MAKALAH PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM “PENEMUAN HUKUM ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR No. 368K/AG/1995 TENTANG WARISAN WARISAN BEDA AGAMA.” DOSEN : Po!. D. H". #$%&' M&(')&* SH* +N* MH.
OLEH : ELS#ANIA PARAMITHA 16,-11,-5
Po'0 P'2' S'"'' M'&)4 I%0$ H$$0 U&4&)' A7'%' ,-16/,-1
1
BAB I PENDAHULUAN
2
A. L')' B4%'' Dalam suatu negara yang berdasarkan atas hukum, kekuasaan kehakiman
merupakan badan yang sangat menentukan isi dan kekuatan kaidah – kaidah hukum positif . kekuasaan kehakiman diwujudkan dalam tindakan pemeriksaan , penilaian, dan penetapan nilai perilaku manusia tertentu serta menentukan nilai situasi konkret dan menyelesaikab persoalan atau konflik yang ditimbulkan secara imparsial berdasarkan hukum sebagai patokan objektif. 1 Pada dasarnya tugas hakim adalah memberi keputusan dalam setiap perkara atau konflik yang dihadapka kepadanya, menetapkan hal – hal seperti hubungan hukum, nilai hukum dari perilkau, serta kedudukan hukum pihak – pihak yang terlibat dalam suatu perkara, sehingga untuk dapat menyelsaikan perselisihan atau konflik secara imparsial berdasarkan hukum yang berlaku, maka hakim harus selalu mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun, terutama dalam mengambil suatu keputusan. 2 Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang – undang untuk mengadili suatu perkara yang dihadapka kepadanya. dapun pengertian dari mengadili itu adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus suatu perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan. Pembahasan tentang hukum cenderung dikaitkan dengan perundang! undangan. "ndang!undang sendiri tidak sempurna, ti dak mungkin undang! undang mengatur seluruh kegiatan manusia secara tuntas. dakalanya undang!undang tidak jelas dan adakalanya tidak lengkap. #eskipun tidak lengkap dan tidak jelas, undang!undang tersebut tetap harus dilaksanakan. penegakan
dan
pelaksanaan
hukum
merupakan
penemuan
hukum
$rechts%inding& dan tidak sekedar penerapan hukum. ' 1 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar – Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. 2004. Hm. 9 2 Ibid. Hlm 9!94 "udikn# $%rt#kusum# dan &itl#. Bab Bab Tentang Penemuan Hukum. 'akarta. &T. Citra Aditya Bakti. 199. Hlm. 4
Pada kenyataanya pembuat undang – undang hanya menetapkan peraturan umum saja, dan pertimbanganh tentang hal –hal konkret terpaksa diserahkan kepada hakim. (arena pembuat undang – undang senantiasaterbelakang oleh kejadian – kejadian sosial maka hakim yang harus sering menambah undang – undang itu. Hakim sebagai pemegang kendali dan penentu hukum di depan persidangan, dapat memberikan sentuhan human pada hukum dan peraturan perundang – undangan , sehingga akan tetap digunakan dalam kerangka penegakan hukum yang berjiwa kemanusiaan.) (etentuan undang – undang yang berlaku umum dan bersifat abstrak, tidak dapat diterapkan begitu saja secara langsung pada peristiwa konkret, oleh karena itu ketentuan undang – undang harus diberi arti, dijelaskan atau ditafsirkan dan disesuaikan dengan peristiwanya untuk diterapkan pada peristiwanya itu. Peristiwa hukumnya harus di cari lebih dahulu dari peristiwa konkretnya, kemudian undang – undangnya ditafsirkan untuk dapat diterapkan. Penemuan hukum mempunyai cakupan wilayah kerja hukum yang sangat luas, karena dapat dilakukan oleh siapa saja, baik itu perorangan, ilmuwan*peneliti hukum, para penegak hukum $hakim, jaksa, polisi, ad%okat&, dosen, notaris, dan laiinya. kan tetapi, problematika yang berhubungan dengan penemuan hukum umumnya dipusatkan di sekitar hakim dan pembentuk undang!undang. +amun, dalam kenyataanya, beberapa profesi dapat saja menemukan hukum, sebagaimana tersebut diatas. Profesi yang terutama sekali melakukan penemuan hukum adalah hakim, karena setiap harinya hakim dihadapkan pada peristiwa konkret atau konflik yang harus diselesaikannya. Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepadanya, pertama – tama harus menggunakan hukum tertulis terlebih dahulu, yaitu peraturan perundang – undangan, tetapi kalau 4 Ahmad Ri(ai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif . 'akarta. "inar )ra*ka. 2010. Hlm . ) +. Ibid. Hlm. 11
4
peraturan perundang – undangan tersebut ternyata tidak cukup atau tidak tepat dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim akan mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumber – sumber hukum yang lain seperti yuridprudensi, doktrin, traktat, kebiasaan, atau hukum tidak tertulis. Pasal 1- ayat $1& "ndang – "ndang +omor ) /ahun 2--0 tentang (ekuasaan (ehakiman menentukan bahwa “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya” (etentuan pasal tersebut memberikan makna kepada hakim sebagai organ utama dalam suatu pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, untuk menerima, memeriksa, dan mengadili suatu perkara dan selanjutnya menjatuhkan putusan, sehingga dengan demikian wajib hukumnya bagi hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara meskipun ketentuan hukumnya tidak jelas ataupun kurang jelas. Dari hal tersebut, dapat dilihat bahwa hakim mempunyai kedudukan yang penting dalam suatu sistem hukum, begitu pula dalam sistem hukum di 3ndonesia, karena hakim melakukan fungsi yang pada hakikatnya melengkapi ketentuang – ketentuan hukum tertulis melalui penemuan hukum yang mengarah kepada penciptaan hukum baru. 4ungsi menemukan hukum tersebut harus diartikan mengisi kekosongan hukum dan mencegah tidak ditanganinya suatu perkara dengan alasan hukumnya $tertulis& tidak jelas atau tidak ada. 5
Ahmad Ri(ai, Op. Cit . Hlm. - Ahmad Ri(ai, Op. Cit . Hlm. -
+
Pada pokoknya penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim berawal dari peristiwa hukum konkret yang dihadapkan kepada hakim untuk diputuskan, sehingga sydah seharusnya putusan hakim memenuhi dimensi keadilan, kepastian hukum, dan juga kemanfaatan. #asyarakat 3ndonesia yang majemuk berpengaruh pada pola pembentukan keluarga. capkali ditemukan dalam satu keluarga, sesama anggota keluarga memeluk agama yang berbeda. #ereka hidup rukun tanpa terusik oleh perbedaan keyakinan itu. Dalam hukum kewarisan 3slam ada ketentuan halangan untuk menerima warisan. Halangan untuk menerima warisan adalah hal!hal yang menyebabkan gugurnya hak ahli waris untuk menerima warisan dari harta peninggalan pewaris. Hal!hal yang dapat menghalangi tersebut yang disepakati para ulama ada tiga, yaitu Pembunuhan, 6erlainan agama, Perbudakan, dan yang tidak disepakati ulama adalah 6erlainan negara. Dalam hubungannya dengan waris mewarisi pada keluarga beda agama, maka ini menunjukkan adanya anggota keluarga yang beragama 3slam dan anggota keluarga yang beragama non 3slam. Dalam kondisi seperti ini akan bersentuhan dengan persoalan waris beda agama bila pihak pewaris meninggal dunia. Dalam hukum 3slam telah ditentukan bahwa berlainan agama bisa menjadi penghalang mewaris. (ewarisan beda agama merupakan salah satu dari persoalan kontemporer dalam pemikiran hukum 3slam kontemporer. Di satu sisi, l!7ur8an tidak menjelaskan tentang bagian ahli waris untuk non muslim, sedangkan hadits juga tidak memberikan penjelasan sedikitpun bagian harta bagi ahli waris non muslim, namun di sisi lain tuntutan keadaan dan kondisi menghendaki hal yang sebaliknya. 