BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Solar
Minyak solar adalah bahan bakar jenis destilat berwarna kuning kecoklatan yang jernih. Penggunaan minyak solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan putaran tinggi (di atas 1000 rpm). Definisi tersebut merupakan batasan mengenai minyak solar menurut PT. Pertamina (www.pertamina.com). Minyak solar dihasilkan dari proses penyulingan minyak bumi. Proses penyulingan tersebut menghasilkan beberapa fraksi, yaitu gas, destilat ringan (seperti minyak bensin), destilat menengah (seperti minyak tanah dan minyak solar), minyak bakar (gas oil), dan residu. Pemisahan fraksi tersebut didasarkan pada perbedaan titik didih setiap fraksi. Proses yang dilakukan pada penyulingan minyak bumi dapat digolongkan menjadi 5 bagian, yaitu : 1.
Proses destilasi, yaitu proses penyulingan berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini berlangsung di kolom destilasi atmosferik dan kolom destilasi vakum.
2.
Proses konversi, yaitu proses untuk mengubah ukuran dan struktur senyawa hidrokarbon. hidrokarbon. Termasuk dalam proses ini adalah : •
Dekomposisi dengan cara perengkahan termal dan katalis ( thermal and catalytic cracking).
•
Unifikasi melalui proses alkilasi dan polimerisasi. 6
7
•
3.
Alterasi melalui proses isomerisasi dan catalytic reforming.
Proses Pengolahan ( treatment ) Proses ini dimaksudkan untuk menyiapkan fraksi-fraksi hidrokarbon untuk diolah lebih lanjut, juga untuk diolah menjadi produk akhir.
4.
Formulasi dan Pencampuran ( Blending), yaitu proses pencampuran fraksifraksi hidrokarbon dan penambahan bahan aditif untuk mendapatkan produk akhir dengan spesikasi tertentu.
5.
Proses-proses lainnya, antara lain meliputi pengolahan limbah, proses penghilangan air asin ( sour-water stripping), proses pemerolehan kembali sulfur (sulphur recovery), proses pemanasan, proses pendinginan, proses pembuatan
hidrogen,
dan
proses-proses
pendukung
lainnya
(http://id.wikipedia.org). Gambar 2.1 menunjukkan proses penyulingan minyak mentah yang berlangsung di kolom destilasi.
Gambar 2.1. Proses penyulingan minyak mentah yang berlangsung di kolom destilasi.
8
Minyak solar diperoleh dalam kolom destilasi pada temperatur 200 350°C. Di dalam minyak solar terkandung 75% hidrokarbon jenuh (terutama parafin termasuk n-parafin, isoparafin dan sikloparafin) dan 25% hidrokarbon aromatik
(naftalena
dan
alkilbenzena).
Minyak
solar
memiliki
rentang
hidrokarbon antara C 10H22 hingga C20H42. Spesifikasi minyak solar yang perlu diperhatikan untuk menentukan kualitas bahan bakar meliputi angka setana, viskositas, indeks diesel, massa jenis (spesific gravity), titik nyala ( flash point ), titik anilin, residu karbon dan kadar air. Masing-masing spesifikasi akan dijelaskan sebagai berikut :
2.1.1. Angka Setana
Angka setana menunjukkan persentase dari volume n-setana (nheksadekana) dalam campuran
α-metil
naftalen yang akan memberikan
perlambatan ‘ignisi’ yang sama pada bahan bakar jika dilakukan pada kondisi standar. α-metil naftalen memiliki angka setana nol dan n-heksadekana memiliki angka setana 100. Gambar 2.2 menunjukkan struktur molekul dari kedua bahan bakar standar pengukur angka setana. CH3
H3C
n-setana / n-heksadekana
CH3
α-metil
naftalen
Gambar 2.2. Bahan bakar standar pengukur angka setana.
9
Angka setana dapat dihitung dengan percobaan CFR ( Cooperatif Fuel Research). Biasanya untuk menentukan angka setana digunakan mesin CFR II,
yaitu suatu mesin yang dapat diubah-ubah perbandingan kompresinya dengan cara memutar handle pengubah perbandingan kompresi. Gambar 2.3 menunjukkan skema mesin CFR untuk penentuan angka setana. Untuk pengujian solar dipakai bahan bakar standar yaitu n-cetana (C 16H34) dan α-metil naftalen (C16H7CH3).
