BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya mineral yang salah satunya adalah Timah. Timah merupakan salah satu unsur logam yang kegunaannya sangat penting bagi kehidupan manusia. Penyebarannya di alam atau di dunia lebih terkenal dengan istilah sabuk timah (tin belt), dimana tin belt ini membentang dari daratan China, Myanmar, Thailand, Malaysia sampai berlanjut ke Indonesia melewati Kepulauan Karimun, Kundur, Singkep, Pulau Bangka, Belitung, dan sebagiannya berada di daerah Kalimantan Barat. PT Timah (Persero) Tbk. sebagai satu-satunya perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pertambangan bijih timah berkewajiban melakukan kegiatan produksinya sesuai dengan prinsip Good Mining Practices agar tidak mencemari dan merusak lingkungan hidup. Di wilayah Wasprod I Bangka yang menaungi Tambang Besar (TB) 1.42 Pemali dengan konsesi seluas 212 ha. Dengan menggunakan excavator jenis backhoe sebagai alat gali serta muat dan dozer sebagai alat pendorong tanahnya. Kemudian dump truck sebagai alat untuk mengangkut material tanah penutup ke disposal. 1.2. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dibahas pada Kerja Praktek ini adalah : 1.
Bagaimana metode penambangan bijih timah di TB 1.42 Pemali ?
2.
Bagaimana pencucian bijih timah di TB 1.42 Pemali ?
3.
Alat-alat mekanis apa saja yang digunakan pada proses penambangan dan pengolahan bijih timah di TB 1.42 Pemali ? 1.3. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini membahas tentang aktivitas penambangan secara umum mencakup alat – alat mekanis, proses penambangan dan pengolahan timah sampai kadar 70%. 1.4. Tujuan Penelitian 1
Universitas Sriwijaya
2 Adapun tujuan dari Kerja Praktek ini adalah : 1. Mengetahui dan memahami metode penambangan di TB 1.42 Pemali. 2. Mengetahui kegiatan pencucian di TB 1.42 Pemali. 3. Mengetahui alat-alat mekanis yang digunakan pada proses penambangan dan pengolahan di TB 1.42 Pemali. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian dapat diketahui tahapan-tahapan penambangan bijih timah pada TB 1.42 Pemali 2. Dapat mengetahui alat alat yang di gunakan pada penambangan bijih timah di TB 1.42 Pemali 3. Dapat mengetahui kesesuaian alat antara alat gali, alat muat dan alat angkut di TB 1.42 Pemali 4. Dapat mengetahui mekanisme pencucian timah hingga kadar 70%.
BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Sejarah Perusahaan PT Timah ( Persero ) Tbk. mewarisi sejarah panjang usaha pertambangan timah di Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 200 tahun, yaitu di Bangka mulai tahun 1711, di singkep tahun 1812 dan di Belitung sejak tahun 1852. Bijih timah di Indonesia pertama kali digali pada tahun 1709 di Sungai Olim, Toboali, Pulau Bangka. Cara pengambilannya dilakukan secara konservatif oleh penduduk yaitu
Universitas Sriwijaya
3 dengan cara pendulangan dan mencangkul dengan sistem penggalian sumur Palembang atau sistim kolong/parit. Dimasa kolonial, pertambangan timah dikelola oleh badan usaha milik pemerintah kolonial Bangka Tin Winning Bedriif (BTW), di Belitung dan Singkep oleh perusahaan swasta Belanda yaitu Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (GMB) dan NV Singkep Tin Explotatie Maatschappij (NV SITEM), menjadi Perusahaan Negara yang terpisah pada tahun 1953-1958. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, ketiga perusahaan Belanda tersebut dinasionalisasikan antara tahun 1953 – 1958 menjadi tiga Perusahaan Negara yang terpisah. Pada tahun 1961 dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan TambangTambang Timah Negara (BPU PN Tambang Timah) untuk mengkoordinasikan ketiga perusahaan Negara tersebut. Pada tahun 1968, ketiga perusahaan negara dan BPU tersebut digabung pada satu perusahaan yaitu Perusahaan Negara ( PN ) Tambang Timah. Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 9 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1969, pada tahun 1976 status PN Tambang Timah dan Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi bentuk Perusahaan Perseroan (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan namanya diubah menjadi PT Tambang Timah (Persero) Tbk. Krisis industri timah dunia akibat hancurnya The International Tin Council (ITC) sejak tahun 1985 memicu perusahaan untuk melakukan perubahan mendasar untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Restrukturisasi perusahaan yang dilakukan dalam kurun 1991 – 1995, yang meliputi program-program reorganisasi, relokasi Kantor Pusat ke Pangkalpinang, rekonstruksi peralatan pokok dan penunjang produksi, serta pelepasan aset dan fungsi yang tidak berkaitan dengan usaha pokok perusahaan. Restukturisasi perusahaan berhasil memulihkan kesehatan dan daya saing perusahaan, menjadikan PT Timah (Persero) Tbk layak untuk diprivatisasikan sebagian. PT Timah (Persero) Tbk melakukan penawaran umum perdana di pasar modal Indonesia dan internasional, dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta,
Universitas Sriwijaya
4 Bursa Efek Surabaya, dan the London Stock Exchange pada tanggal 19 Oktober 1995. Sejak itu, 35% saham perusahaan dimiliki oleh masyarakat dalam dan luar negeri, dan 65% sahamnya masih dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. Untuk memfasilitasi strategi pertumbuhan melalui diversifikasi usaha, pada tahun 1998 PT Timah (Persero) Tbk melakukan reorganisasi kelompok usaha dengan memisahkan operasi perusahaan ke dalam 3 (tiga) anak perusahaan, yang secara praktis menempatkan PT Timah (Persero) Tbk menjadi induk perusahaan (holding company) dan memperluas cakupan usahanya ke bidang pertambangan, industri, keteknikan, dan perdagangan. Saat ini PT Timah (Persero) Tbk dikenal sebagai perusahaan penghasil logam timah terbesar di dunia dan sedang dalam proses mengembangkan usahanya di luar penambangan timah dengan tetap berpijak pada kompetensi yang dimiliki dan dikembangkan. 2.2. Struktur Organisasi Perusahaan PT Timah (Persero) Tbk dalam melakukan kegiatan penambangannya dibantu oleh staf – staf yang berfungsi menjalankan tugasnya masing – masing, mulai dari Pengawas Produksi yang bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan tambang sampai pada kepala teknik yang membawahi tiga unit penting dalam perusahaan. Ketiga unit tersebut antara lain: Unit keuangan, pemasaran, dan Pencucian. (Lampiran A) 2.3. Lokasi dan Kesampaian Daerah Tambang Besar (TB) 1.42 PT Timah (Persero) Tbk Kecamatan Pemali Sungailiat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dalam Pengawasan Produksi Tambang Darat I Bangka. Lokasi tambang tersebut berjarak ± 47 km dari kota Pangkalpinang ke arah barat laut dan ± 15 km dari kota Sungailiat (Lihat Gambar 2.1). Daerah cadangan timah yang terletak di daerah Pemali merupakan daerah yang terletak agak jauh dari pantai (± 20 km) serta terdapat banyak pemukiman sehingga
Universitas Sriwijaya
5 dengan kondisi tersebut terlihat bahwa lokasi tambang berada cukup dekat dengan pemukiman penduduk. Jalan-jalan menuju ke lokasi tambang tersebut sebagian besar di aspal. Jaringan jalan yang berhubungan dengan kota dan kecamatan memudahkan penduduk untuk melakukan perjalanan. Jalan-jalan tersebut ada yang melewati pemukiman penduduk dan ada yang tidak, karena objek produksi terletak pada daerah terpencil.
