PATOFISIOLOGI
Jejas Sel
KELOMPOK 5 DIV KEPERAWATAN TINGKAT I SEMESTER II
1
Putu Epriliani
(P07120214010)
2
I Gusti Ayu Cintya Adianti
(P07120214012)
3
Ni Putu Novia Indah Lestari
(P07120214016)
4
Kadek Poni Marjayanti
(P07120214026)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR TAHUN AJARAN 2015
0
A. Pengertian Jejas Sel Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya. Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel. B.
Contoh Sel Normal
Sel tumbuhan
1
Sel hewan C. Contoh Gambar Sel yang mengalami
Regenerasi
Regenerasi sel adalah fitur biologis dari semua organisme hidup dari bakteri sampai tanaman dan amfibi sampai mamalia. Regenerasi sel adalah tindakan pembaharuan, pertumbuhan, atau restorasi sel yang terlibat dalam pematangan, penyembuhan luka, perbaikan jaringan, dan fungsi biologis yang sama.
2
Hiperplasia, hipertropi
Hipertrofi adalah peningkatan volume organ atau jaringan akibat pembesaran komponen sel. Ia harus dibedakan dengan hiperplasia, yang dalam kondisi ini ukuran sel tetap akan tetapi jumlah sel yang bertambah. Meskipun hipertropi dan hiperplasia adalah dua proses yang berbeda, seringkali muncul bersamaan, seperti dalam kasus proliferasi yang dirangsang hormon serta perbesaran sel pada rahim saat kehamilan.
Hipertrofi
Hiperplasia
Displasia, Metaplasia,dan Degerasi
Displasia adalah merujuk kepada pembentukan dan perkembangan sel secara tidak beraturan. Fenomena ini mungkin diiringi dengan metaplasia skuama seperti dalam bronkus atau serviks dan hiperplasia epitelium skuama hasil dari pengasalan kepada cahaya matahari antara perubahan yang berlaku termasuklah peningkatan mitosis, penghasilan sel yang tidak normal dan sel bercenderung menyimpang daripada susunan asal. pembentukan dan bagaimana displasia terjadi masih tidak diketahui tetapi sentiasa berasosiasi dengan bermulanya malignan dan displasia seringkali ditemui dalam epitelium serviks uterus
3
Displasia
Metaplasia Adalah transformasi satu jenis sel matur ke sel matur lainnya
4
Degenerasi
Degenerasi merupakankelainan sel yang terjadi akibatcedera ringan. perubahan morfologi dan fungsi yang sifatnya reversibel (bisa kembali menjadi normal). Degenerasi sel atau jaringan dapat diamati dari komponen komponen yang ada pada sel seperti membran sel, inti sel, dan sitoplasmanya. Degenerasi adalah perubahan-perubahan morfologik akibat trauma yang nonfatal atau Degenerasi sel (kemunduran sel) adalah kelainan sel yang terjadi akibat cedera ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti mitokondria dansitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel Kerusakan reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segera dihilangkan.Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka kerusakan menjadi reversibel, dan sel akan mati
Atropi, infiltrasi
Atrofi yang terjadi pada suatu alat tubuh menyebabkan alat tubuh mengecil. Dengan perkataan lain alat tubuh tersebut melisut. Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi karena sel sel spesifik, yaitu sel sel parenchym yangmenjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil
5
Atrofi
Infiltasi Sel radang akut yang di awali gangguan sistemik (perubahan metabolisme ) menghasilkan metabolit berlebih yang menimbulkan jejas pada sel sehat. D. Penyebab Jejas Sel Penyebab terjadinya jejas sel (cedera sel) : 1) Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat dari : a. Iskemia (kehilangan pasokan darah) Dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit vaskuler atau bekuan didalam lumen. b. Oksigenisasi tidak mencukupi karena kegagalan kardiorespirasi. Misalnya pneumonia. 6
c. Hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah misalnya anemia, keracunan karbon monooksida. Tergantung pada derajat keparahan hipoksi, sel-sel dapat menyesuaikan, terkena jejas atau mati. Sebagai contoh, bila arteri femoralis menyempit, sel-sel otot skelet tungkai akan mengisut ukurannya (atrofi). Penyusutan massa sel ini mencapai keseimbangan antara kebutuhan metabolik dan perbekalan oksigen yang tersedia. Hipoksi yang lebih berat tentunya akan menyebabkan jejas atau kematian sel. 2) Faktor fisik a. Trauma Trauma mekanik dapat menyebabkan sedikit pergeseran tapi nyata, pada organisasi organel intrasel atau pada keadaa lain yang ekstrem, dapat merusak sel secara keseluruhan. b. Suhu rendah Suhu rendah mengakibatkan vasokontriksi dan mengacaukan perbekalan darah untuk sel. Jejas pada pengaturan vasomotor dapat disertai vasodilatasi, bendungan aliran darah dan kadang-kadang pembekuan intravaskular. Bila suhu menjadi cukup rendah aliran intrasel akan mengalami kristalisasi. c. Suhu Tinggi Suhu tinggi yag merusak dapat membakar jaringan, tetapi jauh sebelum titik bakar ini dicapai, suhu yang meningkat berakibat jejas dengan akibat hipermetabolisme. Hipermetabolisme menyebabkan penimbunan asam metabolit yang merendahkan pH sel sehingga mencapai tingkat bahaya. d. Radiasi Kontak dengan radiasi secara fantastis dapat menyebabkan jejas, baik akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang dikandung dalam sel maupun karena ionisasi air sel yang menghasilkan radikal “panas” bebas yang secara sekunder bereaksi dengan komponen intrasel. Tenaga radiasi juga menyebabkan berbagai mutasi yang dapat menjejas atau membunuh sel.
