Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PERAN MASJID DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT Oleh: Arif Ha mzah, MA.
A. Pendahuluan Kata masjid berasal dari bahasa Arab, sajada-yasjudu-sajdan. Kata Sajada
artinya bersujud, patuh, taat, serta tunduk penuh hormat dan ta'dzim. Sedangkan untuk menunjukkan suatu tempat, kata Sajada menjadi kata masjid yang artinya tempat sujud menyembah Allah SWT. Jadi, Secara etimologi, masjid adalah menunjuk suatu tempat (bangunan) yang fungsi utamanya sebagai tempat shalat bersujud menyembah Allah SWT. Namun, seharusnya kita memandang definisi masjid secara terminologis yaitu masjid dalam arti lebih luas. Masjid dipahami seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW., jauh lebih luas daripada sekedar tempat sujud atau shalat saja. Dan masjid menjadi pusat kegiatan dan pembinaan umat. Di antara sekian banyak fungsi masjid sebagaimana dicontohkan pada masa Rasulullah antara lain sebagai tempat latihan perang, balai pengobatan tentara muslim, tempat menerima tamu. Tempat penahanan tawanan perang, pengadilan, tempat ibadah,
tempat menuntut ilmu, tempat pembinaan jama’ah, pusat dakwah dan kebudayaan, pusat kaderisasi umat Islam, dan lain-lain. Di masa perjuangan kemerdekaan negara kita, masjid telah menunjukkan peranan yang sangat berarti bagi pembinaan umat, bukan hanya sebagai tempat perlaksanaan acara ritual keagamaan, tapi juga dijadikan tempat pembinaan umat Islam.1 Sedemikian besar fungsi masjid, sehingga jika fungsi ini dapat terterapkan dalam masyarakat, tentu banyak hal yang dapat diperankan oleh masjid dalam rangka
memperbaiki keadaan.
Sebagaimana
1
kita
ketahui bahwa
angka
M. Goodwil Zubir, “Visi dan Misi Pengelolaan Masjid dalam Membangun Masa depan Bangsa”. Disampaikan pada Seminar Peranan Masjid dan Keraton di Masjid Istqlal, Jakarta 07-13 Juni 2007, h. 5 1
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
pengangguran menurut BPS (per Februari 2008) telah mencapai angka 9,43 juta orang lebih. Dan diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat 2 juta per tahun.2 Masalah pengangguran menjadi masalah serius yang perlu segera dicarikan solusinya. Salah satunya adalah dengan digalakkannya berbagai kegiatan berwawasan kewirausahaan. Tumbuhnya wawasan kewirausahaan ini pada gilirannya akan melahirkan para entrepreneur baru. Sehingga secara signifikan dapat mengurangi pengangguran dan memperbaiki ekonomi umat. Secara kultural, masjid dipandang sebagai lembaga yang baik, bermoral, dan terpercaya karena kesan keagamaan yang lekat padanya. Hal ini merupakan modal tersendiri bagi masjid yang mungkin –modal ini- tidak dimiliki oleh lembagai-lembaga lain. Modal khas ini hendaknya dapat dimanfaatkan oleh para pengurus masjid untuk memaksimalkan peran masjid dalam menanggulangi problem serius yang bernama pengangguran dan kemiskinan. Perlu ditegaskan pula bahwa masjid identik dengan ulama, kyai. Mereka lah yang menjadi personifikasi masjid dalam berperan mengembangkan masyarakat. Dengan kata lain, ulama adalah corong bagi masjid. Berdayanya ulama dapat berarti pula berdayanya masjid. Peran masjid dengan baitul malnya sebagaimana dicontohkan para sahabat Rasulullah dalam mengelola zakat, dapat dijadikan sebagai acuan
dalam
mengelola dana yang berasal dari zakat, infaq dan shadaqah dari masyarakat demi kesejahteraan masyarakat.
