LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI DI RSD. DR. SOEBANDI JEMBER Jl. Dr. Soebandi No. 124. Patrang, Jember 01 Februari -31 Maret 2017
HALAMAN JUDUL
Oleh : Anastasia Paula Dhego Chahyo Dwi Amrulloh Dessi Rahmawati Dwi Wijayanti Efti Dzurrohmah Fikri Amrillah Lilik Erfani Nurwulan Halubangga Pipit Anggraeni Yuniven Merina Anin
1620323425 1620323436 1620323442 1620323448 1620323449 1620323456 1620323477 1620323506 1620323510 1620323547
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2017
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI DI RSD. DR. SOEBANDI JEMBER Jl. Dr. Soebandi No. 124. Patrang, Jember 01 Februari -31 Maret 2017
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Apoteker pada program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta
Oleh : Anastasia Anastas ia Paula Dhego
1620323425
Chahyo Dwi Amrulloh Dessi Rahmawati Dwi Wijayanti Efti Dzurrohmah Fikri Amrillah Lilik Erfani Nurwulan Halubangga Halubangga Pipit Anggraeni Yuniven Merina Anin
1620323436 1620323442 1620323442 1620323448 1620323448 1620323449 1620323449 1620323456 1620323477 1620323506 1620323506 1620323510 1620323547
Disetujui oleh: Dosen Pembimbing PKPA Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta
Kepala Instalasi Farmasi RSD Dr. Soebandi Jember
Ika Purwidyaningrum, M.Sc., Apt
Dra. Ida Himawatie., Apt
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
ii
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI DI RSD. DR. SOEBANDI JEMBER Jl. Dr. Soebandi No. 124. Patrang, Jember 01 Februari -31 Maret 2017
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Apoteker pada program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta
Oleh : Anastasia Anastas ia Paula Dhego
1620323425
Chahyo Dwi Amrulloh Dessi Rahmawati Dwi Wijayanti Efti Dzurrohmah Fikri Amrillah Lilik Erfani Nurwulan Halubangga Halubangga Pipit Anggraeni Yuniven Merina Anin
1620323436 1620323442 1620323442 1620323448 1620323448 1620323449 1620323449 1620323456 1620323477 1620323506 1620323506 1620323510 1620323547
Disetujui oleh: Dosen Pembimbing PKPA Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta
Kepala Instalasi Farmasi RSD Dr. Soebandi Jember
Ika Purwidyaningrum, M.Sc., Apt
Dra. Ida Himawatie., Apt
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
ii
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah dan anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek kerja Profesi Apoteker (PKPA) Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr. Soebandi Jember Jawa Timur dari tanggal 1 Februari – 30 Maret 2017 dengan baik. Laporan Praktek kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSD dr. Soebandi kami susun sebagai syarat guna menyelesaikan program pendidikan Profesi Apoteker di bidang farmasi Universitas Setia Budi Surakarta, untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi bagi mahasiswa, selama persiapan sampai terselesain ya Laporan Praktek Profesi Apoteker. Penulis menyadari bahwa selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak dengan senang hati telah memberikan keterangan, data, waktu, tenaga dan pikiran, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Djoni Tarigan MBA, selaku Rektor Universitas Setia Budi Surakarta. 2. Prof. Dr. R.A. Oetari, SU, MM., M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. 3. Dewi Ekowati, M.Sc., Apt., selaku ketua jurusan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi Surakarta. 4. Ika Purwidyaningrum, M.Sc., Apt, selaku dosen pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi bidang farmasi rumah sakit. 5. Dra. Ida Himawatie., Apt selaku kepala Instalasi Farmasi RSD dr. Soebandi Jember Jawa Timur yang telah membimbing dan mendampingi kami dalam rangkaian kegiatan sampai tersusunnya laporan PKPA. 6. Drs. Prihwanto Budi, Apt., Sp. FRS, Ratna Puji Ekawati., S.Farm.Apt, Roy Yunita W., S.Si., Apt, Rieska N.Y., S.Farm., Apt, Barly S.K., S.Farm., Apt, Intan S. Sufiah, S.Farm., Apt, Yovita Fitri F., S. Farm., Apt, Chrysnanda M.,S.Farm., Apt. selaku apoteker-apoteker di RSD dr. Soebandi Kab. Jember Jawa Timur yang telah banyak membimbing dan membantu kami, sehingga Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
iii
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
kami banyak mendapat ilmu dan pengalaman yang berharga selama rangkaian kegiatan PKPA ini. 7. Seluruh Tenaga Teknis Kefarmasian dan karyawan di Instalasi Farmasi RSD dr. Soebandi Jember Jawa Timur yang telah membantu dalam pelaksanaan PKPA. 8. Rekan-rekan Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Apoteker Angkatan XXXII Universitas Setia Budi Surakarta. 9. Orang tua serta saudara kami tercinta atas dukungan dan doa yang telah diberikan kepada kami. 10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu atas bantuan dan dukungan yang diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Surakarta, April 2017 Penyusun
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
iv
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................ix DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................x BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang..................................................................................1 B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker ...........................................3 1.
Tujuan Umum............................................................................3
2.
Tujuan Khusus...........................................................................3
C. Manfaat .............................................................................................3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................4 A. Rumah Sakit .....................................................................................4 1.
Peraturan Perundangan Sebagai Dasar Rumah Sakit ................4
2.
Definisi Rumah Sakit ................................................................5
3.
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit .................................................5
4.
Klasifikasi Rumah Sakit ............................................................ 6
5.
Struktur Organisasi Rumah Sakit ..............................................8
6.
Akreditasi Rumah Sakit............................................................. 8
B. Instalasi Farmasi RumahSakit ........................................................11 1.
Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ..................................11
2.
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit............................11
3.
Tugas dan Tanggung Jawab Instalasi Farmasi ........................12
4.
Lingkup Fungsi Instalasi Farasi Rumah Sakit.........................12
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
v
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
5.
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................13
6.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi .............................................14
C. Tim Farmasi dan Terapi ................................................................. 26 1.
Tujuan dan Sasaran PFT..........................................................26
2.
Fungsi PFT ..............................................................................27
3.
Susunan organisasi PFT ..........................................................28
4.
Tugas dan Tanggung Jawab PFT ............................................ 28
D. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit .................................................29 1.
Tugas dan Fungsi Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit ...................................................................30
2.
Peran Apoteker pada Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infekso .....................................................................................30
E. Central Sterilization Supply Deparetment (CSSD) ........................31 1. F.
Tugas dan Fungsi CSSD..........................................................31
Instalasi Pengelolaan Air dan Limbsh (IPAL) ...............................33 1.
Zat tersuspensi .........................................................................36
2. Biological Oxygen Demand (BOD) ........................................36 3.
Chemical Oxygen Demand (COD) .......................................... 36
4.
Minyak dan lemak ...................................................................37
5.
Phenol ......................................................................................37
6.
Deterjen ................................................................................... 37
7.
Amonia, nitrit dan nitrat ..........................................................38
8.
Sulfida .....................................................................................38
9.
Sianida .....................................................................................38
10. Logam Berat ............................................................................ 38 11. Bakteri Patogen .......................................................................38 BAB III TINJAUAN UMUM .............................................................................39 A. Tinjauan Umum Tentang RSD dr. Soebandif ................................ 39 Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
vi
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
1.
Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember ..............................39
2.
Falsafah, Visi, Misi, Motto dan Fungsi RSD dr. Soebandi .....40
3.
Struktur Organisasi RSD dr Soebandi.....................................41
4.
Akreditasi Rumah Sakit...........................................................44
B. Tinjauan Umum Tentang Instalasi Farmasi RSD dr. Soebandi .....45 1.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Daerah dr Soebandi ...............45
2.
KFT (Komite Farmasi Terapi) ................................................51
3.
Central Sterilization Supply Department (CSSD)...................52
4.
Instalasi Pengelolaan Air dan Limbah (IPAL) ........................53
BAB IV KEGIATAN PKPA ...............................................................................56 A. Depo Rawat Jalan ...........................................................................56 1.
BPJS ........................................................................................56
2.
Asuransi Lain ..........................................................................57
3.
SPM .........................................................................................57
4.
Reguler .................................................................................... 57
B. Gudang ...........................................................................................65 1.
Penerimaan ..............................................................................68
2.
Penyimpanan ...........................................................................68
3.
Pendistribusian ........................................................................71
C. Depo Rawat Inap ............................................................................73 1.
Struktur organisasi UDD .........................................................73
2.
Denah lokasi UDD ..................................................................74
3.
Profil UDD III (Administrasi Rawat Inap)..............................80
D. Depo Instalasi Bedah Sentral (IBS) ................................................81 1.
Pasien BPJS .............................................................................84
2.
Umum ......................................................................................84
3.
Pasien SPM, JAMKESDA ......................................................84
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
vii
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
4.
Asuransi lain ............................................................................84
E. Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) ..............................................87 BAB V
PEMBAHASAN.................................................................................... 93 A. Depo Gudang Farmasi Rumah Sakit ..............................................97 B. Depo Rawat Jalan Farmasi Rumah Sakit .......................................98 C. Depo Rawat Inap Farmasi Rumah Sakit ......................................101 D. Depo Instalasi Gawat Darurat Farmasi Rumah Sakit ................... 102 E. Depo Instalasi Bedah Sentral Farmasi Rumah Sakit .................... 102
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 105 A. Kesimpulan ................................................................................... 105 B. Saran .............................................................................................106 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 107 LAMPIRAN ......................................................................................................... 108
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
viii
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Halaman Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit .........................14
Gambar 2.
Siklus Managemen obat ....................................................................15
Gambar 3.
Drug Dispensing Cycle (Quick, et al., 1997) ....................................22
Gambar 4
Struktur Organisasi RSD Dr.Soebandi Kabupaten Jember..............43
Gambar 5.
Bagan Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSD Dr.Soebandi Jember Menurut Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 .........................47
Gambar 6.
Struktur Depo Rawat Jalan RSD dr. Soebandi Kab. Jember ............56
Gambar 7.
Denah Ruang Depo Rawat Jalan ......................................................65
Gambar 8.
Struktur Organisasi Gudang Farmasi RSD dr. Soebandi Jember .....66
Gambar 9.
Tata Ruang Gudang Farmasi RSD dr. Soebandi ..............................67
Gambar 10. Skema Alur Kegiatan Depo Gudang Farmasi ...................................73 Gambar 11. Struktur organisasi UDD .................................................................73 Gambar 12. Denah lokasi UDD ...........................................................................74 Gambar 13. Alur pasien kemoterapi .....................................................................78 Gambar 14. Struktur organisasi depo farmasi di IBS ........................................... 82 Gambar 15. Alur pelayanan resep secara umum di IBS .......................................85 Gambar 16. Alur pasien elektif .............................................................................86 Gambar 17. Skema alur pelayanan pasien emergency .........................................87 Gambar 18. Alur Pelayanan Resep BPJS Depo Farmasi IGD..............................91 Gambar 19. Alur Pelayanan Resep Umum Depo Farmasi IGD ...........................92
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
ix
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Halaman Gedung RSD dr. Soebandi Jember ...............................................109
Lampiran 2.
Resep dan Etiket ...........................................................................110
Lampiran 3.
Laporan Permintaan Obat (LPO)..................................................111
Lampiran 4.
Kartu Stok..................................................................................... 112
Lampiran 5.
SIM Instalasi Farmasi RSD dr. Soebandi Jember ........................ 113
Lampiran 6.
Depo Farmasi Rawat inap ............................................................114
Lampiran 7.
Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS) ................................115
Lampiran 8.
Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) ..............................116
Lampiran 9.
Depo Farmasi Rawat Jalan ........................................................... 117
Lampiran 10. Gudang Farmasi............................................................................ 118 Lampiran 11. Lemari Penyimpanan Obat High Alert .........................................119 Lampiran 12. Lemari Narkotika dan Psikotropika..............................................119 Lampiran 13. CSSD ............................................................................................ 120 Lampiran 14. Promosi Kesehatan di RSD dr. Soebandi .....................................121 Lampiran 15. Leaflet ...........................................................................................122 Lampiran 16. STUDI KASUS ............................................................................123
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
x
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menjelaskan bahwa kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan
yang
dilakukan
secara
terpadu,
terintregasi
dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam
bentuk
pencegahan
penyakit,
peningkatan
kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
Pemerintah
bertanggung
jawab
merencanakan,
mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat . Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Depkes, 2009). Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan adalah rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan dan bidan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, terapis wicara dan tenaga keteknisan medis. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (PP 51 Tahun 2009). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
1
2 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Depkes, 2009). Penyelanggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kesehatan farmasi di rumah sakit tidak terlepas dari peran Apoteker. Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki pendidikan, keterampilan, dan keahlian di bidang farmasi, serta memiliki hak dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian. Peran Apoteker menjadi hal penting guna mewujudkan pelayanan kefarmasian yang ideal dengan melakukan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien (patient oriented). Pelayanan kefarmasian yang baik dapat memberikan dampak yang baik seperti peningkatan mutu pelayanan kesehatan, penurunan biaya kesehatan, dan peningkatan perilaku yang rasional dari seluruh tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan masyarakat lain. Salah satu Rumah Sakit Pendidikan tenaga kesehatan dan penelit ian adalah RSD dr. Soebandi Jember. Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan kesehatan secara multiprofesi. Berdasarkan kurikulum pendidikan profesi apoteker, mahasiswa profesi apoteker melaksanakan praktek profesi yang telah didapatkan selama menempuh pendidikan formal untuk diimplementasikan di dalam dunia kerja sehingga membentuk apoteker yang berkompeten. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan kegiatan pendidikan bagi program profesi apoteker dengan melakukan praktek secara langsung di rumah sakit sebagai salah satu bentuk pengintergrasian kegiatan dilingkungan kerja dan pendidikan, dengan adanya praktek kerja profesi mahasiswa dan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
3 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
mahasiswi dapat mencari pengalaman dan memperoleh pengetahuan sebanyak banyaknya sebelum menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di Rumah Sakit.
B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker 1. Tujuan Umum
a. Memberikan gambaran mengenai organisasi, struktur, cara, situasi dan kondisi kerja dari berbagai bentuk lapangan pekerjaan di bidang farmasi sehingga mendapat gambaran mengenai fungsi, peran dan tugas seorang apoteker b. Mempersiapkan pada calon apoteker untuk menjalani profesinya secara profesional, handal dan mandiri serta mampu menjawab tantangan. 2. Tujuan Khusus
Menghasilkan apoteker yang profesional dibidang dan tempat kerjanya masing-masing, berjiwa pancasila, berdedikasi, jujur, dapat dipercaya, memegang teguh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kode etik profesi, kreatif, inovatif, berwawasan penderita (patient oriented), mampu sebagai sumber informasi mengenai obat dan mempunyai tekad untuk selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan kemandirian profesi serta citra profesi apoteker.
C. Manfaat
Manfaat kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diharapkan mahasiswa mengenal dan memahami pelayanan farmasi rumah sakit secara lengkap serta memperoleh pengetahuan tentang peran apoteker dalam manajerial dan situasi klinis antara lain mampu memahami konsep pharmaceutical care dan mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien atau tenaga kesehatan lain.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit 1. Peraturan Perundangan Sebagai Dasar Rumah Sakit
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan pasal 1 : a. Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran dan/atau kedokteran gigi, pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya secara multiprofesi. b. Institusi Pendidikan adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik, profesi, dan/atau vokasi di bidang kedokteran, kedokteran gigi, dan/ataukesehatan lain. c. Perjanjian kerjasama adalah dokumen tertulis dalam hal penggunaan rumah sakit sebagai tempat pendidikan untuk mencapai kompetensi sebagai tenaga kesehatan. d. Mahasiswa adalah mahasiswa kedokteran, mahasiswa kedokteran gigi, atau mahasiswa bidang kesehatan lain sebagai peserta didik pada pendidikan akademik, profesi, dan vokasi yang menjalankan pembelajaran klinik di rumah sakit pendidikan. Pasal 2 tentang Pengaturan mengenai Rumah Sakit Pendidikan bertujuan: a. Menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk pendidikan dan penelitian bidang kedokteran, kedokteran gigi, dan kesehatan lain dengan mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien/klien; b. Memberikan perlindungan dan kepastian hokum bagi pasien/klien, pemberi pelayanan, Mahasiswa, dosen, subyek penelitian bidang kedokteran,
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
4
5 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
kedokteran gigi, dan kesehatan lain, peneliti, penyelenggara Rumah Sakit Pendidikan, serta Institusi Pendidikan. c. Menjamin terselenggaranya pelayanan, pendidikan dan penelitian bidang kedokteran, kedokteran gigi dan kesehatan lain yang bermutu. 2. Definisi Rumah Sakit
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 disebutkan bahwa : a. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. b. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. c. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. 3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, tugas dari Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan oleh tenaga kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan
secara
paripurna.
Untuk
menjalankan
tugas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 Rumah Sakit memiliki fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga s esuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
6 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
e. Pasien
adalah
setiap
orang
yang
melakukan
konsultasi
masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit. 4. Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit, berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi: a. Rumah Sakit Umum Kelas A Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling sedikit meliputi pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik, dan pelayanan rawat inap. Tenaga medis paling sedikit terdiri dari 18 dokter umum untuk pelayanan medik dasar, 4 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut, 6 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar, 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang, 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain, 2 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis, 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut. b. Rumah Sakit Umum Kelas B Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas B paling sedikit meliputi pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik, dan pelayanan rawat inap. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas 12 dokter umum untuk pelayanan medik dasar, 3 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut, 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar, 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang, 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain, 1 dokter subspesialis untuk setiap jenis Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
7 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
pelayanan medik subspesialis, dan 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas C paling sedikit meliputi pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik, dan pelayanan rawat inap. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas 9 dokter umum untuk pelayanan medik dasar, 2 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut, 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar, 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang, dan 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut. d. Rumah Sakit Umum Kelas D Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit meliputi pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik, dan pelayanan rawat inap. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas 4 dokter umum untuk pelayanan medik dasar, 1 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut, 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar. Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi: a. Rumah Sakit Khusus Kelas A b. Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan c. Rumah Sakit Khusus Kelas C. Rumah Sakit Khusus meliputi rumah sakit khusus ibu dan anak, mata, otak, gigi dan mulut, kanker, jantung dan pembuluh darah, jiwa, infeksi, paru, telinga-hidung-tenggorokan, bedah, ketergantungan obat, dan ginjal. Sumber daya manusia, paling sedikit terdiri dari tenaga medis, yang memiliki kewenangan menjalankan praktik kedokteran di Rumah Sakit yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
8 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kefarmasian Rumah Sakit. 5. Struktur Organisasi Rumah Sakit
Struktur organisasi adalah struktur yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab Rumah Sakit. Pengorganisasian
Instalasi
Farmasi
Rumah
Sakit
harus
mencakup
penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu. Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi Rumah Sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Hal ini menjelaskan bahwa pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal terdiri dari kepala IFRS, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu. Rumah sakit merupakan institusi yang kompleks memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan perlu dikembangkan secara terus menerus.Pola organisasi rumah sakit pemerintah pada umumnya sesuai dengan yang tertera dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor.