7
e. Tenaga Listrik Tenaga listrik memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh karena itu dapat menyebabkan luka bakar dan dapat mengganggu jalur konduksi saraf dan berakibat kematian karena aritmi jantung 3) Bahan kimia dan obat-obatan Banyak bahan kimia dan obat-obatan yang berdampak terjadinya perubahan pada beberapa fungsi vital sel, seperti permeabilitas selaput, homeostasis osmosa atau keutuhan enzim dan kofaktor. Masing-masing agen biasanya memiliki sasaran khusus dalam tubuh, mengenai beberapa sel dan tidak menyerang sel lainnya. Misalnya barbiturat menyebabkan perubahan pada sel hati, karena sel-sel ini yang terlibat dalam degradasi obat tersebut. Atau bila merkuri klorida tertelan, diserap dari lambung dan dikeluarkan melalui ginjal dan usus besar. Jadi dapat menimbulkan dampak utama pada alat-alat tubuh ini. Bahan kimia dan obatobatan lain yang dapat menyebabkan jejas sel : a. Obat terapeotik misalnya, asetaminofen (Tylenol). b. Bahan bukan obat misalnya, timbale dan alkohol. 4) Bahan penginfeksi atau mikroorganisme Mikroorganisme yang menginfeksi manusia mencakup berbagai virus, ricketsia, bakteri, jamur dan parasit. Sebagian dari organisme ini menginfeksi manusia melalui akses langsung misalnya inhalasi, sedangkan yang lain menginfeksi melalui transmisi oleh vektor perantara, misalnya melalui sengatan atau gigitan serangga. Sel tubuh dapat mengalami kerusakan secara langsung oleh mikroorganisme, melalui toksis yang dikeluarkannya, atau secara tidak langsung akibat reaksi imun dan perandangan yang muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme. 5) Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen. Antigen endogen (misal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun. 6) Kekacauan genetik misalnya mutasi dapat menyebabkan mengurangi suatu enzim kelangsungan. 7) Ketidakseimbangan nutrisi, antara lain : a. Defisiensi protein-kalori. b. Avitaminosis. 8
c. Aterosklerosis, dan obesitas. d. Penuaan. E.
Mekanisme Terjadinya Jejas Sel Ada banyak cara yang berbeda yang menyebabkan jejas sel. Selain itu,
mekanisme biokimia yang berkaitan dengan jejas dan menghasilkan manifestasi pada sel dan jaringan sangatlah kompleks dan berkaitan erat dengan intracellular pathway. Meskipun demikian beberapa prinsip umum yang relevan untuk membentuk jejas sel adalah : 1. Resposn sel terhadap jejas dapat berbeda, bergantung pada tipe jejas, waktu lamanya jejas dan keparahannya. Jadi, racun yang sedikit atau durasi yang cepat dari ischemia bisa menyebabkan jejas sel reversible, sedangkan racun yang banyak atau ischemi yang lebih panjang bisa menyebabkan jejas sel irreversible dan kematian sel. 2. Akibat suatu jejas bergantung pada tipe status, kemampuan adaptasi dan susunan genetik sel. Misalnya: jejas yang sama berdampak sangat berbeda, bergantung tipe sel, sel otot polos beda dengan sel otot kerangka atau sel otot jantung. 3. Sistem intraseluler a. Keutuhan sel membran Sangat penting untuk homeostasis selular ionic dan osmotic; (2) pembentukan adenosine triphosphate (ATP). secara besar melalui respirasi aerobik di mitokondria. b. Pembentukan adenosine trifosfat (ATP) Berkurangnya sintesis ATP adalah frekuensi yang diikuti oleh hipoksik (kekurangan O2) dan jejas kimia (racun). ATP diproduksi dengan cara phosphorilasi oksidative yang merubah ADP menjadi ATP dari hasil reaksi reduksi O2 dengan transfer electron di mitokondria. Atau dengan glycolytic pathway dimana produksi ATP tanpa menggunakan O2 dengan menghidrolisis glikogen ataupun glukosa darah.
9
Aktivitas membrane plasma ATP-driven “pompa natrium” menurun, dengan akumulasi natrium di intraselular dan difusi kalium keluar sel. Meningkatnya zat terlalur sodium diikuti isosmotik air, menghasilkan pembengkakan sel akut. Pada nantinya hal ini akan meningkatkan pemenuhan osmotic dari akumulasi dari hasil metabolism lain, seperti inorganic phosphate, asam
laktat, dan nukleotida purine. Glikolisis anaerob meningkat
karena
penurunan
ATP
dan
diikuti
meningkatnya adenosine monophosphat (AMP) yang menstimulasi enzim phosphofructokinase. Jalur ini meningkatkan asam laktat yang menurunkan
ph intraselular. Penurunan ph intraselular dan level ATP menyebabkan ribosom lepas dari reticulum endoplasma kasar dan polysome berpisah menjadi monosome, dengan menghasilkan reduksi dari sintesis protein.
10
c. Sintesis protein d. Keutuhan perlengkapan genetik
4. Komponen struktural dan biokimia suatu sel saling berhubungan yang menghiraukan permulaan tempat terjadinya jejas, efek kedua yang berlipat secara cepat terjadi. Sebagai contoh, keracunan respirasi aerobic oleh sianida menghasilkan gangguan aktivitas Na-K ATPase yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotic intraselular, sebagai akibatnya sel dapat dengan cepat membengkak dan pecah.