Keterangan: A : Pangkal Pinang B : Sungailiat B : Sungailiat
Keterangan: A : Sungailiat B : Pemali (Lokasi Tambang Besar)
Gambar 2.1 Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah (Sumber : Google Maps) 2.4. Iklim dan Curah Hujan
Universitas Sriwijaya
6 Menurut data Meteorologi Pangkalpinang pada Tahun 2013-2015, iklim di Kabupaten Bangka adalah iklim tropis tipe A dengan curah hujan 49,6 hingga 430,7 mm per bulan. Dengan musim hujan rata-rata terjadi pada bulan Oktober sampai April. Musim penghujan dan kemarau di Kabupaten Bangka juga dipengaruhi oleh dua musim angin, yaitu Muson Barat dan Muson Tenggara. Angin Muson Barat yang basah pada bulan Nopember, Desember dan Januari banyak mempengaruhi bagian Utara Pulau Bangka. Sedangkan, Angin Muson Tenggara yang datang dari Laut Jawa mempengaruhi cuaca di bagian Selatan. Sedangkan rata-rata curah hujan per bulan pada tahun 2015 berkisar antara 228,5 mm – 356,2 mm. 2.5. Topografi Pulau Bangka adalah salah satu pulau di paparan Sunda dan merupakan pulau terbesar dari kelompok tersebut. Pulau ini berbentuk suatu peneplain yaitu merupakan dataran yang hampir rata atau bergelombang rendah karena lapisan-lapisan batuan yang ada terkikis. Sedangkan bukit-bukit yang ada terdiri dari batuan yang tahan terhadap pelapukan dan terdapat secara terpisah-pisah atau terpencil. Bangka mempunyai ketinggian rata-rata ± 20-50 m dari permukaan laut dan bukit-bukit yang cukup menonjol seperti : Bukit Maras (+692 m) terdapat di bagian Utara ditempati oleh batupasir keras, Bukit Menumbing (+445 m) terdapat di bagian Barat Laut, dan Bukit Bebuluh (+654 m) terdapat di bagian Selatan, yang masingmasing ditempati oleh batuan beku granit. 2.6.Morfologi Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian di Tambang Besar (TB) 1.42 Pemali berupa bukitbukit kecil, sungai, perkebunan, semak belukar. 2.7.Flora dan Fauna Daerah Penelitian Daerah sekitar pertambangan terdapat flora dan fauna. Flora yang berada di daerah pertambangan antara lain: pohon mangga dan jeruk, pohon kelapa sawit,
Universitas Sriwijaya
7 pohon lada, pohon sagu, pohon akarsia (pohon kertas). Selain flora, fauna yang berada di daerah tersebut adalah burung, anjing, ikan, dan ular. 2.8. Genesa Endapan Timah 2.8.1 Endapan Timah Primer Proses pembentukan timah berasal dari magma cair yang mengandung mineral cassiterit (SnO2). Batuan pembawa mineral ini adalah batuan granit yang berhubungan dengan magma asam dan menembus lapisan sedimen (intrusi granit). Pada tahap akhir kegiatan intrusi terjadi peningkatan konsentrasi elemen di bagian atas, baik dalam bentuk gas maupun cair, yang akan bergerak melalui pori-pori atau retakan. Karena tekanan dan temperatur berubah, maka terjadilah proses kristalisasi yang akan membentuk deposit dan batuan samping. Pada saat intrusi batuan granit naik ke permukaan bumi maka akan terjadi fase peneumatolitik, dimana terbentuk mineral-mineral bijih yang berharga diantaranya mineral yang mengandung timah (Sn) (Dedi Yohendra,2011). Mineralisasi ditandai dengan urat-urat kasiterit-kuarsa-wolframit. Dijumpai juga mineral-mineral sulfida seperti : arsenopirit, pirit, kalkopirit, markasit. Pembentukan endapan timah primer secara garis besar endapan di klasifikasikan menjadi 5 jenis stockwork, urat, atau perlapisan endapan, yaitu: a. Fase magmatik cair b. Fase pegmatitik c. Fase pneumatolitik d. Fase hidrotermal e. Fase vulkanik Dari kelima fase endapan di atas akan menghasilkan sifat-sifat endapan yang berbeda-beda, yaitu berhubungan dengan: 1) Kristalisasi magmanya.
Universitas Sriwijaya
8 2) Jarak endapan mineral dengan asal magma: a. Intra-magmatik, bila endapan berada dalam batuan beku; b. Peri-magmatik, bila endapan berada di luar (dekat batas) batuan beku; c. Kripto-magmatik, bila hubungan antara endapan dan batuan beku tidak jelas; d. Tele-magmatik, bila disekitar mineral endapan tidak terlihat terdapat batuan beku. 3) Bagaimana cara pengandapan terjadi: a. Terbentuk karena kristalisasi magma atau di dalam magma; b. Terbentuk pada lubang yang telah ada; c. Metosomatisme (replacement), yaitu reaksi kimia antara batuan yang telah ada dengan larutan pembawa bijih. 4) Bentuk endapan, masif, stockwork, urat, atau pelapisan; 5) Waktu terbentuknya endapan: a. Syngenetic, jika endapan terbentuk bersamaan
waktunya
dengan
pembentukan batuan; b. Epigenetic, jika endapan terbentuk tidak bersamaan waktunya dengan pembentukan batuan; Berdasarkan konsep tersebut diatas, kasiterit primer yang ekonomis terdapat dalam 3 fase : fase pneumatolitik, hipotermal dan fase hipotermal-mesotermal. Dalam endapan magmriatis yang dominan terbentuk adalah mineral pembentuk batuan, sedangkan mineral yang mengandung logam sedikit variasinya. Kasiterit jarang terjadi, jika terjadi terdapat dalam keadaan terhambur merata dengan kadar rendah. Tabel I.1. Mineral utama dan mineral ikutan (Sumber : PT.Timah (Persero) Tbk.) No.
Nama Mineral Pembawa Timah
1
Pirit
Unsur Kimia
Berat Jenis
Kekerasan (skala mosh)
Warna
FeS2
4,9 - 5,2
6 - 6,5
kuningkunigan pucat
Universitas Sriwijaya
9
2
Zircon
ZrSiO2
4,6 - 5,8
7,5
3
Ilmenit
FeTiO3
4,6 – 8,5
5-6
4
Anatase
TiO2
3,8 - 3,9
5,5 - 6
5
Cassiterite
SnO2
6,8 - 7,1
6-7
6
Tourmaline
(Na(Mg,Fe)Al6( BO3)Si6)18(OH)1 4)
3 - 3,2
7 - 7,5
7
Xenotime
YPO4
4,45 4,56
4-5
8
Monazite
CeLaYTh
5,1
5 - 5,5
9
Arsenopyrite
FeAsS
5,9 - 6,2
5,5 - 6
10
Chalcocite
Cu2S
5,5 - 5,8
3
putih beningkuning, kehijauan, coklat kemerahan hitam-besi dan kadangkadang ungu hijaukekuningan, biru lembayung, abu-abu hitam cokelat, hitam kadangkadang merah atau kuning kedap cahaya dengan belahannya segitiga, sangat sukar dipecahkan coklatkekuningan, coklatkemerahan, kuning pucat kuningcokelat, cokelatkemerahan putih-perak sampai abu baja abu-timbal, kehitaman
Universitas Sriwijaya
10 11
Galena
PbS
7,4 - 7,5
3,5 - 4
13
Sphalerite
ZnS
3,9 - 4,1
3,5 - 4
14
Antimonite
Sb2S3
4,52 4,62
2 - 3,5
15
Kalkopirit
CuFeS2
4,1 - 4,3
3,5 - 4
2.8.2
abu-timbal kuningcoklat-hitam abu-timbal sampai abubaja kuningkunigan, kusam
Endapan Timah Sekunder Endapan Timah sekunder berasal dari timah primer yang mengalami pelapukan