1045/MENKES/PER/XI/2006 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2002, tentang PedomanStruktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah. Struktur organisasi merupakan visualisasi
kegiatan dan
pelaksana kegiatan (personal) dalam suatu institusi. 6. Akreditasi Rumah Sakit
Suatu pengakuan yang diberikan pemerintah kepada RS karena telah memenuhi standar yang ditentukan. Tujuan dari akreditasi sendiri adalah : a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan RS dan SDM di RS. c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan RS. d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, dan SDM RS. Manfaat akreditasi bagi Rumah Sakit yaitu : Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
9 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
a. Terbentuknya budaya mutu dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien sesuai standar di RS. b. Terlindunginya pasien/masyarakat dari layanan kesehatan yang tidak bermutu. c. Sebagai salah satu syarat peningkatan kelas RS. d. Peningkatan kesejahteraan Rumah Sakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit pasal 40, Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi Rumah Sakit dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Lembaga independen ditetapkan oleh Menteri. Dan ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Menteri. KARS atau Komite Akreditasi Rumah Sakit adalah badan yang diakui untuk melakukan survey akreditasi rumah sakit. KARS 2012 menekankan pada pelayanan berfokus pada pasien serta kesinambungan pelayanan dan menjadikan keselamatan pasien sebagai standar utama. Hasil survei penilaian atau kelulusan untuk sistem akreditasi KARS 2012 ini berupa level pencapaian yang merupakan upaya pencapaian RS terhadap penilaian yang ditentukan. Level tersebut adalah dasar, madya, utama, dan pencapaian tertinggi adalah paripurna. Standar akreditasi yang dinilai meliputi: a. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit Contoh peran yang terkait dengan farmasi adalah peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspai (high alert medication). b. Hak Pasien dan Keluarga (HPK) Contoh peran yang terkait dengan farmasi adalah pemberian informasi mengenai pengobatan pasien. c. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK) Contoh peran yang terkait dengan farmasi adalah konseling mengenai pengobatan pasien seperti identifikasi munculnya efek samping. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
10 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
d. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) e.
Millenium Development Goal’s (MDG’s)
f. Akses Pelayanan dan Kontinuitas pelayanan (APK) g. Asessmen Pasien (AP) h. Pelayanan Pasien (PP) i.
Pelayanan Anastesi dan Bedah (PAB)
j.
Manajemen Penggunaan Obat (MPO) Contoh peran yang terkait dengan farmasi adalah seleksi, pengadaan obat, penyimpanan, peresepan, pencatatan, penyaluran (dispensing), pemberian dan pemantauan.
k. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) Contoh peran yang terkait dengan farmasi adalah komunikasi efektif dengan pasien dan keluarga pasien melalui konseling maupun PIO, komunikasi efektif antar profesional pemberi layanan kesehatan. l.
Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS) Kualifikasi staf farmasi adalah tenaga kefarmasian seperti dimaksud dalam PP No. 51 tahun 2009 yaitu Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
m. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Menerapkan hand hygiene pada 5 momen, menggunakan alat pelindung diri sesuai kebutuhan, membuang sampah pada tempat yang benar seperti sampah infeksius dalam plastik berwarna kuning, sampah umum dalam plastik berwarna hitam, sampah sitotoksik dalam plastik berwarna ungu, dan sampah benda tajam dalam tempat tertutup yang telah disediakan ( safety box). n. Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan (TKP) o. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) Pemahaman dan penerapan mengenai kesehatan kerja, kebakaran, dan kewaspadaan bencana (K3) seperti menggunakan APD saat melakukan
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
11 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
pencampuran obat sitostasika, memasang tanda peringatan pada tempat yang berisiko seperti jalan licin, bahan beracun, dan bahaya radiasi.
B. Instalasi Farmasi RumahSakit 1. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu unit di suatu Rumah Sakit yang dipimpin oleh seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa Apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional dan merupakan tempat penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan Rumah Sakit itu sendiri (Siregar, 2004). Menurut SK Menkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
Sesuai dengan SK Menkes No 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk: a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien. Tujuan pelayanan farmasi ialah : mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
12 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
paradigma baru yang berorientasi pada pasien ( patient oriented ) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian ( pharmaceutical care) 3. Tugas dan Tanggung Jawab Instalasi Farmasi
Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi: a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi; b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis PAkai yang efektif, aman, bermutu dan efisien c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis PAkai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko; d. Melaksanakan
Komunikasi,
Edukasi
dan
Informasi
(KIE)
serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan Kefarmasian; g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium Rumah Sakit. 4. Lingkup Fungsi Instalasi Farasi Rumah Sakit
Fungsi non klinik (manajerial) biasanya secara tidak langsung dilakukan sebagai bagian terpadu dan segera dari pelayanan pasien atau tidak memerlukan interaksi dengan profesi kesehatan lain. Dapat diakses hanya oleh Apoteker. Fungsi non klinik IFRS (manajerial) mencakup: a. Seleksi (penetapan spesifikasi produk & pemasok) b. Perencanaan c. Pengadaan Produksi d. Penyimpanan e. Pengemasan dan pengemasan kembali Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
13 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
f. Distribusi g. Pengendalian semua perbekalan farmasi yang digunakan di RS. Fungsi klinik yaitu fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai bagian terpadu dari perawatan pasien atau memerlukan interaksi dengan profesi kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan pasien. Fungsi klinik IFRS : 1) Pemantauan terapi obat (PTO) 2) Evaluasi penggunaan obat 3) Penanganan bahan sitotoksik 4) Pelayanan di unit perawatan kritis 5) Pemeliharaan formularium 6) Penelitian 7) Pengendalian infeksi nosokomial 8) Sentra informasi obat 9) Pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan ( Adverse Drug Reaction) 10) Sistem formularium, Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) 11) Sistem pemantauan kesalahan obat 12) Buletin terapi obat 13)
Program edukasi „ in service’ bagi Apoteker, dokter dan perawat
14) Investigasi obat 15) Unit gawat darurat 5. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun
2016
tentang
standar
pelayanan
farmasi
di
rumah
sakit,
Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung oleh pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien Pengorganisasian harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar Pelayanan Kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
14 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Gambar 1. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun. Selain Apoteker Instalasi Farmasi juga harus memiliki tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker. 6. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan perbekalan farmasi yaitu mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan,
meningkatkan
kompetensi/kemampuan
tenaga
farmasi,
mewujudkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) berdaya guna dan tepat guna serta melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
15 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent dan stent . Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Adapun sistem pengelolaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit meliputi seleksi, perencanaan dan pengadaan, distribusi dan penggunaan obat di mana rangkaian proses tersebut tidak dapat dihilangkan salah satunya dan untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan adanya manajemen pendukung yang meliputi organisasi, keuangan, manajemen sistem informasi dan manajemen SDM (Gambar 2).
Gambar 2. Siklus Managemen obat
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
16 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
a. Manajemen Pendukung (Management Support (Management Support ) 1)
Organisasi (Organization) (Organization) Fungsi dari organisasi ini meliputi membuat rancangan organisasi, membuat sistem kontrol, memadukan strategi, struktur dan kontrol; dan mengelola konflik dan perubahan. Semua aktivitas manajemen dapat dirangkum menjadi 3 (tiga) fungsi dasar, yang secara bersamasama membentuk siklus manajemen yakni: planning, yakni: planning, implementation, dan monitoring & evaluation. evaluation . Planning adalah proses menganalisis situasi saat ini, memperkirakan kebutuhan dan membangun tujuan, sasaran dan target, serta menentukan strategi, kegiatan, tanggung jawab, dan sumber-sumber untuk mencapai tujuan. Implementation adalah proses mewujudkan perencanaan melalui pengaturan dan pengarahan kerja yang meliputi pengaturan SDM, biaya, informasi, dan sumber-sumber lain untuk mencapai hasil yang diinginkan. Monitoring
adalah
proses
yang
mengacu
pada
review
yang
berkelanjutan, tingkat kelengkapan kegiatan pada suatu program dan target yang telah dicapai. Evaluation mengacu pada analisis proses dan kerja pada tujuan, sasaran dan target. Memberikan feedback untuk mengetahui apakah rancangan telah ditemukan dan sebab-sebab yang membuatnya berhasil atau gagal 2)
Keuangan ( Finance) Finance) Komponen-komponen keuangan meliputi pencatatan, pembukuan, pelaporan dan analisis. Kestabilan finansial hanya dapat terjadi jika sumber dana dan biaya yang dikeluarkan seimbang dan cukup untuk mendukung
pelayanan
kesehatan
dengan
kualitas
yang
tidak
diragukan. 3)
Manajemen informasi ( Information Information Management ) Proses Perencanaan untuk pembaharuan atau peninjauan kembali sistem suplai obat termasuk dalam drug manjemen information system
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
17 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
( DMIS DMIS ) yang merupakan sistem pengaturan untuk mengumpulkan, memproses, melaporkan, dan menggunakan sistem informasi untuk membuat keputusan. Data-data obat tersebut digunakan sebagai informasi untuk perencanaan, aktivitas, memperkirakan permintaan, pengalokasian, sumber daya, monitoring dan evaluasi manajemen obat. 4)
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Suatu proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data rumah sakit. Sistem Informasi ini mencakup semua Rumah Sakit umum maupun khusus, baik yang dikelola secara publik maupun privat sebagaimana diatur dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Rumah Sakit(Anonim, 2009). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1171 tahun 2011 telah mengatur tentang Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). Rumah sakit wajib melaksanakan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang merupakan suatu proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data rumah sakit yang digunakan sebagai aplikasi sistem pelaporan rumah sakit kepada Kementerian Kesehatan yang meliputi data identitas rumah sakit, data ketenagaan yang bekerja di rumah sakit,
data
rekapitulasi
penyakit/morbiditas
pasien
kegiatan rawat
pelayanan,
data
kompilasi
inap
data
kompilasi
dan
penyakit/morbiditas pasien rawat jalan. Penyelenggaraan SIRS bertujuan untuk merumuskan kebijakan di bidang perumahsakitan, menyajikan informasi rumah sakit secara nasional dan melakukan pemantauan, pengendalian p engendalian dan evaluasi penyelenggaraan rumah sakit secara nasional (Anonim, 2011). 5)
Sumber Daya Manusia (Human Resources) Pada sektor farmasi tujuan manajemen sumber daya manusia adalah untuk mengembangkan dan mepertahankan terpenuhinya jumlah tenaga profesional yang memiliki motivasi dalam memberikan pelayanan kefarmasian semaksimal mungkin. Mengatasi tantangan
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
18 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
sumber daya manusia secara efektif membutuhkan kepemimpinan yang baik dan manajemen disemua level. Peran manajemen sumber daya manusia juga perlu diperluas, diperlukan mengubah pandangan lama bahwa sumber daya manusia memiliki fungsi utama administratif dengan pandangan bahwa semua staf bekerjasama dengan manajer atau semua sumber daya manusia yang ada bekerjasama untuk mendukung tujuan kesehatan organisasi dan memastikan bahwa staf yang tepat dengan keterampilan yang tepat berada di tempat yang tepat untuk memenuhi tujuan organisasi ini. Komponen-komponen dari sumber daya manusia ini antara lain meliputi leadership, analisa/desain jabatan, planning, performance appraisal, pengelolaan perubahan. Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu kapasitas tempat tidur dan BOR, jumlah resep atau formulir tiap hari, volume perbekalan farmasi, idealnya 30 tempat tidur untuk 1 orang apoteker (pelayanan kefarmasian) b. Pemilihan (Selection) Seleksi merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di Rumah Sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk
dan
dosis
memprioritaskan
obat,
obat
menentukan
esensial,
kriteria
standarisasi,
pemilihan
sampai
dengan
menjaga
dan
memperbaharui standar obat. Beberapa hal yang termasuk kriteria dalam seleksi obat adalah : 1) Mempunyai rasio manfaat-resiko yang paling menguntungkan pasien 2) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavaibilitas 3) Praktis dalam penyimpanan, 4) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan 5) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien, 6) Mempunyai
rasio
manfaat
biaya
yang
tertinggi
berdasarkan
biayalangsung dan tak langsung. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
19 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Untuk obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria : 1) Obat hanya bermanfaat bagi pasien dalam bentuk kombinasi tetap, 2) Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi dari masing-masing komponen. 3) Perbandingan perbandingan
dosis yang
komponen tepat
untuk
kombinasi sebagian
tetap besar
merupakan pasien
yang
memerlukan, 4)
Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-bia ya,
5) Untuk antibiotik kombinasi tetap harus dapat mencegah/mengurangi terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya c. Procurement 1) Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pelayanan farmasi. Perencanaan perbekalan farmasi merupakan proses kegiatan pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi dengan tujuan untuk mendapatkan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan anggaran serta menghindari kekosongan. Metode yang dapat digunakan dalam perencanan adalah : a)
Epidemiologi Metode
perencanaan
berdasarkan
pada
epidemiologi
atau
morbiditas.bertujuan untuk : Mengetahui kebutuhan perbekalan kesehatan suatu populasi masyarakat tertentu (obat program KB, obat program imunisasi), Memperkirakan kebutuhan obat atas dasar data epidemiologi b)
Konsumsi Perhitungan kebutuhan didasarkan pada data riil konsumsi obat periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
c)
Kombinasi keduanya Analisis pareto atau ABC dan VEN diperlukan untuk merencanakan pengadaan kebutuhan dengan dana yang terbatas. Analisis pareto atau ABC ini membagi obat dalam 3 kelompok yaitu :
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
20 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
A : obat-obat yang menyerap dana hingga 80 % dari total dana namun jumlahnya kurang dari 10 % jenis obat. Kelompok ini membutuhkan pengawasan yang lebih dibandingkan kelompok obat lain terkait dengan besarnya dana yang terserap.
B : obat-obat yang menyerap dana ± 15 % dari total dana dengan jenis obat sekitar 20 % dari keseluruhan jenis obat.
C : obat-obat yang menyerap dana ± 5 % dari dana total dengan jenis obat sekitar 70 % dari keseluruhan jenis obat.
Sistem analisis VEN membagi obat dalam 3 kelompok, yaitu:
V : Vital ,
adalah
kelompok
obat
yang
sangat
penting
keberadaannya karena merupakan obat-obatan life saving , dimana kelompok obat ini dapat mencegah kematian atau kecacatan yang permanen.
E : Essential , adalah kelompok obat yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan kondisi pasien.
N : Non Essential , adalah kelompok obat-obatan yang tingkat urgensinya paling kecil.
2) Pengadaan ( Procurement ) Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan. Proses pengadaan yang baik adalah : a) Mendapatkan obat yang benar dengan jumlah yang benar. b) Harga pembelian yang serendah mungkin. c) Kualitas sesuai standar yang dipersyaratkan d) Pelayanan dan kualitas supplier dapat dipercaya. e) Pengaturan waktu pengiriman (mencegah kekosongan stock) Pengadaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit dapat dilakukan secara produksi, pembelian, dropping atau bantuan. Pembelian sendiri dapat dilakukan secara tunai (cash) atau kredit tergantung kesepakatan dengan distributor terkait. Pengadaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit milik pemerintah umumnya pendanaannya bersumber dari pemerintah Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
21 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
(APBN, APBD) atau swadana. Pendanaan swadana berarti dana untuk pemenuhan pengadaan perbekalan farmasi berasal dari dana Rumah Sakit. Proses pengadaan dapat dilakukan secara tahunan, triwulan, bulanan, mingguan dan insidentil. Dasar untuk menentukan jumlah pengadaan yaitu buffer stock , reordering level , economic order quantity, dan lead tim. 3) Distribusi Sistem distribusi dapat dioperasikan dengan salah satu dari tiga metode, tergantung pada kebijakan dan kondisi suatu Rumah Sakit: a)
Sistem distribusi terpusat/sentralisasi Sentralisasi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua unit rawat inap di Rumah Sakit secara keseluruhan. Artinya, di Rumah Sakit itu hanya satu IFRS tanpa adanya depo/satelit IFRS di beberapa unit pelayananan.
b)
Sistem distribusi desentralisasi Sistem ini dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di sebuah Rumah Sakit. Pada dasarnya sistem distribusi desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, tetapi sistem distribusi desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh Apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.
c)
Sistem distribusi kombinasi Sistem ini hanya dosis awal dan dosis keadaan darurat yang dilayani di depo/satelit IFRS. Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral.
4) Dispensing Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan atau meracik obat, memberikan label atau etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
22 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Gambar 3. Drug Dispensing Cycle (Quick, et al., 1997)
Tahap-tahap dalam dispensing cycle meliputi : a) Receive and Confirm Tahap menerima resep dan mengkonfirmasi tentang kondisi dan karakteristik pasien (nama pasien, berat badan, dewasa/orang tua, alamat, sedang hamil/menyusui, sedang terapi dan lain-lain). Tindakan ini penting jika depo dalam keadaan ramai pasien dan untuk menghindari kesalahan pemberian obat. Pemeriksaan silang nama dan identitas pasien harus dikerjakan saat sedang menyerahkan obat. b) Interpret and verivy : Patient, drug, dose Pemeriksaan tentang aspek umum dan administratif kelengkapan resep; aspek farmasetik yaitu adanya inkompatibilitas fisika dan kimia, adanya interaksi obat dan aspek farmakologi. Dikerjakan oleh Apoteker yang mempunyai kemampuan dalam hal membaca resep, dapat secara benar menginterpretasikan setiap singkatan yang digunakan oleh penulis resep, dapat menegaskan bahwa dosis-dosis yang diresepkan ada pada tingkat normal untuk pasien dengan memperhatikan umur dan jenis kelamin, dapat dengan benar melakukan setiap perhitungan dosis dan kuantitas obat yang diresepkan serta dapat mengidentifikasi setiap interaksi yang mungkin terjadi antara obat-obat yang diresepkan c) Prepare and Label
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
23 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Pengerjaan obat merupakan bagian pokok dari proses dispensing . Proses ini dimulai sejak resep telah jelas dipahami dan kuantitas telah dihitung, meliputi mempersiapkan obat yang dipesan (obat jadi maupun obat racikan) dan memberi label yang benar dan jelas pada etiket. Label harus sejelas mungkin meliputi nama pasien dan cara pakai. d) Record and Endorse Proses ini meliputi pencatatan data pasien dan obat yang diberikan. Manfaat yang bisa diambil adalah sebagai data untuk melacak setiap masalah yang mungkin terjadi yang berkenaan dengan obat-obat yang diterima oleh pasien. e) Counsel and Supply Penyerahan obat dan pemberian informasi kepada pasien dengan jelas dan lengkap untuk memaksimalkan tujuan terapi, meliputi :
Kapan harus meminum obat (khususnya berkaitan dengan makanan dan obat-obatan lain).
Bagaimana harus meminum obat (dikunyah, ditelan seluruhnya, diminum dengan banyak air minum).
Bagaimana harus menyimpan dan menjaga obat.
Peringatan tentang efek-efek samping sebaiknya diberikan dengan hati-hati. Efek samping biasa dan tidak merugikan (mual, warna urin berubah dan sebagainya), sebaiknya diinformasikan untuk mencegah pasien ketakutan sehingga menghentikan pengobatan Adapun macam-macam sistem dispensing obat di Rumah Sakit yaitu: a)
Sistem resep individu (individual prescription) Resep individu adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Sistem ini biasanya digunakan oleh Rumah Sakit kecil atau Rumah Sakit pribadi, karena memudahkan cara untuk menarik pembayaran atas obat yang digunakan pasien dan
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
24 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
memberikan pelayanan kepada pasien secara perorangan.. Keuntungan sistem individual prescription antara lain :
Semua pesanan obat langsung diperiksa oleh Apoteker.
Memungkinkan interaksi antara Apoteker, dokter, perawat, dan pasien.
Meningkatkan pengawasan obat-obatan dengan lebih teliti. Memberikan cara yang cocok melaksanakan pembayaran obat-obatan yang digunakan pasien.
Akan
tetapi
sistem
ini
mempunyai
kerugian
yaitu
meningkatkan kebutuhan personel bagian farmasi untuk tugas melayani resep perorangan. b)
Sistem persediaan lengkap di ruangan Keuntungan sistem floor stock antara lain:
Adanya persediaan obat-obatan yang siap pakai untuk pasi en.
Pengurangan transkrip pesanan obat bagi farmasi.
Pengurangan jumlah personil farmasi yang dibutuhkan
Kerugian pada sistem floor stock antara lain:
Kesalahan pemberian obat bertambah besar karena Apoteker tidak memeriksa ulang pesanan obat
Meningkatkan persediaan obat di setiap pos perawatan.
Meningkatkan kemungkinan kerusakan obat dan pencurian obat.
Meningkatkan biaya dalam hal menyediakan fasilitas tempat penyimpanan obat yang memadai pada tiap pos perawatan.