5. Fungsi sel dan perubahan morfologi jejas sel
Fungsi sel telah hilang jauh sebelum kematian sel terjadi, dan perubahan morfologi dari jejas sel (atau kematian sel) tertinggal jauh dibelakang keduanya. Perubahan morfologi jejas sel, yang terdapat pada membrane plasma tampak pertama-tama pada jejas sel, mencerminkan gangguan pengaturan ion dan volume yang disebabkan oleh kehilangan ATP. Hal ini terdiri atas pembengkakan sel, pembentukan gelembung sitoplasma, penumpukan dan distorsi jonjot mikro, 11
pembentukan gambaran myelin dan gangguan serta kehilangan pelekatan intersel. Perubahan ini dapat terjadi cepat dan reversible. Pada tahap lanjut jejas irreversible robekan tampak pada selaput yang membungkus sel dan membrane organel. Perubahan mitokondria terjadi sangat cepat setelah jejas iskemi tetapi terjadi lambut pada beberapa jejas kimia. Segera setelah iskemi, mitokondria tampak menjadi padat. Tetapi segera diikuti oleh pembengkakan mitokondria karena pergeseran ion yang terjadi pada bagian-bagian dalamnya, kepadatan amorf yang khas tampak menjelang 30 menit setelah iskemi miokardium yang berhubungan dengan awal keadaan irreversible. Kepadatan ini terdiri dari lemak dan kompleks lipid-protein, tetapi dengan reperfusi dan pada jejas kimia tampak granulose padat kaya kalsium. Pada jejas irreversible terjadi pembengkakan mitokondria dan akhirnya terjadi robekan ke luar selaput mitokondria, disusul perkapuran. Peleburan etikulum endoplasma terjadi segera setelah jejas, mungkin karena perubahan gerakan ion dan air. Hal ini diikuti oleh pelepasan ribosom dan pecahnya polisom disertai pengurangan sintesis protein. Reaksi-reaksi ini juga reversible tetapi pada jejas yang berlanjut terjadi fragmentasi progresif reticulum endoplasma da pembentukan gambaran myelin. 6. Hilangnya homeostasis kalsium Ion kalsium merupakan mediator penting dalam sel injury, kalsium dalam sitosol memiliki konsentrasi yang amat rendah (<0,1 µmol) yang sebagian besar tersimpan di dalam mitokondria dan reticulum endoplasma. Sedangkan konsentrasi kalsium di ekstraselular sangatlah besar (> 1,3 mmol).
12
Ischemi dan beberapa toksik menyebabkan influx kalsium melewati membrane plasma dan dikeluarkannya kalsium dari mitokondria dan reticulum endoplasma yang menyebabkan kalsium intraselular sangat tinggi dari keadaan normal. Meningkatnya konsentrasi kalsium intraselular ini berakibat dalam aktivasi enzim yang potensial berefek buruk pada sel. Enzim-enzim itu diantaranya ATP ase (mempercepat kehabisan ATP), phospholipase (kerusakan membrane plasma), protease (memecah membrane dan protein sitoskeleton), endonuclease (fragmentasi DNA dan kromatin). Dan seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa peningkatan kalsium sitosol pula dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas membrane mitokondria dan menginisiasi apoptosis. 7. Defek pada permeabilitas membran plasma Membran plasma langsung dirusak oleh toksin bakteri tertentu atau misalnya akumulasi oksigen radikal bebas. Reactive oxygen species merupakan oksigen yang terbentuk dari hasil reduksi pada respirasi di mitokondria yang merupakan radikal bebas, yang mana dapat merusak lipid, protein, asam nukleat dengan cara merikatan dengan salah satu molekul diatas yang menyebabkan disfungsi dalam salah satu komponen tenting selular. Kondisi yang terjadi bersamaan dengan keadaan patologi, dimana terjadi 13
ketidakseimbangan antara free-radical generating dan defense system disebut oxidative stress. Hal ini dikarenakan oleh : 1. 2. 3. 4. 5.
Penyerapan energy radiasi (contoh ultraviolet, sinar x) Metabolism enzymatic dari exogenous chemical atau obat-obatan. Reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi selama proses metabolism normal. Transisi metal. Nitric oxide (NO)
Efek dari akumulasi oksigen radikal bebas ini, adalah : 1.
Peroksidasi lipid dalam plasma dan organel bermembran. Asam lemak tak jenuh dalam membrane plasma dapat berikatan dengan radikal bebas
2.
menyebabkan keadaan yang tidak stabil, reactive, autocatalitik. Modifikasi oksidatif pada protein. Menyebabkan fragmentasi protein,
3.
degradasi atau hilangnya aktivitas enzimatik. Fragmentasi DNA.
Kerusakan pada Permeabilitas Membran Plasma membrane dapat rusak secara langsung oleh racun bakteri, protein virus, litik complement component, dan beberapa agen fisik serta kimia. Mekanisme dari rusaknya membrane ini dapat dikarenakan oleh :
14
Menurunya fungsi mitokondria mengakibatkan sintesis phospolipid menurun yang berefek pada membrane sel. Peningkatan sitosolik kalsium ditambah dengan kekurangan ATP mengaktivasi phospolipase yang memecah phospholipid pada plasma membrane. Hal ini juga mengakibatkan aktivasi protease yang menyebabkan kerusakan sitoskeleton. Karena pengaruh reactive oxygen species. Dihasilkannya lipid breakdown product, seperti : unesterified fatty acid, acyl carnitine, lypophospholipid, catabolic product yang menyebabkan perubahan permeabilitas dan electrophysiologic. Lisisnya membrane lisosom dapat mengeluarkan enzim lisosom yang dapat mencerna komponen-komponen dalam sel yang nantinya menghasilka necrosis. 8. Kerusakan mitokondria. Mitokondria dapat rusak oleh karena meningkatnya kalsium sitosolik, oksidative stress, dan lipid peroxidasi. Kerusakan mitokondria sering dihasilkan dalam pembentukan high-conductance chanel, yang juga disebut mitochondrial permeability transition (MPT) di inner membran. Kerusakan mitokondria sering pula diikuti oleh kebocoran sitokrom c ke dalam sitosol. Yang mana sitosol ini penting dalam transport electron dan inisiasi apoptosis sel.
F.
Contoh Kasus Penyakit
1. HIPERTROFI
15
Merupakan suatu keadaan dimana jaringan atau organ mengalami pembesaran karena adanya pembesaran sel. Hipertrofi disertai penambahan unsur kontraktil jaringan, maka merupakan respon adaptif. Hipertrofi yang paling terlihat yaitu pada otot. Contoh:
Hipertrofi otot bisep pada atlet angkat besi
Hipertrofi miokardium
Hipertrofi pada otot polos dinding kandung kemih
Kasus Hipertrofi Kardiomiopati Hipertrofi Kardiomiopati merupakan kondisi menebalnya otot jantung. Penebalan pada salah satu bagian jantung ini bisa mempersulit darah meninggalkan jantung akibatnya jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah. padahal, seharusnya jantung bisa lebih relaks saat memompa darah menuju jantung. Penyebab Hipertrofi Kardiomiopati ini merupakan penyakit keturunan yang dibawa sejak lahir. Kecacatan gen pada penderitanya berperan penting dalam mengontrol pertumbuhan otot jantung. Selain itu, penyebab lainnya adalah penyempitan katup stenosis atau kondisi lain yang mengakibatkan tahanan aliran darah dari jantung meningkat. Pada penderita yang masih muda biasanya akan menunjukkan gejala yang lebih parah, tapi kondisi ini juga bisa terjadi pada semua orang dari berbagai usia. Gejala Gejala umum yang terjadi pada penderita penyakit ini adalah pingsan, pusing, nyeri pada bagian dada terutama saat melakukan aktivitas berat, denyut jantung yang tidak beraturan, bahkan berujung pada gagal jantung yang disertai sesak nafas berat terutama saat berolahraga atau aktivitas berat.