Bahan bakar yang di uji
meteran Silinder Head
Handle pengubah perbandingan kompresi
CFR II
Gambar 2.3. Skema mesin CFR untuk penentuan angka setana (Diesel).
Dari mesin CFR ini diperoleh informasi perbandingan kompresi (CR, compression ratio). Tabel 2.1 menunjukkan beberapa nilai CR dan angka setana.
10
Tabel 2.1. Tabel perbandingan kompresi mesin CFR
Perbandingan Kompresi (CR)
n-setana (%)
α-metil
naftalen (%)
22:1
100-80
0-10
80
20
21:1
70
30
20:1
60
40
19:1
50
50
18:1
40
60
17:1
30
70
16:1
20
80
15:1
10
90
14:1
0
100
Tingginya angka setana mengindikasikan pendeknya waktu delay antara penginjeksian dan pembakaran bahan bakar itu sendiri. Parameter ini menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala pada suhu yang lebih rendah. Sebaliknya rendahnya angka setana menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Hal ini memungkinkan terjadinya karat pada piston, akumulasi bahan bakar, dan pengoperasian yang tidak halus. Penggunaan bahan bakar dengan angka setana yang tinggi dapat mencegah terjadinya knocking (suara bising) pada mesin diesel. Hal tersebut terjadi karena pembakaran bahan bakar langsung tanpa ada akumulasi terlebih dahulu. Selain itu tingginya angka setana pun memberikan kontribusi pada reduksi konsumsi bahan bakar. Namun, bagaimanapun juga variabel angka setana ini sangat bergantung pada tipe mesin diesel itu sendiri. Mesin diesel dengan putaran tinggi memerlukan bahan bakar dengan angka setana yang tinggi pula, dan sebaliknya mesin diesel
11
dengan putaran rendah cukup menggunakan bahan bakar dengan angka setana rendah pula (Nurdiansyah, 2006).
2.1.2. Viskositas
Viskositas adalah suatu besaran atau ukuran yang menyatakan seberapa besar tahanan geser dari bahan cair yang mengalir dalam pipa kapiler. Semakin tinggi viskositas suatu minyak menandakan semakin kental minyak tersebut dan menyebabkan semakin sukar minyak tersebut untuk mengalir. Viskositas juga sangat dipengaruhi oleh temperatur. Semakin tinggi temperatur, semakin kecil viskositasnya dan sebaliknya semakin rendah temperatur, semakin besar viskositasnya. Viskositas dapat ditentukan dengan menggunakan viskometer Oswald. Prinsip kerja alat ini adalah membandingkan waktu alir suatu cuplikan dengan aquadest sebagai pembanding. Viskositas cuplikan dapat ditentukan dengan persamaan : η air η laru tan
η laru tan =
=
t air . ρ air 25o C t laru tan . ρ laru tan 25o C
t laru tan . ρ laru tan 25o C .η air t air . ρ air 25o C
dimana : tair tlarutan ηair ηlarutan
= waktu yang diperlukan air melewati tanda batas atas dan tanda batas bawah = waktu yang diperlukan larutan melewati tanda batas atas dan bawah = viskositas air = viskositas larutan
12
Viskositas kinematika dengan satuan sentistokes dapat ditentukan dari viskositas dengan satuan sentipoise dengan menggunakan persamaan: Viskositas kinematika =
z s
Dimana z merupakan viskositas pada sentipoise dan s merupakan specific gravity bahan bakar. Viskositas minyak solar sangat penting artinya, terutama bagi mesin-mesin diesel maupun ketel-ketel uap karena viskositas minyak solar sangat berkaitan dengan laju konsumsi bahan bakar ke dalam ruang bakar dan juga sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan proses pengkabutan ( atomizing) bahan bakar melalui injector (Arief, 2006).
2.1.3. Indeks Diesel
Indeks diesel merupakan indeks ‘ignisi’ yang berhubungan dengan angka setana. Indeks diesel dapat dihitung dengan persamaan : Indeks diesel = titik anilin (° F ) ×
API gravity
100
Indeks diesel meliputi informasi komposisi (titik anilin menunjukkan kandungan aromatis) dan kerapatan. Titik anilin yang tinggi menunjukkan rendahnya kandungan aromatis dan mengakibatkan tingginya angka setana. API gravity yang tinggi menunjukkan kerapatan yang rendah. Hal ini menunjukkan
tingginya fraksi parafin dan tingginya angka setana.
