PEMERIKSAAN FISIK KEPERAWATAN DAN PENGUKURAN VITAL SIGN
A. Pendahuluan
Perawat merupakan profesi yang selama dua puluh empat jam mendampingi pasien dalam pelayanan keperawatan. Karena paling lama berada mendampingi pasien maka perawat harus mampu menilai setiap perubahan kondisi pasien. Untuk bisa melakukan penilaian dan merespon kondisi pasien maka perawat harus mampu melakukan pemeriksan fisik dan pengukuran pe ngukuran tanda vital sebagai kompetensi yang wa jib dikuasai. Pemeriksaan fisik keperawatan adalah sebuah proses pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Dari hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis dan tentunya perawat harus bisa menganalisa apa yang dibutuhkan dibutuhkan pasien saat itu Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, palpasi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, dan beberapa tes tambahan akan dilakukan untuk kasus tertentu seperti test neurologi pada neurologi pada kasus penyakit syaraf. Dengan hasil pemeriksaan fisik dan pengukuran tanda vital perawat dalam penegakkan diagnosis keperawatan dan perencanaan perawatan untuk pasiennya. Pemeriksaan lengkap akan dilakukan yang terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Selain pemeriksaan fisik juga akan dilakukan pengukuran tanda – tanda vital seperti pengukuran tekanan darah, mengitung nadi, menghitung pernafasan, dan mengukur suhu tubuh serta menilai skala nyeri dan semua itu dikenal dengan sebutan pemeriksaan vital sign.
B. Pembahasan 1. Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik Fisi k
Pemeriksaan fisik atau Physical Examination adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk
memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. a. Tujuan pemeriksaan fisik:
1) Mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien. 2) Menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan. 3) Mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan. 4) Membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan. 5) Mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan. Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara.
b.
Metode pemeriksaan fisik:
1) Inspeksi Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini berupaya melihat kondisi klien dengan menggunakan ‘sense of sign’ baik melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan (lampu). Inspeksi adalah kegiatan aktif, proses ketika perawat harus mengetahui apa yang dilihatnya dan dimana lokasinya. Metode inspeksi ini digunakan untuk mengkaji warna kulit, bentuk, posisi, ukuran dan lainnya dari tubuh pasien. Pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persistem dan tidak terburu-buru sejak pertama bertemu dengan cara memperoleh riwayat pasien dan terutama sepanjang pemeriksaan
fisik
dilakukan.
Inspeksi
juga
menggunakan
indera
pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lanj ut, lebih jelas dan lebih memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis atau terapi. Cara pemeriksaan inspeksi:
a) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri b) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut). c) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan(sianosis), dan lain-lain. d) Dokumentasikan hasilnya.
2) Palpasi Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of touch’ Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh(temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran.Palpasi juga bisa untuk menentukan rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh.Tehnik palpasi dibagi menjadi
dua
yaitu:
a) Palpasi ringan Caranya : ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan. Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah perlahan-lahan
sampai
ada
hasil.
b) Palpasi dalam (bimanual) Caranya : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pada jari-jari pertama.
Cara pemeriksaan : a) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri. b) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman. c) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
d) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot. e) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan. f) Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan. g) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang. h) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah. i) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan. j) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
3) Perkusi Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan.
a) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan diperiksa. b) Pastikan pasien dalam keadaan rilex. c) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot. d) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering. e) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan: Metode langsung yaitu mengentokan jari tangan langsung dengan
menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : Jari tengah
tangan kiri di letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuh, ujung jari tengah dari tangan kanan, untuk mengetuk persendian, Pukulan harus cepat dengan lengan tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek, Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh. f) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi. -
Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas seperti drum (lambung).
- Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal). - Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru). - Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).
4) Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus. Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi : a) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit. b) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar. c) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara. d) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut: a) Kontrol infeksi Meliputi
mencuci
tangan,
memasang
sarung
tangan
steril,
memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada. b) Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
c. Jenis Pemeriksaan Fisik 1) Pemeriksaan fisik kepala dan leher
Pada pemeriksaan fisik daerah kepala dan leher metode yang sering digunakan adalah inspeksi untuk menilai kondisi rambut dan kulit kepala, kebersihan telinga, menilai konjungtiva dan sklera, melihat adanya udema pada muka, menilai kebersihan mulut dan melihat daerah leher: adanya pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar tiroid , adanya peningkatan tekanan vena jugularis. 2) Pemeriksaan fisik dada
Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan),
warna
kulit,
lesi,
edema,
pembengkakan/
penonjolan. Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus. (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan
angka
“tujuh-tujuh”
atau
“enam-enam”
sambil
melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien).
Normal:
integritas
kulit
baik,
tidak
ada
nyeri
tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas. Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi). Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih
daripada bagian udara sisebut pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat disebut hiperesonan (“deng deng deng”) . Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kanan dan kiri, di rigio intercostae 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea). Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal. 3) Pemeriksaan fisik abdomen
Inspeksi:
pada
inspeksi
perlu
disimak
apakah
abdomen
membusung/membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena, amati juga apakah didaerah abdomen tampak benjolan-benjolan massa. Auskultasi : mendengar suara peristaltik usus, normal berkisar 5-35 kali per menit : bunyi peristaltic yang yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui pada gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap awal. Peristaltik yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak terdengar suara peristaltik sama sekali maka kita katakana peristaltik negative (pada pasien post operasi) Palpasi : sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah ada daerah yang nyeri apabila ada maka harus dipalpasi terakhir, palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri umum (peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari dengan perabaan ada atau tidaknya massa/benjolan (tumor). Periksa juga turgor kullit perut untuk menilai hidrasi pasien. Setelah itu periksalah dengan tekanan region suprapubika (cystitis), titik MC Burney (appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan region iliaca (adnexitis) barulah secara khusus kita melakukan palpasi hepar. Palpasi hepar dilakukan dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai dari kuadrant kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan cembungan perut. Rasakan apakah ada pembesaran
hepar atau tidak. Hepar membesar pada keadaan : malnutrisi, gangguan fungsi hati/radang hati (hepatitis, thyroid fever, malaria, dengue, tumor hepar), bendungan karena gagal jantung Perkusi (mengetuk). Perkusi perut dilakukan dengan kaki ditekuk & tidak secara langsung melainkan dengan penekanan yang ringan serta ketokan dengan perlahan. Perkusi dapat menunjukkan adanya bunyi redup (terdapat penimbunan cairan ke dalam rongga peritoneum), timpani (penuh gas / akibat dilatasi lambung akut pada kuadran atas), redup-pekak (tumor).Suara perkusi perut normal adalah timpani. Kecuali, pada daerah hati suara perkusinya pekak. 4) Pemeriksaan fisik ekstermitas
Ekstermitas atas a) Inspeksi ; bagaimana pergerakan tangan,dan kekuatan otot b) Palpasi; apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan c) Motorik: untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan tonus kekuatan otot,dan tes keseimbangan. d) Reflex; memulai reflex fisiologi seperti biceps dan triceps e) Sensorik;
apakah
klien
dapat
membedakan
temperature, rasa ,gerak dan tekanan.
nyeri,
sentuhan,
Ekstermitas bawah a) Inspeksi : bagaimana pergerakan kaki,dan kekuatan otot b) Palpasi : apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan c)
Motorik : untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan tonus kekuatan otot,dan tes keseimbangan.
d) Reflex : memulai reflex fisiologi seperti biceps dan triceps e) Sensorik : apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature, ra sa ,gerak dan tekanan.