9eiring dengan berkembangnya waktu, kasus!kasus yang terjadi dalam hukum kewarisan beda agama ini semakin marak. 9alah satu faktor penyebabnya adalah ketidak!setujuan ahli waris $non!muslim& terhadap pembagian harta yang dinilai tidak adil. tas pertimbangan inilah #ahkamah gung terdorong untuk mengeluarkan putusan!putusan baru dalam hukum
kewarisan beda agama. :leh karena itu dalam makalah ini penulis akan menganalisa penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim tentang warisan beda agama dalam Putusan #ahkamah gung +omor +o. '(*;*100. B. R$0$' M''%' : 1. 6agaimana tahapan yang dilakukan oleh hakim pada saat melakukan
penemuan hukum untuk dapat menjatuhkan suatu putusan ,. 6agaimana penemuan hukum yang dilakukan oleh Hakim #ahkamah gung atas putusan +omor +o. '(*;*100 tentang warisan beda agama
BAB II PEMBAHASAN 1. T''' #' D&%'$' O%4 H'&0 P'7' S'') M4%'$' P440$' H$$0 /ugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa, dan memutus serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di suatu sidang pengadilan, dengan menjatuhkan putusan, yang disebut dengan putusan hakim.
-
hakim bersifat pasif atau hanya menunggu adanya perkara yang diajukan kepadanya, dan tidak akan mencari atau mengejar perkara. =embaga peradilan $dalam hal ini hakim& tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih hukumnya tidak ada, atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya, sehingga sebagai penegak hukum dan keadilan, hakim wajib menggali, mengikuti,dan memahami nilai – nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam mayarakat $vide Pasal 1- ayat $1& dan Pasal "ndang – "ndang +omor ) /ahun 2--0 tentang kekuasaan kehakiman.& Penemuan hukum menurut 9udikno #ertokusumo adalah proses pembentuka hukum oleh hakim atau petugas – petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum atau menerapkan peraturan hukum umum terhadap peristiwa hukum yang konkret. =ebih konkret lagi dapat dikatakan bahwa penemuan hukum merupkan proses konkretisasi kristalisasi dan indi%idualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret. Penemuan hukum merupakan proses atau rangkaian kegiatan yang bersifat kompleks, yang pada dasarnya dimulai sejak hakim memeriksa kemudian mengadili suatu perkara hingga dijatuhkan putusan dalam perkara tersebut. (egiatan – kegiatan hakim itulah pada umumnya merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah – pisahkan satu sama lain, tetapi momentum dimulainya suatu penemuan hukum ialah setelah peristiwa konkretnya dibuktikan atau dikonstatasi tersebut harus dicarikan atau diketemukan hukumnya.0 Dalam memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan, seorang hakim harum melakukan tiga tindakan di persidangan yaitu sebagai berikut 11. /ahap #engkonstatir Ibid. Hlm. +2 9 "udikn# $%rt#kusum#, Penemuan Hukum Merupakan uatu Pengantar . /#gyakarta. Li%rty. 200-. Hlm. 0
10 Ahmad Ri(ai! Op. Cit . Hlm. +4
