PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT OLEH: WD. FITRIA SAKINAH (F1C1 09 003) EKA SULISYAWATI (F1C1 09 002) RACHMAWATI RUSDIN (F1C1 09 012) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2011 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Pengolahan Limbah Rumah Sakit ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada matakuliah Pengolahan Limbah Kimia.Selain itu, makalah ini juga dapat menambah pengetahuan mahasiswa atau pembaca mengenai teknik dan metode pengolahan limbah yang berasal dari Rumah Sakit. Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak.Olehnya itu, penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyusun makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.Karenanya, saran dan kritik yang membangun selalu penyusun harapkan demi perbaikan-perbaikan selanjutnya.
Kendari,
Penyusun
Februari 2011
BAB I PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT 1. A. LATAR BELAKANG Dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, sebagai penunjang kesejahteraan masyarakat banyak, rumah sakit menjadi salah satu tempat dalam mendukung kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu upaya peningkatan kesehatan yang terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter yang juga ditunjang oleh unitunit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Selain membawa dampak positif bagi masyarakat, yaitu sebagai tempat menyembuhkan orang sakit, rumah sakit juga memiliki kemungkinan membawa dampak negatif. Dampak negatifnya dapat berupa pencemaran dari suatu proses kegiatan, yaitu bila limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik. Dalam pengolahan limbah Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3).Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen di antaranya merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg).Sekitar 40 % lainnya adalah limbah organik yang berasal dari sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi.Sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik. Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial.Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, mengandung senyawa-senyawa kimia yang berbahaya serta mengandung mikroorganisme pathogen yang dapat menyebabkan penyakit (Said, 2003).Pengelolaan limbah RS yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung RS. Tentu saja RS sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan awak RS maupun orang lain yang berada di lingkungan RS dan
sekitarnya, Pemerintah (Depkes) telah menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan, pedoman dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS, termasuk pengelolaan limbah RS. Pada tahun 1999, WHO melaporkan di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja kesehatan terinfeksi HIV, 2 di antaranya menimpa petugas yang menangani limbah medis1.Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pengelolaan limbah yang baik tidak hanya pada limbah medis tajam tetapi meliputi limbah rumah sakit secara keseluruhan. Namun, berdasarkan hasil Rapid Assessment tahun 2002 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota, menyebutkan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit yang ada, yang memiliki insinerator baru 49% dan yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut kualitas limbah cair yang telah melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat baru mencapai 52% 1. Hasil dari kualitas pengolahan limbah cair tidak terlepas dari dukungan pengelolaan limbah cairnya. Suatu pengelolaan limbah cair yang baik sangat dibutuhkan dalam mendukung hasil kualitas effluent sehingga tidak melebihi syarat baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dan tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan sekitar. Oleh karena pentingnya pengelolaan limbah cair rumah sakit maka disusun makalah ini yang akan membahas mengenai pengolahan limbah Rumah Sakit, meliputi antara lain klasifikasi limbah rumah sakit, sumber-sumbernya, serta metode-metode pengolahan limbah tersebut.
1. B. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah, antara lain: 1. 2. 3. 4.
Apa yang dimaksud dengan pengolahan limbah rumah sakit. Bagaimana penanganan limbah rumah sakit. Apa saja sumber-sumber limbah rumah sakit. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari limbah rumah sakit. 1. C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain: 1. 2. 3. 4.
Mengetahui pengertian dari pengolahan limbah rumah sakit. Mengetahui cara pananganan limbah rumah sakit. Mengetahui sumber-sumber limbah rumah sakit. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari limbah rumah sakit.
BAB II PEMBAHASAN 1. A. PENGERTIAN LIMBAH RUMAH SAKIT Limbah adalah bagian dari hasil produksi yang pada umumnya dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang kurang baik, namun jika limbah tersebut dapat dimanfaatkan atau didaur ulang kembali menjadi produk yang sejenis atau jenis produk lainnya maka akan mempunyai nilai tambah (added value) yang sangat menguntungkan. Dari semua kegiatankegiatanrumah sakit, menghasilkan berbagai macam limbah berupa benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Sesuai dalam UU No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Siregar, 2001). Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu diberi perhatian khusus.Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.Pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002). Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) : • • • •
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit. Pengguna jasa pelayanan rumah sakit. Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit.Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit.Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan.Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi (Barlin, 1995). Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat tersebut. Rumah sakit sebagai salah satu upaya peningkatan kesehatan tidak hanya terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi : limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian, limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah. dan lainnya, air limbah laboratorium, dan lain-lain (Said, 2003). Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif. Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi
spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan. Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis.Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain).Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lain-lain.