B. Pembahasan 1.
Mer etas problematika R iil Ma sjid
Tercatat menurut rekapitulasi Masjid & Mushala di DKI Jakarta, jumlah masjid yang berada di wilayah DKI sebanyak 2831 masjid dan 5661
2
Endy Sjaiful Alim, Strategi Pengembangan LPPM UHAMKA: Sinergi Amal Ilmiah dalam Konteks Keummatan, Kebangsaan, Dan Berkontribusi Global, dalam Buletin Gema UHAMKA: Media Informasi dan Komunikasi, (Jakarta: Januari 2010), h. 3 2
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
mushala. Sedangkan di Indonesia, menurut catatan Kementerian Agama diperkirakan 700 ribu masjid berdiri, yang merupakan terbesar di dun ia. Fakta dalam sejarah, output dari umat Islam jaman Rasulullah dan Sahabat, Islam meraih kemenangan di segala bidang. Masjid dan sistem pembinaan yang dilakukan oleh pembina ulung telah menghasilkan manusia sekaliber Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Ustman, Ali Bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid yang mampu menjadi panglima pasukan Islam pada umur 15 tahun maupun sahabat-sahabat lain serta ulama-ulama sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, kondisi masjid dewasa ini jauh dari kondisi masjid jaman Rasulullah. fakta-fakta yang bisa kita lihat sangat bertolak belakang dengan model ideal tersebut. Beberapa fakta yang dapat kita saksikan tentang masjid dewasa ini adalah: a. Masjid besar dan banyak namun sepi jamaah. b.
Toilet masjid dapat dipastikan kondisinya kotor dan bau, sehingga tidak mencerminkan umat Islam mencintai keindahan dan kebersihan. Karpet atau alas yang jarang dicuci atau lantai tidak pernah disapu. Bagaimana kita bisa khusyuk untuk bercengkerama dengan Allah jika kita selalu diganggu dengan aroma tidak sedap serta sirkulasi udara yang tidak baik.
c.
Masjid dikelola apa adanya tanpa manajemen yang baik, bahkan hanya menggunakan manajemen kekeluargaan. Sumber pendanaan masjid yang masih sekedar mengandalkan permintaan sumbangan dari masyarakat. Untuk menanggulangi hal ini, perlu dilakukan pemberdayaan umat dan pengelolaan masjid secara profesional.
d.
Masjid hanya untuk ibadah ritual shalat. Setelah itu masjid sepi dan dikunci. Tidak ada diskusi, bedah buku/kitab, kajian tematis, rapat mengenai strategi pengumpulan dan penyaluran ZISWAF yang efektif dan efisien, apalagi sebagai tempat untuk menuntut ilmu-ilmu dunia, seperti pelatihan computer, kewirausahaan, kesenian, dsb.
3
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Dari hasil penelusuran terhadap materi khutbah jum’at dan pengajian, baik pengajian orang tua maupun remaja, tidak ditemukan tema-tema yang dapat memberikan pencerahan berkaitan dengan peningkatan kapasitas diri di bidang ilmu pengetahuan umum dan terlebih lagi peningkatan ekonomi. Secara spesifik tidak ada penyampaian materi tentang kewirausahaan, koperasi, dan lembaga-lembaga perekonomian modern. Mayoritas tema khutbah dan pengajian hanya membahas bagaiman melaksanakan ibadah mahdhah saja. Jikalau ada materi tentang peningkatan ekonomi, biasanya dikaitkan dengan aktifitas wirid dan doa. Bukannya bagaimana meningkatkan ekonomi itu dengan serius berwirausaha secara sistematis dan cerdas dengan mengadopsi perkembangan ilmu ekonomi masa kini. e. Jama’ah masjid terbesar adalah orang-orang tua, sepi dari remaja maupun pemuda. Remaja dan pemuda enggan aktif di organisasi remaja masjid karena dominasi orang tua yang tidak memberikan ruang gerak bagi remaja. Kenyataan di lapangan, perbedaan pendapat, beda jaman atau masalah komunikasi kerap menjadi batu sandun gan dalam hubungan antara remaja dan orang tua. Akibatnya anak muda yang kreatif, inovatif, punya energi besar untuk bergerak dan punya idealisme cenderung tidak berada di masjid. Mereka diasuh oleh institusi-institusi yang tidak mengajarkan
nilai-nilai
Islam
dalam
beraktivitas/
bermuamalah.