5) Menilai Udema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebihan dalam jaringan. Penyebab edema. Primer : Peningkatan perneabilitas kapiler, berkurangnya protein plasma, eningkatan tekanan hidrostatik. obstruksi limpa Sekunder: Peningkatan tekanan koloid osmotic dalam jaringan, rete nsi natrium dan air Lokasi pemeriksaaan / daerah terjadinya edema : Daerah sakrum, diatas tibia, pergelangan kaki Langkah langkah pemeriksaaan lakukan palpasi pitting dengan cara menekan dengan menggunakan ibu jari dan amati waktu kembalinya. Penilaian Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik Derajat IV : kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik
2. Pengukuran Vital Sign a. Mengukur Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah merupakan suatu tindakan melakukan pengukuran tekanan darah, yaitu hasil dari curah jantung dan tahanan perifer, menggunakan Sphygmomanometer. Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada
dinding arteri. Tekanan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, dan volume, laju serta kekentalan (viskositas) darah. Tekanan darah terjadi akibat fenomena siklis. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi yang disebut tekanan sistolik. Sedangkan tekanan terendah terjadi saat jantung beristirahat yang disebut tekanan diastolik. Tekanan darah digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolic dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80. Pemeriksn tekanan darah bertujuan untuk menilai system kardiovaskular/keadaan hemodinamik klien (curah jantung, tahanan vaskuler perifer, volume darah dan viskositas, dan elastisitas arteri). Pemeriksaan dilakukan pada setiap pasien yang masuk ke ruang pemeriksaan atau ruang perawatan, secara rutin pada pasien yang dirawat, dan sewktu-waktu sesuai kebutuhan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah, hindari pemeriksaan pada ekstrimitas yang terpasang infus, trauma ataupun gips; apabila akan mengulang prosedur pemeriksaan, tunggu sekitar 30 detik sampai satu menit setelah skala nol; serta periksa terlebih dahulu arteri brachialis dengan tepat. Tekanan darah dapat diukur secara langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan langsung ke dalam arteri. Pengukuran tidak langsung dilakukan dengan sfigmomanometer dan stetoskop. Sfigmomanometer atau tensimeter dikenalkan pertama kali oleh dr. Nikolai Korotkov, seorang ahli bedah Rusia, lebih dari 100 tahun yang lalu. Tensimeter atau sphygmomanometer pada awalnya menggunakan raksa sebagai pengisi alat ukur ini. Sekarang, kesadaran akan masalah konservasi lingkungan meningkat dan penggunaan dari air raksa telah menjadi perhatian seluruh dunia. Bagaimanapun, sphygmomanometer air raksa masih digunakan sehari-hari bahkan di banyak negara modern. Sphygmomanometer terdiri dari sebuah pompa, sumbat udara yang dapat diputar, kantong karet yang terbungkus kain, dan pembaca tekanan, yang bisa berupa jarum mirip jarum stopwatch atau air raksa. Sfigmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan rongga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer
sesuai dengan tekanan dalam millimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis. Agar sphygmomanometer masih dapat digunakan untuk mengukur tekanan darah dengan baik, perlu dilakukan kalibrasi. Waktu melakukan pengukuran tekanan darah hal yang harus diperhatikan adalah: 1. Pastikan kandung kemihnya kosong dan usahakan untuk tidak dalam kondisi menahan kemih. 2. Menghindari konsumsi kopi, alkohol dan rokok, karena semua hal t ersebut dapat meningkatkan tekanan darah. 3. Sebaiknya istirahat terlebih dahulu selama 5 menit sebelum diperiksa, serta jangan memeriksa saat kondisi tubuh baru sampai dan napasnya terengahengah. 4. Jangan berbicara atau bercanda selama melakukan pengukuran. 5. Tenangkan pikiran, karena pikiran yang tegang dan stres akan meningkatkan tekanan darah dari yang seharusnya. 6. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi duduk dengan siku menekuk di atas meja dan telapak tangan menghadap ke atas. 7. Gunakan manset sesuai dengan pasien dan jangan menggunakan manset anak-anak untuk orang dewasa. 8. Letakkan stetoskop tepat di atas arteri brakialis. Saat bunyi pertama terdengar dicatat sebagai tekanan sistolik dan bunyi terakhir yang didengar dicatat sebagai tekanan diastolik. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
1)
Umur Tekanan darah akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dikaitkan dengan berkurangnya elastisitas pembuluh darah arteri, dinsing arteri semakin kaku sehingga tahanan pada arteri semakin basar dan meningkatkan tekanan darah.