yang kemudian terangkut oleh aliran air, dan akhirnya terkonsentrasi secara selektif berdasarkan perbedaan berat jenis dengan bahan lainnya. Endapan alluvial yang berasal dari batuan granit lapuk dan terangkut oleh air pada umumnya terbentuk lapisan pasir atau kerikil (Dedi Yulhendra, 2011). Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang mempunyai nilai ekonomis. Batchelor (1973) mengemukakan tentang evolusi “Sunda Land Tin Placer” yaitu pembentukan endapan timah placer terjadi dalam kurun waktu yang lama sejak kala Miosen Tengah dengan ditandai mineralisasi primer tersingkap dengan skala yang besar. Tubuh plutonik granit ini mengalami pelapukan laterit dalam (deep laterip weathering) yang mengakibatkan komposisi kandungan mineral yang tidak resisten lapuk meninggalkan mineral-mineral berat termasuk cassiterite dalam matriks kaulin, kemudian mengalami erosi membentuk endapan elluvial placer. Proses erosi berjalan terus yang menyebabkan endapan ini mengalami tertransportasi lebih jauh membentuk endapan kollovial placer, kejadian ini terjadi pada Sunda Land Regolith selama meosen bawah-pleosen awal, tipe-tipe endapan ini di Indonesia lebih dikenal dengan endapan timah kulit. Proses ini dilanjutkan dengan proses mass wasting yang mengakibatkan terakumulasinya endapan kollovial pada dasar lereng kulit (base of hillslope), selama proses ini terjadi zona-zona sesar dan kekar sehingga alterasi/ubahan hydrothermal tererosi. Akumulasi yang dibentuk dari hasil erosi ini mengandung bongkah-bongkah regolith, karena kandungan air yang ada terlalu tinggi menyebabkan terjadi debris
Universitas Sriwijaya
11 flow membentuk endapan Piedmont Tin Placer dengan ciri khas butiran timah yang kasar. Endapan Piedmont Tin Placer mengalami reworking lagi dan membentuk timah berukuran pasir (gravel) yang tertransportasi pada lingkungan fluvial/sungai yang dikenal dengan Braided Stream Placer. Selanjutnya endapan ini terus mengalami reworking lagi membentuk endapan beach placer dengan karakteristik endapan lebih tipis dan lebih luas daripada endapan Braided Stream Placer. Variabel-variabel yang mempengaruhi konsentrasi (kekayaan) endapan timah placer adalah: a. Batuan sumber (source rock): ukuran, kadar, distribusi butiran dari daerah mineralisasi sebagai sumber; b. Tektonik : membentuk morfostruktur permukaan bumi; c. Iklim
: mempengaruhi proses pada permukaan bumi yang meliputi
pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi. Syarat-syarat yang menujukan terjadinya endapan timah sekunder adalah: a. Adanya batuan sumber (source rock) pembawa mineral cassiterite yang kaya; b. Adanya proses pelapukan dari endapan timah primer yang mengakibatkan mineral cassiterite ikut tertransportasi; c. Adanya perangkat, suatu wadah tempat untuk mengendapkan bijih timah pada daerah yang rendah dan terakumulasi ke dalam cekungan. Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya, endapan bijih timah sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Endapan Timah Colluvial Endapan timah colluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat peluncuran hasil pelapukan endapan bijih timah primer pada suatu lereng dan terhenti pada suatu gradien yang agak mendatar di ikuti dengan pemilahan. Ciri-ciri endapan timah colluvial adalah sebagai berikut: a. Butiran agak besar dengan sudut runcing;
Universitas Sriwijaya
12 b. Biasanya terletak pada lereng suatu lembah. 2. Endapan Timah Elluvial Endapan timah elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan secara intensif. Proses ini diikuti dengan disintegrasi batuan samping dan perpindahan mineral cassiterite (SnO2) secara vertikal sehingga terjadi konsntrasi residual. Ciriciri endapan timah elluvial adalah sebagai berikut: a. Terdapat dekat sekali dengan sumbernya; b. Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk; c. Ukuran butir agak besar dan angular. 3. Endapan Timah Alluvial Endapan timah alluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat proses transportasi sungai, dimana mineral berat dengan ukuran butiran yang lebih besar di endapkan dekat dengan sumbernya. Sedangkan mineral-mineral yang berukuran lebih kecil di endapkan jauh dari sumbernya. Ciri-ciri endapan timah alluvial adalah sebagai berikut: a. Terdapat di daerah lembah; b. Mempunyai bentuk butiran yang membundar. 4. Endapan Timah Miencan Endapan timah miencan adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif secara berulang-ulang pada lapisan tertentu. Ciri-ciri endapan timah miencan adalah sebagai berikut: a. Endapan berbentuk lensa-lensa; b. Bentuk butiran ahlus dan bundar. 5. Endapan Timah Dissiminated (Terhambur)
Universitas Sriwijaya
13 Endapan timah dissiminated adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat transportasi oleh air hujan. Jarak transportasi sangat jauh sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi tidak teratur. Ciri-ciri endapan timah dissiminated adalah sebagai berikut: a. Tersebar luas, tetapi bentuk dan ukurannya tidak teratur; b. Ukuran butir halus karena tertransportasi jauh; c. Terdapat pada lapisan pasir/lempung.
Gambar 2.2 Jenis Endapan Timah Sekunder (Sumber : Buku Teknik Pedoman Penambangan Timah Alluvial di Darat)
BAB 3 LANDASAN TEORI
Universitas Sriwijaya
14 3.1. Tambang Alluvial Tambang aluvial (alluvial mining) adalah suatu cara penambangan untuk endapan-endapan aluvial. Endapan bijih timah alluvial adalah endapan bijih timah yang terbentuk akibat proses pelapukan pada endapan primer yang tertransportasi dan terendapkan ke tempat lain sebagai endapan sekunder (Alluvial) (Ichwan A.L, 2007). Istilah lain untuk tambang aluvial adalah placer mining (tambang placer) dan orang Australia menyebutnya dengan ”beach mining”, karena umumnya tambang aluvial terdapat di daerah pantai, misalnya Cilacap (tambang ilmenit / pasir besi), Provinsi Kepulauan Bangka – Belitung (tambang timah) dan di sepanjang pantai Aceh (tambang emas). Tambang mekanik (TM) adalah metode penambangan yang diterapkan pada endapan-endapan aluvial dengan menggunakan alat-alat berat (alat mekanik). Keadaaan tempat kerja dan jenis endapan timah adalah faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode penambangan. 3.2. Alat Gali Muat Yang Digunakan 3.2.1 Alat Gali (Back hoe) 3.2.1.1 Fungsi Back hoe Back hoe adalah alat serba guna yang dapat dipergunakan untuk menggali, memuat dan mengangkat material. Teristimewa dipergunakan untuk menggali paritparit saluran air atau jaringan pipa (pipe line). Dengan mengganti attachment (kelengkapan tambahan) maka alat ini dapat juga dipakai untuk memecah batu, menggali tanggul, membongkar aspal dan lain-lain. 3.2.1.2
Waktu Edar Back Hoe
Pengamatan terhadap gerakan dan waktu edar (cycle time) backhoe meliputi beberapa bagian, yaitu : Menggali
: waktu ketika bucket pertama kali mulai menyentuh tanah atau batuan
Swing isi
: waktu saat stick mau berputar dan keadaan bucket terisi muatan
Universitas Sriwijaya
15 Pemuatan
: waktu saat bucket akan menumpahkan isi muatannya ke bak dump truck sampai hendak berputar lagi
Swing kosong
: waktu ketika stick mau berputar hingga menyentuh tanah atau batuan lagi dan bucket dalam keadaankosong
Dimana cycle timeback hoebisa didapat sebagai berikut: CT=T 1+ T 2+T 3+T 4
…….. (3.1)
Keterangan : CT = Cycle Time (detik) T1 = waktu menggali (digging) (detik) T2 = waktu swing isi (detik) T3 = waktu pemuatan (loading) (detik) T4 = waktu swing kosong (detik) 3.2.1.3 Kapasitas Produksi Back hoe Kapasitas produksi back hoedapat dihitung dengan menggunakan rumus: KPB ( jam )=KPB(siklus)
3600 x EK CTe
……..