Dampaknya umat kehilangan generasi penerus yang kelak mampu menerima tongkat estafet perjuangan. Yang ada adalah generasi yang jauh dari Islam walaupun dia beragama Islam. f. Konflik antar jama’ah masih sering terjadi. Di antara jamaah masjid tentu ada golongan tua dan muda. Banyak masjid yang mengalami konflik antara goiongan tua dengan yang muda, anak muda dianggap sok tahu oleh orang tua, sedang orang tua dianggap kolot dan sulit diajak maju oleh orang muda. Seharusnya hal seperti itu tak perlu terjadi lagi,
4
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
apalagi yang dikelola adalah masjid, sebuah tempat suci yang menjadi simbol umat Islam.
2. Pemberda yaan Ek onomi Masyar akat Berba sis Masjid
Secara ekonomi,
Indonesia merupakan
bagian
dari negara besar di
dunia yang struktur ekonominya sangat timpang. Hal ini terjadi karena basis ekonomi yang strategis hanya dimonopoli oleh segelintir orang, yaitu kalangan feodal- tradisional dan masyarakat modern-kapitalis dengan konsep ekonomi 3
“ribawi”.
Ketimpangan sosial yang disebabkan oleh sistem dan bentuk ekonomi kapitalis in i da pa t d ili ha t d ar i d ua hal, yaitu: 1. Penerapan efisiensi manajemen dan modal. Asumsinya adalah bahwa jumlah tenaga kerja harus ditekan sedikit mungkin dengan selalu membangun kesetiaan dan meningkatkan keterampilan kerja yang setinggi mungkin. 2. Karena sistem riba tersebut, para pengusaha berusaha menciptakan alienasi (keterasingan produksi) bagi para pekerja. Y a i t u dengan melakukan strategi menekan harga bahan baku yang umumnya dibeli dari masyarakat dengan harga yang serendah-rendahnya di satu pihak, sedangkan di pihak yang lain, harga komoditi yang mereka produksi dijualnya dengan harga setinggi- tingginya.4 Masalahnya, bagaimana dengan kaum miskin yang merupakan mayoritas masyarakat Indonesia yang kebetulan beragama Islam. Kenyataannya, sampai saat
ini, kondisi
ekonomi
masyarakat
Indonesia hampir secara keseluruhan
masih berada pada titik rendah, kalau tidak ingin dikatakan terpuruk dan mengenaskan. Asumsi yang dihembuskan adalah bahwa hak ekonomi kaum
dhu’afa telah
kalangan
ditunjang oleh lapangan kerja
feodalis-tradisionalis
dan
yang disediakan
oleh
masyarakat modern-kapitalis,
serta
diuntungkan oleh dampak pembangunan yang diperoleh dari hasil pungutan 3
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), h. 6-7. 4 Revrisond Baswir, Agenda Ekonomi Kerakyatan (Yogyakarta: IDEA, 1997), h. 20-21. 5
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
pajak usaha mereka. Asumsi yang salah kaprah dan dibuat-buat. Buktinya, dampak
pembangunan justru merugikan kaum dhu’afa’. D i
l a p a n g a n kita lihat semakin banyak penggusuran, pembersihan pedagang kaki lima, tersingkirnya pedagang kecil (retail) oleh pesaing modal besar. Super market dan mini market m uncul di mana-mana, sementara pedagang retail dan pasar tradisional banyak yang gulung tikar. Sejauh ini, sebenarnya Islam sendiri menawarkan konsep pemberdayaan ekonomi umat yang
keluar dari jaring-jaring ekonomi kapitalistik. Banyak
sarana yang disediakan dan dirasa mampu meminimalisir kesenjangan ekonomi umat, yaitu dengan memaksimalkan
peran-peran
lembaga
pemberdayaan
ekonomi Islam seperti wakaf, zakat dan lembaga ekonomi makro seperti baitul mal wat tamwil. Institusi seperti zakat dan Baitul Maal wat Tamwil pada masa awal Islam sampai masa keemasan peradaban Islam menempati peranan yang strategis dalam menjawab kesenjangan ekonomi umat. Bahkan konsep zakat kemudian diadopsi menjadi konsep pemasukan
keuangan Negara.5
Secara genuin, berbagai institusi ekonomi Islam di atas lahir dari masjid. Oleh karena itu, untuk menjawab problem umat yang eskalasinya semakin meningkat dengan menggunakan instrument ekonomi Islam di atas, maka umat Islam perlu kembali ke Masjid. Masjid adalah “rumah Allah”, tempat umat Islam menyatakan ketundukan dan kepasrahan total kepada al-Khaliq, Tuhan semesta
Alam, Yang Maha Rahman lagi Maha Rahim, Allah swt.