13
2.1.4. Massa jenis
Massa jenis (spesific gravity) yaitu perbandingan massa dari bahan bakar minyak dengan massa air pada volume yang sama. Pengukuran dilakukan pada kondisi yang sama yaitu pada temperatur 15,5ºC atau 60ºF dan tekanan 760 mmHg. Minyak solar umumnya mempunyai specific gravity antara 0,74 g/mL dan 0,96 g/mL, dengan kata lain minyak solar lebih ringan daripada air. Di Amerika, spesific gravity umumnya dinyatakan dengan satuan yang lain yaitu derajat API ( American Petroleum Institute). API gravity berperan dalam penentuan kriteria minyak yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi sebagai minyak ringan (light ), sedang ( medium) atau berat (heavy). Persamaan yang digunakan untuk menentukan API gravity adalah sebagai berikut : API gravity =
141,5 0
specific gravity at 60 F
− 131,5
2.1.5. Titik Nyala
Titik nyala merupakan temperatur terendah dimana suatu bahan bakar akan mengalami ‘ignisi’ bila didekatkan dengan nyala api. Berbeda dengan penerapanya pada kendaraan yang proses ignisinya dipicu oleh sistem pengapian (busi). Titik nyala ini tidak memiliki pengaruh yang besar pada persyaratan pemakaiannya untuk mesin diesel. Namun titik nyala ini diperlukan untuk mengetahui suhu terendah dimana penanganannya dapat dilakukan tanpa mengakibatkan kebakaran.
14
2.1.6. Titik Anilin
Titik anilin merupakan temperatur terendah dimana sejumlah volume yang sama antara anilin segar dan minyak tercampur. Titik anilin digunakan untuk mengkarakterisasikan hidrokarbon murni dan untuk mengindikasikan kandungan aromatik dalam campuran hidrokarbon. Minyak yang memiliki kandungan aromatik yang tinggi memiliki titik anilin yang rendah dan sebaliknya, minyak yang memiliki kandungan aromatik yang rendah memiliki titik anilin yang tinggi. Hal ini berdasarkan fakta bahwa hidrokarbon aromatik bercampur sempurna dengan anilin pada suhu rendah, namun hidrokarbon parafin membutuhkan suhu yang tinggi untuk bisa tercampur (Nurdiansyah, 2006).
2.1.7. Residu Karbon
Bila semua bagian yang ringan telah diuapkan dengan pemanasan (di dalam suatu tabung tertutup) tanpa pemasukan udara tinggallah sisanya residu karbon.
Pengukuran
ini
dimaksudkan
untuk
menunjukkan
bagaimana
kecenderungan bahan bakar untuk membentuk kerak atau endapan karbon pada bagian-bagian motor. Jumlah residu karbon yang diperoleh tergantung pada besar, ukuran dan kecepatan putaran motor. Pada motor besar kira-kira 0,2% dan pada motor kecil 0,1%. Residu karbon ini sering tampak melekat pada ujung lubanglubang nosel penyemprot (Daryanto, 2004 : 42).
15
2.1.8. Kadar Air
Air dalam bahan bakar cair merupakan air eksternal, berperan sebagai pengganggu. Air yang terkandung dalam bahan bakar dapat menurunkan mutu bahan bakar tersebut, karena : - menurunkan nilai kalor dan memerlukan sejumlah kalor untuk penguapan, - menurunkan titik nyala, - memperlambat proses pembakaran dan menambah volume gas buang. Bila bahan bakar mempunyai keadaan seperti yang telah disebutkan di atas, maka akan mengakibatkan (www.chemeng.ui.ac.id) : - pengurangan efisiensi ketel uap ataupun efisiensi motor bakar, - penambahan biaya perawatan ketel, - merusak saluran bahan bakar cair ( fuel line) dan ruang bakar.
Tabel 2.2 menunjukkan spesifikasi minyak solar menurut Surat Keputusan Dirjen Migas 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 (www.pertamina.com).
16
Tabel 2.2. Spesifikasi minyak solar (DIRJEN MIGAS) tahun 2006.
No.