Dibutuhkan tambahan waktu kerja bagi perawat untuk menangani obat-obatan.
c)
Kombinasi floor stock dan individual prescription Sistem ini umumnya digunakan oleh Rumah Sakit yang menggunakan sistem penulisan resep pesanan obat secara individual sebagai sarana utama penjualan obat tetapi juga memanfaatkan sistem floor stock secara terbatas.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
25 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
d)
Unit dose dispensinnf ( UDD) Keuntungan penerapan sistem UDD antara lain : Keuntungan bagi Apoteker :
Menciptakan
pemeriksaan
ganda
dengan
memberi
kesempatan pada Apoteker untuk melakukan pemantauan pengobatan
pasien
sehingga
mengurangi
kemungkinan
kesalahan obat.
Memperluas ruang lingkup pengawasan Apoteker diseluruh Rumah Sakit.
Apoteker dapat keluar dari unit farmasinya dan mengunjungi bangsal-bangsal untuk menjalankan tugasnya yaitu pelayanan informasi obat.
Apoteker merupakan mitra kerja dokter yang berperan sebagai drug consultant dan drug informan bagi dokter.
Keuntungan bagi dokter:
Dokter mempunyai partner dalam memberikan pengobatan kepada pasien.
Kemungkinan
kesalahan
dalam
penulisan
resep
atau
penggunaan obat dapat ditelaah oleh Apoteker sehingga mengurangi resiko yang mungkin terjadi.
Dokter dibantu Apoteker dalam memberikan informasi obat kepada pasien.
Keuntungan bagi pasien :
Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik karena pelayanan obat dilakukan secara teratur untuk setiap kali dosis pengobatan sehingga pemakaian obat oleh pasien lebih terkontrol.
Pasien hanya membayar obat dan alkes yang digunakan saja, biaya pengobatan lebih kecil.
Pasien mendapat obat dengan kerasionalan yang dapat terjaga.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
26 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Pasien mendapat tepat obat
Keuntungan bagi perawat:
Semua obat yang dibutuhkan pasien di bagian perawatan dipersiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai lebih banyak waktu untuk merawat pasien.
Meniadakan duplikasi pesanan obat dankertas saja yang berlebihan
di
bagian
perawatan.
Perawat
mempunyai
kesempatan memeriksa ulang obat-obat yang telah dikemas oleh bagian farmasi sebelum diberikan kepada pasien, sehingga memperkecil peluang terjadinya kesalahan Keuntungan manajemen rumah sakit secara umum :
Pemanfaatan tenaga profesional yang lebih efisien.
Meniadakan
kemungkinan
terjadinya
kebocoran
dan
pemborosan obat. Adapun kerugian penerapan sistem UDD adalah :
e)
Dibutuhkan modal kerja yang besar.
Dibutuhkan SDM dalam jumlah banyak.
Dibutuhkan pengetahuan farmasi klinik yang baik.
One daily dose disensin (ODDD) Dalam metode ini pasien mendapat obat yang sudah dipisah pisah untuk pemakaian sekali pakai, tetapi obat diserahkan untuk sehari pakai pada pasien. Kelebihan dari sistem ODDD adalah tenaga dan pengemas yang diperlukan tidak sebanyak UDD karena obat disiapkan sekaligus untuk keperluan selama 24 jam. Kekurangan dari sistem ODDD adalah administrasi lebih rumit, terjadinya kesalahan obat lebih besar.
C. Tim Farmasi dan Terapi 1. Tujuan dan Sasaran PFT
Panitia Farmasi dan Terapi merupakan organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
27 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Tujuan dari PFT adalah: a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya. b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan. 2. Fungsi PFT
Fungsi serta Ruang Lingkup Panitia Farmasi dan Terapi : a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama. b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis. c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus. d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
28 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat. 3. Susunan organisasi PFT
Susunan kepanitian PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat : a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, apoteker, dan perawat untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. b. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi, sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. c.
PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat. 4. Tugas dan Tanggung Jawab PFT
Tugas PFT berdasarkan Permenkes No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit adalah: a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit; b. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium Rumah Sakit; c. Mengembangkan standar terapi; d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
29 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional; f. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki; g. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error; h. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit. Tanggung Jawab PFT antara lain : a. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional. b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait. d. Melaksanakan
pengkajian
pengelolaan
dan
penggunaan
obat
dan
memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.
D. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Surat Edaran Direktur Jenderal
Bina
Pelayanan
Medik
Nomor
HK.03.01/III/3744/08
tentang
Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit. Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost effectiveness. Panitia Pengendali Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri dari staf medis, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya. Pengendalian infeksi rumah sakit bertujuan untuk :
Menunjang pembuatan pedoman pencegahan infeksi.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
30 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang akan digunakan di rumah sakit.
Melaksanakan pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.
Melaksanakan penelitian ( surveilans) infeksi nosokomial di rumah sakit
1. Tugas dan Fungsi Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting untuk dilaksanakan di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya sebagai tempat pelayanan kesehatan disamping sebagai tolak ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari risiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas dan berkunjung ke suatu Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Perlu diketahui bahwa keberhasilan program PPI di Rumah Sakit perlu keterlibatan lintas profesional, Klinis, Perawat, Laboratorium, K3L, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi dan House Keeping sehingga perlu wadah berupa Komite PPI. Dalam Komite PPI anggotanya saling bekerja sama dan dukungan dari manajerial untuk terlaksananya program PPI dengan baik. Bila Program PPI ini terlaksana dengan baik maka mutu pelayanan Rumah Sakit akan terjamin baik. Komite PPI diharapkan membantu Rumah Sakit dalam menyiapkan diri menghadapi Emerging Infectious Diseases (Darmadi, 2008). Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) disusun agar dapat mencapai visi, misi dan tujuan dari penyelenggaraan PPI. PPI dibentuk berdasarkan kaidah organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif dimaksud agar sumber daya yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal 2. Peran Apoteker pada Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infekso
a. Bekerjasama dengan tim pengendali infeksi nosocomial untuk memantau produk yang dihasilkan oleh pusat sterilisasi, memberikan masukan dan
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
31 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
arahan pada pemakai dilapangan dalam mengatasi atau menurunkan angka kejadian infeksi di rumah sakit. b. Penetapan kebijakan dan prosedur internal instalasi farmasi dalam penyiapan sediaan steril. Misalnya penetapan kebijakan pencampuran dalam laminar air flow cabinet oleh tenaga yang terlatih c. Penetapan kebijakan penggunaan sediaan antibiotic steril sekali pakai (single-dose package) dan penggunaan sediaan steril dosis ganda (multiple-dose container). d. Penandaan
yang
benar
termasuk
pencantuman
tanggal
dan
jam
kadaluwarsa serta kondisi penyimpanan sediaan antibiotik. e. Peningkatan kepatuhan terhadap kewaspadaan baku (standard precaution) oleh tenaga kesehatan, pasien dan petugas lain yang terlibat dalam perawatan pasien. dengan cara menjamin ketersediaan alat kesehatan sekali f. Bekerjasama dalam penyusunan pedoman penilaian resiko paparan, pengobatan, penggunaan antiseptic dan disinfektan dan pemantauan terhadap pasien dan tenaga kesehatan yang pernah kontak dengan pasien penyakit infeksi
E. Central Sterilization Supply Deparetment (CSSD) 1. Tugas dan Fungsi CSSD
Instalasi sterilisasi sentral menerima permintaan steril instrument, linen dan bahan-bahan habis pakai setiap hari kerja kecuali untuk Instalasi Bedah Central dan Cito. Metode yang digunakan oleh instalasi sterilisasi sentral yaitu metode sterilisasi uap panas (Dry Stem) dengan menggunakan 2 buah autoklaf dengan suhu 121OC dan 135OC. Instrumentasi yang disterilkan oleh CSSD yaitu linen OK, linen farmasi untuk kemoterapi, bahan-bahan steril habis pakai, dan alat-alat untuk operasi. Berdirinya CSSD di Rumah Sakit dilatar belakangi oleh : a. Besarnya angka kematian akibat infeksi nosokomial. b. Kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia di lingkungan Rumah Sakit. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
32 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
c. Merupakan salah satu pendukung jaminan mutu pelayanan Rumah Sakit. Tugas utama CSSD di Rumah Sakit adalah : a. Menyediakan peralatan medis untuk perawatan pasien. b. Melakukan proses sterilisasi alat/bahan. c. Mendistribusikan alat dan bahan habis pakai steril yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar operasi, dan ruang lain yang membutuhkan. d. Berpartisipasi dalam pemilihan alat dan bahan yang aman, efektif, bermutu e. Mempertahankan
stok
inventory
yang
memadai
untuk
keperluan
perawatan. f. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi, maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu. g. Memberikan penyuluhan tentang hal yang berkaitan dengan masalah sterilisasi. h. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nosokomial. i.
Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi CSSD baik yang bersifat intern dan ekstern.
Peran Apoteker di CSSD a. Apoteker menyusun pedoman di rumah sakit agar dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan instalasi pusat sterilisasi selain itu dengan adanya hal tersebut mampu meningkatkan mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan sehingga mampu menekan kejadian infeksi nosocomial di rumah sakit yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pela yanan. b. Untuk mencegah terjadinya infeksi nosocomial maka apoteker yang mempunyai pengalaman dibidang sterilisasi diwajibkan memberikan pengarahan kepada tenaga medis lain agar terbentuk kerjasama yang baik dan memberikan tugas kepada masing-masing tenaga medis dengan tujuan untuk mencegah risiko terjadinya infeksi bagi pasien dan pegawai di rumah sakit.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
33 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
c. Apoteker mengadakan pengawasan dan control mutu terhadap hasil sterilisasi sehingga mampu mengevaluasi hal-hal apa saja yang dirasa kurang didalam sterilisasi tersebut
F. Instalasi Pengelolaan Air dan Limbsh (IPAL)
Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan dilingkungannya. Pembuangan limbah yang berjumlah besar ini paling baik jika dilakukan dengan membeda-bedakan limbah ke dalam berbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah Rumah Sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi dan trauma (injury). Tiga kategori orang yang dapat terpapar dengan limbah berbahaya dari Rumah Sakit, yaitu : 1.
Pasien dan personel dari Rumah Sakit dan pengunjung.
2.
Personal yang memberikan pelayanan, misalnya mereka yang terikat kontrak kerja seperti tukang cuci, tukang sampah dan sebagainya.
3.
Pasien rawat jalan seperti yang sedang menjalani dialisis darah Untuk mengurangi resiko kesehatan sehubungan dengan limbah Rumah
Sakit, maka dibutuhkan program kesehatan yang mencakup : 1. Penggunaan bahan yang aman atau lebih tidak berbaha ya. 2. Penggunaan pewadahan tertutup untuk bahan-bahan yang bersifat volatil. 3. Penggunaan ventilasi yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan kerja. 4. Penggunaan alat pelindung (masker, sarung tangan dan sebagainya). 5. Penggunaan wadah dengan warna yang berbeda untuk setiap jenis limbah. 6. Pemantauan rutin terutama terhadap aktivitas yang beresiko tinggi. 7. Penggunaan analisis epidemiologis terhadap aktivitas yang beresiko ti nggi. Asal limbah dari kegiatan Rumah Sakit bervariasi dari satu institusi ke institusi lainnya sesuai dengan besarnya aktivitas. Seluruh limbah ini dapat berpotensi menimbulkan infeksi. Kadang kala, limbah residu insinerasi dapat dikategorikan sebagai limbah berbahaya bila insinerator sebuah Rumah Sakit tidak sesuai dengan kriteria, atau tidak dioperasikan sesuai dengan kriteria. Limbah dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
34 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit dapat diklasifikasikan dalam kategori utama, yaitu : 1.
Limbah umum : sejenis limbah domestik, bahan pengemas, makanan binatang non-infeksius, limbah dari cuci serta materi lain yang tidak membutuhkan penanganan spesial atau tidak membahayakan kesehatan manusia serta lingkungan
2.
Limbah patologis (jaringan manusia) : terdiri dari jaringan-jaringan, organ, bagian tubuh, plesenta, bangkai binatang, darah dan cairan tubuh.
3.
Limbah radioaktif : berupa padat, cair maupun gas yang terkontaminasi dengan radionuklisida, dan dihasilkan dari analisis in-vitro terhadap jaringan tubuh dan cairan, atau analisis in-vitro terhadap organ tubuh dalam pelacakannya atau lokalisasi tumor, maupun dihasilkan dari prosedur terapi
4.
Limbah kimiawi : berupa padatan, cairan maupun gas misalnya berasal dari pekerjaan diagnostik atau penelitian, pembersihan atau pemeliharaan atau prosedur desinfeksi. Perlakuan terhadap limbah ini sama seperti limbah berbahaya misalnya obat-obat sitotoksik. Limbah kimiawi yang tidak berbahaya misalnya gula, asam amino, garam-garam organik lainnya.
5.
Limbah berpotensi menular (infeksius) : mengandung mikroorganisme patogen yang dilihat dari konsentrasi dan kuantitasnya bila terpapar pada manusia maka dapat menimbulkan penyakit. Kategori yang termasuk limbah ini antara lain jaringan dan agen-agen infeksi dari kegiatan laboratorium, dari ruang bedah atau dari autopsi pasien yang mempunyai penyakit menular atau dari pasien yang diisolasi atau materi yang terkontak dengan pasien yang menjalani hemodialisis (tabung, filter, serbet, gaun, sarung tangan).
6.
Limbah farmasi (obat-obatan) : produk-produk kefarmasian, obat-obatan dan bahan kimiawi yang kadarluarsa, bahan-bahan yang dikembalikan dari ruangan isolasi pasien, atau yang terkontaminasi dan harus dibuang karena sudah tidak digunakan lagi.
7.
Limbah sitotoksik : bahan yang terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau selama tatalaksana terapi dengansitotoksik.
8.
Kontainer dalam tekanan : seperti yang digunakan untuk peragaan atau pengajaran, tabung yang mengandung gas dan aerosol yang dapat meledak
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
35 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
bila diinsinerasi atau bila mengalami kerusakan karena kecelakaan (tertusuk dan sebagainya). 9.
Benda-benda tajam yang biasa digunakan dalam kegiatan Rumah Sakit : jarum suntik, syringe, gunting, pisau, kaca pecah, gunting kuku dan sebagainya yang dapat menyebabkan orang tertusuk (luka) dan terjadi infeksi. Benda-benda ini dapat terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan sitotoksik. Dari jenis limbah klinis tersebut yang membutuhkan perhatian sangat
khusus adalah limbah yang dapat menyebabkan penyakit ( waste) atau limbah biomedis, diantaranya : 1.
Limbah human anatomical : jaringan tubuh manusia hasil amputasi.
2.
Limbah laboratorium mikrobiologi : jaringan tubuh, mikroorganisme, vaksin atau peralatan laboratorium yang terkontak dengan bahan-bahan tersebut.
3.
Limbah darah dan cairan manusia atau bahan/peralatan yang terkontaminasi, tidak termasuk dalam kategori ini adalah urin dan tinja
4.