Dalam tahap ini hakim akan melihat untuk membenarkan ada tidaknya suatu peristiwa yang diajukan kepadanya untuk memastikan hal tersebut, maka diperlukan pembuktian, dan oleh karena itu hakim harus bersandarkan pada alat alat bukti yang sah menurut hukum. 2. /ahap mengkualifikasi Dalam tahap ini hakim mengkualifisir dengan menilai peristiwa konkret yang telah dianggap benar benar terjadi itu, termasuk hubungan hukum apa atau yang bagaimana atau menemukan huku untuk peristiwa peristiwa tersebut. Dengan kata lain, mengkualifisir berarti mengelompokkan atau menggolongkan peristiwa konkret tersebut masuk dalam kelompok atau golongan peristiwa hukum. >ontoh apakah itu peristiwa pencurian, penganiayaan, pencemaran nama baik atau penghinaan dan sebagainya. '. /ahap #engkonstituir Dalam tahap ini, hakim menetapkan hukumnya terhadap peristiwa tersebut dan memberi keadilan kepada para pihak yang bersangkutan. (eadilan yang diputuskan oleh hakim bukanlah produk dari intelektualitas hakim, tetapi merupakan semangat hakim itu sendiri. Proses selanjutnya adalah hakim akan menetapkan hukum terhadap peristiwa konkret tersebut, dimana jika peraturannya jelas, hakim hanya akan menerapkan ketentuan peraturan tersebut sesuia dengan peristiwa konkret yang terjadi. kan tetapi, dalam peraturannya sudah ada, tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan akan suatu makna ganda, norma yang kabur, konflik antar norma hukum, dan ketidakpastiaan dari suatu peraturan perundang – undangan, atau dalam hal peraturannya tidak ada atau kekosongan undang – undang, maka hakim akan memutuskan suatu perkara berdasarkan metode – metode penemuan hukum yang terdiri dari metode interprestasi hukum dan metode konstruksi hukum. 3nterprestasi hukum terjadi, apabila terdapat ketentuan undang!undang yang secara langsung dapat ditetapkan pada kasus konkret yang dihadapi, atau metode ini dilakukan dalam hal peraturannya sudah ada, tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkret atau mengandung arti pemecahan atau penguraian akan suatu makna ganda norma yang kabur, konflik antarnorma hukum, dan ketidakpastian dari suatu peraturan perundang!
9
undangan. 3nterprestasi terhadap teks peraturan perundang!undangannya pun masih tetap berpegang pada bunyi teks tersebut.11 #etode interprestasi dikelompokkan menjadi interprestasi gramatikal, interprestasi historis, interprestasi
sistematis,
interprestasi
teleologis*sosiologis,
interprestasi
komparatif, interprestasi futursitik, interprestasi restriktif. (onstruksi hukum terjadi, apabila tidak diketemukan ketentuan undang! undang yang secara langsung dapat diterapkan pada masalah hukum yang dihadapi, ataupun dalam hal peraturannya memang tidak ada, jadi terdapat kekosongan hukum $recht vacuum& atau kekosongan undang!undang $wet vacuum& untuk mengisi kekosongan undang!undang inilah, biasanya hakim menggunakan penlaran logisnya untuk mengembangkan lebih lanjut suatu teks undang!undang, dimana tidak lagi berpegang pada bunyi teks itu, tetapi dengan syarat hakim tidak mengabaikan hukum sebagai suatu sistem. 12 #etode konstruksi hukum terdiri dari #etode rgumentum Per nalogium $nalogi&, #etode
>ontrario
$rgumentum
>ontrario&,
#etode
Penyempitan*Pengkokretan Hukum. ,. P440$' H$$0 #' D&%'$' O%4 H'&0 M''0' A$ A)' P$)$' No0o 368/K/AG/1995 T4)' W'&' B47' A'0'
Pengadilan
gama
sebagai
lembaga
pelaksana
kekuasaan
kehakiman atau judicial power mempunyai kewenangan atau kekuasaan yang khusus. Peran dan fungsi Pengadilan agama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman dapat dilihat dalam konsideran huruf e, "" nomor 1) tahun 105- $"" +o. '*00& yang menegaskan ??.
