BAB V. PEMERIKSAAN DADA (TORAKS) Topik : A. inspeksi dinding dada B. palpasi dada C. perkusi dada D. auskultasi dada Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain : 1. Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring tergantung bagian mana yang akan diperiksa. 2. Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka 3. Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk mengendorkan otot-otot, terutama otot pernapasan 4. Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan pernapasan pasien, untuk menghindari penularan melalui pernapasan, caranya dengan meminta pasien memalingkan muka ke ara h samping A. INSPEKSI DINDING DADA 1. Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring 2. Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua tangan pasien diletakkan di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan bagian belakang dada, kedua lengan disilangkan didepan dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu kanan. 3. Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing- masing sisi tubuh 4. Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding dada, deviasi, tulang iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi, bendungan vena dan penonjolan epigastrium. 5. Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi 6. Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7, bentuk skapula, ujung bawah skapula setinggi v. torakalis 8 dan bentuk atau jalannya kolumna vertebralis B. PALPASI DADA 1. PALPASI GERAKAN DIAFRAGMA 1. Posisi pasien berbaring terlentang menghadap pemeriksa. 2. Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan. 3. Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian bawah pasien. 4. Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga depan bagian bawah. 5. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat 6. Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi .
2. PALPASI POSISI TULANG IGA ( KOSTA ) 1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa 2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan. 3. Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan 4. Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah sepanjang tulang dada 5. Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni dan ko rpus sterni dimana ujung tulang iga kedua melekat. 6. Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga pertama kearah atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga dan seterusnya kearah bawah/ inferior. 3. PALPASI TULANG BELAKANG ( VERTEBRA ) 1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan pemeriksa dibelakang pasien 2. Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah) 3. Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian bawah, inilah yang disebut prosesus spinosus servikalis ketujuh.(C7) 4. Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7), kearah superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus thorakalis pertama, kedua dan seterusnya. 4. PALPASI IKTUS JANTUNG 1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa 2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan. 3. Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara tulang iga ke-5 dan ke-6. 4. Tentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik garis lurus yang memotong pertengahan tulang klavikula kearah inferior tubuh. 5. Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada dinding dada setinggi ruang antar iga ke-5 digaris midklavikula 6. Apabila ada getaran pada telapak tangan, kemudian lepaskan telapak tangan dari dinding dada. 7. Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan 8. Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus kordis. 5. PALPASI SENSASI RASA NYERI DADA 1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa 2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada 4. Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga dari luar menuju tempat asal nyeri 5. Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari, nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf 6. PALPASI PERNAPASAN DADA 1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang berhadapan dengan pemeriksa 2. Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding dada pasien sesuai posisi yaitu telapak tangan kanan pemeriksa ke dinding dada k iri pasien, sedangkan telapak kiri pemeriksa pada dinding dada kanan pasien 3. Letakkan jari telunjuk dibawah tulang klavikula dan jari- jari lainnya disebar sedemikian rupa sehingga masing- masing berada di tulang iga berikutnya 4. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat dan perhatikan gerakan jari- jari Pada orang muda jari-jari akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari- jari dibawahnya secara berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersamasama 7. PALPASI GETARAN SUARA PARU (FREMITUS RABA) 1. Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan dada depan dan posisi duduk kedua tangan dipaha atau dipinggang. 2. Sedangkan posisi pasien tidur miring untuk pemeriksaan dada belakang sesuai dengan keadaan pasien. Pada posisi tidur terlentang/miring kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan 3. letakkan sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri pasien dan sebaliknya 4. Minta pasien mengucapkan kata- kata seperti satu, dua, … dst berulang-ulang 5. Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada atas sampai dada bawah 6. Perhatikan intensitas getaran suara dan bandingkan kanan dan kiri Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan bronkus. Fremitus raba meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis paru selama bronkus masih tetap terbuka . Fremitus suara menurun bila ada cairan/ udara dalam pleura dan sumbatan bronkus C. PERKUSI DADA Tujuan untuk mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas jaringan di dalamnya. Perkusi hanya menembus sedalam 5 – 7 cm, sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang letaknya dalam. Lakukan perkusi secara sistimatis dari at as ke bawah dengan membandingkan kanan dan kiri. 1. PERKUSI DADA DEPAN 1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa 2. Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan kebagian