16
Diagnosis Seperti penyakit lainnya, diagnosa harus dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik menggunakan stetoskop untuk mendengar ada tidaknya ketidakwajaran denyut jantung saat diperiksa. Dapat pula di lakukan pengecekan ketebalan jantung atau apabila ditemukan adanya katup yang bocor.Diagnosis ini bisa diperkuat dengan pemeriksaan EKG,ekokardiogram atau rontgen dada. Pengobatan Tujuan utama pengobataan penyakit ini adalah untuk mengurangi tahanan jantung. Jenis pengobatan yang biasa diberikan adalah beta blocker yang berfungsi menghambat saluran kalsium. Jika sudah parah maka pengobatan yang harus dilakukan adalah dengan pembedahan untuk mengangkat sebagian otot jantung yang rusak.
2. HIPERPLASIA
17
Merupakan keadaan kenaikan jumlah absolut sel dalam jaringan yang mengakibatkan pembesaran jaringan atau organ tersebut. Contoh:
Hiperplasia kelenjar mamae saat kehamilan
Hiperplasia pada kelenjar prostat
Kalus (penebalan kulit akibat rangsangan mekanik)
Kasus Benign Prostatic Hyperplasia Benign prostatic hyperplasia (BPH), atau yang biasa juga disebut benign prostatic hypertrophy, adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar prostat. Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskuler. Penyakit ini ditandai dengan pembesaran yang progresif dari kelenjar prostat yang berakibat pada obstruksi pengeluaran kandung kemih dan peningkatan kesulitan berkemih. Pertumbuhan prostat yang sangat tergantung pada hormon testosteron ini berlangsung di dalam jaringan yang berbeda-beda, dan menimbulkan dampak pada pria secara beragam. Sebagai akibat dari perbedaan ini, pengobatan yang diberikan pun berbeda untuk tiap kasus. Tidak ada penyembuhan untuk BPH dan sekali kelenjar prostat bertumbuh, maka sering berlanjut terus-menerus, kecuali terapi medikasi di berikan. Insiden Sulit untuk menentukan insidens dan prevalensi BPH karena dari berbagai penelitian digunakan kriteria yang berbeda untuk menjelaskan kondisi penyakit. Berdasarkan data National Institutes of Health (NIH), BPH terjadi pada lebih dari 50% pria berumur lebih dari 60 tahun dan sebanyak 90% pada pria berumur 70 tahun.
18
Epidemiologi Faktor resiko perkembangan BPH masih belum diketahui secara jelas. Beberapa studi menjelaskan adanya hubungan dengan faktor predisposisi genetik, dan yang lainnya mengatakan adanya kaitan dengan perbedaan ras. Hampir 50% pria berumur kurang dari 60 tahun yang menjalani operasi untuk BPH memiliki bentuk penyakit yang diwariskan. Bentuk ini merupakan bentuk autosomal dominant, dan keturunan pertama dari pasien BPH membawa resiko relatif yang meningkat hampir 4 kali lipat. Etiologi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging. Secara histopatologis, BPH ditandai dengan peningkatan jumlah sel epitel dan sel stroma di area periuretra dari prostat. Berdasarkan pengamatan dari pembentukan formasi glandula epitel baru, yang dimana secara normal hanya terdapat pada janin dan mencetuskan konsep embryonic reawakening dari sel stroma potensial. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH, baik secara tunggal atau kombinasi, yaitu: (1) teori dihidrotestosteron, (2) adanya ketidakseimbangan antara estrogentestosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostate, (4) berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) teori stem sel. -
Teori dihidrotestosteron Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, 19
aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. -
Ketidaseimbangan antara estrogen-testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangakn kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel prostat dangan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
-
Interaksi stroma-epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) teetentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin atau autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyababkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
-
Berkurangnya kematian sel prostat Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. 20
Pada jaringan normal, terdapat kesimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFß berperan dalam proses apoptosis. -
Teori sel stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalmi apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
Anatomi Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30 – 50 kelenjar, yang terbagi atas lima lobus, yaitu lobus posterior, medius, anterior dan dua lobus lateral, tetapi selama perkembangan selanjutnya ketiga lobus posterior bersatu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tidak 21
tampak karena terlalu kecil dan lobus-lobus lain tampak homogen berwarna keabuabuan, dengan kista kecil-kecil berisi cairan seperti susu. Kista-kista ini ialah kelenjar-kelenjar postat. Di sebelah anterior dibatasi oleh retropubic space (space of Retzius), disebelah posterior dipisahkan dengan ampula rekti oleh fascia Denonvilliers. Basis dari prostat berlanjut dengan leher bui-buli, dan apex prostat melekat pada permukaan diafragma urogenital. Di sebelah lateral prostat berbatasan dengan muskulus levator ani. Vaskularisasi dari prostat di percabangkan oleh arteri iliaca inerna (a. vesika inferior dan a. rektal medial). Inervasinya berasal dari plexus pelvis. Patofisiologi Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik
buli-buli
berupa hipertrofi
otot
detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dandivertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah ataulower urinar tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkn aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Hiperplasia prostat ↓ Penyempitan lumen uretra posterior ↓ Tekanan intravesikal meningkat 22
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut ssimpatis yang berasal dari nervus pudendus. Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada orang normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat. Patologi Anatomi Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar verumontanum. a. Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul asinar atau nodul campuran fibroadenomatosa. b. Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau campuran dengan hiperplasia stroma. Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall columnar cells. Inti sel-sel kelenjar tidak menunjukkan proses keganasan. BPH adalah perbesaran kronis dari prostat pada usia lanjut yang berkorelasi dengan pertambahan umur. Perubahan yang terjadi berjalan lambat dan perbesaran ini bersifat lunak dan tidak memberikan gangguan yang berarti. Tetapi, dalam banyak hal dengan berbagai faktor pembesaran ini menekan uretra sedemikian rupa sehingga dapat terjadi sumbatan partial ataupun komplit. Penurunan kadar serum testosteron, dan kadar estrogen meningkat. Juga terdapat teori bahwa rasio estrogen/androgen yang lebih tinggi akan merangsang hyperplasia jaringan prostat. Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen dan elastin di antara otot polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Hal