dipandang perlu
menetapkan "ndang!undang yang mengatur susunan, kekuasaan dan hukum acara pengadilan dalam lingkungan Peradilan agama dalam bidang tertentu $penjelasan umum angka 1&. 9ifat kekhususan Pengadilan agama tersebut dapat dilihat dalam 11
12 Ibid. Hlm. 0
10
pasal 2, penjelasan umum angka 2 alinea ' dan pasal )0 ayat $1& "" +:.5 tahun 100. Pasal2, Penjelasan "mum angka 2 alinea ' berbunyi Peradilan agama merupakan salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama 3slam mengenai perkara perdata tertentu. Pasal)0 ayat $1& Pengadilan gama merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara!perkara antara orang orang yang beragama 3slam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shodaBoh berdasarkan hukum m3slam. 9ifat kekhususan tersebut mempertegas kesederajatan Peradilan
agama
lingkungan
sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
3ingkungan peradilan lainnya yang diatur dalam pasa3 1- "" +o. +o.
'*00&.
#asing!masing
lingkungan
peradilan
dengan !"!#$
tersebut
$""
dalam
mengemban dan melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman mempunyai kewenangan mengadili perkara atau sengketa di bidang tertentu. Dalam kaitannya dengan bidang kewarisan, maka Pengadilan agama mempunyai tugas penentuan siapa!siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing!masing dan melaksanakan pembagian harta peningalan $pasal )0
ahli waris
ayat
$'& ""
+o.5*100&. /ugas tersebut nampaknya begitu mudah untuk dilaksanakan, tetapi dalam praktek temyata tugas!tugas menimbulkan
permasalahan
tersebut
sering sekali
yang tidak kunjung selesai atau memberikan
keadilan dan kepuasan para pihak. /ugas tersebut tidak dapat diselesaikan dalam hitungan bulan, karena pihak yang diputus kalah atau diputus tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sudah barang tentu
akan mengajukan
banding dan juga kasasi Di samping sulitnya menentukan barang – barang harta peninggalan pewaris maka ahli waris yang jelas!jelas berbeda agama dengan pewaris dan hak mereka $ahli waris& tertutup atau terhalang untuk mendapatkan bagian harta warisan dari pewaris, masih saja mengajukan gugatan untuk mendapatkan harta warisan dari pewaris. Permasalahan yang rumit akan timbullagi dalam kaitannya dengan pelaksanaan bagian masing – masing ahli waris atau
11
eksekusi dari putusan pengadilan. Po&& K'$
Dalam keluarga alm H. 9anusi – Hj. 9uyatmi. Pasangan suami istri ini memiliki enam orang anak yakni Djoko 9ampurno, "ntung =egianto, 9iti isjah, 9ri Cidyastuti, 6ambang 9etyabudhi dan sti +uri Purwanti. 9ebelum H. 9anusi! Hj. 9uyatmi meninggal dunia, salah seorang anaknya, bernama 9ri Cidyastuti, pindah agama. #eskipun berkali!kali diminta untuk kembali, 9ri tetap pada pilihannya memeluk agama (risten. Persoalan waris muncul ketika orang tua mereka meninggal dunia. lmarhum memang meninggalkan harta yang
tersebar
di
6ogor
dan
Purworejo.
nak kelima, 6ambang 9etyabudhi mengajukan gugatan dan meminta Pengadilan gama
mengajukan banding ke Pengadilan /inggi gama
12
Pewaris yang beragama 3slam, "paya banding tergugat tersebut tidak membawa hasil yang memuaskan bagi tergugat karena &%ngadilan /inggi gama hanya mengakui adanya hak 9ri berdasarkan wasiat wajibah, hanya tiga perempat dari bagian seorang anak perempuan ahli waris. maka /ergugat mengajukan kasasi ke #ahkamah gung.
