IRWAN SYUHADA, S.Psi
PERLAKUAN SALAH PADA ANAK (CHILD ABUSE)
PENDAHULUAN Dalam bidang kedokteran, “child abuse” pertama kali dilaporkan oleh Ambroise Tardieu dari Perancis pada tahun 1860, dari hasil otopsi dari 32 anak yang meniggal dengan kecurigaan akibat perlakuan salah. Kemudian Caffey 1946, pada makalahnya tentang seorang anak yang dilaporkan menderita patah tulang yang multiple dan subdural hematom sebagai akibat perlakuan salah dari orang tua. Selanjutnya pada tahun 1957, Caffey melaporkan lagi hal yang sama tetapi pada anak yang lain (dikutip dari Dogramaci Ihsan, 1990). Pada atahun 1961 Henry Kempe (dikutip dari snyder, 1983) mengorganisir seminar pertama mengenai “the battered child syndrome”. Pada tahun 1962 beliau menulis artikel dengan judul yang sama pada Journal Of The American Medical Association, dimana beliau melaporkan berapa kasus anak dibawah umur 3 tahun yang ditelantarkan, adanya bekas-bekas trauma fisik, dan adanaya pertentanagan antara bekas-bekas trauma fisik dengan keterangan yang diberikan oleh orang tuanya. Sangat sukar dipercaya, bahwa ada orang tua yang melakukan penganiayaan terhadap anaknya sampai perlu dirawat di Rumah Sakit atau bahkan ada sampai meninggal dunia. Hal ini dapat disebabakan karena orang tua tersebut kurang dewasa dalam control dirinya dan sangat impulsive dalam bertindak. Tetapi untunglah untuk anak-anak macam begini, beberapa Negara mempunyai hokum yang dibuat untuk melindungi mereka, walaupun masih terdapat kelemahankelemahan. PBB juga tidak tinggal diam. PBB telah memproklamasikan bahwa anak-anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus. DEFINISI Henry Kempe dkk. (1962) mendefinisikan “the battered child syndrome” hanya terbatas pada anak-anak yang mendapat perlakuan salah secara fisik secara ekstrem saja.
IRWAN SYUHADA, S.Psi
Pada 1963, Delseboro mendefinisikan “child abuse” adalah seorang nak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikan rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut. Fontana pada tahun 1971 membuat definisi yang lebih luas dari “child abuse”, dimana termasuk malnutrisi dan melantarkan anak sebagai stadium awal dari syndrome perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spectrum perlakuan salah oleh orang tuanya/pengasuhnya. Sedangkan seorang seorang ahli sosiologi David Gil (1973), mengatakan bahwa “child abuse” adalah setiap tindakan yang mempengaruhi perkembanagn anak, sehinga tidak optimal lagi. Dari laporan-laporan hokum USA, yang dimaksud dengan “child abuse” dan “neglect” adalah perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak, melantarkan pedidikan dan kesehatanya dan juga penyalahgunaan seksual. KLASIFIKASI Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu : 1. Dalam keluarga : Penganiayaan fisik Kelalayaan/pelantaran anak Penganiayan emosional Penganiayaan seksuak Sindrom munchausen
2. Diluar keluarga : Dalam institusi/lembaga
IRWAN SYUHADA, S.Psi
Di tempat kerja Di jalan Di medan perang Perlakuan salah ini dapat diperoleh dalam keluarga dan di luar keluaraga. Misalnya anak yang ditelantarkan dirumah, kemudian menjadi anak gelandanagan di jalan-jalan, ditempat baru inipun ada kemungkinan mendapat perlakuan penganiayan fisik, seksual dan lain sebagainya. Bentuk perlakuan salah pada anak tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penganiayaan fisik Yaitu cedera fisik sebagai akibat hukuman badan diluar batas, kekecaban atau pemberian racun. 2. Kelalaian Kelalaian ini selain tidak sengaja, juga akibat dari ketidaktahuan atau kesulitan ekonomi. Bentuk kelalaian ini anatara lain yaitu : a. Pemeliharaan yang kurang memeadai, yang dapat mengakibatkan gagal tumbuh, anak merasa kehilangan kasih sayang, gamgguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan. b. Pengawasan yang kurang, dapat menyebabakan anak mengalami resiko untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa. c. Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan meliputi: kegagalan merawat anak dengan baik misalnya imunisasi, atau kelalaian dalam mencari pengobatan sehingga memperburuk penyakit anak. d. Kelalaian dalam pendidikan meliputi kegagalan dalam mendidik anak untuk mampu berintraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkannya atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpakasa putus sekolah. 3. Penganiayaan emosional
IRWAN SYUHADA, S.Psi