Limbah-limbah benda tajam seperti jarum suntik, gunting, pecahan kaca. Limbah dari Rumah Sakit berdasarkan konsistensinya dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat Rumah Sakit adalah semua limbah Rumah Sakit yang berbentuk padat yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. Limbah medis padat sendiri merupakan limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah sitotoksik dan limbah benda tajam. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari tindakan selain tindakan medis. Sedangkan Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan Rumah Sakit yang kemungkinan mengandung mikrobia, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Menurut sudarmadji 2002 suatu komponen lingkungan dapat dikatakan tercemar apabila mengandung zat pengotor/ pencemaran pada konsentrasi tertentu. Zat pencemar tersebut antara lain:
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
36 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
1. Zat tersuspensi
Zat tersuspensi lazimnya terdiri dari zat organik dan anorganik yang melayang di dalam air. Secara fisik zat tersuspensi ini sebagai penyebab kekeruhan air. Disamping itu zat tersuspensi penyebab tingginya parameter pencemaran lain seperti halnya COD, dan apabila zat tersuspensi tersebut merupakan zat organik biodegradable maka parameter BOD juga akan tinggi. Pada proses desinfeksi zat tersuspensi ini sebagai penyebab tidak efektifnya proses tersebut karena mikroorganisme dapat tinggal di dalam zat tersuspensi sehingga kontak antara sisa khlor (disinfectant ) dengan mikroorganisme tidak terjadi. 2. Biologi cal Oxygen Demand (BOD)
BOD sesungguhnya bukan merupakan parameter yang ada secara fisik, namun lebih cenderung merupakan indikator tingkat pencemaran pada limbah cair, dan badan air. BOD didefinisikan sebagai jumlah atau banyak oksigen (O2) terlarut yang dikonsumsi oleh mikroorganisme aerobik untuk merombak zat organik biodegradable menjadi zat dengan bentuk sederhana selama 5 hari dan suhu 20°C akan mati. Semakin tinggi BOD maka akan banyak O2 terlarut yang hilang, sehingga apabila O2 terlarut pada badan air atau limbah yang bersangkutan habis, mikroorganisme aerobik anaerob yang akan melanjutkan perombakan zat organic, disebut anaerobic atau proses septik atau proses pembusukan. Sebagai indikator adanya proses perombakan anaerobic ini adalah timbulnya bau busuk yang semakin lama semakin menyengat. 3. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD didefinisikan sebagai jumlah atau banyaknya O2 yang diperlukan untuk merombak zat organik dengan mempergunakan zat kimia K2 (CrO7) di dalam asam (H2SO4) pada suhu dan waktu tertentu. Efisiensi perombakan zat organik yang ditujukan oleh COD berkisar 95-100 % dari perhitungan teoritis. Semakin tinggi COD maka akan semakin tinggi pula tingkat pencemaran yang ada. COD memberikan informasi yang lebih banyak dari pada BOD karena zat yang dirombak oleh bikhromat tidak hanya zat organik saja, namun termasuk Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
37 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
zat anorganik, reduktor dan zat tersuspensi kecuali unsur nitrogen seperti ammonia (NH3) nitrit (NO2) 4. Minyak dan lemak
Parameter minyak-lemak cerminan dari beberapa unsur minyak dan lemak yang terkandung di dalam limbah cair maupun badan air. Parameter ini sesungguhnya agak kasar karena disamping tidak dapat menunjukan masingmasing unsur seperti spesifik, juga beberapa unsur seperti chloropyl , pewarna organik dan senyawa sulfur ikut terdeteksi. Minyak-lemak dan zat terapung lainnya akan sangat mempengaruhi air badan air, baik secara setetis maupun secara fisik dan kimia akan merusak kualitasnya. Adanya minyak-lemak pada badan
air
akan
menghambat
proses
aerasi
sehingga
hal
ini
akan
mengakibatkan timbulnya proses degradasi anaerobik yang menimbulkan bau busuk disamping itu mematikan ikan. Di dalam perpipaan/saluran pengolahan limbah minyak dan lemak akan menyebabkan kebutuhan dan mematikan mikroorganisme aerob dan anaerob sehingga proses bio-treatment pada instalasi pengolahan limbah akan gagal. 5. Phenol
Phenol terdapat pada limbah cair pengilangan minyak, industri kimia, proses hidrolisis, degradasi mikrobiologis. Phenol meracuni ikan maupun organisme yang menjadi makanan ikan pada badan air, karena phenol akan mengikat O2 terlarut sehingga ketersediaan O2 di dalam badan air akan menurun dengan drastis, toksisitas phenol di dalam badan air akan meningkat apabila O2 terlarut rendah, salinitas meningkat dan suhu meningkat. 6. Deterjen
Detergen sering disebut juga surface active agent atau surfactant dalam air detergen tersebut pada permukaan air dan mempunyai sifat menghilangkan tegangan permukaan pada air dan menimbulkan buih. Terdapat 2 macam detergen yaitu detergen anion (tetra propyl benzene trimetyil ammonium bromide, CTAB) namun dipasarkan detergen anion lebih
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
38 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
banyak dikonsumsi karena mudah di rombak oleh mikroorganisme, sehingga tidak terlarut mencemari lingkungan. 7. Amonia, nitrit dan nitrat
Ketiga senyawa nitrogen tersebut mempunyai keterikatan satu sama lain, karena ketiganya berasal dari degradasi mikrobiologis dari nitrogen organic yang membentuk ammonia, nitrit dan akhirnya nitrat. 8. Sulfida
Sulfida lazimnya berupa gas H2S yang larut dalam air. Sulfida terlalu tinggi pada limbah cair akan menyebabkan pertumbuhan bakteri belerang sangat pesat. Hal ini dapat mengakibatkan korosi pada pasangan beton dan logam. Sulfida yang larut dalam air sangat berbahaya pada binatang air meskipun hal ini tergantung pula pada suhu, pH dan O2 larut. 9. Sianida
Sianida banyak terdapat pada limbah industri seperti pelapisan logam (electroplating ), baja dan lain-lain. Sianida merupakan zat kimia beracun terutama pada kehidupan air meski pada konsentrasirendah sekalipun, karena sianida akan menggangu metabolisme O2 dengan menghambat aktivitas enzim chytochrome oxidase. 10. Logam Berat
Beberapa logam berat seperti halnya cadmium (Cd), chromium (Cr), timbal (Pb), dan merkuri (Hg) merupakan zat kimia yang sangat beracun dan keberadaannya di dalam cair, padat maupun pada air bersih dan air minum harus di batasi dan diawasi dengan ketat. 11. Bakteri Patogen
Bakteri phatogen adalah bakteri yang menimbulkan penyakit, maka bakteri tersebut harus dihindari. Limbah cair yang terutama berasal dari aktivitas rumah tangga, hotel, Rumah Sakit dan laboratorium kesehatan sangat potensial mengandung bakteri phatogen, oleh sebab itu limbah dari kegiatan tersebut harus di awasi pembuangannya agar tidak menjadi sumber penyakit, terlebih limbah tersebut dibuang ke perairan yang dimanfaatkan sehari-hari, irigasi, perikanan dan sebagainya. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
BAB III TINJAUAN UMUM
A. Tinjauan Umum Tentang RSD dr. Soebandif 1. Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1998, rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi merupakan Rumah Sakit pendidikan daerah tipe B. Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi berlokasi di jalan dr. Soebandi, kelurahan Patrang, kabupaten Jember. Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi sebelum tahun 1963 berada di jalan Nusa Indah yang sekarang menjadi Rumah Sakit Paru. Kemudian rumah sakit ini pindah ke lokasi yang baru yaitu di Jalan dr. Soebandi nomor 124 Kelurahan/Kecamatan Patrang, yang telah disediakan lahan tanah dan bangunan yang cukup untuk pengembangan rumah sakit. Luas tanah RSD dr. Soebandi Jember seluruhnya 2 43.722.00 m , sedangkan luas gedung/bangunan hanya menempati sepertiga
lahan tersebut yaitu 14. 776,67 m 2. RSD dr. Soebandi merupakan Rumah Sakit tipe B Pendidikan yang ditetapkan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1097/Menkes/SK/IX/2002. Berdasarkan Peraturan Bupati Jember Nomor 70 Tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi, Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi adalah suatu sarana kesehatan yang berada di lingkungan pemerintahan kabupaten Jember yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati. Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi merupakan Rumah Sakit rujukan untuk daerah Jawa Timur bagian timur yang meliputi Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo dan Lumajang. Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi sebelumnya merupakan Rumah Sakit tipe B non pendidikan yang Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
39
40 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
sekarang berubah menjadi Rumah Sakit Daerah tipe B pendidikan, Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi menjadi rujukan tempat pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan seperti dokter, apoteker, perawat dan bidan baik dari daerah karesidenan Besuki maupun wilayah lain. Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pertanggung jawaban keuangan tidak lagi kepada Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip prinsip akuntabilitas transparansi dan efisiensi. Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri pimpinan lembaga Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya, dengan mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan
dan
kesetaraan
layanan,
biaya
serta
kemudahan
untuk
mendapatkan layanan. Dalam hal ini Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi merupakana BLU (Badan Layanan Umum) dengan standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala daerah. Standar pelayanan minimal harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut: a. Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD. b. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. c. Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya. d. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD. e. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan. 2. Falsafah, Visi, Misi, Motto dan Fungsi RSD dr. Soebandi
Adapun falsafah, visi, misi, tujuan, motto, filosofi, dan nilai-nilai dari RSD dr. Soebandi adalah: Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
41 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
a. Falsafah 1) Penyelenggaraan RSD dr. Soebandi berasaskan Pancasila dan UUD 1945. 2) Mengutamakan peri kemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata serta meningkatkan masyarakat akan kemampuannya sendiri. 3) Mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada kepentingan individu atau golongan. b. Visi Menjadi Rumah Sakit pendidikan yang bermutu, mandiri, dan menjadi pilihan utama masyarakat. c. Misi 1) Menyelenggarakan pelayanan Rumah Sakit yang bermutu, berorientasi pada kepuasan pelanggan yang menjadi pilihan utama masyarakat; 2) Melaksakana fungsi Rumah Sakit pendidikan yang berbasis pada ilmu dan teknologi kedokteran; 3) Menjalin kemitraan untuk mencapai kemandirian Rumah Sakit; 4) Menjadi Rumah Sakit pusat rujukan wilayah Jawa Timur bagian Timur. d. Motto Melayani dengan hati, senyum dan ramah, adalah wujud komitmen kami. e. Fungsi 1) Pelaksana pelayanan medis, penunjang medis dan non medis 2) Pelaksana pelayanan dan asuhan keperawatan. 3) Pelaksana pelayanan rujukan. 4) Pelaksana pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. 5) Pelaksana penelitian dan pengembangan kesehatan 3. Struktur Organisasi RSD dr Soebandi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jember nomor 15 pada tanggal 20 November 2008, nama RSUD Dr. Soebandi diganti dan sekaligus dibuat struktur organisasi yang baru. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
42 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
RSD dr. Soebandi dipimpin oleh seorang Direktur dengan dibantu oleh 3 wakil direktur, yaitu : a. Wakil Direktur Umum dan Keuangan, membawahi tiga ba gian yaitu: 1) Bagian Umum, membawahi sub bagian Tata Usaha dan sub bagian Rumah Tangga. 2) Bagian Perencanaan, membawahi sub bagian Penyusunan Program dan Anggaran serta sub bagian Monitoring dan Evaluasi. 3) Bagian
Keuangan
dan
Akutansi,
membawahi
subbagian
Perbendaharaan, sub bagian Mobilisasi Dana dan sub bagian Akutansi dan Verifikasi. b. Wakil Direktur Pelayanan membawahi dua bagian : 1) Bagian Pelayanan dan Penunjang Medik, yang membawahi seksi Pelayanan Medik dan seksi Penunjang Medik. 2) Bagian Keperawatan, yang membawahi seksi Asuhan dan Profesi Keperawatan serta seksi Logistik Keperawatan c. Wakil Direktur SDM dan Pendidikan membawahi dua bagian yaitu: 1) Bagian Sumber Daya Manusia, membawahi seksi Administrasi Kepegawaian dan seksi Pengembangan SDM 2) Bagian Pendidikan dan Pelatihan membawahi dua seksi yaitu seksi Pelatihan Medik dan Pelatihan non Medik
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
43 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Gambar 4 Struktur Organisasi RSD Dr.Soebandi Kabupaten Jember
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
44 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
4. Akreditasi Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.012 Tahun 2012 Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggarakan Akreditasi (Komite Akreditasi Rumah Sakit/KARS) yang ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku
untuk
meningkatkan
mutu
pelayanan
Rumah
Sakit
secara
berkesinambungan. Pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember pada tahun 2002 sudah memenuhi akreditasi tingkat dasar yaitu memenuhi 5 pelayanan sedangkan pada tahun 2011 mendapat akreditasi tingkat lengkap dengan memenuhi 16 pelayanan, yaitu : a. Administrasi dan Manajemen Rumah Sakit b. Pelayanan Medik c. Pelayanan Gawat Darurat d. Pelayanan Keperawatan e. Pelayanan Rekam Medik f. Pelayanan Farmasi g. Pelayanan K3 h. Pelayanan Radiologi i.
Pelayanan Laboratorium
j.
Pelayanan Kamar Operasi
k. Pelayanan Pengendalian Infeksi l.
Pelayanan Perinatal Resiko Tinggi
m. Pelayanan Rehabilitais Medik n. Pelayanan Gizi o. Pelayanan Intensif p. Pelayanan Darah Status akreditasi Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi berdasarkan akreditasi tahun 2011 sudah terakrediatasi, namun pada bulan Juli 2014 kemarin masa berlakunya telah habis, sehingga sekarang status akreditasi Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi sudah diperpanjang dan statusnya adalah Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
45 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
paripurna. Sebagai rumah sakit yang dijadikan rujukan, Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi diharapkan mampu mempertahankan kualitas layanannya. Jika tidak melakukan akreditasi dengan segera, maka izin operasional rumah sakit akan dicabut (dalam jangka waktu 3 tahun). Oleh karena itu, staff RSD dr. Soebandi berusaha mendapatkan kembali status akreditasi baru. Penyelanggaraan akreditasi meliputi persiapan akreditasi, bimbingan akreditasi, pelaksanaan akreditasi dan kegiatan pasca akreditasi. Persiapan meliputi pemenuhan standar dan penilaian mandiri. Bimbingan akreditasi merupakan proses pembinaan dalam rangka meningkatkan kinerja rumah sakit. Pelaksanaan meliputi survei akreditasi dan penetapan status akreditasi. Sedangkan kegiatan pasca akreditasi dilakukan dalam bentuk survei verifikasi.
B. Tinjauan Umum Tentang Instalasi Farmasi RSD dr. Soebandi 1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Daerah dr Soebandi
Berdasarkan Peraturan Bupati Jember Nomor 70 Tahun 2008 tentang dan tata kerja Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi adalah unit non struktural di lingkungan Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi yang berada dibawah wakil direktur pelayanan medis Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi bagian pelayanan dan penunjang medik, dan seksi penunjang medik. Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu wakil direktur pelayanan medis untuk menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Instalasi Farmasi Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi mempunyai fungsi yaitu : a. Melaksanakan kegiatan tata usaha untuk menunjang kegiatan instalasi farmasi dan melaporkan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian. b. Melaksanakan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi serta melaksanakan evaluasi dan SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) instalasi farmasi. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
46 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
c. Melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi di gudang instalasi farmasi. d. Mendistribusikan perbekalan farmasi keseluruh satuan kerja/seluruh depo farmasi dilingkungan Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi baik kebutuhan pasien rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, kamar operasi dan instalasi penunjang lainnya. e. Melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinis. f. Melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan dibidang farmasi. Instalasi Farmasi memiliki falsafah, budaya kerja visi, misi, dan sebagai berikut : a. Falsafah Falsafah dan tujuan pelayanan rumah sakit adalah bagian yang tidakterpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. b. Budaya kerja Cepat : Pelayanan yang segera dan tanggap Tepat : Obat yang diberikan kepada pasien tepat indikasi, tepat dosis, tepat pasien, tepat pasien, tepat harga, bebas dari interaksi obat yang berbahaya, waspada efek samping. c. Visi Menjadi Rumah Sakit pendidikan yang bermutu, mandiri, dan menjadipilihan utama masyarakat. d. Misi 1) Menjelenggarakan pelayanan rumah sakit yang bermutu, berorientasi pada kepuasan pelanggan yang menjadi pilihan utama masyarakat; 2) Melaksakana fungsi rumah sakit pendidikan yang berbasis pada ilmu dan teknologi kedokteran; 3) Menjalin kemitraan untuk mencapai kemandirian rumah sakit;
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
47 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
4) Menjadi rumah Sakit pusat rujukan wilayah Jawa Timur bagian Timur e. Motto Pelayanan farmasi yang cepat, tepat, bermutu, dan manusiawi
Keterangan : : Garis komando : Garis koordinasi Dasar : 1. Permenkes No. 72/2016 ------- : 2. PP 51 tahun 2009 : 3. SK Direktur No. 440 SK/610/2014
Gambar 5.
Bagan Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSD Dr.Soebandi Jember Menurut Permenkes RI No. 72 Tahun 2016
f. SDM
Apoteker : 9 orang (PNS : 4orang; Honorer/PTT: 4 orang (Lakilaki: 3 orang dan perempuan : 6 orang).
Asisten apoteker : 30 orang (PNS: 17 orang; Honorer/TTK: 13 orang (Laki- laki: 3 orang dan Perempuan: 27 orang)
Administrasi 39 orang (Administrasi, SIM, Akuntansi, Reseptur, Transporter, Operator (Laki-laki: 24 orang dan Perempuan: 15 orang)
JUMLAH : 78 orang ( Laki-laki: 30 orang dan Perempuan: 48 orang)
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
48 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Tugas pokok dan fungsi karyawan IFRS antara lain : a. Kantor IFRS terdiri dari 1) Kepala Instalasi Farmasi Kepala
Instalasi
memimpin,
Farmasi
dr.
Soebandi
mempunyai
menyelenggarakan,
tugas
mengkoordinasikan,
merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian antara lain manajemen SDM, komoditi, adminsitrasi farmasi, mengkoordinasikan dengan jajaran direksi secara vertikal dan horisontal dengan instalasi terkait dan Panitia farmasi dan terapi,penanggung jawab dan koordinasi dengan gudang farmasi serta depo-depo farmasi. 2) Bagian Umum dan Administrasi Instalasi Farmasi Bagian Umum dan Administrasi Instalasi Farmasi dr. Soebandi mempunyaitugas melaksanakan tugas berhubungan dengan surat masuk dan surat keluar, melaksanakan tugas yang berkaitan dengan sarana dan alat kantor Instalasi Farmasi dr. Soebandi, koordinasi dengan atasan dan unit lain yang berhubungan dengan Instalasi Farmasi dr. Soebandi. 3) Staf bagian Umum dan Administrasi dan kasir Instalasi Farmasi Pengetikan dan arsip surat yang masuk dan surat yang keluar, penyusunan penjualan
laporan dan
rutin,
administrasi
menerima keuangan,
pendapatan pencatatan
hasil laporan
keuangan. 4) Ruang
Instalasi
dibuatnya
surat
Farmasi
(R162)
pertanggung
adalah
jawaban
tempat
(SPJ).
kegiatan
Adapun
alur
pembuatan SPJ adalah sebagai berikut: Gudang farmasi menerima barang (obat dan alkes) melalui SP (Surat Pesanan) kemudian barang datang yang disertai faktur. Selanjutnya SP, faktur penjualan, kuitansi, surat pengiriman, faktur pajak, dan SPP (Surat Setoran Pajak). Selanjutnya dibuatkan berita acara penerimaan barang pada saat barang yang di entri diterima. Berkas tersebut Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
49 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
kemudian masuk ke instalasi farmasi (R162) yang kemudian dilakukan pelengkapan berkas untuk pembuatan SPJ. Selanjutnya diserahkan ke
bagian verifikasi untuk menilai kelengkapan
administrasi SPJ. Jika sudah lengkap maka dilakukan usulan pembayaran kepada Wadir Keuangan. b. Depo gudang RSD dr. Soebandi Jember Depo farmasi gudang dr. Soebandi bertugas pokok yang dilaksanakan adalah mengkoordinasikan kegiatan penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi meliputi penggunaan termasuk evaluasi sampai dengan pelaporan. c. Depo rawat jalan RSD dr. Soebandi Jember Depo farmasi rawat jalan bertugas pokok yang dilaksanakan pada depo farmasi rawat jalan adalah pelayanan kefarmasian pasien BPJS (PBI dan Non PBI), asuransi swasta (mandiri, KAI) dan umum meliputi skrining resep, menyiapkan obat sesuai resep dan penyerahan obat kepada pasien disertai KIE. Kemudian menyusun perencanaan mingguan, bulanan, triwulan sampai dengan pelaporan. d. Depo Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember Depo Farmasi Rawat Inap bertugas melayani resep dari pasien rawat inap kelas I/II/III/Paviliun dengan status umum, BPJS (non PBI dan PBI), dan asuransi swasta lainnya, misalnya PT. Jasindo, Bank Nasional Indonesia 1946 (BNI), Perusahaan Jasa Kereta Api (PJKA). Depo Farmasi Rawat Inap melayani pasien kelas satu/paviliun, kelas dua, kelas tiga dan intensive yang meliputi Ruang Bedah Orthopedi (Seruni), Ruang Bedah Khusus (Mawar), Ruang Bersalin / Nifas, Ruang Jiwa (Tulip), Ruang Perinatologi, Ruang anak- anak (Aster), Ruang Stroke (Melati), Ruang Interna Wanita (Adenium), Ruang Interna
Pria
(Anturium),
bangsal
Paviliun
Anggrek,
Paviliun
Bougenville, Ruang Catalia, Paviliun Nusa Indah, dan Ruang Alamanda, HCU (Hight Care Unit), ICU (Intensif Care Unit), ICCU (Intensif Cardiovaskuler Care Unit) dan PICU (Pediatrik Intensif Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
50 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Care Unit) - NICU (Neonatus Intensif Care Unit). Depo Farmasi Rawat Inap dibuka 24 jam dan kegiatan yang dilakukan meliputi pencatatan terapi pasien, dilanjutkan dengan mencatat regimentasi dosis. e. Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember Depo Farmasi di IGD bertugas dalam penyediaan semua keperluan perbekalan farmasi yang dibutuhkan untuk pelayanan emergency baik obat
maupun
alkes.