(3.2) Keterangan : KP(jam)
= Kapasitas Produksi Back Hoe pada Per Jam (m3/jam)
KP(siklus)
= Kapasitas Produksi Back Hoe Per Siklus (m3/siklus)
Cte
= Cycle time back hoe (detik)
EK
= Effisiensi Kerja
3.2.2
Alat Angkut (Dump Truck)
Universitas Sriwijaya
16 3.2.2.1 Fungsi Dump Truck Dump truck adalah suatu alat yang digunakan sebagai alat angkut karena kemampuannya yang dapat bergerak cepat, kapasitas besar dan biaya operasinya relatif murah. Salah satu syarat yang perlu dipenuhi agar dump truck digunakan dengan baik dan efektif adalah adanya jalan angkut yang rata dan cukup kuat atau keras. Dump truck dapat digerakan dengan motor bensin, diesel, butane atau propane. Untuk ukuran besar biasanya digerakan oleh mesin diesel. Kemiringan jalan yang dapat dilalui dengan baik berkisar antara 7% - 18%. Dump truck yang ada terdiri dari berbagai ukuran dan kapasitas angkut. 3.2.2.2 Waktu Edar Dump Truck Pengamatan terhadap gerakan dan waktu edar (cycle time) dump truck meliputi beberapa bagian, yaitu: Untuk alat angkut dump truck, satu siklus meliputi pengisian muatan, waktu jalan berisi, penumpahan, waktu jalan kosong. Dimana: Pengisian muatan
: waktu saat back hoe mengisi muatan ke bak truck
Waktu jalan berisi
:waktu jalan dump truck dari front kerja ke stock pile, termasuk waktu saat berbelok.
Penumpahan
: waktu saat dump truck mengangkatbak untukmenumpahkan muatan sampai bak kembalike posisi semula.
Waktu jalan kosong : waktu jalan dump truck dari stock pile kefront kerja, termasuk waktu berbelok. CT = Ta + Tb + Tc + Td
……..(3.3)
Keterangan : CT = Cycle Time (menit) Ta = waktu pengisian muatan (menit) Tb = waktu jalan isi (menit) Tc = waktu penumpahan (menit)
Universitas Sriwijaya
17 Td = waktu jalan kosong (menit) 3.2.2.3
Produktivitas Dump Truck
PD ( jam)=C
60 x EK x n CTdt
……..
(3.4) Keterangan : PD(jam)
= ProduktivitasDump Truck per jam (m3/jam)
C
= Kapasitas vessel (m3)
EK
= Effisiensi Kerja
n
= Jumlah dump truck
CTdt
= Cycle time dump truck (menit)
3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pemindahan Tanah Laju material yang dapat dipindahkan atau dialirkan per satuan waktu (biasanya perjam). Untuk memperoleh produksi ada beberapa parameter yang harus diperhitungkan antara lain : 1. Kapasitas alat. 2. Tenaga Kendaraan atau alat. 3. Waktu Edar (Cycle Time). 4. Efisiensi Kerja. 5. Faktor Kesesuaian Alat (Match Factor)
3.3.1. Kapasitas Alat Kapasitas alat adalah jumlah material yang diisi, dimuat atau diangkut oleh suatu alat berat. Kapasitas alat berkaitan erat dengan jenis material yang diisi atau dimuat, baik berupa tanah maupun batu lepas. 1. Volume
Universitas Sriwijaya
18 Diketahui ada tiga bentuk volume material yang mempengaruhi perhitungan pemindahannya, yaitu dinyatakan dalam bank cubic meter (BCM), loose cubic meter (LCM), dan compacted cubic meter (CCM). Perubahan ini terjadi karena adanya perbedaan densitas akibat penggalian atau pemadatan dari densitas aslinya. BCM adalah volume material pada kondisi aslinya di tempat (insitu) yang belum terganggu. LCM adalah volume material yang sudah lepas akibat penggalian, sehingga volume akan mengembang dengan berat tetap sama. CCM adalah volume material yang mengalami pemadatan kembali setelah penggalian, sehingga perbandingan volume aslinya dengan berat tetap sama. Densistas material tentunya akan berubah akibat adanya penggalian yaitu dari kondisi bank ke loose. Pada kondisi loose, densitas material akan berkurang dibanding densitas pada kondisi bank karena adanya pori-pori udara. 2. Faktor Pengisian (Fill Factor) Faktor pengisian (Fill Factor) adalah presentase volume yang sesuai atau sesungguhnya dapat diisikan kedalam bak truk atau mangkokdibanding kapasitas teoritisnya. Suatu bak truk mempunyai faktor isi 87%, artinya 13% volume bak tersebut tidak dapat diisi. Besar faktor pengisian suatu alat tergantung pada : a. Kandungan Material Makin besar kandungan air dari suatu material, maka faktor pengisian makin kecil. Sebab dengan adanya air mengakibatkan ruang yang seharusnya terisi oleh material diisi oleh air b. Ukuran Material Ukuran material yang umumnya lebih besar, menyebabkan banyak ruangan dalam bucket yang terisi oleh material, sehingga faktor pengisian menjadi kecil. c. Kelengketan Material Jika material yang lengket banyak pada bucket baik sisi dalam maupun luarnya, maka akan meningkatkan faktor pengisian alat apabila kegiatan penumpahan alat bersih, makan akan mengurangi faktor pengisian karena volume bucket akan menjadi semakin kecil. d. Keahlian dan Pengalaman Operator
Universitas Sriwijaya
19 Keahlian dan pengalamn operator sangat perlu dalam pelaksanaan kegiatan penambangan, karena operator yang ahli dan pengalaman akan menghasilkan faktor pengisian tinggi. 3.3.2. Tenaga Kendaraan Memilih suatu alat untuk pekerjaan penggalian material, bijih, atau overburden harus dipertimbangkan tenaga kendaraan yang mampu mengatasi medan kerja yang dimaksud adalah kondisi jalan misalnya jalan kering mulus dan padat, becek, lurus, banyak tikungan, mendaki, menurun, dsb. Yang mempengaruhi laju kendaran pada saat bermuatan kosong. 3.3.3. Waktu Edar (Cycle Time) Pengertian cycle time adalah waktu yang dipakai sebuah mesin (kendaraan) untuk menjalani suatu siklus pekerjaan. Sebagai contoh sebuah dump truck mempunyai siklus sebagai berikut : memuat – mengangkut – membuang – berjalan kembali. 1. Waktu edar alat gali muat (back hoe) adalah waktu yang dibutuhkan / diperlukan oleh alat mulai dari waktu menggali (Digging Time), waktu putar (Swing Loaded), waktu tumpah (Dumping Time) dan waktu putar kosong (Swing Empty). 2. Waktu edar alat angkut (ADT Terex TA-400 dan HD Terex TR 60) adalah waktu yang dibutuhkan alat angkut untuk waktu pemuatan, waktu angkut berisi, waktu putar isi, waktu tumpah, waktu kembali kosong, waktu tunggu (bila ada), an waktu putar muat. 3.3.4. Efisiensi Kerja Efisiensi kerja merupakan elemen produksi yang harus diperhitungkan dalam upaya mendapatkan harga produksi alat per satuan waktu, sebagian besar harga efisiensi kerja diharapkan terhadap operator, yaitu orang yang menjalankan atau mengoprasikan unit alat, walaupun demikian apabila ternyata efisiensi kerja rendah belum tentu penyebabnya adalah kemalasan operator yang bersangkutan, mungkin ada penyebab lain yang tidak dapat dihindari, antara lain cuaca, kerusakan alat tibatiba, dan lain-lain.