dada kiri . 3. selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2 - 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen 4. Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di kanan dan kiri 5. Bandingkan getaran suara yang dihasilkan oleh perkusi normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara hipersonor akibat adanya udara dalam pleura. 2. PERKUSI DADA BELAKANG 1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa 2. Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula dada belakang kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri . 3. selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2 - 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen 4. Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada kanan dan kiri Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih cepat menghilang, karena adanya keredupan hati. 3. PERKUSI BATAS PARU DAN HATI 1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan disamping tubuh dan berhadapan dengan pemeriksa . 2. Lakukan perkusi pada dada kanan depan dari atas kebawah secara sistimatis. 3. posisi pasien dirubah sehingga membelakangi pemeriksa, selanjutnya lakukan perkusi pada bagian dada belakang dari atas kebawah secara sistimatis 4. Pada daerah batas paru dan hati terjadi perubahan suara, dari sonor menjadi pekak/ redup. Normal batas paru bagian depan terletak antara kosta 5 dan 6, sedangkan paru bagian belakang setinggi prosesus spinosus vertebra torakalis 10 atau 11. D. AUSKULTASI DADA 1. AUSKULTASI PARU Tujuan pemeriksaan auskultasi paru adalah untuk menentukan adanya perubahan dalam saluran napas dan pengembangan paru. Dengan auskultasi dapat didengarkan suara napas, suara tambahan, suara bisik dan suara percakapan. Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas. Pada proses pernapasan terjadi pusaran/ eddies dan benturan/ turbulensi pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan melalui lumen dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu i nspirasi/ menarik napas dibanding ekspirasi/ mengeluarkan napas, hal inilah yang menyebabkan perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi. Suara napas ada 3 macam yaitu suara napas normal/ vesikuler, suara napas campuran/ bronkovesikuler dan suara napas bronkial. Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps. Suara napas bronkial bernada
tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/ silent gaps. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial. Suara napas vesikuler pada kedua paru normal dapat meningkat pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru. Suara napas bronkial tidak terdengar pada paru normal, baru terdengar bila paru menjadi padat, misalkan konsolidasi. Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi disertai wheeze. Suara tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar pada keadaan paru sehat. Suara ini timbul akibat dari adanya secret didalam saluran napas, penyempitan dari lumen saluran napas dan terbukanya acinus/ alveoli yang sebelumnya kolap. K arena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara terputus-
putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus. Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini. Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit. Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan, terdengar mencicit/squacking, ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil disebut wheeze. Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan sebagaian saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti o rang mengerang/ grouning,. Suara tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction rub yang terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar jelas pada f ase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan. a. AUSKULTASI PARU DEPAN 1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa 2. tempelkan stetoskop pada dinding dada 3. Mintalah pasien menarik napas pelan-pelan dengan mulut terbuka 4. Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi 5. Mulailah dari depan diatas klavikula kiri dan teruskan kesisi dinding dada kanan 6. selanjutnya geser kebawah 2-3 c m dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah 7. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk pemeriksaan di daerah aksila kanan dan kiri 8. Bandingkan suara napas kanan dan kiri, serta dengarkan adanya suara napas tambahan b. AULKULTASI PARU BELAKANG 1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa 2. tempelkan kepala stetoskop pada supraskapula dada belakang kiri, dan dengarkan dengan
seksama, kemudian lanjutkan kebagian dada kanan . 9. selanjutnya geser kebawah 2-3 c m dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah 3. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk auskultasi pada aksila posterior kanan dan kiri 4. Bandingkan getaran suara kanan dan kiri, dengarkan adanya suara napas tambahan 2. AUSKULTASI DAERAH JANTUNG 1. Posisi pasien berbaring dengan sudut 30 derajat 2. Mintalah pasien relak dan bernapas biasa 3. tempelkn kepala stetoskop pada ictus cordis dengarkan suara dasar jantung 4. Bila auskultasi dengan corong stestokop untuk daerah apek dan ruang interkosta 4 dan 5 kiri kearah sternum. Dengan membran untuk ruang interkosta 2 kiri kearah sternum 5. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung 6. Bedakan irama systole, diastole dan intensitasnya 7. Perhatikan suara tambahan yang mungkin timbul 8. Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut nadi) 9. Tentukan daerah penjalaran bising dan titik maksimumny
a