Mentakmirkan bumi Allah adalah bekerja keras dengan sepenuh tubuh, pikir penuh
dan
hati
maslahat
kesalihan sosial
untuk membangun
perikehidupan
umat manusia yang
dan bermartabat. Mentakmirkan bumi Allah adalah aksi di bumi- Nya
sebagai
5
pengejawantahan
nyata
dari
Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), h. 1-9. L i h a t j u g a Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), h. 18-19. Juga Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam; Suatu Pengantar (Yogyakarta: Ekonisia FE UII, 2004), h. 117-120. 6
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
kesalihan personal yang kita nyatakan secara khusus di dalam rumah-Nya.6 Masjid dapat menjadi sentral kekuatan umat. Di masa lalu, pada masa Nabi, masjid dapat diperankan secara maksimal sebagai
sentral
umat
Islam
untuk berbagai kegiatan. Salah satu k e g i a t a n e k o n o m i y a n g d i m i l i k i o l e h masjid yang mungkin dapat dipraktekan dan dijadikan contoh sebagai basis pemberdayaan
umat, khususnya
kemiskinan adalah
di
bidang
ekonomi
dan
pengentasan
pembentukan BMT (Baitul Mal Wattamwil) berbasis
Masjid. Masjid dengan aktifitas kegiatan ekonomi yang dimotori oleh BMT yang didirikannya akan sanggup menjadi basis pemberdayaan ekonomi para jamaahnya, maupun umat Islam di sekitarnya secara luas. Berangkat
dari
kenyataan
dan
perlu dilakukan kajian lebih lanjut
aktifitas
BMT berbasis masjid ini,
dan mendalam. Tujuannya untuk lebih
mengetahui eksistensi, di samping dapat dijadikan sebagai pilot project bagi pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid. Pada tingkatan lanjut dapat dilakukan diseminasi dan massalisasi program untuk masjid-masjid yang ada jamaah dan umat di sekitarnya, terutama mereka yang mengalami himpitan ekonomi dan kesulitan keluar dari belenggu kemiskinan. Maka, berangkat dari kerinduan terhadap munculnya kembali lembaga keuangan seperti pada awal Islam dan semangat keberagamaan yang semakin meningkat, juga didorong dengan gagalnya lembaga-lembaga ekonomi yang ada dalam meningkatkan produktifitas dan kegiatan ekonomi yang ada pada era pasar bebas, akhirnya pada akhir Oktober 1995 di seluruh Indonesia telah berdiri lebih dari 300 Baitul Mal Wa Tamwil,7 yang dalam istilah
Indonesia
dinamakan
dengan Balai Usaha Mandiri Terpadu (disingkat BMT), dan masing-masing BMT melayani 100–150 pengusaha kecil bawah.
6
Masdar F. Ma’udi, Memakmurkan Masjid Nahdliyin untuk Kejayaan Umat dan Bangsa (Jakarta: P3M, 2006), h. 17-22. 7
Muhammad, 2000), h. 106-107.