Universitas Sriwijaya
20 Pekerjaan mekanik untuk perawatan tidak dapt dimasukan sebagai penyebab berkurangnya efisiensi kerja operator, karena pekerjaan perawatan alat harus terjadwal untuk masuk bengkel, mungkin dapat dipakai sebagai acuan untuk membatasi porsi pekerjaan operasional dan mekanik. Mungkin setiap perusahaan memberikan definisi yang berbeda tentang pengertian waktu tertunda atau terhenti. 3.3.5. Faktor Kesesuian Alat (Match Factor) Pada dasarnya kombinasi effisiensi kerja alat angkut dan alat muat yang tertinggi dipilih untuk dipakai. Untuk menyatakan keserasian (synchronization) kerja antara alat muat dengan alat angkut dapat ditentukan dengan menghitung faktor keserasian (Macth Factor) melalui persamaan sebagai berikut : MF=
Na x Ctm x n Nm x Cta
……..(3.5)
Keterangan : MF = Match Factor Ctm = Waktu Memuat Untuk Alat Muat (detik) Cta = Waktu Edar Alat Angkut (detik) Na = Jumlah Alat Angkut Nm = Jumlah Alat Muat n = Jumlah Pengisian Bucket Keseimbangan atau sinkronisasi kerja antara truck dan back hoe dapat diukur dengan menggunakan Faktor Keseimbangan atau Match Factor dengan ketentuan : MF = 1, berarti jumlah alat angkut dan alat muat seimbang atau sinkron jadi
hampir dipastikan tidak ada waktu tunggu. MF < 1, berarti jumlah alat angkut kurang, akibatnya alat muat banyak menunggu. MF > 1, berarti jumlah alat angkut lebih sehingga muncul waktu tunggu dalam proses pemuatan.
3.4 Pengendalian Air Tambang Terdapat dua cara pengendalian air tambang yang sudah terlanjur masuk ke dalam front penambangan yaitu dengan sistem kolam terbuka (sump) atau membuat paritan dan adit. Sistem penyaliran dengan membuat kolam terbuka dan paritan biasanya ideal diterapkan pada tambang open cast atau kuari, karena dapat
Universitas Sriwijaya
21 memanfaatkan gravitasi untuk mengalirkan air dari bagian lokasi yang lebih tinggi ke lokasi yang lebih rendah. Pompa yang digunakan pada sistem ini lebih efektif dan hemat. 3.4.1. Mengeluarkan Air Tambang (Mine Dewatering) Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke lokasi penambangan. Beberapa metode penyaliran tambang (mine dewatering) adalah sebagai berikut : 1. Membuat sump di dalam front tambang (Pit) Sistem ini diterapkan untuk membuang air tambang dari lokasi kerja. Air tambang dikumpulkan pada sumuran (sump), kemudian dipompa keluar. Pemasangan jumlah pompa tergantung pada kedalaman penggalian, dengan kapasitas pompa menyesuaikan debit air yang masuk ke dalam lokasi penambangan. 2. Membuat paritan Pembuatan parit sangat ideal diterapkan pada tambang terbuka open cast atau kuari. Parit dibuat berawal dari sumber mata air atau air limpasan menuju kolam penampungan, langsung ke sungai atau diarahkan ke selokan (riool). Jumlah parit ini disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga bisa lebih dari satu. Apabila parit harus dibuat melalui lalulintas tambang maka dapat dipasang gorong-gorong yang terbuat dari beton atau galvanis. Dimensi parit diukur berdasarkan volume maksimum pada saat musim penghujan deras dengan memperhitungkan kemiringan lereng. Bentuk standar melintang dari parit umumnya trapesium. 3.4.2. Penyaliran Tambang (Mine Drainage) Penyaliran tambang adalah mencegah air masuk ke lokasi penambangan dengan cara membuat saluran terbuka sehingga air limpasan yang akan masuk ke lubang bukaan dapat langsung dialirkan ke luar lokasi penambangan. Upaya ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah yang berasal dari sumber air permukaan. Beberapa metode penyaliran tambang (mine drainage) adalah sebagai berikut: 1. Metode Siemens Pada setiap jenjang dari kegiatan penambangan dipasang pipa ukuran 8 inch, di setiap pipa tersebut pada bagian ujung bawah diberi lubang-lubang, pipa yang
Universitas Sriwijaya
22 berlubang ini berhubungan dengan air tanah, sehingga di pipa bagian bawah akan terkumpul air, yang selanjutnya dipompa ke atas secara seri dan selanjutnya dibuang. 2. Metode Elektro Osmosis Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempung, maka pemompaan sangat sulit diterapkan karena adanya efek kapilaritas yang disebabkan oleh sifat dari tanah lempung itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan cara elektro osmosis. Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bila elemen-elemen ini dialiri listrik, maka air pori yang terkandung dalam batuan akan mengalir menuju katoda (lubang sumur) yang kemudian terkumpul dan dipompa keluar. 3. Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam tanah guna menampung aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat untuk menyalurkan air permukaan kedalam terowongan bawah tanah tersebut. Cara ini cukup efektif karena air akan mengalir sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga tidak memerlukan pompa.
3.5. Pengolahan Bahan Galian Pengolahan bahan galian (mineral dressing) adalah istilah umum yang biasa dipergunakan untuk mengolah semua jenis bahan galian hasil tambang yang berupa mineral, batuan, bijih atau bahan galian lainnya yang ditambang/ diambil dari endapan-endapan alam pada kulit bumi, untuk dipisahkan menjadi produk-produk berupa satu macam atau lebih bagian mineral yang dikehendaki dan bagian yang lain yang tidak dikehendaki, yang terdapatnya bersama-sama di alam. Mineral yang dikehendaki biasanya disebut juga mineral berharga karena nilai ekonominya, sedangkan mineral yang tidak dikehendaki disebut mineral buangan (waste). Pada akhir proses pengolahan akan diperoleh 2 macam hasil, yaitu concentrate (mineral berharga) yang sebagian besar terdiri dari mineral berharga, dan tailling (ampas) yakni terdiri dari mineral tidak berharga (Tobing, 2002). Pengolahan bahan
Universitas Sriwijaya
23 galian,dapat juga disebut sebagai mineral processing technology (Wills – 1980), dimana dapat dibagi dalam 3 macam yaitu: 1.
Mineral Dressing, yaitu proses pengolahan bahan galian/mineral untuk memisahkan mineral berharga dari mineral pengotornyad engan memanfaatkan permaterial pemisahaan sifat fisik dari mineral-mineral tersebut, tanpa mengubah identitas kimia dan fisiknya.