Ditandai dengan kecaman kata-kata yang merendahkan anak, atau tidak mengakui sebagai anak. Keadaan ini sering sekali berlanjut dengan melalaikan anak, mengisolasikan anak dari lingkungannya/hubungan sosialnya, atau menyalahkan anak secara terus menerus. Penganiayaan emosi seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain. 4. Penganiayaan seksual Mengajak anak untuk melakukan aktivitas seksual yang melanggar norma-norma social yang berlaku di masyarakat, dimana anak tidak memahami/tidak bersedia. Aktivitas seksual dapat berupa semua bentuk oral genital, genital anal, atau sodomi. Penganiayaan seksual ini juga termasuk incest yaitu penganiayaan seksual oleh orang yang masih ada hubungan keluarga. 5. Sindrom munchausen Sindrom ini merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu untuk menyokong tuntutan. FAKTOR-FAKTOR RESIKO Menurut Delsboro (1983), perlakuan salah terhadap anak adalah sebagai akiabat dari pelepasan tujuan hidup orang tua, hubungan orang tua dan anak tidak lebih dari hubungan biologi saja. Kehidupan orang tua sebagian besar diliputi pelanggaran hukum, penyalahgunaan penghasilan, pengusiran berulang, pengguanan alcohol yang berlebihan, dan keadaan rumah yang menyedihkan. Orang tua seperti ini kelihatannya tidak mampu menolong dirinya sendiri. Mereka menganiaya anaknya seolah-olah sebagai pelampiasan rasa frustasinya, ketidak tanggung jawabannya, ketidak berdayaannya dan sebagainnya. Menurut Bittner dan Newberger (1983), perlakuan salah pada anak disebabkan factorfaktor multidimensi. Menurut Bittner pada bayi premature, perawatannya lebih sulit, menangis lebih sering dan membuat orang tua frustasi, sehinnga mempunyai factor resiko lebih banyak untuk mendapat perlakuan salah dari orang tuanya. DIAGNOSIS
IRWAN SYUHADA, S.Psi
Untuk melihat perlakauan salah terhadap anak, kita harus mengetahui umur, dan tingkat perkembangan anak pada saat kejadian dialami anak, pengalaman anak dalam menghadapinya, dan seluruh lingkungan emosi dari anaknya. Dari obsevasi klinik, akibat perlakuan salah terhadap anak dapat mempengaruhi beberapa hal, termasuk kelaianan fisik dan perkembangan anak baik kognitif maupun emosinya. Oleh karena itu untuk diagnosis diperlukan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan mental, labolatorium dan radiologi. A. Akibat pada fisik anak Diagnosis dibuat kalau dijumpai trauma fisik yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya. 1. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom, dan adanya kerusakan organ dalm lainya. 2. Sekuele/cacat sebagai akibat trauma misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cact lainya. Factor sosio kultural
Stres berasal dari anak
Stres keluarga
1. Fisik berbeda (missal cacat) 2. Mental berbed
Steres bersal dari orang tua
1. Kemiskinan, penganguran, mobilitas, isolasi, perumahan, tidak memadai
(missal : retardasi)
2. Hubungan orang tua-anak,
3. Temperamen berbeda
stress perinatal, anak yang
1. Rendah diri 2. Waktu kecilnya mendapat perlakuan salah 3. depresi
IRWAN SYUHADA, S.Psi
(missal : sukar) 4. Tingkah laku berbeda
(missal : rehiperaktif) 5. Anak angkat atau tiri
tidak diharapkan, prematu ritas. 3. Perceraian 4. Dll
6. Dll
Yang tak realistik 5. Kelainan karakter gagguan jiwa, 6. Dll
Situasi pencetus Disiplin Konflik keluarga Masalah lingkungan yang mendadak
Sikap/perbuatan yang keliru Penganiayaan Ketidakmampuan merawat Peracunan Terror mental
3. Kematian
4. Harapan pada anak
IRWAN SYUHADA, S.Psi
Beberapa penelitian mengatakan bahwa anak yang mengalami perlakuan salah secara badani, ada kecendrungan untuk terus mengalaminya berulang-ulang kalau tidak dilakuakan secara intervensi. B. Akibat pada tumbuh kembang anak Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu : 1. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapatkan perlakuan salah. Tetapi Oates dkk. 1984, mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalm tinggi badan dan berat badan dengan anak yang normal. 2. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu : 2.1. Kecerdasan Berbagai
penelitian
melaporkan
terdapat
keterlambatan
dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca dan motorik. Retardasi mental dapat disebabkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi. Pad beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh lingkunagan anak, dimana tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi. 2.2. Emosi Untuk mengetahui akibat emosional pada anak yang mendapat perlakuan
salah, perlu anamnesis yang lengkap dari keluarga, termasuk informasi berapa orang dewas yang ada di rumah, bagaimana hubungan masingmasing dengan anak tersebut, rencana perawatan anak, kejadian terakhir yang menimpa orang tua yang memelihara anak tersebut.