ini
mengakibatkan
terjadinya
23
hipersensitivitas
pasca
fungsional,
ketidakseimbangan neurotransmiter, dan penurunan input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil. Pengobatan Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medika mentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi pada pasien BPH adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan
kualitas
hidup,
(3)
mengurangi
obstruksi
intravesika,
(4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan (6) mengurangi progesifitas penyakit. Hal ini dapat dicapaidengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif. Watchfull waiting Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau coklat), (3) batasi penggunaan obatobat influenza yangmengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi lain. Medikamentosa 24
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa bloker) dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan
kadar
hormon
terstosteron/dihidrotestosteron
(DHT)
melalui
penghambat 5α-reduktase. Selain kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas. a. Penghambat reseptor adrenergik-α Prostat terdiri atas otot polos yang di kontrol oleh α-adrenoreseptor, dan blokade dari reseptor ini dapat mengurangi keluhan oleh penghambat adrenergikα1. ditemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang ditimbulkan oleh obat generasi seblumnya seperti fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-α1 adalah: prazosin yang diberikan dua kali sehari, terazosin, afluzosin, doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancuran urine. b. Penghambat 5α-reduktase Obat
ini
bekerja
dengan
cara
menghambat
pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%; hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. c. Fitofarmaka Beberapa
ekstrak
tumbuh-tumbuhan
tertentu
dapat
dipakai
untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai : antiestrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (shbg),inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor 25
(EGF), mengacaukan
metabolisme
prostalglandin,
efek
antiinflamasi,
menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah:Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lagi. Pembedahan Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya mambutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapinya. Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi prostat transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP). Indikasi operasi BPH : (1) Retensio urine, (2) BPH dgn penulit : ISK, batu , hernia, hidronefrosis, uremia, hematuria berulang, (3) Residual urine > 100 cc, (4) Flow metri : pola obstruktif ( < 10 cc/ det, kurva datar/multifasik, waktu miksi memanjang), (5) Sindroma prostatism yg progresif, mengganggu & iritatif, dan (6) Terapi medikamentosa tidak berhasil. Tindakan invasif minimal Selain tindakan invasif seperti yang telah disebutkan diatas, saat ini sedang dikembangkan tindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal
itu
diantaranya adalah: (1) thermoterapi, (2) TUNA (Transurethral Needle Ablation of the Prostat), (3) pemasangan stent (prostacath), (4) HIFU (High Intensity Focused Ultrasound), (5) dilatasi dengan balon (transurethral balloon dilatation). 3. METAPLASIA Diferensiasi merupakan proses dimana keturunan sel-sel induk yang sedang membelah dikhususkan untuk melakukan tugas tertentu. Metaplasia yaitu keadaan diferensiasi sel pada keadaan yang tidak cocok, sehingga sel yang dihasilkan tidak sesuai dengan sel daerah tersebut tapi justru menyerupai daerah lain. Misal: lapisal 26
endotel serviks uteri mengalami iritasi kronik, maka bagian epitel kolumnar diganti oleh epitel skuamosa yang mirip epidermis. Metaplasia bersifat adaptif dan reversibel.
Kasus Metaplasia Kelenjar Kelainan ini terjadi di kerongkongan persimpangan dengan perut. Adapun penyakit yang banyak diderita yang disebut GERD (Gastroesophageal Reflux Disease). Ketika makan, makanan itu berjalan melalui kerongkongan dan ke dalam perut, di mana otot-cincin yang disebut Lower Esophageal sphincter menutup untuk menjaga isi perut (makanan, cairan, dan yang paling penting asam) dari bocor kembali ke kerongkongan. Pada pasien dengan GERD sfingter ini benar-benar lemah, sehingga campuran asam hanya makan sesekali menyemprotkan kembali ke atas tabung dan merusak bagian-bagian dari kerongkongan di dekat persimpangan. Kerongkongan dipagari dengan terutama sel-sel skuamosa. Inilah yang melapisi kerongkongan namun ketika terus-menerus berhubungan dengan asam dan mencoba untuk menangani kerusakan semacam itu, lapisan ini akan berubah menjadi sel-sel kelenjar. Sel-sel ini mensekresikan lendir yang melindungi mereka dari asam dalam perut. Contoh kedua adalah gangguan yang dialami oleh perokok untuk jangka waktu lama. Asap rokok yang dihirup ke dalam jalan napas dan menyebabkan kerusakan kimia akibat hidrokarbon polisiklik. Kerusakan kimia berulang memaksa sel 27
glandular untuk beralih ke sel-sel skuamosa untuk melindungi diri mereka. Hal yang buruk tentang ini adalah bahwa sel-sel kelenjar di saluran udara mengeluarkan lendir untuk penyusup perangkap, debu, kotoran, dll Mereka juga memiliki rambut-rambut yang menyapu sampah kemudian dilapisi lendir dan terperangkap pada saluran napas . Inilah sebabnya mengapa perokok sangat rentan terhadap infeksi pernafasan konstan, karena kemampuan untuk menjebak dan menyingkirkan sampah terganggu. 4. DISPLASIA Merupakan kelainan diferensiasi sel-sel yang sedang berproliferasi sedemikian rupa sehingga ukuran, bentuk dan penampilan sel menjadi abnormal disertai gangguan pengaturan dalam sel. Displasia ada yang reversibel tetapi ada juga yang tidak karena rangsang yang menyebabkan displasia tidak ditemukan Contoh displasia yaitu pada proses peradangan.