2. Extractive Metallurgy, juga merupakan proses pengolahan bahan galian/mineral dimana dalam prosesnya memanfaatkan reaksi kimia untuk memisahkan mineral berharga berupa logam dari mineral tak berharga, sehingga terjadi perubahan dalam sifat-sifat fisik dan kimia dari mineral-mineral tersebut. 3. Fuel Technology, yaitu proses pengolahan bahan galian/mineral organik dengan memanfaatkan reaksi kimia untuk memisahkan fraksi-fraksinya, sehingga terjadi perubahan dalam sifat-sifat fisik dan kimia dari mineral-mineral tersebut. Pada umumnya mineral-mineral tersebut terbentuknya di alam secara bersamaan dengan batuan induknya, sehingga mineral berharga dan mineral tak berharga sebagai pengotor terdapat bersama-sama. Keberadaan mineral yang terdapat di alam yang selalu bersama berasosiasi dengan mineral lain, membuat mineral-mineral tersebut tidak dapat langsung dipakai dalam industri (Tobing, 2002). Untuk itu diperlukan suatu proses untuk memisahkan mineral yang diinginkan dari mineral lainnya agar kualitas mineral tersebut dapat ditingkatkan dan memenuhi persyaratan sebagai bahan baku untuk industri, sebagai bahan baku untuk proses ekstraksi logam 3.5.1. Jigging Jigging adalah proses konsentrasi bijih atau mineral yang memanfaatkan berat jenisnya dalam suatu cairan berdasarkan kemampuan butiran-butiran mineral tertentu untuk menembus lapisan-lapisan campuran butiran mineral, sehingga butiran-butiran mineral tersebut mengatur diri dan mengambil kedudukan (berstratifikasi) dalam beberapa lapisan sesuai dengan berat jenisnya dan dilanjutkan dengan pemisahan antara mineral yang diinginkan dengan mineral pengotornya sehingga didapatkan konsentrat kemudian pengeluaran konsentrat tersebut. 3.5.1.1 Prinsip Jigging
Universitas Sriwijaya
24 Prinsip jigging dapat digambarkan sebagai berikut; pada satu saringan atau kotak dengan dasar yang berlubang, diisi dengan campuran butiran-butiran mineral yang akan dipisah. Saringan dimasukan ke dalam suatu bak yang berisi air. Di dalam air saringan diturunkan dan kemudian diangkat, diturunkan lagi kemudian diangkat, demikian dilakukan berulang-ulang. Akibatnya butiran-butiran mineral tersebut membentuk lapisan-lapisan, dimana kelihatan butiran-butiran mineral berat berada pada lapisan bawah dan butiran-butiran mineral ringan berada pada lapisan atas. Kemudian butiran-butiran mineral ringan dipisahkan dari butiran-butiran mineral berat. Pada waktu saringan ditekan ke bawah, terdapat tekanan air dari bawah melalui saringan ke atas (pulsion) yang membuat butiran-butiran mineral tersebut terdorong dan terangkat ke atas, dimana butiran mineral ringan terangkat ke atas lebih jauh dari butiran mineral berat. Sedangkan pada waktu saringan diangkat ke atas, akan terjadi penyedotan air ke bawah (suction), sehingga butiran-butiran turun kembali di atas saringan. Karena proses ini (pulsion) dan (suction) dilakukan berkali-kali, maka butiran-butiran mineral tersebut mengadakan stratifikasi, yaitu menyusun dirinya sesuai dengan berat jenis dan ukuran butiran. Dalam proses jigging ada 2 fungsi penting, dimana fungsi pertama diikuti fungsi ke dua, yaitu mengadakan stratifikasi dan dilanjutkan pengeluaran butiran-butiran yang telah berstratifikasi tersebut menjadi dua produk terpisah. Fungsi pertama stratifikasi, timbul sebagai akibat dari pulsion dan suction, sehingga butiran-butiran mineral menyusun dirinya sesuai berat jenisnya, membentuk lapisan butiran mineral berat sebelah bawah dan butiran mineral ringan sebelah atas. Sehingga produk yang dihasilkan ada 3 macam, yaitu konsentrat kasar, konsentrat halus dan ampas. 3.5.1.2 Saringan Pada Jig Tipe saringan pada jig, bergantung pada operasi jig yang dilakukan. Dimana operasinya terjadi di atas saringan, artinya pengeluaran konsentrat terjadi di atas saringan, maka ukuran lubang saringan lebih kecil dari ukuran butiran terkecil dari umpan. Pada jigging yang terjadi melalui lubang saringan, pengeluaran konsentrat
Universitas Sriwijaya
25 melalui hutch, maka lubang saringan lebih besar dari ukuran terbesar dari butiran mineral berat, tetapi lebih kecil dari ukuran butiran material pemisah material. 3.5.1.3 Material Pemisah (Bed Material) Pada jig yang umum dipakai sekarang, diusahakan supaya diperoleh hanya dua macam produk, yaitu konsentrat yang keluar dari spigot di bawah saringan dan ampas dari sebelah atas melalui tempat pengeluaran ampas (discharge end). Hal ini dapat dilakukan kalau ukuran lubang saringan jig dibuat lebih besar dari ukuran butiran mineral berat yang terbesar, agar konsentrat seluruhnya dapat turun dan lolos dari saringan jig. Tetapi agar butiran mineral ringan (ampas) tidak ikut turun ke bawah saringan, maka di atas saringan ditaruh material pemisah material (hematit), yaitu butiran-butiran yang ukurannya lebih besar dari ukuran lubang saringan dan berat jenisnya lebih besar dari butiran mineral ringan (ampas), tetapi lebih kecil dari butiran mineral berat, sehingga membentuk material pemisah (hematit). Apabila terjadi pulsion dan suction, maka di atas saringan butiran-butiran tersebut akan berstratifikasi dengan susunan lapisan sebagai berikut, butiran mineral berat di lapisan paling bawah, di atasnya butiran material pemisah material dan paling atas butiran mineral ringan. Karena ukuran butiran mineral berat lebih kecil dari ukuran lubang saringan, maka butiran mineral berat seluruhnya dapat lolos dan turun ke bawah saringan sebagai hutch product dan keluar dari spigot sebagai konsentrat. Ukuran butiran material pemisah lebih besar dari lubang saringan, maka material pemisah tertahan pada saringan dan tetap tinggal di atas saringan. Butiran mineral ringan yang berada di atas material pemisah terdorong oleh umpan yang baru masuk dan keluar dari discharge end sebagai ampas. 3.5.1.4 Kisi-kisi (Riffles) Pada jig juga terdapat riffles yang berfungsi untuk menjaga agar bed material tidak ikut terbuang bersama ampas dan berfungsi juga untuk mengunci saringan agar tetap diam. Pada jig, riffles biasanya berupa lempeng besi sedangkan pada sluice box biasanya terbuat dari papan kayu. 3.5.1.5 Air Tambahan (Underwater)
Universitas Sriwijaya
26 Umpan yang masuk ke dalam suatu jig berupa slurry, terdiri dari campuran zat padat berupa butiran-butiran mineral bercampur dengan air. Air bersama butiranbutiran mineral dan material pemisah di atas saringan membentuk medium dimana proses pemisahan terjadi. Selama operasi jigging, air terus menerus keluar dari jig bersama konsentrat melalui spigot dan bersama ampas yang dibuang keluar. Sedangkan air yang masuk hanya bersama umpan yang baru (slurry). Untuk menjaga keseimbangan air di dalam jig, maka air perlu ditambahkan dan dimasukkan ke dalam jig dari sebelah bawah saringan (hutch), disebut air tambahan. 3.5.2
Macam – Macam Screen Screen dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) macam, bergantung pada
penahannya, yaitu: 3.5.2.1 Stationary Screen 1. Grizzly Stationary screen atau saringan diam biasanya dipakai untuk menyaring material yang berat dan besar-besar, terdiri dari beberapa batang besi yang disusun sejajar menjadi satu rangkaian, disebut Grizzly. Grizzly membentuk sudut antara 20º – 50º dari horizontal. Besarnya sudut grizzly tergantung pada penggunaannya, sehingga apabila material dijatuhkan di atas grizzly, bagian yang tertahan pada permukaan grizzly dapat mengalir sendiri turun ke bawah. Grizzly banyak dipakai untuk menyaring umpan yang akan masuk ke primary crusher. Contoh Grizzly ialah Fixed Grizzly dan Cantilever Grizzly: a. Fixed Grizzly Terdiri dari batang-batang besi atau rel bekas yang disusun sejajar dengan jarak tertentu dan dikleim pada ujung-ujungnya membentuk 35° – 45º. b. Cantilever Grizzly Juga sama dengan fixed grizzly, tetapi sebagian dari ujung-ujung batang besi dibuat bebas (tidak dikleim). Dengan demikian tekanan material yang jatuh
Universitas Sriwijaya
27 diatas grizzly membuat ujung yang bebas menjadi bergetar. Getaran akan membantu menggerakan material yang ada di atas grizzly. 2. Sieve Bend Screen Sieve bend adalah saringan yang permukaannya melengkung/cekung, terdiri dari susunan potongan-potongan batang besi atau kawat (wedge wire) yang horizontal dikleim ke rangka saringan dengan jarak yang tertentu. Umpan berupa slurry/pulp dimasukkan dari sebelah atas saringan secara tangensial dan mengalir ke bawah di atas permukaan saringan dengan arah tegak lurus pada arah lubang saringan antara batang-batang kawat yang horizontal. 3.5.2.2 Moving Screen Pada Moving Screen surface terjadi gerak/goyang dengan sedirinya, sehingga menambah kemungkinan terjadinya kontak antara material dengan screen surface. Berdasarkan gerakan screen surface, maka moving screen dapat dibagi dalam 4 (empat) kelompok: 1. 2. 3. 4.