Lembaga-lembaga Keuangan
7
(Yogyakarta: UII Press, Umat Kontemporer
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
3. BMT sebagai Lembaga Mikr o Keuangan Syariah
Secara konsepsi BMT adalah suatu lembaga keuangan yang di dalamnya mencakup dua jenis kegiatan sekaligus, yaitu kegiatan mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti zakat,
infaq
dan sedekah,
dan
lain-lain yang dapat
dibagikan/disalurkan kepada yang berhak dalam mengatasi kemiskinan. Dan k egiatan produktif dalam rangka menciptakan nilai tambah baru dan
mendorong
pertumbuhan ekonomi. BMT
direkayasa
menjadi
lembaga
solidaritas
sekaligus lembaga
ekonomi rakyat kecil untuk bersaing di pasar bebas. BMT berupaya menjadi jawaban terhadap problematika keuangan dan kemiskinan. Isu kesejahteraan dan pemberdayaan ekonomi umat adalah hal yang menjadi tujuan dimunculkannya BMT pada era modern ini. Ada banyak penghimpunan dan penyaluran dana yang secara finansial
dapat
dikembangkan
sebuah
teknis
lembaga keuangan Islam termasuk
BMT. Hal ini dimungkinkan karena sistem syariah memberi ruang yang cukup untuk itu. Namun dalam praktek, sebagian besar BMT masih membatasi diri dengan penerapan
beberapa
produk
saja
yang
dianggap
aman
dan
” profitable”. Dalam memobilisasi dana, misalnya, BMT lebih menyukai produk bagi hasil (mudha>rabah) dengan pertimbangan tidak terlalu beresiko karena kapasitasnya sebagai mudha>rib, serta relatif mudah dalam penerapan. Tetapi sayangnya, bila harus menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemberian fasilitas pembiayaan kepada para nasabah, BMT lebih mengedepankan produk mudharabah
dengan
alasan,
produk
tersebut
mampu memberi jaminan
perolehan keuntungan dalam jumlah memadai berdasarkan
kesepakatan
kedua
pihak pada saat perjanjian ditandatangani. Hanya saja dalam praktik, keadaan ini berjalan seringkali dengan mengingkari prinsip-prinsip mudharabah, seperti obyek barang yang tidak jelas keberadaannya maupun ukuran- ukurannya. Sebenarnya, seperti dijelaskan di atas terdapat banyak produk yang secara teknis finansial dapat dikembangkan BMT untuk dapat menjalankan 8
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
usahanya, seperti
menghimpun dana wadi’ah,penghimpunan dan penyaluran
dana mudharabah, penghimpun dan penyaluran dana musya>rakah,
serta
penyaluran dana murabahah. Adapun produk-produk lain seperti bai’ salam, ijarah, ijarah wa iqtina’, hiwalah , sharf, qard dan seterusnya, yang BMT
belum terbiasa menerapkannya. BMT memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai bait al-mal dan bait altamwil. Sebagai bait al-mal, BMT mempunyai fungsi sebagai Lembaga Amil
Zakat (LAZ). Sementara sebagai bait al-tamwi>l, BMT berfungsi sebagai lembaga keuangan dan pembiayaan. Ini berarti, perlu ada sosialisasi yang lebih intensif dan efektif dari BMT sehingga dua fungsi di atas dapat dimaksimalkan. BMT perlu membuat sosialisasi program cinta zakat dan menjadikan program zakat profesi ini menjadi sebuah gerakan bersama. Seabagai Baitul Mal, dalam
penyalurannya, disamping kepada delapan
ashnaf (kelompok penerima zakat) yang ada, BMT juga menyalurkan -terutama
infaq dan shadaqah- kepada pihak-pihak atau orang-orang di
luar delapan
ashnaf di atas. Beberapa program yang telah dijalankan adalah pemberian
santunan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat
sekitar. Kegiatan ini adalah kegiatan rutin tahunan berupa pembagian sembako dan lainnya. Program
yang
lain
misalnya,
program
bina
pendidikan dengan
membantu beasiswa atau biaya pendidikan (SPP) bagi anak asuh di tingkat SD atau sekolah menengah atau bahkan sampai perguruan tinggi. Program ini dirasa sangat membantu kelangsungan pendidikan generasi bangsa terutama mereka yang secara
ekonomi masih mengalami kesulitan melanjutkan
pendidikannya pada jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah BMT telah ikut membantu menjaga generasi bangsa agar tetap eksis dan keberadaannya semakin berkualitas, sehingga nantinya akan lahir generasi-generasi baru
yang terdidik
(well educated ) dan bermartabat.
Selain program di atas, ada program lain yang sifatnya ikut membantu masyarakat sekitar, yaitu program bina masjid dan pondok pesantren serta bina 9
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
dakwah. Program ini dirasakan telah banyak membantu masjid, pesantren dan para guru TPQ, terutama dalam
menyediakan keperluan
keuangan. Dengan
program ini –terutama- para guru TPQ merasa lebih bersemangat dalam menyampaikan ilmunya di tengah himpitan kesulitan ekonomi saat ini. Dan masih banyak program lain berkaitan dengan penerimaan dan penyaluran dana ZIS secara konsumtif kepada masyarakat kurang mampu. Dalam bidang tamwil, BMT menyiapkan
dana
pembiayaan
diperuntukkan untuk kegiatan usaha mikro. Dalam mempercepat pembiayaan, BMT menawarkan
dua
model
produk
yang program
pembiayaan,
yaitu
mudharabah dan murabahah. Pemberdayaan ekonomi umat melalui penyediaan
modal usaha dengan model program
yang
diharapkan
mudharabah maupun murabahah merupakan
saling
menguntungkan antara pihak BMT dan
nasabah. Pada tataran praktek kedua produk tersebut tidak berjalan secara
beriringan.