Karakteristik
Unit
Batasan
Metode Uji ASTM/lain
Min
Maks
ASTM
1
Angka setana
45
-
D-613
2
Indeks setana
48
-
D4737
3
Berat jenis pada 15°C
kg/m
815
870
4
Viskositas pada 40°C
mm /sec
2,0
5,0
D-445
5
Kandungan sulfur
% m/m
-
0,35
D-1552
6
Destilasi : T95
°C
-
370
D-86
7
Titik nyala
°C
60
-
D-93
8
Titik tuang
°C
-
18
D-97
9
Residu karbon
merit
-
Kelas I
D-4530
10
Kandungan air
mg/kg
-
500
D-1744
11 Biological grouth 12 13
Kandungan FAME Kandungan
metanol
dan etanol
14
Korosi bilah tembaga
15
3
% v/v % v/v
D-1298/D4737
Nihil -
10
Tidak terdeteksi
D-4815
merit
-
Kelas I
D-130
Kandungan abu
% m/m
-
0,01
D-482
16
Kandungan sedimen
% m/m
-
0,01
D-473
17
Bilangan asam kuat
mg KOH/g
-
0
D-664
18
Bilangan asam total
mg KOH/g
-
0,6
D-664
19
Partikulat
mg/L
-
-
D-2276
20
Penampilan visual
21
Warna
No. ASTM
Jernih dan terang -
3,0
D-1500
IP
17
2.2. Zat Aditif Bahan Bakar
Zat aditif adalah suatu senyawa yang ditambahkan ke dalam senyawa lain (dalam hal ini bahan bakar) untuk menjalankan suatu fungsi spesifik, misalnya aditif penghilang endapan, aditif penghilang kerak/korosi, aditif peningkat angka oktana/setana, dan sebagainya (www.migas-indonesia.com). Zat aditif yang baik harus mampu memberikan pembakaran bahan bakar optimal sehingga mesin bekerja maksimal dan kandungan emisi gas buang yang berbahaya lebih sedikit. Diduga zat aditif bahan bakar solar yang baik adalah zat yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Arief, 2006) : 1. Bukan merupakan sumber zat beracun atau berbahaya. 2. Volatil atau mudah menguap dan mudah terurai pada proses pembakaran. 3. Tidak memberikan kerak pada mesin atau merusak mesin. 4. Memiliki jumlah oksigen yang cukup untuk mengoptimalkan pembakaran. 5. Memiliki keruahan yang besar. Zat aditif yang beredar di pasaran, pada umumnya menggunakan material berupa logam. Logam ini berfungsi untuk membuat radikal bebas pada rantai karbon bahan bakar. Dengan adanya radikal bebas, maka akan semakin mudah rantai karbon tersebut untuk membuat cabang baru. Efek dari timbulnya cabang baru adalah meningkatnya nilai oktana/setana dan nilai kalori. Selain fungsi-fungsi zat aditif yang telah disebutkan di atas, terdapat pula zat aditif yang berfungsi sebagai dispersant dan surface barrier . Zat aditif ini berfungsi untuk mendispersi air dalam minyak. Efek yang ditimbulkan adalah mengurangi korosi dan mengurangi kalor yang dibutuhkan untuk memanaskan air
18
yang terdapat dalam bahan bakar. Surface barrier lebih ke arah pelumasan. Dalam tiap pelumas yang tersertifikasi nasional sudah terdapat surface barrier agent yang fungsinya untuk mengurangi friksi piston dengan dindingnya, sehingga memastikan pelumas tidak ikut terbakar. Di pasaran juga banyak zat aditif yang memakai corrosion inhibitor . Corrosion inhibitor ini berfungsi untuk menghambat korosi dalam fuel line di
mesin. Selain itu juga, penambahan biocides ke dalam zat aditif berfungsi untuk menghindari
kerusakkan
fuel
container akibat
aktifitas
mikrobiologis
(www.migas-indonesia.com). Golongan senyawa yang dapat digunakan sebagai aditif bahan bakar solar diantaranya adalah golongan minyak atsiri. Golongan minyak atsiri biasanya mengandung gugus aromatis. Diketahui bahwa pada umumnya solar yang mengandung kadar aromatis tinggi memiliki berat jenis besar dan angka setana yang lebih rendah. Namun demikian, minyak kayu putih, terpentin, minyak cengkeh dan minyak sereh telah terbukti memberikan hasil yang lebih baik berupa penurunan laju konsumsi. Minyak-minyak atsiri yang telah diketahui potensinya sebagai aditif tersebut ternyata memiliki ukuran molekul yang besar dan molekulnya mengandung atom oksigen serta memenuhi karakteristik zat aditif yang telah disebutkan sebelumnya (Arief, 2006).