Tugas
pokok
yang
dilaksanakan
adalah
pelayanan farmasi pada depo farmasi IGD, menyusun perencanaan mingguan, bulanan, triwulan sampai dengan pelaporan. Depo IGD fungsinya sangat penting karena menangani kasus-kasus yang sifatnya segera ditangani, misalnya kecelakaan, atau pasien dengan serangan akut. Pasien yang dilayani di IGD meliputi pasien rawat jalan dan pasien rawat inap baik umum atau BPJS. Untuk pedoman pelayanan obat bagi pasien BPJS sama seperti di depo lain di IFRS Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember. Apabila kondisi pasien memerlukan pemantauan lebih lanjut (lebih dari 3 hari) maka pasien dipindahkan dari IGD ke bangsal perawatan (rawat inap). Pelayanan perbekalan farmasi IGD dilakukan selama 24 jam dibagi dalam 3 kali shift dengan tiap shift minimal terdapat satu orang Asisten Apoteker dan Reseptur. Pengelolaan Obat dan alkes di IGD meliputi pengadaan, pengelolaan, distribusi dan monitoring. Agar pelayanan IGD yang sifatnya sangat penting ini dapat terjaga dengan baik maka perlu dilakukan pengelolaan perbekalan farmasi artinya perbekalan farmasi yang stoknya sudah mulai menipis harus segera dilakukan permintaan barang ke gudang IFRS. Agar pengelolaan perbekalan farmasi dapat berjalan dengan baik, setiap perbekalan farmasi diberi kartu stok dan setiap pemasukan dan pengeluaran barang harus melakukan pencatatan pada kartu stok.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
51 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
f. Depo Farmasi di IBS Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember Depo farmasi IBS dipimpin oleh 1 apoteker dibantu oleh 1 orang koordinator
Tenaga
Teknis
Kefarmasian,
4
Tenaga
Teknis
Kefarmasian serta 4 tenaga administrasi yang bertugas dalam penyediaan semua keperluan Obat, Alkes dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibutuhkan selama operasi berlangsung. Kegiatan depo farmasi
IBS
antara
lain
membuat
perencanaan,
pengadaan,
penyimpanan, distribusi dan monitoring perbekalan farmasi di IBS. Kebijakan tentang paket obat untuk operasi yang meliputi paket obat anestesi (paket general anestesi dan regional anestesi), paket obat untuk bedah (bedah saraf, caesar , umum, bedah ortopedi, bedah urologi, obgyn, THT dan Mata) dengan kebijakan ini petugas farmasi di IBS dapat mempersiapkan terlebih dahulu paket yang dibutuhkan untuk tiap operasi, sehingga waktu pelayanan dapat lebih efektif. 2. KFT (Komite Farmasi Terapi)
KFT (Komite Farmasi Terapi) berada dibawah Komite Medis merupakan bagian yang kompeten dalam pengusulan berbagai kebijaksanaan dalam pengelolaan dan penggunaan obat. KFT (Komite Farmasi Terapi) berfungsi sebagai penghubung antara staf medis dan instalasi farmasi yang merupakan satu-satunya unit pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tugas Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit adalah memberi rekomendasi
dalam
pemilihan
penggunaan
obat-obatan,
menyusun
Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat-obatan di RS dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala, menyusun Standart Terapi bersama-sama dengan staf medik dan melaksanakan evaluasi penulisam resep dan penggunaan obat generik bersama-sama dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. KFT (Komite Farmasi Terapi) mengevaluasi secara klinik penggunaan obat dan pemberian obat serta mengelola sistem formularium, meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui seleksi obat, pengadaan, penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
52 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Berdasarkan SK Direktur No. 800/6/SK/610/2009, KFT dengan masa bakti 3 tahun sebagai berikut : Ketua
: dr. Hudoyo, Sp.PD
Sekretaris
: Drs. Prihwanto Budi S., Apt., Sp. FRS
Anggota
: dr. H. Edi Nurtjahja, Sp.P dr. Achmad Nuri, Sp.A Drs. Bambang Wismadi, Apt. dr. Rhaumanen Vitha Tantina
Salah satu tugas KFT adalah menyusun dan merevisi formularium dan tatalaksana penggunaannya di Rumah Sakit Daerah dr.Soebandi, kewenangan KFT menyusun dan merevisi formularium yang disahkan dengan SK Direktur nomor 800/6/SK/610/2009. Formularium Rumah Sakit (FRS) berisikan obatobat yang ada di Pedoman Diagnosa Terapi (PDT) ditambah dengan obat di luar PDT untuk penyakit tertentu yang jarang terjadi. 3. Central Sterilization Supply D epartment (CSSD)
CSSD (Central Sterile Supply Department ) atau Pusat sterilisasi merupakan salah satu dari mata rantai yang penting agar dapat mengendalikan infeksi dan mempunyai peran dalam upaya menekan kejadian infeksi terutama infeksi nosokomial, hal ini dikarenakan CSSD adalah bagian di institusi pelayanan kesehatan di rumah sakit yang mengurus suplai dan peralatan bersih atau steril. Pembentukan CSSD (Central Sterilization Supply Department ) berdasarkan
Kebijakan
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia
menyatakan bahwa CSSD merupakan salah satu upaya dalam pengendalian infeksi di rumah sakit dan merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk Perencanaan dan Pengendalian infeksi (PPI). Salah satu indikator baik atau tidaknya suatu rumah sakit dapat dilihat dari tingkat penyebaran infeksi yang terjadi, semakin sedikit tingkat penyebaran infeksi yang terjadi maka semakin baik kualitas rumah sakit tersebut dan sebaliknya. Salah satu pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan cara melakukan sterilisasi dan desinfeksi. Sterilisasi adalah suatu proses pengelolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
53 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora yang dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika. Desinfeksi adalah proses pembasmian terhadap semua jenis mikroorganisme patogen yang biasanya dilakukan pada obyek yang tidak bernyawa (misal ruangan pasien). Tindakan sterilisasi dan desinfeksi ditujukan untuk memutus penyebaran infeksi dengan cara mengendalikan kuman-kuman yang berada di lingkungan rumah sakit, dilakukan baik terhadap peralatan-peralatan yang dipakai, baju, sarung tangan, maupun ruangan-ruangan khususnya di lingkungan rumah sakit. Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Uap air panas dengan tekanan (autoclave) b. Panas kering dengan tekanan normal c. Radiasi pengion (radiasi gamma atau pancaran sinar elektron) d. Sterilan seperti etilenoksida, glutaraldehide e. Filtrasi CSSD memberikan pelayanan pemrosesan barang dan instrumen kotor menjadi barang bersih maupun steril. Unit dekontaminasi melakukan pembersihan barang dan instrumen kotor agar aman bagi pekerja dan siap dilakukan pengemasan. Unit pengemasan melakukan pengecekan barang dan instrumen mengenai kelayakan barang tersebut serta melakukan pengemasan agar sterilitas dapat terjaga. Unit sterilisasi melakukan sterilisasi barang dan instumen yang telah dikemas menggunakan metode yang tepat agar mencapai sterilisasi yang optimal. Unit penyimpanan melakukan penyimpanan barang steril dan melakukan penjaminan kualitas barang dan instrumen steril. Unit distribusi mengirimkan suplai kepada kostumer yang membutuhkan barang tersebut. 4. Instalasi Pengelolaan Air dan Limbah (IPAL)
Air limbah dari seluruh kegiatan Rumah Sakit mengandung bahan bahan organik, bahan-bahan anorganik/bahan kimia beracun, mikroorganisme patogen, dan sebagainya yang dapat mencemari lingkungan. Oleh sebab itu, pengolahan terhadap air limbah sangat penting untuk dilakukan agar lingkungan sebagai penerima limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan kesehatan tidak mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
54 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
serta tidak mengakibatkan dampak penyakit kepada masyarakat sekitarnya. Pengolahan air limbah melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) merupakan cara/ upaya untuk meminimalkan kadar pencemar yang terkandung dalam limbah cair tersebut sehingga dapat memenuhi Baku Mutu dan layak untuk dibuang ke lingkungan maupun dimanfaatkan kembali. Mengenai seberapa pentingnya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) bagi sebuah rumah sakit dapat dilihat dari Regulasi atau peraturan yang ada, yang diantaranya adalah Undang-undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yaitu pada bagian ke empat pasal 11, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan R I
NOMOR 340/MENKES/PER/III/2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah 18/1999 Tentang : Pengelolaan Limbah B3 dimana pada Pasal 3 berbunyi
“Setiap orang yang
melakukan usaha dan/ atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup tanpa pengelolaan terlebih da hulu”. Air limbah rumah sakit adalah semua air limbah yang dihasilkan di dalam area rumah sakit, baik dari unit pelayanan medis, penunjang medis maupun dari unit non-medis atau bagian umum. Berdasarkan sumbernya itu maka air limbah rumah sakit dapatlah dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu : a. Air limbah bersifat domestik. Air limbah ini berasal dari kamar mandi, dapur, air limbah cuci pakaian. Air limbah ini banyak mengandung zat organik. b. Air limbah medis. Air limbah ini berasal dari kegiatan medis rumah sakit seperti pembersihan luka, sisa-sisa darah, dll. Ini pun kaya zat organik.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
55 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
c. Air limbah laboratorium. Air limbah ini berasal dari laboratorium sehingga banyak berisi logam berat. Air limbah ini sebaiknya diolah terpisah dengan air limbah domestik dan medis. Air limbah laboratorium ini dapat ditampung untuk selanjutnya diproses secara khusus. Setelah itu barulah efluennya dialirkan bersama-sama dengan efluen air limbah lainnya. d. Air limbah kedokteran nuklir. Jenis limbah ini termasuk Buangan Berbahaya dan Beracun (B3) sehingga perlu ditangani secara khusus. Adapun beberapa contoh sumber air limbah di rumah sakit antara lain: 1) Perawatan : Kamar mandi, WC, wastafel 2) Bedah
: Wastafel dan air limbah cuci alat, cuci tangan, zat kimia,
obat. 3) Laboratorium : Wastafel, air limbah cuci alat & tangan, cairan kimia, obat. 4) Poliklinik : Wastafel, air limbah cuci alat, cuci tangan, cairan kimia, obat. 5) Farmasi
: Wastafel, air limbah cuci alat, cuci tangan, cairan kimia,
obat 6) Radiolog : Wastafel dan air limbah cuci film, zat kimia. 7) IGD
: Wastafel dan air limbah cuci alat, cuci tangan, cairan kimia,
obat. 8) Dapur : Wastafel dan air limbah masak-memasak di dapur 9) Laundry
: Wastafel dan mesin cuci-laundry.
10) Kantor : Kamar mandi, WC, wastafel 11) 1Kantin
: Wastafel dan air limbah masak-memasak, cuci mencuci di
kantin 12) KM/WC : Kamar Mandi Umum, WC, wastafel
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
BAB IV KEGIATAN PKPA
A. Depo Rawat Jalan
Depo Rawat Jalan RSD dr. Soebandi dipimpin oleh 1 orang apoteker, dibantu dengan 3 orang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK), dan 6 orang administratur. Tugas pokok yang dilaksanakan pada depo farmasi rawat jalan adalah pelayanan kefarmasian meliputi, skrining resep, menyiapkan obat sesuai resep dan penyerahan obat kepada pasien disertai KIE, kemudian menyusun perencanaan mingguan, bulanan, triwulan sampai dengan pelaporan. Pelaksanaan pelayanan di depo rawat jalan dilakukan setiap hari senin-jumat dari pukul 08.0015.00 atau sampai seluruh resep pasien terlayani pada hari itu juga. APOTEKER Intan S. Sufiah, S.Farm.,
TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN Yuli Setiani Harwanti Uswatun
ADMINISTRASI Indriyani Desita Dewi Novia Eka Wati Agus Hariyanto M. Hafid Soembali
Gambar 6. Struktur Depo Rawat Jalan RSD dr. Soebandi K ab. Jember
Di depo rawat jalan RS dr Soebandi melayani 4 jenis resep: 1. BPJS
BPJS ada 2 macam yaitu BPJS PBI atau Penerima Bantuan Iuran dan Non PBI atau Non Penerima Bantuan Iuran. a.
BPJS PBI PBI (Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta yang terdaftar dalam badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan (BPJSK) yang dibiayai oleh pemerintah.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
56
57 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
b.
BPJS Non PBI Peserta non PBI jaminan kesehatan adalah pekerja penerima upah dan anggota keluarganya (contoh: PNS, TNI, Polisi), bukan pekerja dan anggota keluarganya (contoh: pensiunan, veteran), masyarakat yang mendaftar sebagai peserta BPJS. Bagi peserta BPJS non PBI diwajibkan membayar iuran. Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan dengan cara dipotong dari uang gaji/upah kerja. Obat-obatan untuk pasien BPJS sesuai dengan FORNAS yaitu daftar obat terpilih yang tersedia di pelayanan kesehatan yang sudah ditetapkan sebagai acuan dalam pedoman JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
2. Asuransi Lain
Selain BPJS RS Soebandi melayani asuransi lain seperti In Health , PT KAI, PT Telkom, PT Pos, PT Gunung Sejahtera Bumi Pertiwi dan sebagainya. Sedangkan Pasien Asuransi/perusahaan untuk pembayaran obat nantinya RS akan mengklaim ke Asuransi/perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal ini obat-obatan untuk pasien jaminan kesehatan lainnya menggunakan buku panduan yang di tetapkan oleh masing-masing perusahaan. 3. SPM
SPM adalah pasien yang belum termasuk dalam daftar kuota BPJSK dan tetap berhak mendapat pelayanan kesehatan dengan menunjukan bukti SPM dari dinas kesehatan. 4. Reguler
Pasien Reguler atau umum adalah pasien yang tidak terdaftar dalam badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan (BPJSK) dan asuransi lain yang
pembayarannya
dilakukan
secara
tunai.
Secara
umum
yang
membedakan pasien umum dengan pasien asuransi dan BPJS kesehatan adalah pada sistem pembayaran dan obat-obatan, untuk pasien umum sesuai dengan formularium RSD dr. Soebandi. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
58 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Di Rumah Sakit dr. Soebandi terdapat beberapa pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistis poli yaitu poli penyakit kandungan dan kebidanan, poli anak, poli interna (penyakit dalam), poli bedah (bedah umum, bedah saraf, bedah urologi, dan bedah plastik), poli jantung dan pembuluh darah, poli penyakit saraf, poli penyakit ortopedi, poli psikiatri dan psikologi, poli mata, poli THT, poli paru, poli penyakit kulit dan kelamin, poli penyakit rehabilitasi medik, poli gigi dan mulut, poli kemoterapi, poli jiwa, poli hemodialisa, poli gizi, poli eksekutif dan poli VCT. Tugas
utama
untuk
depo
instalasi
rawat
jalan
adalah
menyelenggarakan tugas distribusi perbekalan farmasi (obat-obatan dan alat kesehatan) untuk pasien rawat jalan yang mendukung pelayanan farmasi sesuai standar yang sudah ditetapkan oleh RSD dr. Soebandi melalui pengelolaan sumber daya yang tersedia secara efektif, efisien dan produktif. Sasaran mutu pelayanan untuk depo instalasi farmasi rawat jalan di RSD dr. Soebandi adalah kecepatan waktu pelayanan dari resep masuk sampai obat diserahkan kepada pasien secara tepat dengan disertai informasi yang dibutuhkan pasien. Depo rawat jalan di RSD dr. Soebandi dipimpin oleh apoteker. Tugas dan tanggung jawab Apoteker adalah mengawasi, memastikan, dan mengatur terhadap semua kegiatan di pelayanan depo rawat jalan berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Apoteker bertugas dalam mengawasi pelayanan farmasi, merencanakan permintaan barang ke gudang, membuat perencanaan mingguan, mengikuti stock opname triwulan dan melaporkan hasil stock opname serta mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan pelayanan distribusi perbekalan farmasi untuk instalasi depo rawat jalan. Alur kegiatan di depo farmasi rawat jalan meliputi penerimaan resep, penyiapan obat, sampai obat diserahkan dan KIE. Kewenangan klinis Apoteker meliputi manajemen logistik dan manajemen pasien. Kewenangan klinis apoteker terkait manajemen logistik farmasi yaitu : a. Pemilihan sediaan farmasi sesuai standar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
59 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
b. Penyusunan perencanaan kebutuhan sediaan farmasi c. Pengadaan sediaan farmasi d. Pemesanan dan penerimaan sediaan farmasi e. Penyimpanan sediaan farmasi f. Peracikan sediaan farmasi g. Evaluasi perbandingan antara manfaat dan resiko atau biaya dalam penggunaan sediaan farmasi h. Penilaian mutu layanan farmasi i. Pelaporan kegiatan kefarmasian Sedangkan kewenangan klinis apoteker dalam manajemen pasien atau kegiatan apoteker dalam farmasi klinik adalah : a. Pengkajian dan pelayanan resep b. Penelusuran riwayat penggunaan obat c. Rekonsiliasi obat d. Pelayanan Informasi Obat (PIO) e. Konseling Farmasi f. Visite Farmasi g. Pemantauan Terapi Obat h. Monitoring efek samping obat i. Evaluasi penggunaan obat j. Dispensing sediaan steril Tugas dan tanggung jawab Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) berdasarkan Permenkes 537 Tahun 2008 adalah: a. Membantu apoteker membuat dokumen perencanaan b. Mengevaluasi kualitas fisik barang c. Menerima permintaan barang ke unit yang ada di RS d. Mendistribusikan barang ke unit pemesanan e. Menghitung dosis/jumlah obat dalam resep yang akan diberikan f. Menghitung harga obat dalam resep yang akan diberikan g. Verifikasi kesesuaian resep dan obat yang diberikan h. Melakukan penyerahan obat Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
60 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
i. Menyiapkan obat j. Melakukan peracikan dan pengemasan dan memberi etiket k. Memeriksa kesesuaian obat/perbekalan farmasi dengan resep. Tugas dan tanggung jawab Administatur adalah: a. Membantu pengecekan barang yang datang sesuai dengan SPO (Surat Permintaan Obat) b. Membantu dalam penempatan barang sesuai dengan SPO c. Membantu menerima permintaan barang dari unit yang ada sesuai dengan SPO d. Membantu dalam penyiapan obat e. Membantu dalam peracikan dan pengemasan f. Membantu memeriksa kesesuaian antara obat/perbekalan farmasi dengan resep g. Membantu dalam pencatatan semua data yang berhubungan dengan proses dispensing seperti : h. Memasukkan data permintaan obat/alat kesehatan pada resep kedalam SIM RS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit). i. Menghitung biaya permintaan obat/alat kesehatan, utamanya untuk pasien umum. Pelayanan di depo farmasi rawat jalan menggunakan metode individual prescription atau resep perseorangan yakni tatanan kegiatan distribusi sediaan obat oleh IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) sesuai dengan yang tertulis pada resep. Depo farmasi rawat jalan melayani pasien reguler/umum, BPJS, dan peserta asuransi yang bekerjasama dengan RSD dr. Soebandi seperti PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI), PT. Telkom, dan Bank Indonesia (BI). Alur pelayanan di depo farmasi rawat jalan yaitu Pasien datang membawa resep dari poli, diserahkan kebagian adminstrasi. Setelelah itu diberikan nomor antrian, dan petugas adminstrasi melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas dari resep khusus pasien BPJS sedangkan pada pasien umum, resep yang diterima diberi harga, dan petugas memberikan lembar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
61 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
kitir untuk membayar obat di bagian kasir, Setelah itu obat diinput ke SIM RS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit). Resep yang sudah diterima diberikan kepada TTK untuk dilakukan skrining lanjutan, kelengkapan resep dan kartu obat, dispensing (penyiapan). Administratur dapat membantu dalam dispensing (penyiapan) obat yang berupa racikan maupun non racikan. Obat yang sudah siap kemudian diserahkan pada pasien serta diberikan informasi terkait penggunaan obat. Jika pasien merasa masih perlu tambahan informasi, maka pasien dapat menghubungi apoteker bersangkutan untuk dilakukan konseling. Adapun alur pelayan di depo rawat jalan RSD dr. Soebandi secara lengkap dapat di jelaskan sebagai berikut: a. Pengkajian Resep Dalam proses penerimaan resep dirawat jalan sebelum dilakukan dispensing farmasi, harus dilakukan skrening resep terlebih dahulu. Resep harus memiliki persyaratan sebagai berikut: 1) Persyaratan administrasi: 1) Nama, SIP, dan alamat dokter; 2) Tanggal penulisan resep; 3) Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; 4) Nama alamat,umur,jenis kelamin, dan berat badan pasien; 5) Nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta; 6) Cara pemakaian yang jelas; 7) Informasi lainnya. 2) Kesesuaian farmasetik nama obat, bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilias, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 3) Pertimbangan
klinis:
adanya
alergi,
efek
samping,
interaksi,
kesesuaian (dosis, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikomunikasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Adapun kegiatan pengkajian resep di Depo Rawat Jalan RSD DR. Soebandi meliputi ; 1) Penerimaan resep, resep pasien rawat jalan diterima oleh bagian penerima resep dengan rangkap dua. Dilakukan skrining kelengkapan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
62 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
resep dan pengecekan mengenai keabsahan berkas-berkas, antara lain : a) Kesesuaian antara diagnosa dokter rujukan dengan obat yang tertulis dalam resep. b) Kesesuaian
tanggal
pada
surat
jaminan
legabilitas
dengan
tanggal pada resep dan kartu BPJS (untuk pasien BPJS), pemeriksaan surat jaminan pelayanan Jamkesmas Rawat Jalan tingkat lanjutan (untuk pasien SPM), pemeriksaan kartu anggota asuransi (untuk pasien Asuransi lain diluar BPJS, ataupun perusahaan yang melakukan MOU dengan RS mis : KAI, POS, TELKOM, dll). c) Surat keterangan kronis (untuk pasien kronis yang mendapat pengobatan 1 bulan). d) Untuk
jenis
obat
laboratorium,
akan
yang dilayani
membutuhkan jika
keterangan
dilengkapi
dengan
dari surat
keterangan dari laboratorium (misalnya simvastatin untuk pasien dengan keterangan hiperlipidemia) 2) Pemeriksaan kartu kontrol obat untuk pasien BPJS kesehatan dilakukan oleh petugas yang meliputi : nama pasien, tanggal, nama obat, jumlah obat, dan aturan pemakaiannya. Fungsi kartu kontrol disini adalah untuk melihat obat-obatan yang digunakan sebelumnya. b. Penyiapan Obat 1) Obat untuk peserta BPJS dipilih dan dilayani berdasarkan yang tercantum dalam FORNAS sesuai indikasi penyakit dan retriksi penggunaannya. 2) Dalam hal yang dibutuhkan tidak tercantum dalam FORNAS, dapat digunakan obat lain secara terbatas dengan dengan persetujuan Komite Medik atau Direktur berdasarkan telaah medis. 3) Penggunaan obat kronis, dituliskan resep untuk 30 hari, bila sudah terkontrol maka diajukan untuk dirujuk balik, misalnya untuk pasien dengan Diabetes, hipertensi, jantung, asma, PPOK (Penyakit Paru
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
63 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Obstruktif Kronik), epilepsy, schizophrenia, sirosis, hepatitis, stroke dan SLE (Sistemik Lupus Eritematosus). 4) Pemberian obat untuk kemoterapi, thalesemia dan hemophilia dapat dilakukan dengan persetujuan tim pengendali BPJS. 5) Jika obat telah siap dimasukan dalam wadah, Asisten apoteker memberi etiket. c. Dispensing Dispensing merupakan kegiatan yang masuk dalam penyiapan obat, dengan jumlah yang tertera pada resep misalnya pembuatan puyer, kapsul, dan sediaan salep. Sistem dispensing di depo rawat jalan adalah Individual prescribing. Sistem Individual prescribing (IP) adalah suatu sistem pemerian obat berdasarkan masing-masing individu untuk jangka waktu tertentu tergantung dari penyakit yang diderita pasien, dan resep yang diberikan oleh dokter. Keuntungan sistem distribusi Individual prescribing antara lain: 1) Semua pesanan obat langsung diperiksa oleh farmasis 2) Menciptakan hubungan kerjasama antara farmasis, dokter, perawat, dan pasien 3) Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan farmasi. Sedangkan kerugian sistem ini yaitu meningkatkan kebutuhan personal bagian farmasi untuk tugas melayani resep perorangan (butuh SDM yang banyak), Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada penderita, proses pelayanan butuh waktu cukup lama. d. Penyerahan Obat Penyerahan
obat
dilakukan
oleh
petugas
tersendiri.