Kasus Displasia Bronkopulmoner Displasia Bronkopulmoner adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan adanya peradangan dan jaringan parut pada paru-paru yang disebabkan oleh kebutuhan akan oksigen dengan kadar tinggi untuk jangka panjang atau penggunaan alat bantu pernafasan pada bayi-bayi prematur yang kurang dari 34 minggu masa kehamilan. Bayi-bayi ini memiliki paru-paru yang belum matang sehingga menyebabkan mereka tidak dapat bernafas dengan baik dengan kemampuan mereka sendiri dan sangat rentan terhadap terjadinya sindroma gagal nafas. Oleh karena itu, mereka memerlukan ventilator untuk menghantarkan oksigen. Meskipun oksigen 28
diperlukan, pemasukan oksigen jangka panjang yang berlebihan dan tekanan yang dibuat oleh ventilator pada paru-paru yang belum matang dapat menyebabkan kerusakan dan inflamasi paru. BPD didiagnosis pada bayi-bayi yang masih memerlukan oksigen tambahan dan menunjukkan gangguan pernafasan yang menetap setelah berumur lebih dari 28 hari. Bayi-bayi seperti ini memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi yang dapat menjadi fatal sewaktu terjadinya infeksi paru. Bayi-bayi dengan BPD dapat dirawat di rumah sakit dengan terapi oksigen, yang akan dikurangi secara perlahan dan secepatnya dilepas ketika mereka cukup mampu untuk bernafas sendiri dengan baik. Proses penyembuhan berlangsung lambat dan bayi mungkin memerlukan tambahan oksigen pada akhir tahun pertama. Pada kasus yang sangat jarang, bayi-bayi dengan BPD mungkin memerlukan ventilator untuk seumur hidupnya yang disebabkan oleh kerusakan paru yang berat. Beruntungnya, kebanyakan bayi-bayi dengan BPD pulih setelah satu atau dua tahun tanpa gangguan pernafasan yang menetap dan dapat menjalankan aktifitas normalnya. Penyebab Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang telah menerima terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang dan menggunakan ventilator dalam jangka panjang (biasanya lebih dari 1 minggu), untuk mengobati sindroma gawat pernafasan pada bayi baru lahir. Cedera paru-paru yang menyebabkan terjadinya displasia bronkopulmoner bisa disebabkan oleh meningkatnya tekanan di dalam paru-paru karena ventilator mekanik atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat pemaparan oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang.
Faktor resiko terjadinya displasia bronkopulmoner: -
Prematuritas
-
Infeksi saluran pernafasan
-
Penyakit jantung bawaan 29
-
Penyakit berat lainnya pada bayi baru lahir yang memerlukan terapi oksigen atau ventilator.
Gejala Gejalanya berupa: -
Pernafasan yang cepat
-
Warna kulit kebiruan
-
Sesak nafas.
Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan: -
Rontgen dada
-
Gas darah arteri
-
CT scan dada
-
Oksimetri.
Pengobatan Ventilator biasanya diperlukan untuk memberikan tekanan pada paru-paru agar jaringan paru-paru mengembang dan untuk memberikan oksigen tambahan. Jika bayi sudah dapat menyesuaikan diri, maka tekanan dan konsentrasi oksigen secara berangsur-angsur dikurangi. Ketika ventilator dilepas, oksigen bisa terus diberikan melalui masker atau selang kecil yang dimasukkan ke lubang hidung, selama beberapa minggu atau beberapa bulan. Makanan biasanya diberikan melalui selang yang dimasukkan ke lambung. Diperlukan ekstra kalori karena bayi memerlukan kalori yang lebih untuk bisa bernafas. Cairan cenderung tertimbun di dalam paru-paru yang meradang, sehingga asupan cairan agak dibatasi dan kadang diberikan diuretik untuk meningkatkan pembuangan cairan dari tubuh.
30
Setelah dirawat beberapa bulan, kadang bayi meninggal. Pada bayi yang selamat, gangguan pernafasan secara berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi pada tahuntahun pertama, bayi ini memiliki resiko tinggi menderita pneumonia (terutama yang disebabkan oleh virus). Bisa diberikan imunisasi dengan antibodi untuk RSV (respiratory syncytial virus). Pencegahan Untuk mencegah terjadinya displasia bronkopulmoner, sebaiknya alat bantu pernafasan dilepaskan secepat mungkin atau pemakaiannya dipersingkat.
5. NEOPLASIA Definisi Merupakan massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel neoplasma berasal dari sel yang awalnya normal, selama mengalami perubahan neoplastik sel memperoleh derajat otonom dalam arti tumbuh dengan kecepatan tidak terkoordinasi dengan kebutuhan dan fungsi tubuh Pertumbuhan sel neoplastik bersifat progressif yaitu mengakibatkan penambahan massa sel. Tidak bersifat adaptif dan biasa dikenal dengan sebutan tumor . Sifat-Sifat Neoplasma Neoplasma Jinak Bersifat lokal Batas penyebaran massa nyata Mempunyai kapsul jaringan penyambung Tidak menyebar ke tempat yang jauh 31
Pertumbuhan lamban Neoplasma Ganas ( sering disebut kanker) Tumbuh cepat Penyebaran tidak teratur Tidak berkapsul Sulit dipisahkan dari jaringan sekitarnya Mampu memasuki sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain Proses terputusnya penyebaran neoplasma ganas disebut metastasis Akibat Neoplasma Neoplasma Jinak mengakibatkan gangguan yang bersifat lokal, bisa ringan ataupun berakibat fatal.misal penyumbatan jalan nafas, pencernaan, dll Neoplasma Ganas mengakibatkan kerusakan jaringan-jaringan lokal dan menyebar untuk membentuk metastasis yang jauh bahkan neoplasma ganas “berebut” makanan sehingga penderita tampak mengalami gangguan malnutrisi berat. Kasus Kanker Payudara Kanker payudara adalah salah satu neoplasma dan merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara atau suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Setiap tahun lebih dari 185.000 wanita di deteksi dan didiagnosa menderita kanker payudara dan insiden penyakit ini semakin meningkat di Negara-negara maju. Sekitar 43.500 kematian akibat kanker payudara setiap tahunnya yang menjadikan penyakit ini sebagai penyebab kematian terbesar 32
kedua setelah kanker paru pada wanita Amerika Serikat. Sembilan puluh persen dari kannker payudara biasanya ditemukan oleh wanita itu sendiri melalui “pemeriksaan payudara sendiri”. Meskipun belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya kanker payudara, akan tetapi banyak faktor yang diperkirakan mempengaruhi terjadinya kanker payudara. Diantaranya adalah faktor resiko dan genetis. Faktor genetic disebabkan karena keturunan sedangakn faktor resiko adalah reproduksi yang terjadi di kalangan remaja saat menarche dan terjadinya menopause pada wanita tua. Faktor kedua adalah penggunaan hormone. Faktor ketiga adalah wanita yang memiliki penyakit fibrokistik. Keempat adalah kegemukan, konsumsi lemak yang berlebihan dan yang terakhir adalah radiasi ionisasi. Patofisiologi Beberapa
jenis
kanker
payudara
sering
menunjukkan
disregulasi hormon HGF dan onkogen Met, serta ekspresi berlebih enzim PTK-6.[4] Transformasi
Tanda-tanda awal kanker payudara Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. 33
Fase inisiasi Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahangenetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan
sel
lebih
rentan
terhadap
suatu
karsinogen.