Moving Grizzly Revolving Screen Shaking Screen Vibrating Screen
Universitas Sriwijaya
28
BAB 4 HASIL PENGAMATAN
4.1. Proses Pengupasan Tanah Penutup Pekerjaan pengupasan tanah penutup ini adalah pekerjaan pemindahan tanah penutup yang letaknya berada di atas endapan bijih timah. Kemudian tanah penutup yang ingin di pindahkan di tempatkan di tempat khusus yang biasa disebut disposal. Tujuan dari pengupasan atau pemindahan tanah penutup ini adalah agar lapisan endapan timah yang berada di bawah nya mudah untuk di ambil. Pekerjaan pengupasan tanah penutup di Tambang Besar 1.42 Pemali dilakukan dengan alat mekanis,yaitu excavator dan articulated dump truck.
Universitas Sriwijaya
29
Gambar 4.1 Pengupasan Over Burden (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) Adapun sistematis pekerjaannya, excavator menggali material tanah penutup di sekeliling area kerja excavator. Dalam melakukan pekerjaannya, material di Tambang Besar 1.42 Pemali yang digali tidak melalui tahapan peledakan karena material yang digali bersifat lunak dan mudah untuk digali dengan menggunakan excavator. Material yang dominan berada di Tambang Besar 1.42 Pemali adalah lempung yang mempunyai swell factor berkisar antara 0,80-0,85. Kemudian tanah penutup yang telah digali dimuat ke alat muat ( articulated dump truck ) dan di bawa menuju 27 disposal. 4.2. Proses Pemindahan Tanah Penutup
Universitas Sriwijaya
30
Gambar 4.2 Articullated Dump Truck berjalan ke disposal (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) Pekerjaan pemindahan tanah penutup dilakukan untuk memindahkan material tanah penutup yang telah dikupas ke disposal area. Alat - alat mekanis yang digunakan adalah excavator dan articulated dump truck. Excavator yang beroprasi pada pekerjaan pemindahan tanah penutup ini terdiri dari : 3 unit excavator Komatsu PC-300 yang berfungsi untuk menggali dan memuat lapisan tanah penutup ke articulated dump truck. Sementara articulated dump truck yang beroperasi berjumlah 4 unit yaitu articulated dump truck merk Terex tipe TA-400. Proses pemindahan tanah penutup dengan cara, dump truck berjalan mundur ke arah excavator dan excavator bersiap-siap untuk memuat (loading) material tanah penutup ke dalam bak dump truck. Kemudian excavator memuat sampai 13 atau 14 kali sampai bak dari dump truck terisi penuh atau cukup, kemudian dump truck baru berjalan menuju disposal. Articullated Dump truck yang telah selesai menumpahkan material tanah penutup ke area disposal, kemudian kembali lagi berjalan ke tempat pengupasan tanah penutup dengan kondisi bak yang kosong. 4.3. Proses Pemindahan Tanah Bertimah
Universitas Sriwijaya
31 Gambar 4.3 Excavator Memindahkan Tanah Bertimah (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) Pada proses pemindahan tanah bertimah dilakukan dengan beberapa tahapan penambangan yang telah ditentukan. Kegiatan penambangan dilakukan dengan bantuan alat mekanis untuk memindahkan endapan timah. 4.4. Mekanisme Pencucian Mekanisme pencucian pada TB 1.42 Pemali bertujuan untuk memisahkan bijih timah dari mineral ikutannya. Hasil dari pencucian adalah konsentrat timah dengan kadar 50-60%. (Lampiran J)
4.4.1.Stockpile Stockpile merupakan tempat tertiggi dan tempat dimana tanah yang mengandung timah atau tanah kaksa di kumpulkan setelah dilakukan pengangkutan dari front kerja.
Gambar 4.4 Proses pemuatan tanah bertimah ke hooper (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) 4.4.2 Pompa Air
Universitas Sriwijaya
32 Ada 2 macam pompa di TB 1.42 Pemali (Lampiran G) yaitu mesin pompa air (MPA) dan pompa underwater. Mesin pompa air bertugas memompa air untuk keperluan monitor, sedangkan mesin pompa underwater memompa air ke dalam header tank yang akan digunakan untuk proses jigging.
Gambar 4.5 Pompa Air (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) 4.4.3 Header Tank Header Tank adalah sebuah bak yang menampung air dari pompa underwater yang akan digunakan sebagai air kerja untuk proses jigging.
Universitas Sriwijaya
33
Gambar 4.6 Header Tank (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015)
4.4.4. Monitor
Gambar 4.7 Monitor (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) Monitor adalah pompa semprot yang
berada di dekatsudut Hooper yang
berfungsi untuk memberai tanah kaksa. Di Tambang Besar 1.42 Pemali menggunakan 3 buah monitor dengan diameter Noozzle 2,5 inch (6,35 cm) dan tekanan air 15-20 mka untuk memberai material (Ichwan A. Lubis). Cara mengoprasikan monitor yaitu pertama-tama buka kran afsluiter pada pipa monitor, dan turn on MPS (mesin pompa semprot) sehingga tekanan air pada monitor
Universitas Sriwijaya
34 sudah mencapai tekanan yang diinginkan. Lalu lakukan penyemprotan pada tanah stockpile untuk memberai material tanah dengan jarak optimal 3 meter (belum terjadi lengkungan), sedangkan jarak toleransi lengkungan dengan daya maksimum dalam penyemprotan adalah jarak 6 meter. 4.4.5. Saringan (Grizzly) Grizzly adalah saringan yang digunakan untuk menyaring pulp (kaksa dan air).Saringan ini terbuat dari batang besi yang disusun sejajar dengan jarak antar batang besi yang satu dengan yang lainnya ±50 sampai dengan 55mm(H.Padri Musa 2013), bongkahan dengan ukuran +50mm (oversize) akan langsung di buang menjadi tailing, dan akan dipisahkan dengan cara manual oleh operator. Sedang bongkahan dengan ukuran -50mm (undersize) akan langsung masuk ke saringan putar melalui lounder (Lampiran H).
Gambar 4.8 Grizzly (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) 4.4.6. Rotary Screen
Universitas Sriwijaya
35
Gambar 4.9 Rotary Screen (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) Saring Putar berfungsi untuk menyaring atau memisahkan material-material pengotor yang dapat lolos dari Grizzly. Didalam saringan putar material yang berukuran seperti bongkahan tanah liat, batu krakal atau krikil di hancurkan kembali oleh bantuan water spray agar tidak menggangu proses selanjutnya. 4.4.7. Bak Penenang Terdapat 2 bak penenang pada proses ini, bak penenang dengan ukuran besar ditempatkan setelah saring putar, sedangkan yang berukuran kecil terdapat pada masing-masing jig yang ada. Pada bak penenang berukuran besar, material undersize yang telah melewati saring putar akan turun ke bak penenang. Fungsi dari bak penenang adalah untuk mengurangi kecepatan aliran air agak proses jig nantinya akan berjalan dengan maksimal. Karena dengan kecepatan air awal yang relatif cepat, ditakutkan material yang melewati proses jig tidak tertangkap dengan maksimal karena tingginya debit air yang melewati jig. Bak penenang yang berukuran kecil ditempatkan setelah saluran pembagi, fungsinya sama dengan yang besar yaitu untuk lebih memperlambat aliran air.
Universitas Sriwijaya
36
Gambar 4.10 Bak Penenang Besar (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015)
Gambar 4.11 Bak Penenang Kecil (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) 4.4.8. Saluran Pembagi Setelah melewati bak penenang proses selanjutnya adalah melewati saluran pemisah. Fungsi saluran ini adalah membagi aliran pulp.Pada tiap ujung saluran ini terdapat 2 jig, sehingga terdapat 3 saluran untuk membagi aliran ke dalam 6 jig yang ada di instalasi pencucian pada TB 1.42 Pemali ini. Setelah melewati saluran ini pulp akan memasuki bak penenang yang terdapat pada jig.