ANALISIS
Dalam perkara yang diajukan para pihak penggugat tersebut, maka Hakim Pengadilan agama antara lain memutuskan
bahwa sebagian ahli waris
mendapat bagian dari harta warisan pewaris dan sebagian yang lain dari ahli waris tidak mendapatkan bagian dari harta warisan pewaris.
h3i waris yang
mendapat bagian dari harta warisan pewaris adalah mereka yang beragama 3slam, karena pewaris memeluk agama 3slam $juga pada waktu meninggal dunia&. 9edangkan
ah3i waris yang non 3slam diputus tidak mendapatkan
bagian dari harta warisan Pewaris. Dasar hukum yang digunakan oleh Hakim Pengadilan agama
yang dipergunakan sebagai dasar hukum untuk
memutus perkara tersebut adalah pasal 151 huruf c juncto pasal 152 juncto pasal 15) juncto pasal 1- (ompilasi Hukum 3slam. Pasal 151 huruf c (3ll menyatakan ah3i waris adalah orang yang saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama 3slam, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ah3i waris. 6erdasarkan pasal tersebut, maka Hakim Pengadilan gama
ahli waris yang seagama dengan pewaris yang mendapatkan bagian dari harta warisan dan ahli waris yang berbeda agama dengan pewaeis tidak mendapat3can bagian dari harta warisan pewaris. Hakim nampaknya melihat ada syarat yang kurangdipenuhi oleh ahli waris, yaitu meskipun mereka $ahli waris& terdapat hubungan darah dengan pewaris, tetapi tidak beragama 3slam.
1
+abi bersabda bahwa orang 3slam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak dapat mewarisi harta orang 3slam $Hadits riwayat 6ukhari dan #uislim&. Pasal 152 (3H menyatakan ah3i waris dipandang beragama 3slam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau 3ingkungannya. Pasal15) (3H menyatakan 1. (elompok!kelompok ahli waris terdiri dari a. #enurut hubungan darah •
golongan laki!laki terdiri dari ayah, anak laki!3aki, saudam laki!
•
laki, paman dan kakek ;olongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek..
b. #enurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda. 2. pabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda.. Pasal 1- (H3 menyatakan bahwa janda mendapat seperempat bagian apabila pewaris tidak meninggalkan
anak, dan
apabila pewaris
meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian. 6erdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam (ompilasi Hukum 3slam tersebut, maka Pengadilan agama
dapat
mewarisi
harta orang kafir dan orang
kafirpun tidak dapat mewarisi harta orang 3slamJ 6erbeda agama merupakan suatu penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan bagian dari harta warisan pewaris yang beragama 3slam. Hal tersebut dikemukakan oleh bdul ;hafur anshari?terdapat beberapa
14
penghalang kewarisan menurut hukum 3slam?
yaitu pembunuh, beda
agama, perbudakan, murtad, berlainan negara, mati bersama!sama. Putusan Pengadilan agama berdasarkan (ompilasi Hukum 3slam ada3ah hal yang tidak salah, karena berdasarkan 3npres +o.1 (ompilasi
Hukum
3slam
ditetapkan
sebagai
Hakim Pengadilan agama terhadap perkara (ompilasi Hukum
3slam
dalam
tabun
1001
pedoman
bagi
yang diajukan. =ahimya
bentuk 3npres
adalah
merupakan
langkah maju terhadap eksistensi Hukum #ateriil 3slam dan hal ini patut dicatat dalam sejarah bagi umat 3slam di 3ndonesia. Hukum materiil 3slam selama
ini
sekarang
terbelenggu
dalam
dinamika
hukum
nasional
dan
mulai melepaskan diri. (ompilasi Hukum 3slam dapat diartikan
sebagai himpuan dari berbagai kitab 4iBih yang disusun sedemikian rupa dan berlaku bagi umat 3slam 3ndonesia. =ahimya (ompilasi Hukum 3slam diharapkan mampu memberikan pengayoman, perlindungan hukum bagi umat 3slam indonesia serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum terhadapnya. Hal ini sesuai dengan arah pembangunan materi hukum yang dituangkan dalam ;6H+. #ateri hukum harus dapat dijadikan dasar untuk menjamin agar masyarakat dapat menikmati kepastian hukum, ketertiban
dan perlindungan
hukum yang
berintikan keadilan dan kebenaran . Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah terpadu antara lain kodifikasi
dan
unifikasi bidang!bidang hukum tertentu
serta penyusunan perundang!undangan untuk
mendukung
dan
pembangunan
baru
yang
diberbagai
sangat dibutuhkan
bidang
sesuai dengan
tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat $;6H+, 10 52&. Putusan
Pengadilan
gama
yang
berpedoman
pada
(ompilasi
Hukum 3slam tidak diragukan lagi, karena kesempurnaan pembinaan badan badan Pengadilan agama beserta aparatnya hanya dapat dicapai antara lain dengan a
.