1. B. SUMBER-SUMBER LIMBAH RUMAH SAKIT Sumber-sumber limbah rumah sakit antara lain: • • • •
Limbah Infeksius: Ekskreta, spesimen lab., bekas balutan, jaringan busuk Limbah tajam: jarum bekas alat suntik, pecahan peralatan gelas Limbah plastik Limbah jaringan tubuh
Jenis-jenis limbah rumah sakit yaitu sebagai berikut. • • • • •
Limbah sitotoksik: teratogenik, mutagenik Limbah kimia dari Lab. farmasi Limbah radioaktif Limbah domestik Limbah laundry
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999).Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang.Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain.Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan
oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999). Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) : 1. Limbah Klinik Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi.Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah. 1. Limbah Patologi Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard. 1. Limbah Bukan Klinik Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan.Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya. 1. Limbah Dapur Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor.Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.
1. Limbah Radioaktif Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.
1. C. DAMPAK LIMBAH RUMAH SAKIT Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang.Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik
yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain.Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lainlain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999). Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari.Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996).Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 – 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996). Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik.Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki incinerator.Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius.Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis.Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis.Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus di bakar di incinerator.Persoalannya, harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk, 1996).
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang).Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3.Memantau aliran obat mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat (Sebayang dkk, 1996). Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) : a. Limbah Klinik Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi.Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah. b. Limbah Patologi Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard. c. Limbah Bukan Klinik Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan.Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya. d. Limbah Dapur Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor.Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit. e. Limbah Radioaktif Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik. Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit.Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit.Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung / pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya.Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat
di lingkungan tersebut.Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.
Dari berbagai jenis sampah/limabah yang dihasilkan oleh rumah sakit sangat berpotensi untuk menyebabkan gangguan dalam kehidupan dan kesehatan manusia serta lingkungannya,dan dampak negatif yang dapat terjadi bila sampah rumah sakit tidak di tangani secara baik dan benar dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan-gangguan antara lain;infeksi silang ( Nosokomial ) dapat terjadi pada pengguna rumah sakit yaitu pasien,pengunjung,dan karyawan. v Gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,terutama bagi karyawan rumah sakit bila tidak di lengkapi dengan sistem proteksi yang tepat v Gangguan estetika dan kenyamanan berupa bau,serat kesan kotor yang dapat memberikan efek psikologis bagi pengguna rumah sakit v Pencemaran lingkungan,melalui sampah/limbah yang di buang baik internal maupun external v Kerusakan bangunan dapat disebab oleh kimia yang terlarut v Gangguan kerusakan tanaman dan binatang hidup di sebabkan oleh buangan bahan kimia dan bahan infeksius v Gangguan terhadap kesehatan manusia disebabkan oleh virus/bakteri bahan kimia dan gas v Gangguan terhadap genetik dan reproduksi manusia dapat disebabkan oleh bahan kimia, senyawa radio aktif dan lainnya v Dapat terjadi kerusakan ekosistem yang lebih luas dan berskala besar. Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan itu sendiri adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar.
1. D. PEMANFAATAN LIMBAH RUMAH SAKIT Limbah yang masih bisa dimanfaatkan agar dipisahkan dari limbah yang tercemar oleh limbah B3 ataupun limbah infeksius. Limbah domestik yang dapat didaur ulang ataupun dimanfaatkan harus dipisah dalam tempat terpisah. Limbah domestik berupa kertas/karton, plastik, gelas dan logam masih mempunyai nilai jual untuk di reuse. Begitu pula dengan limbah domestik berupa sampah organik bisa untuk kompos. Limbah plastik bekas pengobatan lainnya seperti bekas infus yang tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah infeksius dapat didaur ulang. Pada saat ini hanya sekitar 19% limbah domestik dari rumah
sakit yang sudah dimanfaatkan untuk didaur ulang. Limbah berbahaya dan beracun sendiri tidak menutup kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan ataupun untuk di-reuse. Beberapa limbah kimia yang dapat dimanfaatkan kembali antara lain adalah limbah radiologi seperti fixer dan developer dengan dikirimkan ke pihak ke-3 yang berizin. 1. E. PENANGANAN LIMBAH RUMAH SAKIT Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998). Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi.Limbah cair dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat.Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian.Pencemaran tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998). Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggitingginya.Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003).Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) : • •
Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit. Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi menerima limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya sehingga kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996). Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah
upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999).Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999). Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction) (Hananto, 1999). Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) : 1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin. 2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah. 3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan. 4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol. 5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi. 6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya. Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) : 1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik. 2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik. 3. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik. 4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) : 1. Pemisahan limbah • • •
Limbah harus dipisahkan dari sumbernya Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
2. Penyimpanan limbah v Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas v Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan v Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai v Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya 3. Penanganan limbah v Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup v Kantung dipegang pada lehernya v Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut v Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging) v Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah v Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah 4. Pengangkutan limbah Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya.Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke
insinerator.Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin. 5. Pembuangan limbah Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk. Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) : • • •
Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak); ·Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam. ·Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri.insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500o C atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan Sulaiman, 2001). Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) : • • • • •
Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter. ·Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm. ·Tambahkan lapisan kapur. ·Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah. ·Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.
Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakittersebut.Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum “dilempar” menjadi limbah tak berbahaya.Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya.Setelah bahan ini digunakan.limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002). Pengolahan Limbah Medis dengan Insenerasi Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun (LB3) sesuai dengan PP 18 thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah spesifik dengan kode limbah D 227. Dalam kode limbah D227 tersebut disebutkan bahwa limbah rumah sakit dan limbah klinis yang termasuk limbah B3 adalah limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa, peralatan laboratorium terkontaminasi, kemasan produk farmasi, limbah laboratorium, dan residu dari proses insinerasi. Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi. Gambar alat insenerator
Proses Insinerator : Insinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relatif singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu. Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat (double chamber), sehingga emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak memberikan pengaruh polusi pada lingkungan. Ruang Bakar Utama :
Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “ defisiensi udara “ dimana udara yang dimasukkan didistribusikan dengan merata kedasar ruang bakar untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran, keluar dari sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan dan kemudian membentuk gas-gas karbonisasi.Sisa padat dari pembentukan gas ini yang sebagian besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal dalam waktu pembakaran.Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 800 – 1.0000C dengan sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari sebuah blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing almunium dan motor listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama didistribusikan ke koil. Ruang Bakar Tingkat Kedua : Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas karbonisasi yang dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar dari ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian dimasukan udara pembakar, maka gasgas karbonisasi akan terbakar habis. Selama siklus pembakaran bahan bakar yang mudah terbakar dari gas karbonisasi suhunya cukup tinggi untuk penyalaan sendiri, dan ketika karbonisasi selesai maka Ruang Bakar Dua Bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang belum terbakar kemudian membawanya kedalam temperatur lebih tinggi sehingga terbakar sampai habis, dimana suhunya mencapai 1.100 0C dengan sistem close loop sehingga optimal. Pemasukan sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara manual atau menggunakan lift conveyor. Panel Kontrol Digital : Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting suhu minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol secara “ automatic “ dengan sistem close loop. Pada panel digital dilengkapi dengan petunjuk suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan dilengkapi dengan tombol pengendali “burner dan “blower” dengan terdapatnya lampu isyarat yang memadai dan memudahkan operasi. Cerobong Cyclon : Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya dilengkapi water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang bersama gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua dimasukan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam cerobong,. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan menghasilkan gaya sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan terlempar kedinding cerobong siklon. Dengan cara menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus tersebut akan turun kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam bak penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan disaring, dan air ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke cerobong siklon kembali. Burner dan Blower :
Insinerator dilengkapi dengan 2 sistem pembakaran yang dikendalikan secara otomatis. Burner yang digunakan dapat menghasilkan panas dengan cepat, serta dilengkapi dengan blower untuk mempercepat proses pembakaran hingga mampu menghasilkan panas yang tinggi. Abu pembakaran yang terjadi dalam tungku pembakar utama akan terkumpul dalam ruang pengumpul abu, dimana abu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pencampur pembuatan bataco sedangkan panas yang dihasilkan pembakaran dari ruang bakar dua dapat dimanfaatkan sebagai pemanas, dengan tambahan unit coverter energi pembangkit yang akan menghasilkan listrik. Perlu diperhatikan untuk menunjang pembakaran sempurna yaitu pengumpanan sampah ke ruang bakar harus sesuai prosedur pengoperasian.Dengan demikian, ratio udara dan bahan bakar sampah dapat tercampur secara homogen, sehingga pembakaran sampah secara sempurna dapat dilaksanakan dengan baik. Dengan pembakaran sampah secara sempurna temperatur operasi relatif lebih tinggi, relatif lebih kecil hidrokarbon yang lolos ke luar cerobong, dan asap berwana bening, sehingga emisi dari gas buang tersebut ramah terhadap lingkungan.