2) Waktu Pengukuran Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah biasanya rendah pada pagi-pagi sekali, secara berangsur-angsur naik pagi menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada senja hari atau malam. Tidak ada orang yang pola dan derajat variasinya sama.
3) Latihan dan Aktivitas Fisik Latihan dan aktivitas fisik dapat meningkatkan cardiac output dan tekanan darah. Hal ini berkaitan dengan peningkatan metabolism tubuh. Aktivitas fisik membutuhkan energi sehingga membutuhkan aliran yang lebih cepat untuk mensuplai oksigen dan nutrisi (tekanan darah naik). 4) Stress (kecemasan, takut, emosi dan nyeri) Stress ini akan merangsang syaraf simpatik, mengakibatkan peningkatan denyut jantung serta peningkatan resistensi atau tahanan arteri. Selain itu juga mengakibatkan vasokonstriksi arteri. 5) Miscellaneus Faktor/Posisi Tubuh Posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap tekanan darah. Hal ini berkaitan dengan efek gravitasi bumi. Pada saat berbaring, gaya gravitasi pada peredaran darah lebih rendah karena arah peredaran tersebut horizontal, sehingga jantung tidak terlalu memompa dan tidak terlalu melawan gaya gravitasi. Pada saat duduk maupun berdiri, kerja jantung dalam memompa darah akan lebih keras karena melawan gaya gravitasi bumi, sehingga kecepatan denyut jantung meningkat. Posisi berbaring tekanan darah lebih rendah daripada duduk atau berdiri. Baroresepsor akan merespon saat tekanan darah turun dan berusaha menstabilankan tekanan darah. 6) Obat-obatan Terdapat beberapa obat yang dapat menyebabkan peningkatan ataupun penurunan tekanan darah, seperti analgetik yang dapat menurunkan tekanan arah. b. Menghitung Nadi
Pemeriksaan denyut nadi merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri, dengan cara menghitung kecepatan/loncatan aliran darah yang dapat teraba pada berbagai titik tubuh melalui perabaan. Pemeriksaan nadi dihitung selama satu menit penuh, meliputi frekuensi, keteraturan dan isi. Selain melalui perabaan dapat juga diperiksa melalui stetoskop. Pemeriksaan denyut nadi bertujuan untuk mengetahui keadaan umum pasien, mengetahui integritas system kardiovaskuler, dan mengikuti perkembangan jalannya penyakit.
Beberapa titik denyut Nadi : denyut arteri temporalis dan arteri frontalis
pada kepala, arteri karotis pada leher, arteri brachialis pada lengan atas/siku bagian dalam, arteri radialis dan ulnris pada pergelangan tangan, arteri poplitea pada belakang lutut, dan arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki. Frekuensi denyut nadi sangat bervariasi, tergantung jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan usia. Demikian juga halnya waktu berdiri, sedang makan, mengeluarkan tenaga atau waktu emosi. Batasan dan Klasifikasi
Bayi yang baru dilahirkan (1-3 bulan): 120-140 kali/menit, bayi 4 bulan-2 tahun: 80-150 kali/menit, anak 2-10 tahun: 70-110 kali/mnit, anak anak >10 tahun: 55-90 kali/menit, dewasa: 60-90 kali/menit, dan usia lanjut yang sehat: 60/100 kali/menit. Nadi yang cepat disebut tathicardia atau pulsus frekuens, dan nadi yang lambat disebut bradicardia atau pulsus rarus. Pulsus frekuens dijumpai pada demam tinggi, tirotoksikosis, infeksi streptokokus, difteria dan berbagai jenis penyakit jantung. Nadi yang lambat terdapat pada penyakit miksudema (kekurangan tiroksin), penyakit kuning dan tifoid. Irama nadi sifatnya teratur pada orang sehat, akan tetapi nadi yang tidak teratur belum tentu abnormal. Aritmia sinus adalah gangguan irama nadi, dimana frekuensi nadi menjadi cepat pada saat inspirasi dan melambat waktu ekspirasi. Hal demikian adalah normal dan mudah dijumpai pada anak-anak. Jenis nadi tidak teratur lainnya adalah abnormal. c. Menghitung Pernafasan