IRWAN SYUHADA, S.Psi
Terdapat gangguan emosi pada : perkembangan konsep diri yang positif, dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan social dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri. Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan oarng dewasa, sedang yang lainnya menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, prilaku aneh, kesuliatan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum dan sebagainya. 2.3. Konsep diri Anak yang mendapatkan perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram dan tidak bahagia, tidak mampu ,menyengi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri. 2.4. Agresif Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri. 2.5. Hubungan social
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka menggangu orang dewasa misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan-perbuatan criminal lainnya. C. Akibat dari penganiayaan seksual Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain adalah : 1. Tanda akibat trauma atau infeksi loka, misalnya nyeri perineal, secret vagina, nyeri dan perdarahan anus
IRWAN SYUHADA, S.Psi
2. Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia atau perubahan tingkah laku. 3. Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuakn dengan memperhatikan vulva, hymen dan anus anak. D. Sindrom Munchausen Gambaran sindrom ini terdiri dari gejala : 1. Gejal yang tidak biasa/tidak spesifik 2. Gejal terlihat hanya kalau ada orang tuannya. 3. Car pengobatan oleh orang tuannya yang luar biasa. 4. Tingkah laku orang tua yang berlebihan 5. Adanya penyakit yang sama tetapi tidak biasa pada sepupu atau orang tuanya. E. Akibat lain dari perlakuan salah tersebut, anak akan melakuakan hal yang sama dikelak kemudian hari terhadap anak-anaknya. DIAGNOSIS BANDING Beberapa keadaan atau penyakit yang dapat menerupai akibat fisik perlakuan salah terhadap anak antara lainsebagai berikut : 1. Kelainan pada kulit a. Luka memar dibedakan dengan bercak mongolian, dimana pada bercak mongolian ini berwarna biru keabu-abuan tanpa warna merah. Luka memar selain akibat trauma juga harus dibedakan dengan hemophilia, anafilaktoid purpura, dan pupura fulminan. b. Eritema atau bulla lokal, harus dibedakan dengan luka bakar, impetigo, nekrolisis, epidermal toksika, bacterial selulitis, piodema ganggrenosa, reaksi fotosensitif. 2. Kelainan pada tulang
IRWAN SYUHADA, S.Psi
a. Fraktur selain karena trauma juga dapat akibat dari osteogenesis imperfekta, rikets dan leukemia yang dapat mengakibatkan insiden fraktur patologis, tetapi tidak mengenai metafise. b. Lesi pada metafise atau epifise, selain karena trauma juga disebabkan oleh scurvy,
lues atau trauma lain. c. Osifikasi subperiosteal, selain akibat trauma juga dapat kerena keganasan, lues, osteoid osteoma, atau scurvy. 3. Sudden infant death syndrome (SIDS) Sebigian besar penyebab dari SIDS tidak diketahui tetapi SIDS juga akibat dari trauma, asfiksia, infeksi botulinum, imunodefisiensi, aritmia jantung dan hipoadrenalism. 4. Kelainan pada mata a. Perdarahan retina Selain akibat dari trauma kepala, juga karena penyakit gangguan peradarahan, atau kanker ganas. b. Perdarahan konjungtiva Selain akibat trauma, juga dapat karena batuk yang berat misalnya pada pertusis, konjungtivitis viral atau bakteri. c. Bengkak pada daerah orbita Selain akibat trauma, juga selulitis daerah orbita/periorbita, epidural hematom, metastase kanker. 5. Hematuria Dapat akibat dari trauma, infeksi saluran urogenital, glomeluronefritis, dll 6. Akut abdomen Selain karena trauma, dapat juga akibat dari kelainan system pencernaan, saluran urogenitalis. PENATALAKSANAAN Karena perlakuan yang salah ini sebagai akibat dari sebab yang kompleks, mak perlu penanganan multidisiplin yang terdiri dari dokter anak, psikiater, psikolog, pekerja social, ahli hukum, pendidik, dll.
IRWAN SYUHADA, S.Psi
Dibawah ini cara menangani perlakuan salah terhadap anak menurut Newberger (1983), yang terdiri dari 3 aspek pokok yang harus diperhatikan yaitu : 1. Tahap-tahap dalam mengelola perlakuan salah terhadap anak 2. Pertimbanagan utama 3. Intervensi untuk melindungi anak dan menolong keluarga.