2.3. Minyak Cengkeh sebagai Zat Aditif Bahan Bakar Solar
Tanaman cengkeh ( Eugenia caryophillata) dapat digunakan untuk menghasilkan minyak cengkeh ( clove oil), minyak tangkai cengkeh ( clove stem
19
oil), dan minyak daun cengkeh ( clove leaf oil). Minyak cengkeh merupakan hasil
penyulingan serbuk bunga cengkeh kering. Minyak atsiri jenis ini memiliki pasaran yang luas di industri farmasi, penyedap masakan dan wewangian. Kandungan minyak cengkeh adalah eugenol (90%), eugenil acetate, methyl nhepthyl alcohol, benzyl alcohol, methyl salicylate, methyl n-amyl carbinol, dan terpene caryo-phyllene. Minyak tangkai cengkeh adalah minyak atsiri hasil
penyulingan tangkai kuntum cengkeh. Jenis minyak cengkeh yang terakhir, minyak daun cengkeh ( clove leaf oil) adalah minyak atsiri hasil sulingan daun cengkeh kering (umumnya yang sudah gugur). Dari ketiga produk yang berasal dari tanaman cengkeh, yang paling ekonomis adalah ekstrak dari bagian daun sehingga minyak yang diperjualbelikan adalah minyak daun cengkeh. Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna kuning pucat sesaat setelah disuling dan mudah berubah warna menjadi coklat atau ungu bila terkena logam besi sehingga minyak ini lebih baik dikemas dalam botol kaca, drum aluminium atau drum timah putih. Standar mutu minyak daun cengkeh berdasarkan SNI 1991 ditunjukkan pada tabel 2.3 (www.bi.go.id). Tabel 2.3. Standar mutu minyak daun cengkeh menurut SNI 1991. Minyak Daun Cengkeh o
Berat Jenis pada 15 C
Karakteristik
1,03 - 1,06
Putaran Optik (ad)
- 1º 35 o
Indeks Refraksi pada 20 C (nd20) Kadar eugenol (%)
1,52 - 1,54 78 - 93%
Minyak pelikan
Negatif
Minyak lemak
Negatif
Kelarutan dalam Alkohol 70% dan 90%
Larut dalam dua volume
20
Kandungan utama minyak cengkeh adalah eugenol. Eugenol memiliki bau yang pedas dan berasa cengkeh. Nama IUPAC eugenol adalah 2-metoksi-4-(2propenil) fenol dengan rumus kimia CH 2CH2CH2C6H3(OCH3)OH dan berat molekul 164.20 g/mol. Pada suhu ruangan eugenol berupa minyak jernih berwarna kuning pucat. Eugenol memiliki titik leleh –9ºC dan titik didih 254ºC dengan specifik gravity sebesar 1.066 g/mL dan flash point sebesar 104ºC. Eugenol sukar larut dalam air (kelarutan kurang dari 1 mg/mL) tetapi sangat larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter dan kloroform (Nurdiansyah, 2006). Gambar 2.4 menunjukkan struktur molekul eugenol.
Gambar 2.4. Struktur molekul eugenol
Minyak cengkeh merupakan salah satu minyak atsiri yang memiliki kelimpahan cukup besar di Indonesia. Senyawa penyusun minyak cengkeh mempunyai struktur molekul yang ruah. Minyak cengkeh mengandung atom oksigen yang cukup banyak. Minyak cengkeh juga mempunyai sifat mudah menguap. Oleh karena itu, minyak cengkeh diprediksi berpotensi sebagai zat aditif bahan bakar solar.
21
2.4. Mesin Diesel
Mesin diesel adalah sejenis mesin pembakaran dalam ( internal combustion engine), lebih spesifik lagi, sebuah mesin pemicu kompresi, dimana bahan bakar
dinyalakan oleh suhu tinggi gas yang dikompresi, dan bukan oleh alat berenergi lain (seperti busi). Mesin ini ditemukan pada tahun 1892 oleh Rudolf Diesel, yang menerima paten pada 23 Februari 1893. Diesel menginginkan sebuah mesin untuk dapat digunakan dengan berbagai macam bahan bakar termasuk debu batu bara. Dia mempertunjukkannya pada Exposition Universelle (Pameran Dunia) tahun 1900
dengan
menggunakan
minyak
kacang.
