TORAKOSINTESIS JARUM/NEEDLE DECOMPRESSION ----------------------------------------------------------Panduan Skills Lab Blok 20: Emergency Traumatology _ Traumatology _ Sabtu, 3 Desember 2011. Jam 08.00 – 10.30
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JAMBI TAHUN AJARAN 2011/2012
I. TEMA Torakosintesis jarum dan chest tube
II. LEVEL KOMPETENSI Physical Examination First aid Contraventil needle (needle decompression) WSD
Level of Expected Ability 4 2 2
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasikan keadaan tension pneumothorax Mahasiswa diharapkan mampu melakukan dekompresi dada dengan torakosintesis jarum. Mahasiswa diharapkan memahami prinsip melaksanakan Water Seal Drainage (WSD) pada pasien.
IV. ALAT DAN BAHAN
Sterile gloves Face mask Kacamata pelindung (goggle) Apron (celemek) yang tahan air Stetoskop Betadine Kassa steril Plester Jarum abocath atau IV cannula catheter ukuran 14 Gauge untuk dewasa dan 18 Gauge untuk anak Spuit 10 cc yang sudah diisi NaCl 0,90% 5 cc Spuit 3 cc Lidocaine 2%
V. SKENARIO Lagi lagi Buyung (27 tahun) mengalami kecelakaan saat sedang kebut-kebutan di alun-alun. Ban sepeda motor yang dikendarainya tiba-tiba pecah dan Buyug terpental dari sepeda motor kemudian dadanya membentur sebatang pohon di pinggir jalan. Teman-teman Buyung yang melihat kejadian tersebut kemudian “
Page 2
segera mengantarkannya ke UGD RSUD Raden Mattaher. Anda yang bertugas sebagai dokter jaga UGD segera melakukan primary survey pada Buyung. Anda mendapatkan keadaan Buyung yang bernafas cepat tersengal-sengal dan terus memegang dada kanan serta mengeluh nyeri dan sesak nafas. Tampak jejas di dada kanan yang cukup luas. Vena-vena leher tampak distensi dan trachea berdeviasi ke kiri. ”
VI. DASAR TEORI 1. Pendahuluan Cedera toraks merupakan salah satu penyebab trauma kematian. Banyak penderita meninggal setelah sampai dirumah sakit, dan banyak diantara kematian ini sebenarnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10% dari cedera tumpul toraks dan hanya 15-30% dari cidera tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas umumnya berupa benda tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Cedera toraks sering disertai dengan cedera perut, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Cedera dada yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan napas, hemotoraks besar, tamponade jantung, tension pneumotoraks, flail chest, pneumotoraks terbuka, dan kebocoran udara trakea-bronkus. Semua kelainan ini menyebabkan gawat dada atau toraks akut yang analog dengan gawat perut, dalam arti diagnosis harus ditegakan secepat mungkin dan penanganan dilakukan segera untuk mempertahankan pernapasan, ventilasi paru, dan perdarahan. Sering tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan penderita bukan merupakan tindakan operasi, seperti membebaskan jalan napas, aspirasi rongga pleura, aspirasi rongga perikard, dan menutup sementara luka dada. Akan tetapi kadang diperlukan torakotomi darurat. Luka tembus didada harus segera ditutup dengan jahitan yang kedap udara.
2. Anatomi dan Fisiologi Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan batuan gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan mengempis tergantung mengembang dan mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan, yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar dan paru-paru mengembang sehingga udara terhisap ke alveolus melalui trakea dan bronkus.
Page 3
Sebaliknya, bila muskulus interkostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan udara terdorong ke luar. Sementara itu, karena tekanan intraabdomen, diafragma akan naik ketika m.interkostalis tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu kelenturan dinding toraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen menyebabkan ekspirasi jika otot interkostal dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Ekspirasi merupakan kegiatan yang pasif. Jika pernafasan gagal karena otot pernafasan tidak berkerja, ventilasi paru dapat dibuat dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang didalam toraks bersamaan dengan mengembangnya toraks. Kekuatan tiupan harus melebihi kelenturan dinding dada, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen. Hal ini dilakukan pada ventilasi dengan respirator atau pada resusitasi dengan nafas buatan mulut ke mulut. Adanya lubang didinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara masuk ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding toraks dan diafragma. Hal ini terjadi pada pneumotoraks.