Keuntungan dan kerugian insinerator mini: No. 1
2
3
Keuntungan Kerugian Solusi Instalasi sangat kompak - Memerlukan temperatur diperlukan tenaga tinggi 800 – 1.1000C, diperlukan energi awal (minyak/ yang ahli. listrik) - Kesiapan SDM (alih teknologi) Ukuran unit relatif kecil Bahan terbuat dari plat baja dan sedang, tidak memerlukan lahan
Perlu pemeliharaan
luas, Emisi gas buang Kontrol/ monitoring terkendali operasional
dilakukan
rutin
monitoring oleh Energi gas buang - Perlu pengangkutan sisa dapat dimanfaatkan pembakaran/abu kontinyu) sebagai sumber panas Residu abu dapat dimanfaatkan sebagai batako(nilai ekomonis) Meminimalkan pencemaran udara, tanah dan air
BPLHD
Baku Mutu DRE untuk Incinerator No. 1 2 3 4
Parameter POHCs Polychlorinated biphenil (PCBs) Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs) Polychlorinated dibenzo-p-dioksin
Baku mutu DRE 99.99% 99.9999% 99.9999% 99.9999%
Disamping itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan incinerator adalah emisi udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku mutu emisi untuk incinerator. Baku Mutu Emisi Udara untuk Incinerator
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Parameter Partikel Sulfur dioksida (SO2) Nitrogen dioksida (NO2 Hidrogen Fluorida (HF) Karbon Monoksida (CO) Hidrogen Chlorida (HCl) Total Hidrocarbon (sbg CH4) Arsen (As) Kadmiun (Cd) Kromium (Cr) Timbal (Pb) Merkuri (Hg) Talium (Tl) Opasitas
Kadar maksimum (mg/Nm2) 50 250 300 10 100 70 35 1 0,2 1 5 0,2 0,2 10%
Dalam penangan limbah medis ini rumah sakit dapat mengelolanya sendiri atau dikelola oleh rumah sakit lain atau pengelola lain yang sudah memperoleh izin dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 1. a. Limbah Cair Limbah cair (air limbah) merupakan limbah buangan hasil kegiatan manusia sehari-hari yang berupa cairan dengan segala bentuk polutan di dalamnya, termasuk padatan, bahan kimia, maupun mikroorganisme pathogen.Salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah pada pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari pengoperasian rumah sakit
tersebut, karena apabila tidak dikelola dengan prosedur yang benar dikhawatirkan akan menjadi rantai penyebaran penyakit infeksi di lingkungan masyarakat rumah sakit maupun masyarakat di luar rumah sakit. Limbah cair rumah sakit berpotensi menurunkan kualitas lingkungan hidup, dan merupakan sumber utama penyebab gangguan kesehatan.Mengingat pentingnya limbah cair terutama dalam penyebab gangguan kesehatan maka limbah cair tersebut perlu mendapatkan perhatian yang lebih didalam pengelolaannya. Limbah cair rumah sakit dihasilkan dari kegiatankegiatan pemeriksaan, perawatan, bedah, laboratorium, radiologi, poliklinik, gawat darurat dan farmasi, limbah cair yang dihasilkan tersebut sifatnya variatif dan umumnya bersifat infeksius, seperti limbah yang berasal dari penderita rawat inap antara lain salmonella, staphilococcus, streptococcus, virus hepatitis. Sifat lain dari limbah cair rumah sakit yaitu toksik, iritatif, korosif kumulatif dan karsinogenik, temperatur tinggi, berbau, berwarna, dan organis. Selain itu limbah cair rumah sakit juga dihasilkan dari aktifitas pasien, tenaga kesehatan, maupun kegiatan belajar siswa yang sedang praktek. Rumah sakit merupakan penghasil limbah cair terbesar dibandingkan dengan sarana kesehatan yang lain seperti Puskesmas, Poliklinik, Laboratorium dan Balai Pengobatan. Sistem extended aeration termasuk dalam proses pertumbuhan biomassa tersuspensi. Pada proses pertumbuhan biomassa tersuspensi, mikroorganisme bertanggung jawab atas kelangsungan jalannya proses dalam kondisi suspensi liquid dengan metode pengadukan/pencampuran yang tepat.Biomassa yang ada dinamakan dengan lumpur aktif, karena adanya mikroorganisme aktif yang dikembalikan ke bak/unit aerasi untuk melanjutkan biodegradasi zat organik yang masuk sebagai influen (Tchobanoglous, 2003). Proses extended aeration mirip dengan proses konvensional plug-flow, hanya saja extended aeration beroperasi dalam fase respirasi endogenous pada kurva pertumbuhan, yang membutuhkan beban organik (organic loading) yang rendah dengan waktu aerasi yang lebih lama (Reynolds, 1982). Diagram Extended Aeration disajikan pada Gambar berikut. .