Bahkan
gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan. Progesteron, sebuah hormon yang menginduksi ductal side-branching pada kelenjar payudara dan lobualveologenesis pada sel epitelialpayudara, diperkirakan berperan sebagai
aktivator
lintasan tumorigenesis pada
sel
payudara
yang
diinduksi
oleh karsinogen. Progestinakan menginduksi transkripsi regulator siklus sel berupa siklin D1 untuk disekresi sel epitelial. Sekresi dapat ditingkatkan sekitar 5 hingga 7 kali lipat dengan stimulasi hormon estrogen, oleh karena estrogen merupakan hormon yang mengaktivasi ekspresi pencerap progesteron pada sel epitelial. Selain itu, progesteron juga menginduksi sekresi kalsitonin sel luminal dan morfogenesis kelenjar. Fase promosi Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen). Fase metastasis Metastasis menuju ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi pada kanker payudara, beberapa
diantaranya
disertai
seperti simtoma hiperkalsemia, pathological
komplikasi
lain
fractures atau spinal
cord
compression. Metastasis demikian bersifat osteolitik, yang berarti bahwa osteoklas hasil induksi sel kanker merupakan mediator osteolisis dan mempengaruhi diferensiasi dan aktivitas osteoblas serta osteoklas lain hingga meningkatkan resorpsi tulang. 34
Tulang
merupakan jaringan unik
yang
terbuat
dari
matriks protein yang
mengandung kalsium dengan kristal hydroxyappatite sehingga mekanisme yang biasa digunakan oleh sel kanker untuk membuat ruang pada matriks ekstraselular dengan penggunaan enzim metaloproteinase matriks tidaklah efektif. Oleh sebab itu, resorpsi tulang yang memungkinkan invasi neoplastik terjadi akibat interaksi antara sel kanker payudara
dengan sel
endotelial yang
dimediasi
oleh ekspresi VEGF. VEGF
merupakan mitogenangiogenik positif yang bereaksi dengan sel endotelial. Tanpa faktor angiogenik negatif seperti angiostatin, sel endotelial yang berinteraksi dengan VEGF sel kanker melalui pencerap VEGFR-1 dan VEGFR-2, akan meluruhkan matriks ekstraselular, bermigrasi dan membentuk tubulus. Klasifikasi Terdapat beberapa jenis sel kanker yang dapat terkultur pada kanker payudara, yaitu sel MCF-7, sel T-47D, sel MDA-MB-231, sel MB-MDA-468, sel BT-20 dan sel BT-549. Histopatologi Berdasarkan WHO Histological Classification of breast tumor, kanker payudara diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Non-invasif karsinoma
Non-invasif duktal karsinoma
Lobular karsinoma in situ
2. Invasif karsinoma
Invasif duktal karsinoma
Papilobular karsinoma
Solid-tubular karsinoma
Scirrhous karsinoma
Special types
Mucinous karsinoma
Medulare karsinoma
Invasif lobular karsinoma
Adenoid cystic karsinoma 35
karsinoma sel squamos
karsinoma sel spindle
Apocrin karsinoma
Karsinoma dengan metaplasia kartilago atau osseus metaplasi
Tubular karsinoma
Sekretori karsinoma
Lainnya
3. Paget's Disease Gejala klinis Gejala klinis kanker payudara dapat berupa: Benjolan pada payudara Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu. Erosi atau eksema puting susu Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan sampai
menjadi oedema hingga
kulit
kelihatan
seperti
kulit jeruk(peau d'orange), mengkerut, atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok itu semakin lama akan semakin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Ciri-ciri lainnya antara lain:
Pendarahan pada puting susu.
Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah besar, sudah timbul borok, atau bila sudah muncul metastase ke tulang-tulang.
Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh (Handoyo, 1990).
36
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operbilitas Heagensen sebagai berikut:
terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara);
adanya nodul satelit pada kulit payudara;
kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa;
terdapat model parasternal;
terdapat nodul supraklavikula;
adanya edema lengan;
adanya metastase jauh;
serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain.