3. Tension Pneumothorax Tension Pneumotoraks berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk kedalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way valve). Akbat udara yang masuk kedalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan didalam intrapleura akan semakin meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong kesisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah ke vena jantung( venous return), serta akan menekan paru kontralatera. Penyebab tersering dari tension pneumothoraks adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita yang Page 4
ada kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumotorax juga dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumotoraks sederhana akibat cedera toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru yang tidak menutup atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumotoraks, jika salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut kedap udara (occlusive dressings) yang kemudian akan menimbulkan mekanisme katup (flapvalve). Tension pneumotorax juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures). Diagnosis tension pneumotoraks ditegakan secara klinis, dan terapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu komfirmasi radiologist. Tension pneumotoraks ditandai dengan gejala gelisah akibat hipoksia, nyeri dada , sesak yang berat, distress pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi (vesikuler menghilang) dan distensi vena leher. Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumotoraks dan tamponade jantung maka pada awalnya sering membingungkan, namun perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang terkena akan dapat membedakanya. Tension pneumotoraks membutuhkan decompresi segera dan penanggulangan awal dengan dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan Page 5
mengubah tension pneumotoraks menjadi pneumotoraks sederhana , tetapi terdapat pula kemungkinan terjadi peneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitive selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga 5 (setinggi puting susu) dianterior dari garis midaxilaris.
4. Torakosintesis Jarum (Needle Decompression) Penatalaksanaan pada kasus tension pneumotoraks tergantung pada beberapa faktor, dan mungkin berbeda dari penatalaksanaan awal hingga dekompresi jarum atau pemasukan dari selang dada. Penanganan kasus ini ditentukan dari derajat keparahan dari gejala dan indikasi dari gangguan akut, adanya gambaran penyakit paru yang mendasari, ukuran tension pneumotoraks yang terlihat pada foto toraks, dan pada kasus tertentu perlu diperhatikan dari karakteristik individu yang terlibat. Pada kasus tension pneumotoraks, tidak ada pengobatan non-invasif yangdapat dilakukan untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa ini. Pneumotoraks adalah kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan segera. Jika diagnosis tension pneumotoraks sudah dicurigai, jangan menunda penanganan meskipun diagnosis belum ditegakkan. Pada kasus tension pneumotoraks, langsung hubungkan pernafasan pasien dengan 100% oksigen. Lakukan dekompresi jarum tanpa ragu. Hal-hal tersebut seharusnya sudah dilakukan sebelum pasien mencapai rumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut. Setelah melakukan dekompresi jarum, mulailah persiapan untuk melakukan chest tube. Kemudian lakukan penilaian ulang pada pasien, perhatikan ABC (Airway, breathing, cirvulation) pasien. Lakukan penilaian ulang foto toraks untuk menilai ekspansi paru, posisi dari torakostomi dan untuk memperbaiki adanya deviasi mediastinum. Selanjutnya, pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan.
5. Chest Tube dan Water Seal Drainage Merupakan tindakan invasif dengan cara memasukkan selang atau tube kedalam rongga toraks atau cavum pleura dengan menembus muskulus intercostalis untuk menyalurkan zat baik berupa zat padat, cairan, udara atau gas dari rongga dada.
Page 6
Teknik operasi pemasangan WSD
Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (+ 45 °). Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek steril. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah kulit sampai pleura. Tempat yang akan dipasang drain adalah : * Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (cara Buelau). * Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak karena letak diafragma tinggi. * Linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (cara Monaldi)
Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan bawah kulit dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan pleura ditembus hingga terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis sudah terbuka. Catatan: pada hematothoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada pneumothoraks, udara yang keluar. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut kearah cranial lateral. Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung drain dijepit dengan klem tumpul, untuk memudahkan mengarahkan drain.