Artinya, minat nasaba dengan model murabahah tidak seimbang dengan minat mereka dengan model mudharabah. Mudharabah dengan model bagi hasil dalam praktiknya masih sulit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh karena BMT masih kesulitan untuk mencari partner yang mapan dan memenuhi syarat yang ada. Akhirnya
yang
menjadi
pilihan,
dan
hampir semuanya adalah produk
murabahah. Keterbatasan tenaga teknis di BMT
bagi tumbuh dan berkembangnya
menjadi
kendala
tersendiri
produk mudharabah, di samping karena
alasan efisiensi. BMT memposisikan diri sebagai mitra, sehingga untuk menghindari persoalan-persoalan di belakang hari, para pemohon pembiayaan diminta untuk mengisi formulir yang keadaan
isinya menggambarkan,
kekuatan, kelemahan dan
yang sebenarnya dari kemampuan dan kegiatan ekonomi pemohon
pembiayaan yang ada saat itu. Selanjutnya tim auditor akan melanjutkan dengan konfirmasi terhadap informasi dan data awal yang ada dan diisikan dalam formulir permohonan pembiayaan. Prosedur di
atas
dilakukan,
karena pihak
manajemen BMT di samping alasan resiko, mereka juga berpandangan bahwa 10
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
modal yang
diberikan oleh BMT dimaksudkan untuk memberdayakan dan
menghidupkan
ekonomi
menambah
masyarakat, karena
kesulitan
modal, bukan justru
masalah ekonomi mereka, karena kesulitannya untuk membayar
kembali kredit yang
dikucurkan. Bagi
nasabah
y ang
mengajukan
pembiayaan terlalu tinggi dari kemampuan membayar kreditnya, diarahkan untuk mengajukan pembiayaan yang lebih realistis dan terjangkau oleh penghasilan nasabah. Untuk
lebih
mengetahui
kemampuan nasabah ada beberapa variabel
yang yang dijadikan acuan dan diisikan pada formulir. Selanjutnya variabel itu menjadi pertimbangan diterima atau tidaknya sebuah permohonan pembiayaan. Variabel tersebut antara lain adalah keadaan dan jumlah keluarga, kekayaan yang dimiliki, pekerjaan sekarang, pendapatan dan jaminan. Dari data yang diperoleh hampir seluruh pembiayaan menggunakan sistem
murabahah
(pembiayaan).
Artinya,
nasabah
membutuhkan
suatu
barang/produk/usaha yang diusahakan pengadaannya oleh pihak BMT, terjadi akad jual dari BMT dan beli dari nasabah dengan ketentuan
dengan
pembayaran dalam tempo
harga
yang
disepakati
yang ditentukan. Pembiayaan
model seperti ini hampir sama dengan bay’ bi al- tsaman al-ajil. Sistem ini sering banyak digunakan, karena di samping lebih efektif dan mudah, pihak BMT tidak perlu ikut bertanggung jawab dalam usaha dengan segala resikonya seperti dengan menggunakan sistem mudharabah maupun musyarakah. Di samping fungsi produk pembiayaan seperti di atas, BMT juga punya produk
lain yang
ikut
membantu perekonomian
umat,
berupa
produk
penyimpaan/tabungan bagi mereka yang memiliki kelebihan uang. Ada beberapa bentuk tabungan
yang ada. Bentuk pertama adalah tabungan mudharabah
dengan sistem bagi hasil.8
BMT menawarkan bahwa uang tabungan produk
mudharabah ini sewaktu-waktu dapat ditarik. Sementara bagi hasil yang
dijanjikan
lebih
menarik
dibanding
8
bunga
bank yang
secara
teknis
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari’ah (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 87. Li h a t j u g a Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 95. 11
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ditambahkan
secara
memperoleh
fasilitas
otomatis
ke
tabungan setiap
bulan.
Tabungan
ini
pembayaran zakat secara otomatis yang dilakukan oleh
BMT.9 Tabungan
yang
lain
adalah
tabungan
pendidikan.