Pengolahan limbah cair di Rumah Sakit menggunakan sistem extended aeration. Pada awalnya air limbah dialirkan ke dalam influent chamber. Dalam proses penyaluran ke influent chamber ini bahan padat dapat masuk ke sistem penyaluran. Jika bahan padat masuk ke sistem penyaluran dan mencapai unit pengolahan maka proses pengolahan limbah cair dapat terganggu. Oleh karena itu, pada influent chamber dilakukan pengolahan pendahuluan yaitu melalui proses penyaringan dengan bar screen. Air limbah dialirkan melalui saringan besi untuk menyaring sampah yang berukuran besar.Sampah yang tertahan oleh saringan besi secara rutin diangkut untuk menghindari terjadinya penyumbatan. Selanjutnya air limbah diolah dalam equalizing tank.Di dalam equalizing tank, air limbah dibuat menjadi homogen dan alirannya diatur dengan flow regulator.Flow regulator yang terdapat pada bak ekualisasi ini dan dapat mengendalikan fluktuasi jumlah air limbah yang tidak merata, yaitu selama jam kerja air diperlukan dalam jumlah banyak, dan sedikit sekali pada malam hari. Flow regulator juga dapat mengendalikan fluktuasi kualitas air limbah yang tidak sama selama 24 jam dengan menggunakan teknik mencampur dan mengencerkan. Dengan dibantu oleh diffuser, air limbah dari berbagai sumber teraduk dan bercampur menjadi homogen dan siap diolah.Selain itu, diffuser juga dapat menghilangkan bau busuk pada air limbah. Setelah itu, proses pengolahan secara biologis terjadi di dalam aeration tank dengan bahanbahan organik yang terdapat dalam air limbah didekomposisikan oleh microorganisme menjadi produk yang lebih sederhana sehingga menyebabkan bahan organik semakin lama semakin berkurang. Dalam hal ini bahan buangan organik diubah dan digunakan untuk perkembangan sel baru (protoplasma) serta diubah dalam bentuk bahanbahan lainnya seperti karbondioksida, air, dan ammonia. Massa dari protoplasma dan bahan organik baru yang dihasilkan, mengendap bersama-sama dengan endapan dalam activated sludge. Proses oksidasi yang terjadi adalah: bakteri
CHONS + O2 + nutrient bertambah
CO2 + H2O + NH3 +sel-sel mikrobial
NH3 + O2 + sel-sel nitrat sel nitrat bertambah
NO2
NO3 + H2O + sel-
Kemudian air limbah beserta lumpur hasil proses biologis tadi dialirkan kedalam clarifier tank agar dapat mengendap. Lumpur yang sudah mengendap di bagian paling bawah dipompakan kembali ke bak aerasi dan lumpur pada air limbah yang baru datang dibiarkan turun mengendap ke bawah sehingga terjadi pergantian.