Kemudian
diperbaiki
dan
disempurnakan oleh Charles F. Kettering (Roestyono, 2007). Perbedaan motor diesel dengan motor bensin adalah sebagai berikut (Daryanto, 2004 : 12) : a. Bahan bakar yang dipakai adalah solar yang harganya lebih murah dibandingkan dengan harga bensin. b. Pada mesin diesel tidak menggunakan busi sebagai alat penyala bahan bakar, tetapi menggunakan injektor yang berfungsi untuk menyemprotkan minyak solar ke ruang bakar, dimana penyalaan bahan bakar solar disebabkan oleh udara yang bertekanan tinggi pada ruang bakar. c. Adanya pompa bahan bakar khusus dari pompa Bosch dengan regulator atau pengatur putaran mesin dan pengatur banyaknya bahan bakar yang dipompa sehubungan kecepatan yang dikehendaki. d. Suara yang dihasilkan lebih besar. e. Pemeliharaan lebih rumit dan lebih sering dilakukan.
22
f.
Lebih cocok untuk pengoperasian mesin yang lebih lama.
g. Secara visual untuk membedakan antara motor bensin dengan motor diesel adalah : 1. Pada motor bensin terlihat letak busi, distributor dan karburator. 2. Pada mesin diesel terlihat letak nosel injektor, pompa Bosch dan pompa injeksi (tidak terdapat busi, distributor dan karburator). Keuntungan dan kerugian dari motor diesel dibandingkan dengan motor bensin adalah sebagai berikut (Daryanto, 2004 : 13) : Keuntungan : 1) Pemakaian bahan bakar lebih hemat disebabkan efisiensi panas yang lebih baik dan biaya operasi lebih hemat sebab solar lebih murah dari harga bensin. 2) Daya tahan lebih lama dan gangguan lebih sedikit karena tidak memerlukan pengapian. 3) Jenis bahan bakar yang dapat digunakan lebih banyak. 4) Variasi momen yang lebih kecil pada tiap-tiap kecepatan yang memungkinkan
fleksibilitas
dan
operasinya
mudah,
cocok
untuk
kendaraan besar. Kerugian : 1) Menimbulkan suara dan getaran yang besar karena tekanan sangat tinggi pada saat pembakaran.
23
2) Bahan dan kontruksi lebih rumit agar tahan terhadap perbandingan kompresi yang tinggi mengakibatkan bobot per satuan tenaga kuda dan biaya produksi lebih besar. 3) Pembuatan pompa injeksi lebih teliti sehingga perawatan lebih sulit dan lebih mahal. 4) Memerlukan kapasitas baterai dan motor srarter yang lebih besar agar dapat memutar poros engkol dengan kompresi yang tinggi.
2.4.1. Prinsip Kerja Mesin Diesel
Sifat
udara
apabila
dimampatkan
maka
akan
terjadi
fenomena
termodinamika yang disebut adiabatic polytropic reversible, yakni pemampatan (compression) tekanan udara akan melonjak naik disertai naiknya suhu. Pada motor diesel, naiknya suhu direncanakan sedemikian rupa sehingga terjadi kenaikan suhu yang lebih tinggi dari titik nyala bahan bakar minyak yang digunakan. Pada perbandingan pemampatan udara ( compression ratio) 1 : 18 sampai 1 : 25, suhu pada akhir pemampatan mencapai 550ºC, sedangkan rata-rata minyak solar memiliki titik nyala atau menyala dengan sendirinya ( self ignited point ) pada pemanasan sekitar 250ºC tanpa harus dinyalakan oleh nyala api
langsung. Bilamana minyak solar disemprotkan pada udara mampat yang mengandung oksigen dengan suhu jauh di atas titik nyala bahan bakar tersebut, maka terjadilah pembakaran. Oleh karena itu, motor diesel disebut juga sebagai motor yang berjalan dengan penyalaan dari panas pemampatan ( compression ignition engine) (Syarief, 2004 : 39).