Tabungan
ini
dimaksudkan untuk memberikan jaminan pendidikan bagi anak didik sehubungan dengan makin mahalnya biaya pendidikan. Keuntungan yang diperoleh dari tabungan ini adalah tabungan tidak kuatir habis, karena tabungan ini hanya dapat diambil/ditarik untuk
pembiayaan
pendidikan
sekolah. Tabungan ini juga
menjanjikan bagi hasil yang lebih besar dari bunga bank konvensional, yang secara otomatis ditambahkan ke tabungan setiap bulan BMT memberikan layanan dan pembayaran zakat otomatis bagi para penabung. Di samping produk tabungan di atas masih ada lagi produk tabungan yang
diperuntukkan
untuk qurban
maupun fasilitas naik haji dan umroh.
Produk ini berangkat dari alasan, terutama haji, biayanya sangat besar dan harus menunggu antrian yang cukup panjang. Dengan demikian, bagi mereka yang tidak memiliki uang ongkos yang cukup untuk menunaikan ibadah haji, mereka dipersilahkan untuk menggunakan fasilitas tabungan ini. Uang yang ditabung tidak bisa ditarik atau diambil, kecuali untuk kepentingan qurban, haji dan umrah.
4. Urgensi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Masjid
Abad 21 adalah abad pergaulan internasional. Tidak seorangpun mampu bertahan dalam pergaulan jika mereka tidak memiliki organisasi yang mendukungnya. Tidak peduli betapa terkenal atau kayanya seseorang, ia tidak akan mendapat tempat yang berarti di dalam pergaulan masyarakat jika tidak didukung oleh organisasi yang kuat. Organisasi adalah kumpulan orang dan alat yang berfungsi sesuai tugas masing-masing dan secara terpadu bergerak ke arah tujuan yang ditetapkan.
9
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 244-7. 12
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Terbatasnya
kemampuan
seseorang
menyebabkan
ia
tidak
sanggup
mengerjakan seluruh fungsi yang dibutuhkan seorang diri. Karenanya ia membutuhkan bantuan
orang maupun alat lain untuk
membantunya
mewujudkan tugas yang dibebankan kepadanya. Dengan adanya team work yang kuat, seberat apa pun tugas yang diemban, akan dapat diselesaikan dengan baik. Hal serupa juga berlaku untuk program pemberdayaan masjid dan masyarakat seperti dikemukakan di atas. Program tersebut tidak mungkin dilakukan oleh pribadi atau kumpulan pribadi yang bekerja secara individu dalam membumikan program tersebut. Para profesional seperti yang bermukim di pemukiman tertentu tersebut, atas dasar pengalaman dan profesionalismenya, mereka menyadari sepenuhnya hal ini. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah, organisasi semacam apa yang tepat dari segi hukum, kemudahan dan penanganan setiap program tersebut dapat dilaksanakan. Mengambil contoh kepada pengalaman berbagai masjid terkemuka, seperti Masjid Agung Al Azhar misalnya, secara keseluruhan programnya dipayungi oleh Yayasan Masjid Agung Al Azhar tersebut. Tetapi yayasan dapat membentuk badan-badan hukum baru yang bekerja sebagai Strategic Business Unit (SBU) untuk menangani bermacam kegiatan khusus, seperti
perguruan Al Azhar, yang dibagi menjadi TK, SD, SMP, SMA dan Universitas Al Azhar. Tampak-nya setiap unit bekerja interdependent , dan masing-masing memperoleh wewenang bahkan untuk membangun afiliasinya di berbagai tempat yang dibutuhkan. Hal serupa dapat pula dikembangkan oleh kelompok jamaah masjid komplek. Dibutuhkan organisasi yang baik dan transparan untuk mengelola kebutuhan ummat, dan kemudian secara baik mengembangkan potensi ummat yang ada, baik dalam bentuk baitul mal, koperasi, sistem perdagangan dan
13
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
trading house untuk kemudian mendirikan institusi pendidikan yang semuanya