Pemeriksaan frekuensi pernafasan dilakukan dengan menghitung jumlah pernafasan, yaitu inspirasi yang diikuti ekspirasi dalam satu menit penuh. Selain frekuensi, pemeriksa juga menilai kedalaman dan irama gerakan ventilasi (jenis/sifat pernafasan). Selain itu, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan umum klien, mengikuti perkembangan penyakit, dan membantu menegakkan diagnosa. Jenis Pernafasan
1)
Chyne Stokes: pernafasan yang sangat dalam yang berangsur-angsur menjadi dangkal dan berhenti sama sekali (apnoe) selama beberapa detik untuk kemudian menjadi dalam lagi. (keracunan obat bius, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal kronis, dan perdarahan pada susunan saraf pusat)
2)
Biot : pernapasan dalam dan dangkal yang disertai masa apnoe yang tidak teratur. (meningitis)
3)
Kusmaul : pernapasan yang inspirasi dan ekspirasi sama panjangnya dan sama dalamnya, sehingga keseluruhan pernafasan menjadi lambat dan dalam. (keracunan alkohol dan obat bius, koma, diabetes, uremia
Batasan Normal
Batasan normal beraneka ragam tergantung usia. Pada bayi: 30 – 60 kali/menit, anak-anak: 20 – 30 kali/menit, remaja: 15 – 24 kali/menit, dan dewasa: 16 – 20 kali/menit. Jenis Ketidaknormalan Bunyi Pernafasan
1)
Crackel (bunyi nafas seperti retakan/pecahan)
2)
Friction (bunyi nafas seperti ada tarikan dinding dada ke dalam)
3)
Grunting (bunyi nafas seperti rintihan)
4)
Ronchi (bunyi nafas seperti terengah-engah)
5)
Stridor (bunyi nafas kasar)
6)
Wheezing (bunyi nafas seperti siulan).
d. Mengukur Suhu Tubuh
Pemeriksaan suhu tubuh akan memberikan tanda/hasil suhu inti yang secara ketat dikontrol karena dapat dipengaruhi oleh reaksi kimiawi. Pemeriksaan suhu tubuh dapat dilakukan di beberapa tempat, yaitu: 1) Aksila/Ketiak, dilakukan selama 5-10 menit 2) Oral/mulut, dilakukan selama 2 menit 3) Rectal/Anus, dilakukan selama 2 menit 4) Timpanik/Telinga, dilakukan selama 2 detik Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat yaitu :
1) Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C. Untuk mengukur suhu hipotermi
diperlukan
termometer
ukuran
rendah
( low
reading
thermometer ) yang dapat mengukur sampai 25 derajat Celcius. 2) Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36,5 - 37,5°C 3) Febris / pireksia / panas, bila suhu tubuh diatas 37,5 - 40°C 4) Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
1) Kecepatan metabolisme basal Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Suhu tubuh sangat terkait dengan laju metabolisme. 2) Rangsangan saraf simpatis Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme. 3) Hormone pertumbuhan Hormone pertumbuhan ( growth hormone) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat. 4) Hormone tiroid Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat memengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal. 5)
Hormone kelamin Hormone
kelamin
pria
(testosterone)
dapat
meningkatkan
kecepatan
metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.
6) Demam (peradangan) Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C. 7) Status gizi Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain. 8) Aktivitas Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C. 9) Gangguan organ Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu. 10) Lingkungan Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat memengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit. Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.
e. Menilai Saturasi Oksigen
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 100 %. Dalam kedokteran oksigen saturasi (SO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa te hnik. Penggunaan oksimetri nadi merupakan tehnik yang efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak Saturasi oksigen arteri (Sa O2) nilai di bawah 90% menunjukan keadaan hipoksemia (yang juga dapat disebabkan oleh anemia ). Hipoksemia karena SaO2 rendah ditandai dengan sianosis
f.