Pada
waktu
penyerahan obat, nomor pengambilan obat pada pasien diminta untuk dicocokan dengan nomor yang tertulis pada resep dan kantong obat. Sebelum obat diserahkan kepada pasien, dilakukan pemeriksaan kembali kelengkapan obat secara keseluruhan, dimulai dari identitas pasien, nama obat, dosis dan bentuk sediaan, etiket di meja cheking. Penyerahan obat Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
64 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
disertai dengan informasi yang perlu diperhatikan dan pasien diminta untuk membubuhkan tanda tangan dan nama terang pada blangko resep. KIE dilakukan pada saat penyerahan obat ke pasien. KIE dapat meliputi aturan pakai, cara pakai obat, jenis obat, dan juga saran non farmakologi terkait penyakit yang diderita pasien, dan semua kegiatan tersebut didokumentasikan. Jika diperlukan lakukan konseling untuk obat- obat tertentu misal, sediaan inhaler, tetes mata, tetes telinga, salep mata, suppositoria dan lain-lain. Informasi tertentu diberikan untuk pasien yang baru pertama kali menggunakan sediaan tersebut. e. Pelaporan dan Pengarsipan Jenis pelaporan dan pengarsipan yang dilakukan : 1) Pengarsipan Resep a) Resep-resep BPJS Kesehatan disusun pertanggal dan menurut poli. Laporan dari Instalasi Rawat Jalan kemudian disampaikan ke Instalasi Farmasi dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan sebelum tanggal 10 setiap bulannya. b) Laporan Narkotika dan Psikotropika Berdasarkan Permenkes No. 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan,
dan
Pelaporan
Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor bahwa instalasi farmasi wajib menyampaikan laporan penggunaan (pemasukan dan penyaluran) narkotika dan psikotropika. Laporan ini dibuat setiap bulan dan dilaporkan melalui aplikasi online Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan offline pada Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. c) Laporan Transaksi Bulanan Laporan transaksi bulanan adalah laporan berupa penggunaan sediaan farmasi baik itu pemasukan dan pengeluaran semua sediaan obat dan alat kesehatan di depo terkait.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
65 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
d) Laporan terkait indikator pelayanan Laporan terkait indikator pelayanan adalah laporan yang dibuat oleh depo farmasi rawat jalan yang meliputi waktu tunggu pelayanan obat dan kuesioner yang diisi oleh pasien terkait kepuasan pasien terhadap pelayanan depo farmasi rawat jalan.
Gambar 7. Denah Ruang Depo Rawat Jalan
B. Gudang
Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu situs kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien akan mendukung mutu pelayanan mutu di rumah sakit (Kemenkes RI 2010). Gudang
farmasi
merupakan
tempat
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian dan pengendalian barang persediaan berupa obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya. Adapun tugas pokok di bagian instalasi gudang farmasi meliputi penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian, pengendalian, pemusnahan, pencatatan serta pelaporan perbekalan farmasi. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut, maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
66 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
secara benar atau yang sering disebut dengan manajemen pergudangan (Priyambodo 2007). Bagian gudang tidak terlibat langsung dalam proses perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi sebab ada panitia khusus yang bertugas dalam pengadaan perbekalan farmasi yaitu ULP (Unit Layanan Pengadaan). Gudang farmasi juga bertugas dalam pengelolaan Alat Medis Habis Pakai (AMHP), Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Gudang farmasi RSD dr. Soebandi Jember dipimpin oleh seorang apoteker, yang dibantu oleh 1 orang Tenaga Teknik Kefarmasian (TTK), 4 orang sebagai tenaga administrasi. Adapun struktur organisasi di gudang farmasi RSD dr. Soebandi Jember adalah sebagai berikut:
Gambar 8. Struktur Organisasi Gudang Farmasi RSD dr. Soebandi Jember
Apoteker penanggung jawab memiliki fungsi manajerial, legalitas, center pemeriksaan, pengelolaan vaksin, dan verfikasi SPJ untuk proses penagihan. Koordinator bertugas sebagai pelaksana kegiatan manajerial pergudangan. Petugas administrasi di gudang farmasi terdiri dari admin 1 dan 2. Admin 1 bertugas untuk entri faktur PBF masuk, entri faktur UP masuk, rekapitulasi faktur per PBF, dan pengarsipan faktur per PBF. Admin 2 bertugas untuk entri pengeluaran atau pendistribusian ke depo dan dan entri pengeluaran floor stock ke ruang rawat inap dan unit lain yang membutuhkan. Transporter 1 dan transporter 2 bertugas untuk mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
67 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Gudang Farmasi di RS dr. Soebandi dibagi menjadi gudang farmasi 1 dan gudang farmasi 2. Gudang farmasi 1 khusus untuk menyimpan obat-obatan serta gudang farmasi 2 khusus untuk menyimpan alat-alat kesehatan. Berikut denah tata letak gudang farmasi RSD dr. Soebandi ditunjukkan pada gambar gam bar berikut b erikut :
Gambar 9. Tata Ruang Gudang Farmasi RSD dr. Soebandi
Keterangan : 1. Ruang apoteker 2. Ruang administrasi obat keluar 3. Kulkas penyimpanan vaksin 4. Rak alat kesehatan 5. Kamar mandi 6. Rak obat bentuk injeksi (paten) 7. Rak obat bentuk solida (paten) 8. Rak obat bentuk cair dan salep (generik dan paten) 9. Rak karton obat bentuk solid maupun cair (generik) 10. Rak karton obat bentuk solid (generik) 11. Rak obat bentuk cair (generik) 12. Ruang obat B-3 13. Ruang penerimaan dan administrasi obat masuk 14. Ruang obat bentuk cairan infuse 15. Ruang narkotika, psikotropika, dan high alert 16. Ruang karantina obat rusak dan kadaluarsa
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
68 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Kegiatan pengelolaan obat di Gudang Farmasi RSD dr. Soebandi Jember meliputi: 1. Penerimaan
Penerimaan obat dan alat kesehatan di Instalasi Farmasi meliputi: a. Perbekalan farmasi dikirim oleh distributor kemudian diterima oleh IFRS oleh petugas penyimpan barang medis pada jam kerja beserta faktur pengiriman dan foto kopi kopi surat pesanaan (SP) b. Petugas memastikan kesesuaian antara SP dan faktur serta barang yang diterima meliputi: 1) Tujuan pengiriman barang yang tertera di faktur 2) Kebenaran jenis produk, jumlah kemasan, jumlah satuan dalam kemasan, identitas produk, dan kondisi kemasan. 3) Memastikan ketiadaan: tanda-tanda kerusakan, kelainan warna, bentuk, dan kerusakan produk, terlihat partikel-partikel asing dalam kemasan, terlihat kebocoran, waktu kadaluarsa memadai. c. Jika sesuai spesifikasi petugas membubuhkan tanda tangan dan nama terang, tanggal penerimaan, dan stempel pada faktur. Faktur asli diserahan pada pihak distributor, sedangkan kopi faktur disimpan oleh bendahara penerimaan dan peyimpanaan sebagai arsip rumah sakit. d. Kemudian dilakukan entri ke SIM (Sistem Informasi Manajemen) rumah sakit. 2. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan usaha untuk mengelola barang persediaan farmasi yang dilakukan sedemikian rupa agar kualitas dapat diperhatikan, barang terhindar dari kerusakan fisik, pencarian barang mudah dan cepat, barang aman dari pencurian dan mempermudah pengawasan stok. Penyimpanan perbekalan farmasi dibagi menjadi dua yaitu untuk obat- obatan dan alat kesehatan. a. Obat Penyimpanan obat di gudang farmasi rumah sakit dr. Soebandi dibedakan menjadi obat pasien BPJS dan untuk pasien Regular (non Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
69 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
BPJS). Khusus untuk pasien BPJS digunakan obat-obat generik dan pasien regular digunakan obat-obat Branded . Dimasing-masing obat terdapat kartu stock yang dapat digunakan untuk mencatat jumlah obat yang masuk maupun jumlah obat yang keluar. Sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan dalam penyimpanan. Obat-obatan juga dibedakan berdasarkan suhu, kelembapan, bentuk sediaan, kestabilan, volume, mudah/tidaknya terbakar dan ketahanan terhadap cahaya. Obat-obatan disusun secara s ecara alfabetis al fabetis dengan menerapkan sistem FEFO ( First Expired First Out ) dan FIFO ( First in First Out ). ). Obat LASA (Look Alike, Sound Alike) diberikan penandaan dan diberi jarak sehingga mengurangi terjadinya kesalahan dalam pengambilan obat. Obat-obat yang stoknya kosong maka kartu stoknya diletakkan ditempat khusus agar mudah mengetahui obat obat apa saja yang stok barangnya sudah kosong. Beberapa perbekalan farmasi yang perlu penanganan khusus, khusus, antara lain: 1) Sitostatika 2) High Alert 3) Narkotika dan Psikotropika 4) Larutan konsentrasi pekat 5) Larutan volume besar (infus) 6) Insulin 7) Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Setiap obat ditempatkan sesuai dengan kriteria diatas, dengan adanya beberapa sarana penyimpanan di gudang farmasi rumah sakit dr. Soebandi Jember, antara lain: 1) Rak obat (oral, injeksi, dan obat luar); 2) Lemari es/pendingin (untuk barang yang harus disimpan pada suhu khusus) seperti albumin, insulin. 3) Almari Obat Narkotika 4) Almari Obat Psikotropika 5) Rak (fallet) cairan/larutan 6) Setiap ruang penyimpanan dilengkapi dengan AC Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
70 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
7) Alat Kesehatan Alat kesehatan di rumah sakit dr. Soebandi diletakkan di rak khusus
alat-alat
kesehatan
yang
ruangannya
terpisah
dari
ruang
penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan di susun berdasarkan fungsi dan jenisnya sehingga lebih mudah dalam pengambilan barang ketika ada permintaan di tiap depo dan dilengkapi dengan kartu stok di setiap alat kesehatan. Indikator Mutu Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi. 1) Prosentase
ketidaksesuaian
barang
antara
di
gudang
dengan
pencatatan: Sample counting. Sampel counting dilakukan dengan cara mencocokkan jumlah barang yang ada di gudang dengan yang tercantum di kartu stok, serta yang tertera dalam komputer. Pengamatan dilakukan dalam waktu yang sama. 2) TOR (Turn Over Ratio) a) Beberapa kali perputaran yaitu modal dalam satu tahun. Semakin tinggi nilai TOR semakin efisien persediaan obat. Rumus : b) TOR = Harga pokok pembelian dibagi rata-rata persediaan c) HPP = Stok awal + pembelian – stok akhir. c. Prosentase stock akhir 3) Stock mati 4) Death stock (stok mati) menunjukkan item persediaan barang di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan 5) Prosentase Barang yang akan ED 6) Pemeriksaan obat yang akan expire date atau kadaluarsa harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaannya dan kepastian jumlah fisik obat yang masa aman penggunaannya hampir atau sudah berakhir di dalam sistem penyimpanan yaitu gudang farmasi. 7) Prosentase stock berlebih 8) Kesesuaian sistem distribusi obat FIFO, FEFO
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
71 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Ada beberapa persyaratan ruang penyimpanan perbekalan farmasi : 1) Accessibility, ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses 2) Utilities, ruang penyimpanan harus memiliki sumber listrik, air, AC, dan fasilitas lain 3) Communication, ruangan penyimpanan itu harus memiliki alat komunikasi. 4) Drainage, ruangan penyimpanan harus berada di lingkungan baik dengan sistem pengairan yang baik pula. 5) Size, ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung barang yang ada. 6) Security, ruang penyimpanan aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan serta hewan pengganggu. 3. Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem pendistribusian dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, sistem Unit Dose Dispensing, Floor stock. Alur Pendistribusian atau pengeluaran/pengambilan obat, alkes, bahan habis pakai dari Gudang Farmasi ke depo-depo/unit pelayanan , adalah sebagai berikut : a. Penanggung Jawab masing-masing unit pelayanan farmasi meminta kebutuhan obat , alkes, dan bahan habis pakai yang dilakukan dengan cara mengentry melalui permintan lewat SIM RS dari Gudang farmasi. b. Melalui Sistem SIM, bagian admin Gudang Farmasi dapat memperoleh data permintaan dari setiap depo/ unit pelayanan farmasi,melakukan konfirmasi dan mencetak permintaan tersebut kemudian menyiapkan barang-barang/obat, alkes, bahan habis pakai sesuai permintaan, data permintaan tersebut diketahui dan ditanda tangani oleh penanggung jawab Gudang Farmasi dan petugas Gudang Farmasi. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
72 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
c. Prmintaan Obat, alkes, bahan habis pakai yang sudah disiapkan, selanjutnya dikirim ke depo/unit-unit pelayanan oleh transporter, bukti pengiriman barang-barang ditanda tangani oleh penanggung jawab masing-masing depo/unit pelayanan setelah dilakukan pengecekan kembali barang yang diterima. Pendistribusian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai gudang farmasi, melalui tiga metode yaitu: a. Individual untuk depo rawat jalan dan depo unit gawat darurat b. Sistem unit doses untuk depo rawat inap c. Floor stok untuk ruangan poli dan rawat inap juga digunakan sebagai buffer stok untuk tindakan medis 4.
Pencatatan dan Pelaporan
Setiap melakukan kegiatan selalu didokumentasikan, baik secara manual maupun sistem komputerisasi, pada penyimpanan obat, alat kesehatan dan bahan habis pakai disertai kartu stok dimaksudkan untuk antara lain : 1) Memudahkan dalam menangani dan menempatkan barang 2) Memudahkan untuk menemukan dan mengambil barang 3) Memudahkan dalam mengetahui jumlah persediaan 4) Memudahkan dalam pengawasan 5) Aman dari kerusakan dan ataupun kehilangan 6) Cepat dalam pelayanan permintaan barang 7) Tepat dalam jumlah, jenis, kondisi, harga dan waktu penyimpanan barang. 8) Memudahkan dalam melakukan stok opname. Pelaporan dilakukan setiap satu bulan sekali. Laporan yang dibuat oleh petugas Gudang Farmasi yang diketahui dan ditandatangani oleh Penanggung jawab Gudang Farmasi adalah sebagai berikut : 1) Belanja/Penerimaan digunakan sebagai bahan evaluasi serapan atau evaluasi anggaran belanja perbekalan farmasi 2) Penerimaan yaitu laporan dari PBF terkait nominal yang tercantum dalam faktur. 3) Pengeluaran/Distribusi digunakan untuk melaporkan jumlah perbekalan farmasi yang keluar ke depo. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
73 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
4) Narkotika 5) Psikotropika 6)
Stok Opname
7) Transaksi 8) Floor Stock Secara umum kegiatan pelayanan di gudang farmasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 10. Skema Alur Kegiatan Depo Gudang Far masi
C. Depo Rawat Inap 1. Struktur organisasi UDD
Apoteker Penanggung Jawab Apoteker 1
±10 Asisten
Apoteker 2
Reseptur
2 Administrasi
Gambar 11. Struktur organisasi UDD
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
74 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
2. Denah lokasi UDD
Gambar 12. Denah lokasi UDD
Keterangan : 1. Rak tablet 1 2. Rak tablet 2 3. Rak alkes 1 4. Rak pendingin 5. Rak alkes 2 6. Tempat infus 7. Rak salep dan tetes mata 8. Rak kapsul 9. Rak narkotik & psikotropik 10. Rak sirup 11. Rak injeksi (paten) 12. Rak injeks (generik) 13. Meja penyiapan 14. Kamar mandi
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
75 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Kegiatan Pelayanan di UDD
a. UDD 1
Pelayanan resep yang dilakukan di depo farmasi rawat inap I yaitu sistem pelayanan atau dispensing (farmasis bangsal) berorientasi pada pasien yang meliputi pencatatan terapi pasien, memeriksa sisa obat dan emergency kit , dilanjutkan dengan mencatat regimentasi dosis, dimana obat disiapkan untuk pemakaian selama 24 jam. Kemudian mencatat harga obat dan alkes pada lembar LPO (Lembar Perincian Obat), kemudian menyiapkan obat dan alat selanjutnya mengirim ke ruang rawat inap. Metode penyerahan obat yang dilakukan di UDD yaitu metode kombinasi UDD dan ODDD, dimana depo farmasi rawat inap menyediakan obat pasien untuk sehari pemakaian dan diserahkan ke ruangan perawatan, kemudian oleh perawat obat diserahkan ke pasien untuk sekali pemakaian saja. Bila ada pasien rawat inap yang akan pulang, obat yang tidak dipakai dapat diretur ke depo dan dikembalikan melalui SIM dan ke tempat penyimpanan. Pasien lebih diuntungkan dengan sistem ini karena pasien hanya akan membayar obat yang mereka gunakan saja, sedangkan untuk obat yang yang belum sempat terpakai dapat diretur atau dikembalikan ke depo farmasi. Hal ini sesuai dengan tujuan pelayanan farmasi yang diorientasikan kepada pasien ( patient oriented ). Selain itu juga digunakan sistem floor stock dimana obat, cairan infus dan alkes sudah tersedia diruang perawat, misalnya emergency kit , BHP, dan obat-obat yang dibutuhkan CITO. Penyerahan obat dan alkes disiapkan untuk kebutuhan satu hari dan kebutuhan dua hari atau lebih pada hari libur dan disertai KIE ke keluarga pasien. Penyaluran obat dan alkes dilakukan dengan menyerahkan rekapitulasi pengeluaran obat dan alkes yaitu Lembar Pengambilan Obat (LPO). Obat diluar formularium dilayani dengan ketentuan administrasi dan telaah dari tim pengendali BPJS jika disetujui oleh komite medik, maka LPO diserahkan ke kasir pembayaran untuk dibayar oleh keluarga pasien bila pasien akan pulang. Jika masih di ruangan, obat diletakan di tempat rak obat, pada saat pasien keluar ada serah terima obat dengan pasien dan juga pembayaran bisa Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
76 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
diangsur. Penggunaan obat atau alkes pasien selanjutnya direkap per pasien di komputer. Jika terdapat obat atau alkes yang kosong maka depo farmasi rawat inap konfirmasi ke dokter untuk menggantikan obat dengan kandungan yang sama, bila dengan kandungan obat yang sama juga tidak tersedia dapat diganti dengan obat kelas terapi sama atau dilakukan permintaan ke depo lain yang ada di RS Soebandi dengan melalui SIM RS. Apabila obat atau alkes tidak didapatkan oleh gudang, maka keluarga pasien diberikan copy resep untuk ditebus di luar RS untuk pasien umum. Pelaporan dan Evaluasi pelayanan depo farmasi rawat inap 1 meliputi : 1) Kegiatan pelayanan UDD di masing-masing ruangan rawat inap direkapitulasi bulanan. 2) Rekapitulasi kegiatan meliputi: a) Pasien dan lama pelayanan b) Jumlah pasien terlayani c) Total hari pelayanan d) Rata-rata hari pelayanan 3) Jumlah dan jenis permintaan layanan unit dose : a) Permintaan unit dose terlayani diaplikasikan kepasien tepat regimen dosis b) Permintaan unit dose terlayani diaplikasikan kepasien salah regimen dosis. c) Permintaan jenis atau item obat terlayani dan tidak terlayani (tidak ada persediaan di instalasi farmasi). Dengan menggunakan metode UDD dan ODDD maka pasien memperoleh keuntungan yaitu : 1) Mengefisiensikan waktu pasien karena pasien tidak harus mengantri panjang untuk memperoleh obat. 2) Harga Obat dibayar adalah obat yang digunakan, jika ada sisa obat bisa dikembalikan (retur). 3) Pasien memperoleh informasi obat lebih detail. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
77 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
b. Preparasi Sitostatika dan DUS
1) Preparasi sitostatika Salah satu penanganan kanker adalah dengan kemoterapi, dalam pelaksanaanya
kemoterapi
menggunakan
obat-obatan
sitostatika.