24
Tekanan gas hasil pembakaran bahan bakar dan udara akan mendorong torak yang dihubungkan dengan poros engkol menggunakan batang torak, sehingga torak dapat bergerak bolak-balik ( reciprocating). Gerak bolak-balik torak akan diubah menjadi gerak rotasi oleh poros engkol ( crank shaft ). Dan sebaliknya, gerak rotasi poros engkol juga diubah menjadi gerak bolak-balik torak pada langkah kompresi (Sentanuhady, 2007).
2.4.2. Proses Kerja Mesin Diesel
Pada prinsipnya kerja mesin diesel memiliki empat langkah piston (4stroke atau di pasaran dikenal dengan 4-tak) seperti halnya mesin bensin. Akan
tetapi, campuran bensin dan udara di karburator pada mesin bensin dinyalakan oleh nyala api langsung berbentuk lecutan bunga api listrik ( spark ignition) dari busi (spark plug). Langkah pertama pada mesin diesel adalah mengisi silinder dengan udara segar yang masuk melalui intake manifold (saluran masuk). Langkah kedua adalah memampatkan udara segar yang diperoleh pada langkah pertama sehingga tekanan dan temperaturnya naik. Langkah ketiga adalah menyemprotkan bahan bakar motor diesel ke dalam silinder melalui nosel dengan tekanan tinggi. Dan langkah keempat adalah membuang gas-gas hasil pembakaran yang terdapat dalam silinder melalui saluran pembuangan ( exhaust manifold ) (Syarief, 2004 : 45). Gambar 2.4 menunjukkan empat langkah piston pada mesin diesel.
25
Gambar 2.5. Empat langkah piston pada mesin diesel.
Mesin diesel sulit beroperasi pada saat silinder dingin. Untuk membantu mesin melakukan gerak mula pada saat silinder dingin beberapa mesin menggunakan busi pemanas ( glow plug) untuk memanaskan silinder sebelum penyalaan mesin. Cara yang lainnya adalah menggunakan pemanas resistive grid dalam intake manifold untuk menghangatkan udara masuk sampai mesin mencapai suhu operasi. Setelah mesin beroperasi pembakaran bahan bakar dalam silinder dengan efektif memanaskan mesin. Busi pemanas ini tidak digunakan pada mesin diesel jenis direct injection (Roestyono, 2007).
26
2.4.3. Emisi Mesin Diesel
Selain menghasilkan energi, mesin diesel juga menghasilkan gas buang yang mengandung komponen-komponen yang berbahaya. Diantaranya adalah emisi partikulat, CO, hidrokarbon, NO x, dan SO x. Karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon dihasilkan pada pembuangan sebagai hasil dari pembakaran yang tidak sempurna. CO dapat menyebabkan kematian dengan cara mengikat haemoglobin dalam darah dengan ikatan yang lebih kuat daripada ikatan antara haemoglobin dengan oksigen sehingga darah menjadi kekurangan oksigen untuk dipasok ke dalam organ tubuh khususnya syaraf pusat. Nitrogen oksida (NOx) dihasilkan dari nitrogen dan oksigen pada kondisi tekanan dan temperatur tinggi pada silinder mesin. NO dapat mengikat sel darah merah dan dapat menyebabkan gangguan syaraf pusat. Gas NO x juga dapat menyebabkan kabut fotokimia sehingga sangat merugikan lingkungan. Sulfur oksida (SOx) terbentuk dari keberadaan sulfur pada bahan bakar diesel. Konsentrasi SOx pada gas buangan bergantung pada kandungan sulfur pada bahan bakar. SO x merupakan gas toksik tak berwarna dengan bau yang mengganggu. SO x dapat menyebabkan iritasi pada sistem membran pernafasan. Oksidasi dari sulfur dioksida menghasilkan sulfur trioksida yang merupakan prekursor dari asam sulfat yang pada akhirnya bertanggung jawab atas emisi partikulat sulfat. Sulfur dioksida memiliki pengaruh yang besar pada lingkungan menjadi penyebab utama hujan asam.
27
Partikulat merupakan kumpulan kompleks dari materi padatan dan cairan yang terbentuk dari partikel-partikel karbon yang terbentuk pada silinder mesin selama pembakaran. Partikel karbon primer membentuk aglomerat yang lebih besar dan kemudian bergabung dengan beberapa komponen lain dari buangan mesin diesel. Partikulat dapat merugikan kesehatan karena bersifat karsinogen dan dapat meningkatkan resiko penyakit hati dan pernapasan (Lavanda, 2005).