bekerja sebagai SBU dan menjadi cost and profit centers. Keberhasilan penanganan program ini akan menjadikan amal ibadah anggota masyarakat yang mempercayakan kepengurusan program ini, terjamin dan berhasil guna selama umur program ini memungkinkan. Dan pada gilirannya, keberhasilan penanganan itu akan merangsang anggota masyarakat untuk terus mendukung program ini dengan infaq, shodaqoh dan zakat mereka. Di samping itu, masjid dapat dikembangkan dengan membangun bagian yang dapat berfungsi sebagai fasilitas sosial. Ruang khusus untuk pertemuan, pesta perkawinan dan lain sebagainya dapat disiapkan untuk melayani warga. Dengan memberikan harga yang lebih baik dan sarana yang memuaskan kepada anggota masyarakat, seluruh kegiatan yang berada di masjid dapat menutup biaya pengelolaannya, yang pada waktunya melalui yayasan dapat dipertanggungjawabkan kepada warga dan masyarakat sekitar masjid yang diberdayakan oleh masjid. Secara resiprokal, adanya BMT yang berbasis masjid justru akan menguntungkan karena secara tidak langsung komunikasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan lebih mudah. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga juga akan lebih kuat karena BMT dikelola oleh pengurus masjid yang programnya selalu mendukung kegiatan masjid. Dalam beberapa kesempatan, BMT dapat memanfaatkan perkumpulan jamaah untuk mensosialisasikan program pembiayaan, kerjasama, investasi, dana pinjaman dan program bisnis kemitraan. Langkah tersebut sangat efektif untuk membangun komunikasi antara jamaah dan pengurus BMT. Dari beberapa kegiatan, BMT berperan memutar dana sehingga mendapat keuntungan. Melalui hubungan antar jamaah. BMT juga berhasil menjalin kerjasama dengan BMT dan lembaga lain.
14
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Dalam kegiatan tersebut, BMT terlibat bisnis dengan perusahaanperusahaan tertentu yang sama visi dan misi, juga menjadi mitra bisnis para pelaku usaha mikro kecil seperti pedagang, usaha warung, makanan dan penyalur dana usaha produktif lainnya
C. Penutup
Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Peran masjid dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat telah ada contohnya dalam sejarah dan tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah Saw. Dan sahabat, yaitu dengan dibentuknya baitul mal. 2. Kondisi riil fungsi masjid saat sekarang ini masih jauh dari contoh zaman Nabi. Kondisi riil ini diperparah dengan persepsi sebagian masyarakat yang belum bisa menerima pemfungsian masjid dalam banyak aspek kehidupan termasuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. 3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis masjid memiliki prospek yang cukup cerah karena didukung oleh kondisi masyarakat yang terus mengalami transformasi ke arah modernitas. Tinggal bagaimana menyiapkan tenaga di bidang manajemen yang ahli, jujur, dan ikhlas.
15
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, Jakarta, Mitra Abadi Press, 2006. Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta, Dana Bhakti Wakaf, 1995. Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, Lembaga Penerjemah Al-Qur’an, 1990. Dewan Masjid Indonesia, Jumlah Masjid di Indonesia, Jakarta: Buletin DMI, 2007 Endy Sjaiful Alim, Strategi Pengembangan LPPM UHAMKA: Sinergi Amal Ilmiah dalam Konteks Keummatan, Kebangsaan, Dan Berkontribusi Global, dalam Buletin Gema UHAMKA: Media Informasi dan Komunikasi, Jakarta: Januari 2010 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, Yogyakarta, Ekonisia FE UII, 2004. Ibnu Warsa, Mengembalikan Risalah Masjid , Artikel dalam majalah Islam Knowledge, Jakarta: tt., tth. Inggried Dwi Wedhaswary, Politik Masuk Masjid, Jakarta: Kompas, 2008 Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1991. ...................................., Memakmurkan Masjid Nahdliyin untuk Kejayaan Umat dan Bangsa, Jakarta, P3M, 2006 M. Goodwil Zubir, “Visi dan Misi Pengelolaan Masjid dalam Membangun Masa depan Bangsa”. Disampaikan pada Seminar Peranan Masjid dan Keraton di Masjid Istqlal, Jakarta 07-13 Juni 2007 Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1995. Muhammad, Yogyakarta, UII Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Press, 2000. .................., Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari’ah, Yogyakarta, UII Press, 2001. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: dari Teori ke Praktek, Jakarta, Gema Insani Press, 2004. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2007. Revrisond Baswir, Agenda Ekonomi Kerakyatan, Yogyakarta, IDEA, 1997.
16