Sitostatika adalah pengobatan untuk mematikan sel – sel secara fraksional (fraksi tertentu mati), sehingga 90 % berhasil dan 10 % tidak berhasil. Bahan Sitostatika adalah zat atau obat yang merusak dan membunuh sel normal dan sel kanker, serta digunakan untuk menghambat pertumbuhan tumor malignan. Sitostatika tergolong obat beresiko tinggi karena mempunyai efek toksik yang tinggi terhadap sel, terutama dalam reproduksi sel sehingga dapat menyebabkan karsinogenik, mutagenik dan tertogenik. Oleh karena itu, penggunaan obat sitostatika membutuhkan penanganan khusus untuk menjamin keamanan, keselamatan penderita, perawat, profesional kesehatan, dan orang lain yang tidak menderita sakit. Tujuan
penanganan
bahan
sitostatika
adalah
untuk
menjamin
penanganannya yang tepat dan aman di rumah sakit. Prosedur penanganan obat sitostatika yang aman perlu dilaksanakan untuk mencegah risiko kontaminasi pada personel yang terlibat dalam preparasi, transportasi, penyimpanan dan pemberian obat sitostatika. Kegiatan preparasi kemoterapi harus dilakukan oleh personal yang profesional melakukan handling sitostatika, di RSD dr. Soebandi Jember memiliki 2 tenaga pelaksana preparasi kemoterapi yaitu: a) Roy Yunita S.Si.,Apt b) Yuli Setiani Adapun alur pelaksanaan preparasi sitostatika di RSD dr. Soebandi adalah sebagai berikut :
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
78 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Pasien
↓ Poli Bedah
↓ Poli Kemoterapi dengan sistem ODDD
↓ Apotek/ Depo Farmasi
↓ Poli Kemoterapi
↓ Penyiapan obat pasien
↓ Pemberian label pada obat pasien (Infus dibungkus dengan kertas karbon, kemudian diberi etiket)
↓ Persiapan personalia dan alat pelindung diri
↓ Preparasi sitostatika
↓ Obat dimasukkan dalam box yang terlindung
↓ Transfer obat kepada pasien oleh petugas Gambar 13. Alur pasien kemoterapi
Alur pelaksanaaan preparasi sitostatika dimana pasien datang ke poli bedah untuk diperiksa kondisi kesehatannya secara umum apakah baik atau buruk. Setelah dicek kesehatan pasien jika kondisinya baik maka pasien dirujuk ke poli kemoterapi untuk selanjutnya diperiksa untuk memastikan kesiapannya menjalani kemoterapi. Pada poli kemoterapi digunakan sistem ODDD yaitu cara penyerahan obat dimana obat-obatan diminta, disiapkan dan digunakan serta dibayar dalam dosis perhari yang berisi pemakaian obat untuk satu hari. Beberapa hal yang perlu Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
79 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
diperhatikan sebelum kemoterapi diantaranya yaitu kondisi ginjal, FBC (Full Blood Count). Jika kondisi pasien telah siap maka akan dijadwalkan terapi kemoterapi yang selanjutnya resep akan diserahkan ke Depo Rawat Jalan agar disiapkan obat sitostatika yang dibutuhkan. Oleh petugas obat disiapkan
dengan
penanganan
khusus
Handling
Sitostatika,
obat
dibungkus kertas karbon untuk menjaga stabilitas obat dan diberikan etiket berisi nama pasien, nama obat, dosis dan tanggal pemberian. Selanjutnya persiapan personalia memakai APD (Alat Pelindung Diri) untuk melindungi diri dari bahaya paparan obat sitostatika, Pelaksanaan preparasi sitostatika harus dilakukan oleh personal yang terlatih dan terampil. Obat sitostatika kemudian dimasukkan kedalam box yang terlindung untuk selanjutnya di diberikan kepada pasien oleh perawat terlatih. Dalam melakukan kegiatan preparasi sitostatika harus mengikuti dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, beberapa hal yang telah ditetapkan prosedurnya antara lain mengenai segala kegiatan preparasi dari awal dan akhir, ruangan, perlengkapan, personal hingga penanganan kecelakaan kerja serta limbah sitostatika. 2) DUS ( Drug Utility Study) Study) Kegiatan mencari kasus pada pasien rawat inap untuk mengetahui terapi yang diberikan pada pasien tepat dan tidak terjadi Drug releted Problem (DRP). Drug releted Problem dapat didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien berhubungan dengan terapi pengobatan yang diterima. DRP dapat meliputi indikasi tanpa terapi, kesalahan menyeleksi obat, dosis yang diberikan kurang, gagal dalam mendapatkan pengobatan, over dosis, ada reaksi efek samping, terjadi interaksi obat, terapi tanpa gejala. Kegiatan ini dimulai dengan menyerahkan surat izin kepada kepala ruangan kemudian melakukan analisis dan telaah resep dengan melihat rekam medik pasien. Memilih beberapa pasien berdasarkan pengobatan dan lama perawatan dan diserahkan kepada pembimbing untuk dipilih satu kasus. Setelah ditentukan satu kasus dilakukan pemantauan terapi pengobatan pasien Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
80 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
tersebut, melakukan rekonsilasi bila merupakan pasien rujukan dan juga menganalisa biaya pasien berdasarkan penyakit yang diderita. Rekonsilasi adalah
suatu
mendapatkan
proses
membndingkan
pengobatan
selanjutnya
pengobatan untuk
pasien
mencegah
sebelum terjadinya
kesalahan pengobatan. 3. Profil UDD III (Administrasi Rawat Inap)
Kegiatan yang dilakukan pada UDD III yaitu pengelolaan perbekalan farmasi, penyelesaian administrasi pemakaian obat dan alat kesehatan berdasarkan LPO (Lembar Penggunaan Penggunaan Obat) pasien. Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rawat Inap meliputi : a. Perencanaan Melakukan perencanaan dengan menentukan jenis dan jumlah perbekalan farmasi dalam periode 1 bulan. b. Permintaan barang/Pengadaan Permintaan perbekalan farmasi dilakukan setiap hari oleh Koordinator dan atas persetujuan Penanggung Jawab dengan melakukan permintaan barang pada Gudang Farmasi melalui SIM RS. c. Penerimaan Pada saat penerimaan barang dari gudang farmasi dilakukan pengecekan terlebih dahulu oleh petugas depo untuk mencocokan barang yang datang dengan
permintaan
atau
bukti
penerimaan
barang,
kemudian
ditandatangani oleh penerima barang di Depo UDD. Selanjutnya barang tersebut ditulis pada kartu stok. d. Penyimpanan Penyimpanan
obat
berdasarkan
bentuk
sediaan,
alfabetis,
suhu
penyimpanan, HIGH ALERT/LASA, FIFO, FEFO dan berdasarkan penyimpanan
khusus
untuk
obat
Psikotropika
dan
Narkotika.
Penyimpanan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari terpisah. Untuk obat yang termolabil disimpan di kulkas. Penyimpanan barang yang mudah terbakar dan berbahaya juga disimpan ditempat yang berbeda dan untuk obat-obatan dengan nama obat dan rupa mirip (NORUM/LASA) diberi stiker dan diletakkan tidak berdekatan untuk menghindari salah Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
81 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
ambil obat. Untuk penyimpanan perbekalan farmasi alat kesehatan di gudang farmasi ditata berdasarkan golongan penggunaan. Semua perbekalan farmasi yang ditata dicatat di kartu stok dan diletakkan disebelah kanan dari barang tersebut agar lebih mudah untuk proses administrasinya. e. Pendistribusian Penyaluran obat dan alkes dilakukan dengan menyerahkan rekapitulasi pengeluaran obat dan alkes yaitu Lembar Penggunaan Obat (LPO) sebagai bukti pemberian obat di ruangan. Penyaluran perbekalan farmasi kepada ruang rawat inap dengan sistem si stem UDD, ODDD, dan EMERGENSY KIT. f. Pengendalian Pengendalian
dilakukan
terhadap
jenis
perbekalan
farmasi
untuk
mencegah terjadinya kekosongan obat, penumpukan, kerusakan, ED dan resiko kehilangan.Untuk mencegah kekosongan obat setiap hari dilakukan pendataan obat, dan selajutnya dicatat dicata t pada buku defecta untuk perbekalan farmasi yang hampir habis. g. Administrasi Pelaporan yang dilakukan untuk memberikan informasi hasil transaksi dan pendapatan dan laporan rutin bulanan yang harus dibuat dan dilaporkan kepada Kepala Instalasi Farmasi
D. Depo Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Instalasi bedah sentral atau IBS merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit terkait tindakan pembedahan, baik untuk kasus bedah terencana (elektif) maupun kasus emergency. Pelayanan farmasi di depo IBS di pimpin oleh seorang apoteker sebagai penanggungjawab dan dibantu oleh 1 orang koordinator Tenaga Teknis Kefarmasian dan 4 orang dari tenaga teknik kefarmasian serta 4 orang dibidang administrasi yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab sendiri. Kegiatan depo farmasi IBS mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan monitoring perbekalan farmasi di IBS.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
82 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
APOTEKER Ratna puji, S.Farm., Apt.
KOORDINATOR Ririn Sudaryanti,
ADMINISTRASI Istiqomah Nurul Anwar Lisa Musrifa
TENAGA TEKNIK KEFARMASIAN Bagus chalid, A. Md., Farm A. Hayu Albert, S. Farm Musrifa Wulan
Gambar 14. Struktur organisasi depo farmasi di IBS
Tugas dan tanggungjawab Apoteker
1. Manejemen SDM di Depo/Ruang masing-masing. 2. Manejemen logistik perbekalan farmasi. 3. Manejemen layanan. 4. Menejemen SIM RS. 5. Koordinasi lintas internal IFRS dan Ruangan yang terkait dengan Layanan Farmasi. 6. Peningkatan mutu SDM dan mutu layanan Tugas dan tanggung jawab Tenaga Teknis Kefarmasian
1. Pelaksanaan pelayanan farmasi sesuai target tugas dan tupoksi. 2. Membantu apoteker dalam manejemen logistik. 3. Koordinasi informal depo farmasi. Tugas dan tanggungjawab Administrasi
1. Membuat laporan perbekalan farmasi bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan baik rutin ataupun insidentil. 2. Mengerjakan entry data perbekalan farmasi yang masuk dan yang keluar ke SIM RS. 3. Mencatat semua kegiatan layanan pasien umum farmasi yang melalui depo layanan farmasi IBS
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
83 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Tahap pertama pelayanan yang akan dilakukan di depo farmasi IBS adalah perencanaan, depo farmasi IBS melakukan penyusunan kebutuhan terlebih dahulu untuk mengetahui stok/jumlah obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan. Setelah mengetahui jenis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan maka depo farmasi IBS menyerahkannya kepada tim perencanaan yang akan diajukan kepada tim pengadaan dan merealisasikan sesuai dengan kebutuhan dan anggaran RS. Pengadaan depo farmasi IBS dilakukan dengan cara mengontrol stok obat dan alat kesehatansetiap hari oleh petugas depo farmasi IBS untuk mencegah terjadinya stok kosong yang akan menghambat jalannya pelayanan. Stok opname di depo farmasi IBS dilakukan 3 bulan sekali pada akhir bulan. Petugas farmasi melakukan pencatatan obat dan alat kesehatan yang habis setiap hari kemudian melaporkan kepada apoteker penanggungjawab, jika ada barang yang habis maka apoteker akan melakukan permintaan ke gudang melalui sistem SIM. Petugas gudang akan mengirimkan sesuai yang dibutuhkan ke depo farmasi IBS. Tahapan selanjutnya yaitu penyimpanan, depo farmasi IBS melakukan penyimpanan dengan metode FIFO (first in first out) dan FEFO (firts expired first out) dimana baranag yang masuk pertama akan dikeluarkan terlebihdahulu dan barang dengan tanggal kedaluarsa lebih awal mejadi prioritas utama untuk digunakan. Metode dispensing di IBS yaitu sistem resep individual dimana pasien mendapatkan alat dan obat yang digunakan untuk operasi sesuai dengan resep yang telah dituliskan, misalnya: handschoen, spuit, benang dengan ukuran tertentu, lidokain injeksi, cefotaxim injeksi, ceftriaxon injeksi. Sedangkan untuk sistem Floor Stock barang-barang yang akan digunakan untuk operasi sudah tersedia didalam ruang operasi, misalnya betadine gallon, benang roll. Pelayanan resep di IBS terdiri dari 2 macam yaitu resep emergency dan resep elektiv. Resep emergency merupakan resep yang berasal dari pasien IGD yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tidak perlu dilakukan penjadwalan operasi sehingga pasien bisa langsung melakukan tindakan operasi sedangkan resep elektif berasal dari pasien yang berada di poli yang prosesnya terjadwal, biasanya pasien melakukan pendaftaran di IBS paling lambat satu hari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
84 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
sebelum dilakukan operasi. Pasien di IBS dikelompokkan menjadi beberapa macam jenis pasien yaitu: 1. Pasien BPJS
Pasien BPJS terbagi menjadi 2 macam yaitu PBI (Penerimaan Bantuan Iuran) dan NONPBI. PBI merupakan pasien dengan kondisi ekonomi yang kurang mampu dan hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar saja namun untuk kebutuhan yang lainnya seperti berobat masih terbengkalai sedangkan untuk pasien NONPBI untuk pasien dengan kondisi ekonomi menengah ke atas yang terbagi menjadi: a.
Pekerja penerima upah dan keluarganya, contoh PNS, anggota TNI dan POLRI dll
b.
Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, contoh pekerja mandiri
c.
Bukan pekerja dan anggota keluargannya contoh, penerima pensiun, investor, veteran, dll
2. Umum
Pasien umum merupakan pasien dengan pembayaran penuh tanpa adanya bantuan dari suatu golongan dengan prosedur pasien telah mendatangani surat keterangan mampu membayar semua biaya sendiri. 3. Pasien SPM, JAMKESDA
SPM adalah pasien yang belum termasuk dalam daftar kuota BPJSK dan tetap berhak mendapat pelayanan kesehatan dengan menunjukan bukti SPM dari dinas kesehatan. 4. Asuransi lain
Depo farmasi IBS memiliki kebijakan paket obat untuk operasi yang meliputi paket anastesi (paket general anastesi dan regional anastesi), dan paket obat untuk bedah (bedah saraf, caesar, umum, orthopedy, obgyn, urology, mata dan mulut). Paket general dikondisikan untuk pasien yang tingkat keparahannya tinggi sehingga penggunaan anastesi secara keseluruhan sedangkan untuk paket regional untuk pasien seperti cesar sehingga dari kedua paket tersebut terdapat perbedaan didalam peresepannya. Perbedaan untuk Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
85 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
paket GA (general) yaitu terdapat propofol dan rocuronium sedangkan pada paket RA (regional) membutuhkan marcain (Bupivacain) dan untuk obat yang lainnya kurang lebih sama. Alur pelayan resep resep di IBS adalah: Resep masuk
Penyiapan obat & alkes
Pencatatan secara manual berdasarkan status pasien
Pengambilan obat & alkes alkes
Pasien datang
Melakukan reture
Penginputan melaui SIM
Operasi berjalan
Operasi selesai
Gambar 15. Alur pelayanan resep secara umum di IBS
Keterangan: 1. Untuk pasien elektiv resep datang sehari sebelum dilakukan operasi sedangkan untuk pasien emergency datang pada hari itu juga sehingga waktunya tidak bisa diprediksi 2. Setelah resep datang TTK menyiapkan obat-obat dan alat kesehatan yang akan dibutuhkan untuk operasi yang terbagi menjadi dua resep yaitu resep anastesi dan resep untuk operasi. 3. Obat dan alkes yang telah disiapkan oleh TTK akan diberikan kepada petugas kesehatan yang bertugas setelah kedatangan pasien. 4. Setelah operasi selesai dilaksanakan maka petugas kesehatan melakukan pelaporan ke debo farmasi
IBS terkait
penggunaan oksigen, N2O,
Iso/sevo/halo. 5.
Untuk obat dan alkes yang tidak dipakai akan direture terlebih dahulu oleh TTK sebelum di input.
6. Resep di input melalui sistem rumah sakit dr. Subandi dan untuk dokumentasi pihak debo farmasi IBS akan merekapitulasi data dan di catat ke dalam jurnal sesuai dengan jenis pasie (umum, PBI, nonPBI, SPM, dan asuransi lain. 7. Tahap akhir pelayanan yaitu alur pembayaran operasi pasien:
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
86 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Untuk pasien rawat inap baik itu BPJS dan umum, SPM dan asuransi lain administrasi/biaya obat dan alkes ditransfer di depo rawat inap.
Untuk pasien rawat jalan umum, pembayaran dilakukan di loket keuangan, administrasi kemudian langsung ke IBS.
Untuk pasien rawat jalan BPJS baik itu yang masuk dalam Fornas (Formularium Nasional) maupun yang tidak masuk dalam Fornas (Formularium Nasional), administrasi/biaya obat ditranfer di depo rawat jalan Rawat jalan/rawat inap
Pemeriksaan oleh dokter
Jadwal tindakan pembedahan
Dilakukan observasi di poli anastesi meliputi keadaan pasien
Pemberian Keputusan dari dokter
Pasien memenuhi syarat
Tindakan pembedahan di instalasi bedah sentral Gambar 16. Alur pasien elektif
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
87 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
IGD
Pemeriksan serta tindakan dari dokter
Dilakukan observasi di poli anastesi meli uti keadaan asien Memenuhi syarat
Pembedahan di instalasi bedah sentral
Gambar 17. Skema alur pelayanan pasien emergency
E. Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Pengertian Gawat Darurat menurut undang-undang RI no. 44 tentang rumah sakit tahun 2009 adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien, salah satunya adalah pelayanan resep. Pelayanan resep untuk pasien gawat darurat dengan memberikan obat dan alat kesehatan di Instalasi Farmasi Gawat Darurat untuk pasien umum dan pasien peserta BPJS secara tepat pasien, tepat jumlah, tepat waktu sesuai standar dan sesuai dengan resep atau kartu obat yang diberikan oleh dokter di Instalasi Gawat Darurat maupun di Rawat Inap serta di rawat jalan. Pasien IGD meliputi pasien rawat jalan, pasien rawat inap baik umum maupun pasien BPJS. Gawat darurat termasuk dalam 5 pelayanan awal dalam akreditasi tingkat dasar. Di Instalasi Gawat Darurat terdapat 2 ruangan operasi, ruang triase, ruang Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
88 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
observasi, ruang resusitasi, recovery room (RR) dengan kapasitas 4 tempat tidur. Adapun operasi emergency yang dilakukan di IGD antara lain operasi SC. Operasi yang dilakukan di IGD berbeda dengan operasi yang dilakukan di IBS adalah operasi yang terencana sedangkan operasi yang dilakukan di IGD sifatnya adalah emergency. Instalasi Gawat Darurat juga dilengkapi dengan apotek yang ditempatkan didepan ruang tindakan IGD. Untuk menunjang usaha
“Pelayanan Prima”, pelayanan perbekalan
farmasi di IGD dilakukan selama 24 jam, termasuk pada hari libur, yang dibagi dalam 3 shift yaitu shift pagi (mulai pukul 07.00-14.00), shift sore (pukul 14.00-20.00), dan shift malam (pukul 20.00-07.00). Sumber Daya Manusia yang ada di depo farmasi IGD, yaitu sebanyak 12 orang yang terdiri dari 1 orang apoteker, 1 orang koordinator, 4 orang tenaga teknis kefarmasian, 1 orang administrasi, dan 5 orang reseptur. Persediaan obat-obat di Depo Farmasi IGD berdasarkan atas formularium yang disusun oleh panitia farmasi dan terapi, untuk pasien BPJS menggunakan FORNAS (formularium nasional), dan untuk resep pasien umum mengacu ke formularium rumah sakit dan surat keputusan direktur RSD dr. Soebandi jember no. 440/26.SK/436.71/2010 tentang pemberlakuan formularium RSD dr. Soebandi jember, sehingga dapat meningkatkan profit rumah sakit karena semua resep masuk ke depo farmasi IGD. Pengelolaan obat dan alkes pada Depo Farmasi IGD meliputi perencanaan, pengadaan dengan cara mengajukan kebutuhan perbekalan farmasi melalui buku defecta, pengelolaan dan distribusi. Pengadaan pada depo farmasi IGD harus berjalan dengan baik sehingga perlu dilakukan pengelolaan perbekalan farmasi yaitu dengan selalu melakukan pengecekan terhadap persediaan obat dan alkes sehingga apabila stoknya telah menipis harus segera dilakukan permintaan ke gudang IFRS. 1.