#emberikan dasar formal, kepastian hukum di bidang hukum acara dan
1+
dalam susunan kekuasaan Pengadilan agama serta kepastian hukum $legal security& di bidang hukum materiil. b.
Demi
tercapainya
legal security
$orang awam Gpencari
keadilan&
sendiri perlu aturan!aturan
hukum
dihimpun atau dikompilasi dalam munakahat
$perkawinan&,
bagi para hakim justiabelen
maupun
bagi masyarakat
3slam buku!buku
yang
3slam
tersebar
hukum
itu
ten tang
faroide $kewarisan&, wakaf.
/erhadap putusan Pengadilan gama tersebut para tergugat menolak putusan dan mengajukan banding
banding ke P/
adapun
alasan
yang diajukan o3eh pihak tergugat adalah karena para ahli waris
yang beragama non 3slam tidak memperoleh bagian dari harta warisan pewaris yang beragama 3slam. "paya banding tergugat tersebut tidak membawa hasil yang memuaskan bagi tergugat karena &%ngadilan /inggi gama sebenarnya mengakui adanya hak 9ri berdasarkan wasiat wajibah, tetapi jumlahnya hanya tiga perempat dari bagian seorang anak perempuan ahli waris. maka /ergugat mengajukan kasasi ke #ahkamah gung Pengajuan
kasasi
terdaftar
dalam
Fegister
nomor
'
(*;*100. Dalam kasasi tersebut, # memberikan putusan bahwa ah3i waris yang mendapatkan bagian dari harta warisan pewaris tidak hanya ahli waris yang beragama 3slam, meE3ainkan ahli waris yang non 3slam da n ah li wa ri s mendapatkan bagian yang sama dengan ahli waris muslim berdasarkan wasiat wajibah, dalam putusan ini dinyatakan bahwa ahli waris non muslim dianggap sebagai ahli warisdari harta warisan pewaris. Putusan # tersebut dengan alasan lebih mengutamakan perasaan keadilan. Hakim # nampak lebih aktif dengan melihat pasal 25 ayat $1& "" +o. 1)*105- $"" +o. '*00& yang menyatakan Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti
dan
memahami
nilai!nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Putusan #ahkamah gung juga mendasarkan pada ketentuan pasal 2-0 (ompilasi Hukum 3slam yang intinya bahwa anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak!banyaknya
1*' dari
1
harta warisan orang tua angkatnya dan sebaliknya. #ahkamah gama dalam hal ini menganalogikan antara anak angkat dengan ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris dan berdasarkan analogi tersebut, maka ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris mendapat bagian dari harta warisan pewaris. 9elain dari itu majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa pemohon kasasi bersama pewaris semasa hidup bergaul secara rukun damai meskipun berbeda keyakinan, dan 3ndonesia bukanlah negara islam, melainkan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku dan agama. #ajelis hakim menjatuhkan putusan yang berlandaskan keseimbangan dan kemaslahatan umat tanpa memandang agama. 