Mengkaji Nyeri
Rasa nyeri merupakan keluhan yang paling sering kita temukan dalam menangani pasien sehari-hari. Nyeri yang tidak teratasi mengakibatkan efek tidak diharapkan baik secara fisik dan psikologis. Pasien mempunyai hak untuk mendapatkan asesmen dan pengelolaan nyeri, dihargai dan dibantu. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan
emosional
yang
merasakan
seolah-olah
terjadi
kerusakan
jaringan.(International Association for the Study of Pain) Pengkajian Nyeri Kontain dari pengkajian nyeri dapat disingkat “OPQRSTUV” a) Onset nyeri : kapan nyeri muncul: terus menerus, hilang timbul Batasan waktu utk menentukan jenis nyeri: Nyri akut kurang 3 bulan Nyeri Kronis lebih 3 bulan b) Provokatif : apa faktor yang memperburuk rasa nyeri : cahaya gelap gerakan berbaring lainnya c) Quality :
d)
e) f)
g)
h)
Bagaimana rasa nyerinya. seperti ditusuk seperti dipukul seperti berdenyaut seperti ditikam seperti ditarik seperti dibakar seperti kram Region / radiasi : Dimana nyeri dirasakan Apakah nyeri menjalar ke bagian tubuh yang lain Severity : Bagaimana tingkat keparahan nyeri : Ringan Sedang Berat Treatment : Apa yang membuat nyeri berkurang : kompres nafas dalam istirahat lainnya ( Poin ini akan di bahas tersendiri di kelp intervensi nyeri ) Understanding : apa efek dari nyeri yang dirasakan : mual/muntah, aktifitas terganggu, emosi , gangguan tidur, nafsu makan kurang , lainnya Value: apa hasil yang diharapkan, setelah nyeri ditangani : nyeri hilang nyeri berkurang
Asesmen ulang nyeri dilakukan berdasarkan:
a) Skala nyeri (rumus 1,2,8) Nyeri Berat tiap 1 jam Nyeri Sedang tiap 2 jam Nyeri Ringan tiap 8 jam / tiap shif b) Pasca pemberian analgetik ( rumus 15,30,2) Analgetik intra vena setelah 15 menit pemberian Analgetik intra muskulair setelah 30 menit pemberian Analgetik oral setelah 2 jam pemberian c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obatobat intravena d) Pasca Intervensi Non Farmakologi : 15 menit setelah intervensi e) Pasca Tindakan Operasi: Tiap 15 menit pada 1 jam pertama Tiap 30 menit pada 2 jam selanjutnya Tiap 1 jam pada 4 jam selanjutnya Jika pasien mengalami beberapa kondisi misalkan habis operasi skala nyeri sedang dan juga mendapat analgetik maka asesmen ulang nyeri di ambil interval yang paling dekat.
Tool untuk pengkajian Nyeri a) Numeric Rating Scale Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anakberusia >8 tahun
yang sudah dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
0 = tidak nyeri 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari) 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari) 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)3
Visual Analog Scale
b)
Wong Baker FACES Pain Scale Indikasi : Pada pasien dewasa dan anak > 3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar
mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri
0-1
= sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali
2 – 3
= sedikit nyeri
4 – 5
= cukup nyeri
6 – 7
= lumayan nyeri
8 – 9
= sangat nyeri
10
= amat sangat nyeri (tak tertahankan)
Wong Baker FACES Pain S cale4
c) FLACC B ehavioral Tool
FLACC singkatan dari Face, Legs, Activity, Cry, and Consolability
Direkomendasikan : anak usia < 3 tahun atau anak dengan gangguan kognitif atau untuk pasien-pasien anak yang tidak dapat di nilai dengan skala lain.
