PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU Oleh Bejo Slamet Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Email :
[email protected]
A. Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun (Marwah, 2001) Dalam terminologi yang lain dalam bahasa Inggris pegertian DAS sering dipergunakan istilah “ drainage area” atau “river basin” atau “catchment area” atau “watershed”. Definisi DAS tersebut di atas pada dasarnya menggambarkan suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan larut melalui titik yang sama sepanjang suatu alur atau sungai. DAS juga merupakan suatu ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Cakupan luas suatu DAS di bumi kita ini sangat bervariasi mulai dari beberapa puluh meter persegi sampai dengan ratusan ribu hektar. Suatu DAS yang sangat luas seperti Amazon biasanya disebut “ river basin” . Secara herarkis suatu DAS yang luas/besar biasanya terdiri atasbeberapa DAS yang lebih kecil. DAS-DAS yang lebih kecil tersebut dinamai sub DAS dari DAS yang lebih besar. Sub DAS mungkin juga terdiriatas beberapa sub-sub DAS. B. Tujuan Pengelolaan DAS Komponen yang ada di dalam sistem DAS secara umum dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu komponen masukan yaitu curah hujan, komponen output yaitu debit aliran dan polusi / sedimen, dan komponen proses yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan topografi. Sehingga pengelolaan DAS adalah melakukan pengelolaan setiap komponen DAS sehingga dapat mencapai tujuan yang dimaksud.
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan air. Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaiatan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 2002). Secara hidrologi, pengelolaan DAS berupaya untuk mengelola kondisi biofisik permukaan bumi, sedemikian rupa sehingga didapatkan suatu hasil air (water yield, total streamflow) secara maksimum, serta memiliki regime aliran (flow regime) yang optimum, yaitu terdistribusi merata sepanjang tahun (Purwanto, 1992). Tujuan dari pengelolaan DAS adalah melakukan pengelolaan sumberdaya alam secara rasional supaya dapat dimanfaatkan secara maksimum lestari dan berkelanjutan sehingga dapat diperoleh kondisi tata air yang baik. Sedangkan pembangunan berkelanjutan adalah pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam bagi kepentingan umat manusia pada saat sekarang ini dengan masih menjamin kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk generasi yang akan datang. Karyana (2001) mengemukakan bahwa Tujuan dari pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada dasarnya adalah pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dengan terlanjutkan ( sustainable) sehingga tidak membahayakan lingkungan lokal, regional, nasional dan bahkan global. Tujuan ini sangat mulia dan harus didukung oleh seluruh umat manusia. Oleh karena itu masalahnya bukanlah pada tujuan pengelolaan DAS, tetapi bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Pengelolaan DAS mempunyai pengaruh terhadap produktivitas dan fungsi DAS secara keseluruhan. Oleh karena itu di dalam pengelolaan DAS harus diarahkan pada target sebagai berikut : 1. Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi; 2. Mampu menjamin kelestarian DAS, yaitu menjamin produktivitas yang tinggi, erosi dan sedimen serendah ungkin, dan fungsi hidrologi DAS memberikan water yield yang tinggi dan cukup merata sepanjang tahun; 3. Mampu membina DAS yang lentur terhadap goncangan perubahan yang terjadi ( resilient); 4. Tetap menjamin terlaksananya unsur-unsur pemerataan (equity) pada petani. (Arsyad et-al, 1985 dalam Tikno, 1999) C. Karakteristik Sumberdaya DAS C.1. Biofisik Lingkungan biofisik Daerah Aliran Sungai meliputi: a) Bentuk wilayah (topologi, bentuk dan luas DAS, dan lain-lain); b) Tanah (jenis tanah, sifat kimia/fisik, kelas kemampuan, kelas kesesuaian dan lain-lain) c) Vegetasi/hutan (jenis, kerapatan, penyebaran dan lain-lain) d) Geologi dan Geomorfologi.