Page 7
Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat atau terdapat lobang-lobang samping yang panjangnya kira-kira dari jarak apex sampai lobang kulit, duapertinganya. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral sampai ujungnya kira-kira ada dibawah apex paru (Bulleau). Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar ganda, diakhiri dengan simpul hidup Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke bawah dan lateral sampai ujungnya kira-kira dipertengahan ronga toraks. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung, maka harus diklem dahulu. Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol penampung, yang akan menjamin terjadinya kembali tekanan negatif pada rongga intrapleural, di samping juga akan menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks.
6. Komplikasi Misdiagnosis adalah komplikasi yang paling umum terjadi dari dekompresi jarum. Jika pneumotoraks tetapi bukan tipe terjadi yang terjadi, dekompresi jarum akan mengubah pneumotoraks menjadi tension pneumotoraks.Jika tidak terdapat pneumotoraks, pasien akan mengalami kondisi pneumotoraks setelah dekompresi jarum dilakukan. Sebagai tambahan jarum akan melukai jaringan paru, yang mungkin pada kasus langka dapat menyebabkan cedera paru atau hemotoraks. Jika jarum yang ditempatkan terlalu dekat ke arah tulang sternum, dekompresi jarum dapat menyebabkan hemotoraks karena laserasi dari pembuluh darah intercosta. Penempatan chest tube dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan saraf intercostae dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan parenkim paru, terutama jika menggunakan trokar untuk penempatannya.
Page 8
VII. PROSEDUR / CHECK LIST NO
KRITERIA
1
Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan: Betadine Kassa steril Plester Jarum abocath atau IV cannula catheter ukuran 14 Gauge untuk dewasa dan 18 Gauge untuk anak Spuit 10 cc yang sudah diisi NaCl 0,90% 5 cc Spuit 3 cc lidocaine Stetoskop
2
Gunakan perlengkapan yang steril untuk keamaan anda dan pasien, yaitu: Handscoon Face mask Kacamata pelindung (goggle) Apron (celemek) yang tahan air
3
Bila memungkinkan posisikan penderita dalam posisi tegak jika fraktur servikal sudah disingkirkan
4
Posisikan diri anda berada di sisi dada yang cedera
5
Pastikan penderita mengalami kesulitan dalam bernafas dan segera berikan oksigen dengan aliran tinggi 10-12 liter masker.
6
Auskultasi dada penderita dan pastikan anda menemukan suara paru yang menghilang (vesikuler menghilang) pada sisi yang sakit.
7
Perkusi dada penderita dan pastikan anda menemukan daerah yang hipersonor pada sisi yang sakit.
8
Identifikasi sela iga II, di linea midklavikula di sisi tension pneumothoraks
9
Lakukan asepsis dan antisepsis dada menggunakan betadine dan kassa steril
10
Jika penderita sadar atau keadaan mengijinkan lakukan anestesi lokal menggunakan lidocaine dalam spuit 3 cc sub kutan pada daerah yang akan dilakukan punksi
11
Pasang abbocath pada spuit 10 cc yang sudah diisi dengan 5 cc NaCl 0.9%
12
Insersi jarum abbocath ke kulit secara langsung membentuk sudut 90 derajat tepat di tepi atas iga ketiga pada sela iga kedua (SIC II)
13
Tusuk hingga menembus pleura parietal, ditandai dengan adanya gelembung-gelembung air pada spuit 10 cc
14
Setelah keadaan tension pneumotoraks teratasi, angkat jarum abbocath dan spuit dari kateter plastik serta pertahankan posisi kateter platik dengan plester
15
Siapkan pasien untuk dilakukan pemasangan chest-tube
SKOR 1
2
3
4
Page 9
16
Setelah chest-tube terpasang, angkat kateter plastik dari tempat punksi kemudian bersihkan luka bekas tusukan abbocath dengan betadine dan tutup dengan kassa steril
Page 10