Wajah (Face)
0 Tidak ada perubahan ekspresi (senyum)
Tungkai (Legs) Aktivitas (activity )
Posisi normal atau relaksasi Posisi nyaman dan normal, gerakan ringan
Tangisan (cry )
Tidak menangis/merintih (posisi terjaga atau tertidur pulas) Tenang, relaks, ingin bermain
Consolability
1 Menyeringai, berkerut, menarik diri, tidak tertarik Tidak nyaman, gelisah, tegang Menggeliat, tegang, badan berbolakbalik, bergerak pelan, terjaga dari tidur. Mengerang, merengek, kadangkala menangis, rewel Minta dipeluk, rewel
2 Menyeringai lebih sering, tangan mengepal, menggigil dan gemetar. Mengejang atau tungkai dinaikkan ke atas. Posisi badan melengkung, kaku atau menghentak tiba-tiba, tegang, menggesekkan badan. Menangis keras, menjerit, mengerang, terisak-isak, merintih, rewel setiap saat. Tidak nyaman dan tidak ada kontak mata.
Total skor dari lima parameter di atas menentukan tingkat keparahan nyeri dengan skala 0-10 . Dengan nilai 10 menunjukkan tingkat nyeri yang hebat.
d) COMFORT SCALE Indikasi: Untuk menilai derajat sedasi yang diberikan pada pasien anak dan
dewasa yang dirawat di ruang rawat intensif / kamar operasi / ruang rawat inap
yang tidak dapat dinilai menggunakan Visual Analog Scale atau Wong-Baker FACES Pain Scale.Pemberian sedasi bertujuan untuk mengurangi agitasi, menghilangkan kecemasan dan menyelaraskan napas dengan ventilator mekanik. Tujuan dari penggunaan skala ini adalah utk pengenalan dini dari pemberian sedasi yang terlalu dalam ataupun yang tidak adekuat. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5,
dengan skor total antara 9 – 45.
Kewaspadaan
Ketenangan
Distress pernapasan
Menangis
Pergerakan
Tonus otot
Tegangan wajah
Tekanan darah basal
Denyut jantung basal
C O MF O R T S C A L E
Kategori
Skor
Kewaspadaan
1 – tidur pulas / nyenyak 2 – tidur kurang nyenyak 3 – gelisah 4 – sadar sepenuhnya dan waspada 5 – sangat waspada 1 – tenang 2 – agak cemas 3 – cemas 4 – sangat cemas 5 – panic 1 – tidak ada respirasi spontan dan tidak ada batuk 2 – respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada respons terhadap ventilasi 3 – kadang-kadang batuk atau terdapat tahanan terhadap ventilasi 4 – sering batuk, terdapat tahanan / perlawanan terhadap ventilator 5 – melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk terus-menerus / tersedak 1 – bernapas dengan tenang, tidak menangis 2 – terisak-isak 3 – meraung 4 – menangis 5 – berteriak
Ketenangan
Distress pernapasan
Menangis
Tanggal / waktu
Gerakan
Tonus otot
Tegangan wajah
Tekanan basal
Denyut basal
darah
jantung
1 – tidak ada gerakan 2 – kadang-kadang bergerak perlahan 3 – sering bergerak perlahan 4 – gerakan aktif / gelisah 5 – gerakan aktif termasuk badan dan kepala 1 – otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot 2 – penurunan tonus otot 3 – tonus otot normal 4 – peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan dan kaki 5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan dan kaki 1 – otot wajah relaks sepenuhnya 2 – tonus otot wajah normal, tidak terlihat tegangan otot wajah yang nyata 3 – tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata 4 – tegangan hampir di seluruh otot wajah 5 – seluruh otot wajah tegang, meringis 1 – tekanan darah di bawah batas normal 2 – tekanan darah berada di batas normal secara konsisten 3 – peningkatan tekanan darah sesekali ≥15% di atas batas