Universitas Sriwijaya
37
Gambar 4.12 Saluran Pembagi (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) 4.4.9.Jig Primer Pada TB 1.42 Pemali terdapat 6 jig primer dengan ukuran masing- masing 2 x 4 meter (Lampiran I). Tiap 2 jig mendapat supply aliran pulp dari sari saluran pembagi. Pada masing-masing jig terdapat 4 kompartemen yaitu A, B, C, dan D yang mana pembagian kompartemen dimaksudkan agar konsentrat timah yang lolos pada proses jigging di kompartemen sebelumnya dapat ditangkap oleh kompartemen selanjutnya sehingga tidak ada konsentrat yang lolos dan ikut terbuang bersama tailing. Ujung tiap jig
dihubungkan oleh lounder yang menangkap tailing dari proses untuk
kemudian langsung dialirkan ke kolam penampungan. Untuk Bed Rock yang digunakan pada instalasi pencucian di TB 1.42 Pemali adalah hematit, pemilihan ini didasarkan pada berat jenis hematit ini sendiri yang lebih ringan daripada timah tetapi lebih berat daripada kuarsa. Dipilih bed rock yang berat dimaksudkan agar menghindari lapisan bed rock itu agar tidak ikut terbawa arus dan terbuang bersama tailing.
Universitas Sriwijaya
38
Gambar 4.13 Jig Primer (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015)
Gambar 4.14 Batu hematit yang digunakan sebagai bed rock (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015)
Universitas Sriwijaya
39
Gambar 4.15 Pembuangan tailing ke kolam penampungan (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) Pada proses jigging, terdapat bagian dari jig yang bernama membran yang memberikan daya hisapan (suction) dan dorong (pulsion), dimana membran akan bergerak naik saat memberikan daya dorong dan bergerak turun saat memberikan daya hisap. Pada saat diberi daya dorong bed rock yang terdapat rooster akan mengembang, lalu saat terjadi daya hisap batuan akan kembali merapat sekaligus menangkap konsentrat timah yang ada dalam aliran pulp. Konsentrat yang tertangkap akan mengalir melalui spigot, yaitu bagian jig mengalirkan konsentrat yang sudah berbentuk pasir. Spigot harus terus dipantau karena rawan tersumbat pasir yang akan menghambat proses pencucian ini. Spigot akan dihubungkan dengan selang untuk mempermudah mengalirkan konsentrat ke pipa besi yang mengarahkan konsentrat ke proses selanjutnya yaitu jig clean up.
Universitas Sriwijaya
40 Gambar 4.16 Membran (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015)
Gambar 4.17 Spigot (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) 4.4.10 Jig Clean Up Jig Clean Up adalah proses terusan dari jig primer. Pada tahap ini yang diolah adalah pasir yang mengandung konsentrat hasil dari pengolahan sebelumnya. Pasir berkonsentrat ini dialirkan dari spigot ke jig clean up melalui pipa besi. Bagian dalam dari pipa lounder dialiri air untuk mempermudah jalannya feed untuk masuk ke jig. Pada ujung pipa besi terdapat 2 cabang yang akan mengalirkan feed ke 2 jig cleanup yang ada di TB 1.42 Pemali. Dua jig clean up ini (Lampiran I) terbagi atas 3 kompartemen, yaitu kompartemen A, B, dan C. Pembagian kompartemen ini berfungsi untuk mengurangi material loss pada proses jigging. Proses jigging sama seperti pada jig primer, namun disini feed yang diolah berukuran lebih kecil. Fungsi jig clean up sendiri adalah untuk membersihkan mineral ikutanyang masih ikut terbawa dari proses jigging sebelumnya. Kemudian tailing akan dibuang melalui lounder ke kolam pengendapan. Lalu konsentrat yang tertangkap akan kembali mengalir melalui spigot yang terdapat di bagian bawah jig ini.
Universitas Sriwijaya
41
Gambar 4.18 Jig clean up (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) 4.4.11 Sakhan (Sluice Box) Sakhan atau yang disebut sluice box yaitu suatu saluran yang dasarnya rata dan di atasnya dialirkan air bersama butiran-butiran mineral. Prinsip kerja sakhan untuk pemisahan konsentrat dan tailing adalah berdasarkan berat jenis. Dimana air akan dialirkan di atas konsentrat yang telah didapat dari proses sebelumnya, material berat akan mengendap dan material ringan akan terbawa arus air dan dibuang. Sakhan yang digunakan pada instalasi pencucuian berjumlah 2 unit dengan panjang antar 4–6 m, lebar perjalur sekitar 1–1,5 m, dengan tinggi dinding 40-80 cm dan kemiringan 5–6 o. Konsentrat akhirnya kemudian akan
dibersihkan secara manual lalu dimasukan
kedalam karung untuk dilakukan proses selanjutnya. Kadar konsentrat timah yang dihasilkan disini antara 50-60%.
Universitas Sriwijaya
42
Gambar 4.19 Sakhan (sluice box) (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) 4.4.12 Lobby ( Peningkatan Kadar ) Sebelum dilakukannya pengeringan pada konsentrat timah terlebih dahulu dilakukan lobby yaitu peningkatan kadar timah yang dilakukan secara manual oleh pekerja dengan cara memisahkan konsentrat timah dengan material pengotor yang kemungkinan masih ada setelah proses pencucian.
Gambar 4.20 Lobby ( Peningkatan Kadar ) (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) 4.4.13 Rotary Dryer
Universitas Sriwijaya
43
Gambar 4.21 Rotary Dryer (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015) Proses pengeringan dilakukan didalam rotary dryer. Prinsip kerjanya adalah dengan memanaskan pipa besi yang ada di tengah – tengah rotary dryer dengan cara mengalirkan api yang didapat dari pembakaran dengan menggunakan gas LPG dan akan menghasilkan suhu pada rotary dryer 280o C untuk proses pengeringan konsentrat timah. 4.4.14 Magnetic Separator Pada tahap akhir dari proses pencucian dan pengeringan konsentrat timah, dilakukan pemisahan konsentrat berdasarkan sifat kemagnetannya, sehingga pada tahap akhir digunakan magnetic separator yang berguna untuk memisahkan konsentrat timah yang bersifat magnetik dan non-magnetik.
Non Magnetik
Magnetik
Universitas Sriwijaya
44 Gambar 4.22 Konsentrat Timah yang Dipisahkan Berdasarkan Sifat Magnetik dan Non Magnetik oleh Magnetic Separator (Dokumentasi Kerja Praktek, 2015)
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang didapatkan dari hasil pengamatan proses penambangan bijih timah pada tambang TB 1.42 Pemali adalah sebagai berikut: 1. Metode penambangan yang digunakan pada Tambang Besar 1.42 Pemali adalah metode Open Pit, dengan dump truck sebagi alat angkut dan excavator sebagai alat gali dan alat muat. 2. Kegiatan awal yang dilakukan adalah pengupasan tanah penutup (overburden) dan tanah bertimah dengan menggunakan excavator PC-300 dan dump truck merk TEREX tipe ta-400 sebagai alat angkut. 3. Konsentrat Timah yang dihasilkan setelah di lakukan pencucian berkadar 50% 60%. 4. Konsentrat timah yang dihasilkan sebelum masuk kedalam lobi sakhan adalah 60% dan setelah dilakukan lobi kadar konsentrat meningkat menjadi 70%. 5.2. Saran
Universitas Sriwijaya
45 1. Sebaiknya sebelum memulai kegiatan penambangan tiap harinya dilakukan briefing agar kerja operator lebih terkordinir. 2. Mengadakan safety talk secara rutin untuk keselamatan kerja seluruh karyawan dan pekerja serta operator yang bekerja. 3. Menempatkan lebih banyak rambu-rambu peringatan didaerah rawan kecelakaan, contohnya pada tebing daerah tambang. 4. Sebaiknya para pekerja datang tepat waktu. 5. Mengoptimalkan kerja alat berat dengan maintenance mesin secara rutin. 6. Melakukan pengawasan ketat dan disiplin kerja kepada operator alat berat agar target produksi dapat optimal.
43
Universitas Sriwijaya
46
Universitas Sriwijaya