Keluarnya cairan (Nipple discharge) Nipple discharge adalah keluarnya cairan dari puting susu secara spontan dan tidak normal. Cairan yang keluar disebut normal apabila terjadi pada wanita yang hamil, menyusui dan pemakai pil kontrasepsi. Seorang wanita harus waspada apabila dari puting susu keluar cairan berdarah cairan encer dengan warna merah atau coklat, keluar sendiri tanpa harus memijit puting susu, berlangsung terus menerus, hanya pada satu payudara (unilateral), dan cairan selain air susu. Faktor-faktor penyebab Faktor risiko Menurut Moningkey dan Kodim, penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya: 1. Faktor reproduksi: Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko 37
utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis. 2. Penggunaan hormon: Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang signifikan pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel yang sensitive terhadap rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak atau menjadi ganas[16]. 3. Penyakit fibrokistik: Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali. 4. Obesitas: Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini. 5. Konsumsi lemak: Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun. 6. Radiasi: Eksposur
dengan
radiasi ionisasi selama
atau
sesudah
pubertas
meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang
38
dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur. 7. Riwayat keluarga dan faktor genetik: Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun. Faktor Usia sangat berpengaruh -> sekitar 60% kanker payudara terjadi di usia 60 tahun. Resiko terbesar usia 75 tahun [17] Faktor Genetik Kanker peyudara dapat terjadi karena adanya beberapa faktor genetik yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Faktor genetik yang dimaksud adalah adanya mutasi pada beberapa gen yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara gen yang dimaksud adalah beberapa gen yang bersifat onkogen dan gen yang bersifat mensupresi tumor. Gen pensupresi tumor yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara diantaranya adalah gen BRCA1 dan gen BRCA2. Pengobatan kanker Ada beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung pada stadium klinik penyakit (Tjindarbumi, 1994), yaitu: Mastektomi Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 3 jenis mastektomi (Hirshaut & Pressman, 1992):
Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak. 39
Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.
Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara. Biasanya disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.
Radiasi Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa di payudara setelah operasi (Denton, 1996). Efek pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi. Kemoterapi Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker atau sitokina dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker melalui mekanisme kemotaksis. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh (Denton, 1996). Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi. Lintasan metabolisme Asam bifosfonat merupakan senyawa penghambat aktivitas osteoklas dan resorpsi tulang yang sering digunakan untuk melawan osteoporosis yang diinduksi oleh ovarian suppression, hiperkalsemia dan kelainan metabolisme tulang, menunjukkan efektivitas untuk menurunkan metastasis sel kanker payudara menuju tulang. Walaupun pada umumnya asupan asam bifosfonat dapat ditoleransi tubuh, penggunaan dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping seperti osteonekrosis dan turunnya fungsi ginjal. CT dapat menginduksi sel kanker payudara untuk memproduksi cAMP dan menghambat perkembangan
sel
kanker.
Molekul cAMP tersebut 40
terbentuk
dari ekspresi pencerapCT yang terhubung adenylate cyclase oleh paling tidak satu buah guanine nucleotide-binding protein. Respon cAMP terhadap CT dapat menurun ketika sel terinkubasi senyawamitogenik berupa 17beta-estradiol dan EGF; meningkat
seiring
inkubasi
seperti tamoxifen dan 1,25(OH)2D3; Namun
senyawa
penghambat
dan pertumbuhan
serta oligonukleotida danproto-onkogen c-myc.
penggunaan tamoxifen meningkatkan
risiko
terjadi polip endometrial, hiperplasia dan kanker, melalui mekanisme adrenomedulin. Respon berupa produksi cAMP yang kuat, tidak ditemukan pada senyawa selain CT. Senyawa
efektor adenylate
cyclase seperti forskolin dan
senyawa beta-adrenergic
receptor agonist seperti isoproterenol hanya menghasilkan sedikit produksi cAMP. Pada sel MDA-MB-231, CT akan menginduksi fosforilasi c-Raf pada serina posisi ke 259 melalui lintasan protein kinase A dan menyebabkan terhambatnya fosforilasi ERK1/2 yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel MDA-MB-231, dan menghambat ekspresi mRNA uPA yang diperlukan sel MDA-MB-231 untuk invasi dan metastasis. Walaupun
demikian
kalsitonin
tidak
mempunyai
efek
yang
signifan
untuk
menghambat proliferasi sel MCF-7. Apoptosis sel MDA-MB-231 juga diinduksi oleh asam
lipoat yang
menghambat fosforilasi Akt dan mRNA AKT,
aktivitas Bcl-
2 dan protein Bax, MMP-9 dan MMP-2, serta meningkatkan aktivitas kaspase-3. Strategi pencegahan Pada prinsinya, strategi pencegahan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu pencegahan pada lingkungan, pada pejamu, dan milestone. Hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa: Pencegahan primer Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang "sehat" melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat. Pencagahan primer ini juga bisa berupa pemeriksaan SADARI (pemeriksaan payudara 41
sendiri) yang dilakukan secara rutin sehingga bisa memperkecil faktor risiko terkena kanker payudara. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan populasi at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining dengan mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:
Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk assessement survey.
Pada
wanita
dengan
faktor
risiko
mendapat
Referensi
untuk
dilakukan mammografi setiap tahun.
Wanita normal mendapat Referensi mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50 tahun.
Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas SADARI untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75% Pencegahan tertier Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hiduppenderita. 42
Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu, pengobatan yang diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan alternatif dengan obat herbal kanker payudara.
Daftar Pustaka Oktaviamulan, tria.2014. Makalah jejas adaptasi dan kematian sel. (online) Available:http://triaoktaviamaulan.blogspot.com/2014/04/makalah-jejas-adaptasidan-kematian-sel.html Doktersehat. 2013. Hipertrofi Kardiomiopati, Kelainan Jantung Genetik. (Online). Available :
http://doktersehat.com/hipertrofi-kardiomiopati-kelainan-jantung-
genetik/. (21 Maret 2015) Dokterumum.
2012.
Benign
Prostatic
Hyperplasia.
(Online).
Available
:
http://tipsdokterumum.blogspot.com/2012/06/benign-prostatic-hyperplasia.html. (21 Maret 2015) Marlianas, Ina. 2014. Penyakit Neoplasma dan Pengobatannya. (Online). Available : http://inamarlianas.blogspot.com/2014/05/penyakit-neoplasma-danpengobatannya.html. (21 Maret 2015) Nurcahyo.
2014.
Displasia
Bronkopulmoner.
(Online).
http://indonesiaindonesia.com/f/12819-displasia-bronkopulmoner/. 2015)
43
Available (21
:
Maret
Persify.
2014.
Displasia
Bronkopulmoner.
(Online).
Available
:
http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/displasiabronkopulmoner-_-9510001031098. (21 Maret 2015) Supriyatningsih,
Eko.
2011.
Adaptasi
Sel.
(Online).
Available
:
https://ekosupriyatiningsih.wordpress.com/2011/06/27/adaptasi-sel/. (21 Maret 2015) http://id.wikipedia.org/wiki/Kanker_payudara
44
45