6agian tersebut dimaksudkan sebagai keadilan. karena itu patut dan layak pemohon kasasi memperoleh bagian dari harta peninggalan pewaris berupa wasiat wajibah 6erdasarkan hal tersebut menurut penulis #ajelis Hakim #ahkamah gung telah melakukan penemuan hukum karena 3ndonesia bukanlah penganut aliran legisme yang hanya menerima undang!undang saja sebagai satu!satunya hukum dan sumber hukum. Penemuan hukum dilakukan dengan menggunakan metode kontruksi hukum yaitu metode rgumentum Per nalogium yaitu metode penemuan hukum di mana hakim mencari esensi yang lebih baik umum dari sebuah peristiwa hukum atau perbuatan hukum baik yang telah diatur oleh undang – undang maupun yang belum ada peraturannya, sebab hakim menganalogikan atau menyamakan maksud dari anak angkat yang terdapat pada Pasal 2-0 (H3 dengan ahli waris yang berbeda agama. Dasar hukum yang digunakan oleh #ajelis Hakim yaitu pasal 25 ayat $1& "" +o. 1)* 5- bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai!nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, maka hakim harus menyelasaikan setiap permasalahan – permasalahan yang ada di tengah tengah masyarakat dan menjatuhkan putusan yang berkeadilan, bermanfaat dan berkepastian hukum. 9aat ini putusan #ahkamah gung telah menjadi yurisprudensi, karena telah diikuti oleh banyak putusan hakim laiinya, Putusan #ahkamah gung atas putusan
1-
+omor 1*(*;*1000, Putusan #ahkamah gung +omor 1(*;*2-1-, dll. 9elain dari itu putusan ini juga telah diperkuat oleh 4atwa #"3 +o. *#"+9 K33*0*2-- tentang (ewarisan 6eda gama, yang menetapkan bahwa a. Hukum Caris 3slam tidak memberikan hak saling mewaris antar orang! orang yang berbeda agama $antara muslim dengan non!muslim&. b. Pemberian harta antar orang berbeda agama hanya dapat dilakukan dalam bentuk hibah, wasiat dan hadiah. Putusan #ahkamah gung ini telah melakukan pembaharuan hukum waris 3slam dari tidak memberikan harta bagi ahli waris non muslim menjadi memberikan harta bagi ahli waris non muslim, dan dari tidak mengakui ahli waris non muslim sebagai ahli waris dari pewaris muslim menuju pengakuan bahwa ahli waris non muslim juga dianggap sebagai ahli waris dari pewaris muslim. Dengan kata lain #ahkamah gung telah memberikan status ahli waris bagi ahli waris non muslim dan memberikan bagian harta yang setara dengan ahli waris muslim.
BAB III PENUTUP A. K4&0$%' : Dalam memutuskan
suatu
perkara,
majelis
hakim
memiliki
banyak
pertimbangan.
1
umat tanpa memandang agamanya. Putusan #ahkamah gung ini telah melakukan pembaharuan hukum waris 3slam dari tidak memberikan harta bagi ahli waris non muslim menjadi memberikan harta bagi ahli waris non muslim, dan dari tidak mengakui ahli waris non muslim sebagai ahli waris dari pewaris muslim menuju pengakuan bahwa ahli waris non muslim juga dianggap sebagai ahli waris dari pewaris muslim B. S'' : Diharapkan agar pemerintah dapat membuat aturan atau menyempurnakan
aturan yang sudah ada secara lebih jelas dan terperinci khususnya dalam mengatur Hukum (ewarisan 3slam dan sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh 3slam.
DA;TAR PUSTAKA B$$ : hmad Fifai, Penemuan Hukum %leh Hakim &alam Perspekti' Hukum Progresi' .
itra ditya 6akti. 2--). 9udikno #ertokusumo dan Pitlo. Bab Bab Tentang Penemuan Hukum . itra ditya 6akti. 100' 9udikno #ertokusumo, Penemuan Hukum *erupakan +uatu Pengantar . Aogyakarta. =iberty. 2--5.
19
20