normal (1-3 kali dalam observasi selama 2 menit) 4 – seringnya peningkatan tekanan darah ≥15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama 2 menit) 5 – peningkatan tekanan darah terus-menerus ≥15% 1 – denyut jantung di bawah batas normal 2 – denyut jantung berada di batas normal secara konsisten 3 – peningkatan denyut jantung sesekali ≥15% di atas batas normal (1-3 kali dalam observasi selama 2 menit) 4 – seringnya peningkatan denyut jantung ≥15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama 2 menit) 5 – peningkatan denyut jantung terus-menerus ≥15% Skor total
Interpretasi: Nilai 8-16 mengindikasi pemberian sedasi yang terlalu dalam Nilai 17-26 mengindikasikan pemberian sedasi yang sudah optimal Nilai 27-45 mengindikasikan pemberian sedasi yang tidak adekuat
e)
NIPS (Neonatal Infant Pain scale) Digunakan pada pasien neonates
PENGKAJIAN NYERI Ekspresi wajah
0 – otot-otot relaks 1 - meringis Menangis 0 – Tidak menangis
1 - Mengerang 2 - Menangis keras
Pola Pernafasan 0 – Bernafas relaks
1 – Perubahan Pola Pernafasan Lengan 0 – Relaks/terikat
Wajah tenang, ekspresi netral Otot wajah tegang, alis berkerut, dagu dan rahang tegang (ekspresi wajah negatif – hidung, mulut dan alis) Tenang, tidak menangis Merengek ringan, kadang-kadang Berteriak kencang, menaik, melengking, terus menerus (catatan: menangis lirih mungkin dinilai jika bayi diintubasi yang dibuktikan melalui gerakan mulut dan wajah yang jelas) Pola bernafas bayi yang normal Tidak teratur, lebih cepat dari biasanya, tersedak, nafas tertahan
1 – Fleksi/Ekstensi
Tidak ada kekakuan otot, gerakan tangan acak sekali-sekali Tegang, lengan lurus, kaku, dan/atau ekstensi cepat ekstensi, fleksi
Kaki 0 – Relaks/terikat
Tidak ada kekakuan otot, gerakan kaki acak sekali-sekali
1 – Fleksi/Ekstensi
Tegang, kaki lurus, kaku, dan/atau ekstensi cepat ekstensi, fleksi
Keadaan kesadaran 0 – tidur/terjaga
Tenang, tidur damai atau gerakan kaki acak yang terjaga
1 – rewel
Terjaga, gelisah, dan meronta-ronta
Interpretasi : Skor 0 Skor 1-3 Skor 4-6 Skor 7-10
: tidak perlu intervensi : intervensi non farmakologis : terapi analgetik non opioid : terapi opioid
C. Kesimpulan
Dalam setiap menjalankan tugas profesinya perawat harus memiliki kemampuan atau kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan menganalisa dan merespon setiap perubahan yang terjadi pada pasien. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan ketrampilan bagaimana melakukan pemeriksaan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien saat itu. Dengan menguasai ketrampilan dalam melakukan pemeriksaan fisik dan pengukuran tanda vital secara tepat diharapkan perawat bisa mengetahui perubahan dan bisa mengambil tindakan selanjutnya sesuai kondisi dan kebutuhan pasien saat itu.
Bahan Bacaan 1.
Wilkinson and Treas, 2012, Pocket Nursing Skills, FA Davis Company, Philadelphia
2. RSUP Dr.Sardjito, 2011, Standar Prosedur Operasional Umum, Yogyakarta 3. RSUP Dr.Sardjito, 2015, Modul Keperawatan Perawat Klinis 1, Edisi 1, Yogyakarta 4. RSUP Dr.Sardjito, 2017, Panduan Asesmen Pasien, Yogyakarta
5. RSUP Dr.Sardjito, 2017, Panduan Nyeri, Yogyakarta 6. Mubarak,Iqbal wahit, 2008,Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi Dalam Praktik,Jakarta : EGC 7. Suryadi hikmat, 2012, Buku Saku Pemeriksaan Fisik Head to Toe.Sukabumi : LCN Press Entrepreneur