C.2. Klimatis dan Hidrologi Kondisi iklim yang sangat erat kaitannya dengan pengelolaan DAS adalah curah hujan/presipitasi. Besaran curah hujan, distribusi/sebaran spasial maupun sebaran waktunya sangat mempengaruhi respon hidrologi dari DAS yang bersangkutan. Sedangkan parameter hidrologi yang penting adalah hasil Air (kualitas dan kuantitas air, dan kontinuitasnya). C.3. Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi akan berbeda-beda untuk DAS yang berbeda pula. Sebaran penduduk baik secara spasial, umur maupun jenis kelamin, mata pencaharian penduduk, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan masyarakat, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam, kebiasan/adat istiadat masyarakat yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam di dalam kawasan DAS, pola penggunaan lahan dan lain-lain. C.4. Organisasi Pengelola dan Aspek Kelembagaan Karyana (2001) mengemukakan bahwa secara umum permasalahan utama dalam pembangunan pengelolaan DAS adalah belum mantapnya institusi dan lemahnya sistem perencanaan yang komprehensif. Gejala umum yang timbuk dari kondisi di atas antara lain: (1) masyarakat dalam DAS masih ditempatkan sebagai objek dan bukan subjek pembangunan (2) manfaat pembangunan lebih banyak dinikmati oleh elit-elit tertentu dan belum terdistribusi secara merata (3) masyarakat belum mampu untuk berpartisipasi secara nyata dalam proses pembangunan (4) masyarakat masih menjadi bagian terpisah (eksternal) dari ekosistem DAS. Sedangkan permasalahan utama dalam pengelolaan DAS dan konservasi tanah berkaitan dengan masalah kelembagaan berupa : (1) perbedaan sistem nilai (value) masyarakat berkenaan dengan kelangkaan sumberdaya, sehingga penanganan persoalan di Jawa berbeda dengan di luar Jawa, (2) orientasi ekonomi yang kuat tidak diimbangi komitmen terhadap perlindungan fungsi lingkungan yang berimplikasi pada munculnya persoalan dalam implementasi tata ruang, (3) persoalan laten berkaitan dengan masalah agraria dan (4) kekosongan lembaga/instansi pengontrol pelaksanaan program (Marwah, 2001). Kebijakan dan kelembagaan (institusi) sulit dipisahkan, seperti dua sisi sekeping mata uang. Kebijakan yang bagus tetapi dilandasi kelembagaan yang jelek tidak akan membawa proses pembangunan mencapai hasil secara maksimal. Demikian juga sebaliknya, kelembagaan yang bagus tetapi kebijakannya tidak mendukung juga membuat tujuan pembangunan sulit dicapai sesuai harapan. Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan seringkali bersumber dari kegagalan negara dan pemerintah dalam membuat dan mengimplementasikan kebijakan yang benar serta mengabaikan pembangunan kelembagaan yang seharusnya menjadi dasar dari seluruh proses pembangunan baik sosial, ekonomi, politik, teknologi maupun pengelolaan sumber daya alam. Ringkasnya kegagalan terjadi karena tata kelola pemerintahan yang buruk. Berbicara tentang kelembagaan, atau institusi, umumnya pandangan orang lebih diarahkan kepada organisasi, wadah atau pranata. Organisasi hanyalah wadahnya saja, sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan main, etika, kode etik, sikap dan tingkah laku
seseorang atau suatu organisasi atau suatu sistem. Bayangkan apa yang akan terjadi di dalam suatu tim kerja, kelompok masyarakat atau tim olah raga tertentu ada organisasi tetapi tidak ada aturan mainnya? Kebijakan adalah intervensi pemerintah (dan publik) untuk mencari cara pemecahan masalah dalam pembangunan dan mendukung proses pembangunan yang lebih baik. Kebijakan adalah upaya, cara dan pendekatan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang sudah dirumuskan. Kebijakan bisa juga merupakan upaya pemerintah untuk memperkenalkan model pembangunan baru berdasarkan masalah lama. Kebijakan juga adalah upaya untuk mengatasi kegagalan dalam proses pembangunan. Kegagalan itu bisa kegagalan kebijakan itu sendiri, kegagalan pemerintah dan negara, kegagalan dalam bidang kelembagaan, kegagalan dalam ekonomi, perdagangan dan pemasaran dan sebagainya (Djogo et al, 2003). Merangkum dari berbagai pengertian tentang kelembagaan, Djogo et al (2003) mengemukakan bahwa yang dimaksud kelembagaan adalah:
Suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama. Dari berbagai definisi yang ada, dapat kita rangkum berbagai unsur penting dari kelembagaan, di antaranya (Djogo et al, 2003) adalah: Institusi merupakan landasan untuk membangun tingkah laku social masyarakat Norma tingkah laku yangmengakar dalam masyarakat dan diterima secara luas untuk melayani tujuan bersama yang mengandung nilai tertentu dan menghasilkan interaksi antar manusia yang terstruktur Peraturan dan penegakan aturan/hokum Aturan dalam masyarakat yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama dengan dukungan tingkah laku, hak dan kewajiban anggota Kode etik Kontrak Pasar Hak milik (property rights atau tenureship) Organisasi