Lumpur yang telah mengendap pada dasar bak clarifier dikembalikan ke bak aerasi tanpa ada yang diambil keluar atau dilakukan pengolahan lumpur lebih lanjut. Air limbah dari bak clarifier yang sudah lebih jernih dialirkan ke bak effluent.Sebelum masuk ke effluent tank, air limbah diberikan khlorin untuk mengendalikan jumlah populasi bakteri pada ambang yang tidak membahayakan. Sebagai mata rantai terakhir, air limbah ditampung di dalam effluent tank yang pada akhirnya akan dibuang ke parit dan bermuara ke sungai. Pemeliharaan IPAL di Rumah Sakit pada prinsipnya relatif mudah dilakukan. Yang terpenting adalah menjaga agar limbah padat tidak masuk ke dalam system dan mencegah penyumbatan-penyumbatan.Untuk mencegah limbah padat masuk dan mencegah terjadinya penyumbatan-penyumbatan, maka perlu selalu dilakukan pembersihan pada bar screen dari sampah padat secara rutin. Peralatan yang digunakan adalah serok, garu, bak sampah, dan senter.Sedangkan material yang digunakan adalah kaporit berupa khlorin sebagai disinfektan.Pengawasan dilakukan pada kualitas serta alat-alat dan mesin. Pengawasan kualitas air limbah terolah dilakukan tiap 3 bulan sekali. Sedangkan pengawasan terhadap alat-alat dan mesin dilakukan secara rutin 6 kali dalam sebulan. Saluran air limbah di Rumah sakit harus sesuai dengan ketentuan Kepmenkes No.1204/Menkes/SK/X/ 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, yaitu bersifat tertutup dan berhubungan langsung dengan instalasi pengolahan air limbah yaitu air limbah wc atau kamar mandi langsung disalurkan melalui pipa ke influent chamber. Selain itu salurannya juga kedap air dan limbah mengalir dengan lancar serta terpisah dengan saluran air hujan. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 tahun 1995 tanggal 21 Desember 1995 mengenai baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit, adalah sebagai berikut. Parameter BOD COD TSS pH
Kadar maksimum (mg/L) 75 100 100 6,0 – 9,0
Teknologi Pengolahan Limbah Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator.Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar.Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah.Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin dkk, 2002). Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat.Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi
merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun.Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk, 2002).Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi.Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1999.Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002). Ozonisasi Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998). Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran.Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge (Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993). Ozonisasi Limbah cair rumah sakit Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986). Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986). Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur
ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai (Harper, 1986). Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya).Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986). Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986). Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986).
DAFTAR PUSTAKA Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Kalimantan Barat
Djaja, I.M., Maniksulistya, D., 2006,’ Gambaran Pengelolaan Limbah Cair Di Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006’, Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 2, Depok
http://www.Blog at WordPress.com.Diakses tanggal 25 Februari 2010. http://kompas.com/kompas-cetak/0005/13/IPTEK/limb10.htm. Diakses tanggal 25 Februari 2010. http://www.suarapembaruan.com/News/2003/10/20/index.html. Diakses tanggal 25 Februari 2010. http://www.dhanajournal.blogspot.com.Diakses tanggal 25 Februari 2010. http://www.wikipedia.org. Diakses tanggal 25 Februari 2010. http://www.klinikmedis.com/index.php? option=com_content&view=article&id=7:pencegahan-penanganan-pengolahan-limbahrumah-sakit&catid=1:latest-news. Diakses tanggal 25 Februari 2010. http://www.suarapembaruan.com/News/2003/10/20/index.html. Diakses tanggal 25 Februari 2010. Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’, Jakarta
Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit’, Jakarta
Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang
Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI Sudiyanto, S., 2002, ‘Analisis Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Medis Di RSU Banyumas Tahun 2002’, Skripsi, Banyumas
Sumiyati, S., Imaniar, 2007, ‘Analisis Kinerja Pengolahan Air Limbah Pavilyun Kartika RSPAD Gatot Soebroto Jakarta’, Jurnal PRESIPITASI Vol. 2 No.1, ISSN 1907-187X, Jakarta
Suripto, A., 2002, ‘Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit’, Buletin Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong
Wikantadhi, D. A., 2006, ‘Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pengelolaan Sampah Di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Kabupaten Bantul’, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Wulandari, L. N. I., Sulastini, N. P. E., Siskayanti, N. K., Mirah, T. I. A., Wulandari, N. M. P., 2009, ‘Pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit’, Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Bali
Zaenab, 2009, ’Teknologi Pengolahan Limbah “Medis” Cair’, Makassar Zaman, B., Sutrisno, E., 2006, ‘Kemampuan Penyerapan Eceng Gondok Terhadap Amoniak Dalam Limbah Rumah Sakit Berdasarkan Umur Dan Lama Kontak (Studi Kasus: RS Panti Wilasa, Semarang)’, Jurnal PRESIPITASI Vol.1 No.1, ISSN