekstili menggunakan mekanisme pembentukan radikal bebas. Metode ini sangatlah murah apabila ditinjau dari kelayakan ekonominya, dan yang paling penting, molekul zat warna dalam limbah dapat direduksi secara efektif menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya malah turut memproduksi bahan kimia yang berbahaya atau zat padat yang menimbulkan permasalahan pembuang an lebih lanjut. Karena seperti yang teman-teman ketahui enzim merupakan protein, yang di alam dapat dengan mudah diuraikan menjadi asam amino. 1. Degradasi Zat Warna
Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses pewarnaan mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam.Warna selain mengganggu keindahan, mungkin juga bersifat racun dan sukar dihilangkan. Perombakan zat warna ini berawal dari penemuan hasil metabolisme hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo.Zat warna azo yang masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora yang berada di dalam saluran pencernaan pada kandisi anaerobik.Ikatan azo yang direduksi ini menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu turunan amino azo benzen yang dikhawatirkan karsinagen. Meyer (1981) menjelaskan bahwa reduksi azo dikatalisa aleh enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi aza aleh mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari hasil penelitian-penelitian inilah berkembang penelitian lanjutan perombakan zat warna secara anaerobik.Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi anaerobik ini cukup patensial untuk merombak zat warna tekstil. Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan pendahuluan untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar untuk didegradasi. Pada proses anaerobik terjadi pemutusan molekul-molekul yang sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, sehingga mudah terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3 dan Biomassa.
Gambar Biodegradasi Zat Warna Azo dengan Proses Anaerobik-Aerobik
Mekanisme Perombakan Zat Tesktil pada Kondisi Anaerobik Proses penghilangan warna pada campuran azo terdiri dari dua tahapan.Tahap pertama reaksi yang terjadi tidak stabil, karena masih ada molekul oksigen dalam media, yang dinyatakan sebagai persaingan dari oksida (zat warna dan oksiogen) pada saat respisasi. Pada kondisi oksidasi zat warna akan kembali ke bentuk semula. Setelah molekul oksigen yang ada dalam media habis maka proses perombakan zat warna akan stabil R1-N=N-R2 + 2e- + 2H+ R1-NH-NH-R2 R1-NH-NH-R2 + 2e- + 2H+ R1-NH2 + R2-NH2 R2 -NH2 dimana R1 dan R2 adalah substitusi dari residu fenil dan naphtol. Reduksi azo secara enzimatis dikatalisa oleh suatu enzim yang disebut azo reduktase.Enzim ini sensitif terhadap oksigen, sehingga aktivitas maksimum diperoleh pada kondisi anaerobik. Hasil penelitian ini masih kurang jelas apakah azoreduktase secara langsung mengkatalisa transfer elektron akhir ke campuran zat. Reduksi azo terjadi bersama dengan terbentuknya flavin yang tereduksi secara enzimatik, tetapi transfer elektron akhir terjadi secara non enzimatik. Mekanisme dasar pemutusan ikatan azo terjadi bersamaan dengan reoksidasi dari nukleotida yang dibangkitkan secara enzimatis.Selama nukleotida direduksi dari sistem pengangkutan elektron, zat warna berperan sebagai oksidator. Elektron yang dilepas oleh nukleotida yang mengalami oksidasi akan diterima oleh campuran azo (aseptor elektron akhir) melalui FAD (Flavin Adenin Dinucleotida) sehingga zat warna dapat direduksi menjadi aminaamina yang bersesuaian. Flavoprotein mengkatalisa pembentukan flavin-flavin tereduksi dengan regenerasi dari Nikotinamida Adenin Dinucleotida fosfat (NADPH). 2. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif
Sistem pengolahan limbah tekstil dengan sistem pengolah limbah lumpur aktif dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Proses Primer
Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan asaluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kain
dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.
Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang bersal dari proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m2) yang terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600-700 ppm untuk peningkatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH yang yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua, limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan pol imer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan. Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bias langsung dibuang ke perairan.
Ekualisasi
Bak ekualisasi disebut juga bak air minum yang memiliki volume 650 m3 menampung dua sember pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur.Kedua sumber pembuangan mengeluarkan air dengan karakteristi yang berbeda. Oleh karena itu, untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan system lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling water, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oc. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m3/jam).
Saringan halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan pad atan dan larutan sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari polutan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.
Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40 oC.sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam system lumpur sktif. Karena suhu yang diinginkan adlah berkisar 29-30 oC. 2. Proses Sekunder
Proses Biologi
Kontak bakteri dengan limbah lembih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya yang terjadi pada bak persegi panjang.Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3.Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperluk an untuk memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi ini dengan system lumpur aktif adlah DO, MLSS dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter parameter tersebut dijaga sehingga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5-2,5 ppm. MLSS berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu berkisar 29-30 oC.
Proses Sedimentasi
Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi setting lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi karena kondisi pada bak sedimentasi hamper mendekati anaerob. 3. Proses Tersier Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia yaitu Aluminium Sulfat. Polimer dan antifoam ; untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan. Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet (volume 2 m3 ) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi dengan mengguanakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan aluminium sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal dari pengolahan air ai r baku yang bertujuan menambah partikel p artikel padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok.
2.3. Kelebihan dan Kekurangan dari Metode Konvensional
1. Kelebihan a. Sudah dikenal dan banyak digunakan pada umumnya digunakan untuk kapasitas kecil sampai besar. b. Diterapkan dalam pengolahan air limbah dengan konsentrasi BOD dan COD rendah pada temperatur 5 - 30 oC. c. Mampu menanggulangi “Loading Fluctuation”.
d. Effluen dapat langsung dibuang ke badan penerima (sungai, dsb). e. Sesuai untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi BOD lebih tinggi dan untuk kapasitas menengah sampai besar. f. Menghasilkan biogas (70-90 % CH4). g. Tidak membutuhkan energi untuk oksidasi. h. Membutuhkan area lebih kecil. i. Lumpur yang dihasilkan sedikit.
2. Kekurangan a. Membutuhkan area yang lebih luas. b. Pemakaian energi lebih tinggi dengan adanya aerator. c. Lumpur yang dihasilkan banyak. d. Temperatur air limbah harus dijaga sekitar 20-35 C. e. Setelah diolah dalam sistem anaerobik effluen perlu diolah lagi secara aerob sebelum di buang ke badan penerima untuk mereduksi parameter NH4. f. Tidak sesuai untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi nitrat dan atau sulfat tinggi. g. Pengoperasian cukup rumit karena sangat tergantung pada temperatur dan pH air limbah.
3. DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2001. Water Environment Environment Management in Japan. Water Environment Department Department Environmental Management Bureau, Ministry of the Environment. Grady, Jr., C.P.L. and Lim, H.C., 1980. Biological Wastewater Treatment, theory and application. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel. Metcalf and Eddy., 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse, 3rd Eddition. Singapore: McGraw-Hill Book Co.