Insentif untuk menghasilkan tingkah laku yang diinginkan Dari berbagai elemen di atas dapat kita lihat bahwa definisi institusi atau kelembagaan didominasi oleh unsur-unsur aturan, tingkah laku atau kode etik, norma, hukum dan faktor pengikat lainnya antar anggota masyarakat yang membuat orang saling mendukung dan bisa berproduksi atau menghasilkan sesuatu karena ada keamanan, jaminan akan penguasaan atas sumber daya alam yang didukung oleh peraturan dan penegakan hukum serta insentif untuk mentaati aturan atau menjalankan institusi. Tidak ada manusia atau organisasi yang bisa hidup tanpa interaksi dengan masyarakat atau organisasi lain yang saling mengikat. Perpaduan antara berbagai pendekatan ini bisa menghasilkan analisis kelembagaan (institutional analysis) yang memadai. Apa implikasi dari pembangunan atau enguatan kelembagaan bagi pengembangan wanatani? Kelembagaan (institusi) bisa berkembang baik jika ada infrastruktur kelembagaan (institutional infrastructure), ada penataan kelembagaan (institutional arrangements) dan mekanisme kelembagaan (institutional mechanism). Pengembangan kelembagaan dalam pengelolaan DAS sangat sulit mengingat kompleksnya komponenkomponen dalam pengembangannya. Ada aspek ekologi, teknologi, sistem produksi pertanian, pengelolaan hutan, sosial, ekonomi dan politik. Terlepas dari kompleksitas permasalahan yang ada, kelembagaan dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS tidak terlepas dari sejarah terbentuknya kelembagaan yang relevan dengan komponen penyusun DAS , utamanya kelembagaan pertanian dan kehutanan, KIMPRASWIL, Kelautan dan Perikanan, lingkungan hidup, dan jugakelembagaan administratif. Organisasi atau institusi yang terkait dalam pengelolaan DAS saat ini semakin harus diakui bahwa koordinasi diantara isntitusi-institusi tersebut dapat optimal. Banyaknya organisasi yang terkait dengan kegiatan pengelolaan DAS karakteristik alamiah DAS. Beberapa institusi/organisasi yang terkait erat pengelolaan DAS adalah : Tingkat Nasional : Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Pertambahan, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup, Tingkat Regional dan lokal : Pemerintahan Propinsi,
banyak, meskipun dikatakan belum dikarenakan oleh dengan kegiatan
Pemerintahan Kabupaten, Balai/ Unit RLKT, Dinas Kehutanan, Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah, Balai/ Unit Konservasi Sumber Daya Alam, Balai/ Unit Taman Nasional, Dinas Pertanian, Pekerjaan Umum, LSM, swasta dan lain-lain. C.5. Pengelolaan DAS Terpadu DAS tidak dapat dibagi dan dikelola berdasarkan sistem administrasi pemerintahan selain itu daerah bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Oleh karena itu perubahan penggunaan lahan di daerah hulu memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk fluktuasi debit air, kualitas air dan transport sedimen serta bahan-bahan terlarut di dalamnya. Oleh karena itu pengelolaan/manajemen Das tidak bisa dilakukan hanya sebagian-sebagain saja (parsial) menurut wilayah admintrasi atau kewenangan lembaga tertentu saja namun harus dilakukan secara menyeluruh (holistik) sehingga semua aspek yang terkait dalam DAS dapat diperhatikan dan dipertimbangkan dalam perencanaan, pengorganisasian, implementasi maupun kontrol terhadap seluruh proses pengelolaan yang telah dibuat. Perencanaan dan pengelolaan DAS merupakan aktivitas yang berdimensi biofisik (seperti, pengendalian erosi, pencegahan dan penanggulangan lahan-lahan kritis, dan pengelolaan pertanian konservatif); berdimensi kelembagaan (seperti, insentif dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang ekonomi); dan berdimensi sosial yang lebih diarahkan pada kondisi sosial budaya setempat untuk menjadi pertimbangan di dalam perencanaan suatu aktivitas/teknologi pengelolaan Daerah Aliran Sungai sebagai satuan unit perencanaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Oleh karenanya pengelolaan DAS tidak bisa hanya menjadi domain satu bidang ilmu saja (misalnya bidang Kehutanan saja) namun haruslah interdisipliner sehingga semua dimensi biofisik, kelembagaan, dan sosial dalam pengelolaan DAS dapat dipertimbangkan secara baik dan benar. Selain itu dari aspek kewenangan terhadap pengelolaan, seringkali dalam satu kawasan DAS banyak institusi yang terlibat sehingga perlu adannya koordinasi yang baik diantara institusi/stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengelolaan DAS.
Pada akhirnya agar pengelolaan DAS dapat dilakukan secara optimal, maka perlu dilibatkan seluruh stakeholders dan direncanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan DAS sebagai suatu unit pengelolaan. Pelaksanaan yang ditunjang oleh peratuan perundangan dan sistem pendanaan yang memungkinkan mekanisme kerjasama yang baik antar stakeholders, antar sektor dan adanya pembagian biaya dan keuntungan antar bagian hulu dengan bagian hilir. Ini berarti aspek kelembagaan dalam pengelolaan DAS/DTA sangat penting untuk ditata sejalan dengan adanya perundangan dan otonomi daerah. DAFTAR PUSTAKA Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Djogo, T, Sunaryo, Didik Suharjito dan Martua Sirait. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. Bahan Ajaran Agroforestri 8. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. Karyana, A. 2001. Pembangunan Partisipatoris dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.. http://www.hayati-ipb.com/users/rudyct/PPs702/AKARYANA.htm (01/04/04) Marwah, S. 2001. Daerah Aliran Sungai (Das) Sebagai Satuan Unit Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan.http://rudyct.250x.com/sem1_012/sitti_marwah.htm (01/04/04) Purwanto, E. (1992). Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai Dengan Menggunakan Parameter Hidrologi. Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi No. 10 tahun 1991/1992. . Tikno, S. 1999. Pengelolaan Das Dan Kaitannya Dengan Program Pengembangan Wilayah. Prosiding Konperensi Energi, Sumberdaya Alam dan Lingkungan, BPP Teknologi Jakarta, 11-13 Augustus 1999