Mengajukan permintaan kebutuhan obat dan alat kesehatan melalui komputer yang telah dihubungkan satu sama lain kepada pihak gudang melalui SIM.
2.
Obat dan Alat kesehatan yang telah diminta akan segera diantarkan oleh Pihak Gudang Farmasi
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
89 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
3.
Petugas maupun Asisten Apoteker yang ada pada ruangan IGD Harus segera memeriksa obat dan alat kesehatan yang telah datang apakah sesuai dengan permintaan.
4.
Setelah Memeriksa Kelengkapan dari obat dan alat kesehatan obat harus dicatat pada kartu stock yang ada sebagai Barang Masuk ‟. „
Tetapi untuk Pengadaan Pemesanan Obat yang dilakukan Oleh Depo Farmasi IGD Biasa dilakukan dalam Dua Hari Sekali, , hal ini dilakukan untuk meminimalisasi penempatan obat dan alat kesehatan sehingga memudahkan untuk pencatatan obat dan alat kesehatan yang telah dipakai. Dalam Menata Obat penyimpanan tidak digunakan penyusunan sesuai urutan alphabet melainkan sesuai dengan kelas terapi dan disesuaikan dengan bentuk sediaan. Berikut Tahap Penyimpanan Barang : Setelah Barang (Obat dan Alat Kesehatan) di catat pada kartu stock Barang disimpan dalam ruangan sesuai kelas terapi, disusun sesuai kelas terapi agar memudahkan pengambilan obat dan menghindari kesalahan pengambilan obat. 1.
Obat disimpan harus sesuai dengan suhu yang sesuai dengan keadaan fisik obat oleh karena itu disediakan lemari pendingin, Lemari penghangat untuk menyesuaikan penyimpanan beberapa obat.
2.
Dan juga setiap ruangan harus memiliki suhu yang stabil sehingga dalam ruangan memiliki termometer ruangan untuk mengetahui suhu ruangan dan dicatat suhu ruangan tiap harinnya (suhu 25-30).
3.
Untuk penyimpanan obat Napza Disimpan didalam lemari Dua pintu tertutup dan memiliki kunci .
4.
Sediaan High Alert ( High Alert merupakan obat yang mempunyai resiko tinggi terjadi kesalahan, contoh : heparin, insulin) termasuk didalamnya obatobat LASA ( Look Alike Sound Alike) yang merupakan peringatan (warning ) untuk keselamatan pasien ( patient safety), dimana obat-obatan yang bentuk/ rupanya mirip dan pengucapannya/ namanya mirip tidak boleh diletakan berdekatan contohnya efedrin dan ephinefrin. walupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi dengan minimal 2 (dua) obat dengan kategori LASA diantara atau ditengahnya, selain itu juga berdasarkan bentuk sediaannya.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
90 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Obat-obatan yang memiliki tanggal kadaluarsa yang dekat (minimal 3 bulan) dipisahkan dari obat lainnya, namun tidak langsung dikembalikan ke gudang farmasi, melainkan tetap dipakai sebagai barang yang prioritas untuk dikeluarkan hingga 1 bulan mendekati tanggal kadaluarsanya baru dilakukan prosedur retur ke gudang melalui SIM RS dengan mencantumkan nama barang, jumlah yang di retur, dan alasan dilakukannya retur barang. Kemudian petugas dari depo farmasi IGD akan mengembalikan barang ke gudang famasi untuk diproses retur ke distributor atau administrator yang dilakukan pada depo farmasi IGD meliputi pelaporan pemakaian obat-obatan narkotika dan psikotropika setiap bulannya, laporan pemakaian obat dan alat kesehatan setiap bulannya, serta oleh karena depo farmasi IGD merupakan pelayanan 24 jam dan menjadi lini pertama pelayanan resep bagi pasien rawat jalan diluar jam kerja, maka petugas administrasi depo farmasi IGD juga menyiapkan rekapitulasi pemakaian obat dan alat kesehatan dilengkapi dengan pembiayaan bagi pasien IGD yang kemudian pasien akan dirujuk ke depo rawat jalan. Dari depo IGD yang dirujuk ke rawat inap, maka berkas dan pembayarannya dilakukan di depo akhir pasien dirawat dan lakukan pembayaran pada loket keuangan. Jenis obat-obatan yang disediakan di depo farmasi IGD terbatas pada obat- obatan yang bersifat emergency atau live saving, ditambahkan dengan obatobatan pemakaian dalam maupun luar yang akan diperoleh oleh pasien pulang (rawat jalan). Contohnya antara lain: dopamine injeksi, efinefrin injeksi, deksametason injeksi, ranitidine injeksi, ketorolac dan lain sebagainya. Apabila kemudian terjadi kekosongan obat didepo farmasi IGD, maka langkah awal yang dilakukan ialah mencarinya pada depo lain dengan cara melakukan cek stock sisa depo tersebut melalui SIM RS. Jika depo lain juga tidak memilikinya, maka dilakukan permintaan pada gudang farmasi. Namun jika tidak ada pula, maka farmasis berhak merekomendasikan kepada dokter untuk mengganti obatnya dengan padanan yang sama (kandungan sama) atau generiknya, bila tidak ada pula diganti dengan obat lain dengan golongan atau mekanisme kerja sama. Dua opsi terakhir dilakukan dengan terlebih dahulu memohon izin/komunikasi dengan tenaga medis yang menangani pasien. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
91 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Seluruh kegiatan pengelolaan hingga pelayanan klinis dijembatani oleh adanya system informasi manajemen rumah sakit atau SIM RS, yang menjadi sarana komunikasi antar depo farmasi IGD dan depo lain maupun diantara depo farmasi
IGD
dengan
ruang
perawatan
IGD
(critical
care)
serta
loket
pembayarannya. Keberadaan SIM RS dapat meningkatkan efisiensi pelayanan di IGD.
Pasien menyerahkan resep dengan melampirkan fotocopy kartu BPJS
Petugas farmasi mengecek ketersediaan obat dan alat kesehatan
Obat dan alkes yang tersedia di entry di sistem infarmasi manajemen dan dibuat rincian bia ya
Resep disiapkan oleh petugas farmasi
Obat dan alkes diserahkan ke pasien beserta informasi obat
Gambar 18. Alur Pelayanan Resep BPJS Depo Farmasi IGD
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
92 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Tahap pelayanan resep pasien umum terdapat pada gambar 4.11, sebagai berikut: Pasien menyerahkan resep
Petugas farmasi mengecek ketersediaan obat dan alat kesehatan
Obat dan alkes yang tersedia di entr y di sistem
Pasien membayar ke kasir dan menerima
Resep disiapkan oleh petugas
Obat dan alkes diserahkan ke pasien beserta informasi obat Gambar 19. Alur Pelayanan Resep Umum Depo Farmasi IGD
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
BAB V PEMBAHASAN
Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember dahulu merupakan Rumah Sakit Paru, berdasarkan SK Menkes nomor : 1162/MENKES/SK/IX/1992 yang menyatakan bahwa RSD dr. Soebandi menjadi RSD tipe B non-pendidikan, kemudian
berdasarkan
SK
Menkes
Nomor
1097/MENKES/SK/IX/2002
menyatakan bahwa RSD dr. Soebandi telah beralih menjadi Rumah Sakit tipe B pendidikan dengan akreditasi lengkap yang berfungsi sebagai pusat rujukan untuk wilayah Jawa Timur bagian timur meliputi 5 kabupaten: kabupaten Probolinggo, kabupaten Banyuwangi, kabupaten Situbondo, kabupaten Lumajang, dan kabupaten Bondowoso. Instalasi Farmasi RSD dr. Soebandi merupakan satuan kerja (satker) satusatunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi manejemen pengelolaan perbekalan farmasi dengan sistem satu pintu, sebagaimana yang diamanatkan dalam undang – undang. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember berada di bawah komando Wakil Direktur Pelayanan. Kepala Instalasi Farmasi yang merupakan seorang Apoteker (Dra. Ida Hermawatie, Apt) dalam menjalankan tugas kefarmasian dibantu oleh 8 Apoteker yang bertanggung jawab pada tiap bagian. Instalasi farmasi RSD dr. Soebandi terdiri menjadi dua bagian, yaitu: bagian manajerial dan bagian farmasi klinik. Bagian manajerial terdiri dari : 1.
Bagian Perencanaan Obat, ALKES dan BHP oleh Roy Yunit, S.Si., Apt
2.
Bagian Pengadaan Obat, ALKES dan BHP oleh Dra. Ida Hermawatie, Apt S.Farm. Apt.
3.
Bagian Logistik/Gudang Farmasi oleh Rieska Narulita, S.Farm., Apt.
4.
Bagian Farmasi Rawat Jalan Oleh Intan S. Sufiah, S.Farm., Apt dan Yovita Fitri F., S.Farm., Apt.
5.
Bagian pelayanan Farmasi Rawat Inap oleh Drs. Prihwanto Budi, Apt Sp.FRS dan Chrysnanda M, S.Farm., Apt.
6.
Bagian pelayanan farmasi IGD oleh Barly S.K., S.Farm., Apt.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
93
94 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
7.
Bagian Pelayanan farmasi IBS oleh Ratna Puji Ekawati, S.Farm., Apt.
8.
Bagian Gas Medis oleh Roy Yunita., S.Si., Apt
Sedangkan bagian farmasi klinik terdiri dari : 1.
Bagian Sitostatika oleh Roy Yunita., S.Si., Apt.
2.
Bagian Pelayanan Informasi Obat oleh Drs. Prihwanto Budi S, Apt. Sp. FRS
3.
Bagian Konseling oleh Drs. Prihwanto Budi, Apt Sp.FRS, Intan S. Sufiah, S.Farm., Apt.
4.
Bagian Visite oleh Yovita Fitri F., S. Farm, Apt dan Chrysnanda M, S.Farm., Apt, Intan S. Sufiah, S.Farm., Apt, Barl y S.K., S.Farm., Apt. Jumlah apoteker di rumah sakit RSD dr. Soebandi tidak memenuhi
persyaratan yang ada dalam Permenkes 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan perijinan di rumah sakit dimana dalam permenkes jumlah apoteker untuk rumah sakit tipe B adalah 13 orang sedangkan jumlah apoeter di RSD dr. Soebandi Jember adalah 9 orang apoteker. Pelayanan kefarmasian yang ada di RSD dr. Soebandi dikelola oleh Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi juga merupakan satu-satunya instalasi di rumah sakit yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab
terhadap
perencanaan,
pengadaan,
penyimpanan
dan
pendistribusian perbekalan farmasi di rumah sakit. Gudang Perbekalan Farmasi RSD dr. Soebandi menerapkan manajemen pengelolaan perbekalan farmasi satu pintu, artinya semua perbekalan farmasi diterima dan dikeluarkan hanya oleh Instalasi Farmasi, sehingga kebutuhan dan pemakaian dapat dipantau dengan baik, hal tersebut sudah sesuai dengan Permenkes no 72 tahun 2016 pasal 6 ayat 2 yang mengatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu. Fungsi tersebut dikontrol dengan sistem kontrol persediaan secara manual dan komputerisasi. Tujuan utama dari kontrol persediaan adalah mengatur pengadaan dan perubahan persediaan terkait jumlah barang masuk dan keluar serta sisa barang. Sistem kontrol ini diatur untuk menyediakan informasi guna memonitor keadaan persediaan. Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember menerapkan sistem satu pintu, yang merupakan suatu sistem dimana dalam pelayanan kefarmasian menggunakan satu kebijakan, satu standar operasional, satu pengawasan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
95 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
operasional dan satu sistem informasi. Sistem pelayanan farmasi satu pintu dalam artian instalasi farmasi sebagai pengelola tunggal perbekalan farmasi rumah sakit. Kebijakan kefarmasian satu pintu termasuk juga pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dengan demikian semua sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai yang beredar di rumah sakit merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi. Farmasi rumah sakit betanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit baik di rawat jalan maupun di rawat inap, bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat siap pakai bagi semua pihak rumah sakit, baik petugas kesehatan maupun pasien dan bertanggung jawab atas semua pekerjaan pelayanana kefarmasian di rumah sakit. Adapun tujuan dari pelayanan kefarmasian satu pintu adalah untuk optimalisasi pelayanan obat gawat darurat, resep rawat jalan, rawat inap, obat operasi dan pelayanan obat masyarakat kurang mampu, meminimalisasi pemberian obat yang tidak tepat, meminimalisir medication error , pasien safety dan peningkatan pelayanan asuhan kefarmasian. Keuntungan dari sistem satu pintu adalah memudahkan dalam memonitoring obat, dapat mengetahui kebutuhan obat secara menyeluruh untuk perencanaan obat, menjamin mutu obat yang tersedia sesuai persyaratan kefarmasian, dapat dilaksanakan pelayanan obat dengan sistem unit dose dispensing ke semua ruang rawat inap serta dapat melakukan monitoring efek samping obat di rumah sakit. Sistem perencanaan di Instalasi Farmasi RSD dr. Soebandi dilakukan menggunakan metode kombinasi yaitu perpaduan antara metode konsumsi dan epidemiologi. Masing-masing depo membuat perencanaan kebutuhan masingmasing kemudian rancangan perencanaan masing-masing depo diserahkan kepada tim pengadaan RSD dr. Soebandi untuk didiskusikan. Selanjutnya tim pengadaan yang melakukan pemesanan barang kepada distributor obat. Kemudian untuk penerimaan dilakukan oleh pihak gudang. Peran farmasis dalam pengadaan obat di rumah sakit tidak terlepas dari adanya Panitia Farmasi dan Terapi (PFT). Panitia ini yang bertugas menentukan
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
96 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
formularium rumah sakit dr. Soebandi Jember. Apoteker sebagai seorang sekretaris yang diketuai oleh seorang dokter spesialis dan beranggotakan dokter serta tenaga kesehatan lain yang ada di rumah sakit dr. Soebandi. Usulan obat dari hasil diskusi PFT tersebut yang akan dijadikan formularium sebagai dasar pengadaan obat di rumah sakit. Selain pengelolaan obat, gudang farmasi juga bertugas dalam pengelolaan Alat Medis Habis Pakai (AMHP), Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Perencanaan perbekalan farmasi merupakan langkah awal dalam siklus pengelolaan obat. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk mendapatkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Perencanaan yang baik akan mengatasi permasalahan kekosongan atau kelebihan perbekalan farmasi. Kegiatan perencanaan meliputi kegiatan pemilihan dan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi. Pemilihan perbekalan farmasi dilakukan dengan mempertimbangkan baik jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran rumah sakit. Fungsi dari pemilihan adalah untuk menentukan perbekalan farmasi yang benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasi en atau kunjungan serta pola penyakit di RSD Dr. Soebandi. Dasar-dasar dalam pemilihan perbekalan farmasi antara lain adalah : 1.
Seminimal mungkin perbekalan farmasi yang dipilih dengan menghindari kesamaan jenis.
2.
Menghindari
obat
kombinasi,
kecuali
jika
obat
kombinasi
tersebut
mempunyai efek yang lebih baik disbanding obat tunggal. 3.
Jika jenis obat yang dipilih banyak, maka dipilih berdasarkan obat pilihan. Setelah pemilihan perbekalan farmasi kemudian dilakukan perhitungan
kebutuhan perbekalan farmasi. Penentuan kebutuhan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : CT = (CA x T) + SS – Sisa Persediaan Keterangan : CT
= kebutuhan per periode waktu
CA
= kebutuhan rata-rata per waktu
T
= lama periode waktu
SS
= safety stock
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
97 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Untuk menghitung safety stock menggunakan rumus :
Pedoman yang digunakan dalam perencanaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit dr. Soebandi meliputi Formularium Nasional, Formularium Rumah Sakit, data catatan medik, anggaran yang tersedia, sisa persediaan, data pemakaian
sebelumnya
dan
rencana
pengembangan.
Pedoman
tersebut
selanjutnya menjadi acuan dalam penentuan kebutuhan perbekalan farmasi untuk periode kedepan. Dalam melaksanakan perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi, RSD dr. Soebandi menggunakan metode konsumsi. Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi Rumah Sakit dr. Soebandi dilakukan tiap bulan pada minggu terakhir. Tim perencanaan menentukan daftar kebutuhan perbekalan farmasi untuk tiap depo kemudian akan dilakukan pengecekan oleh tiap kepala depo dan setelah disetujui, daftar perbekalan tersebut diserahkan pada tim pengadaan untuk dapat direalisasikan.
A. Depo Gudang Farmasi Rumah Sakit
Depo Gudang Farmasi RSD dr. Soebandi merupakan depo yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perbekalan farmasi baik obat, Alat Medis Habis Pakai (AMHP) maupun Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Gudang Farmasi menyediakan kebutuhan perbekalan farmasi untuk semua unit seperti instalasi farmasi rawat inap, instalasi farmasi rawat jalan, IGD (Instalasi Gawat Darurat) dan IBS (Instalasi Bedah Sentral) serta floor stock kesetiap poli. Penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan menjadi dua yaitu penyimpanan obat (gudang 1) dan penyimpanan alat kesehatan (alkes), Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan reagen (gudang 2). Penyimpanan bahan obat dibagi lagi menjadi dua yaitu obat generik untuk pasien BPJS dan obat merk dagang untuk pasien regular. Obat-obatan disusun secara alfabetis dengan menerapkan sistem FEFO ( First Expired First Out ) dan FIFO ( First in First Out ). Obat LASA (Look Alike, Sound Alike) diberikan penandaan dan diberi jarak sehingga mengurangi Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
98 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
terjadinya kesalahan dalam pengambilan obat. Obat yang stoknya kosong maka kartu stoknya diletakkan ditempat khusus agar mudah mengetahui obat apa saja yang stok barangnya sudah kosong. Penyimpanan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari terpisah. Khusus obat yang termolabil disimpan di kulkas. Penyimpanan barang yang mudah terbakar dan berbahaya juga disimpan ditempat yang berbeda dan untuk obat-obatan dengan nama obat dan rupa mirip (NORUM/LASA) diberi stiker dan diletakkan tidak berdekatan untuk menghindari salah ambil obat. Untuk penyimpanan perbekalan farmasi alat kesehatan di gudang farmasi ditata berdasarkan golongan penggunaan. Semua perbekalan farmasi yang ditata dicatat di kartu stok dan diletakkan disebelah kanan dari barang tersebut agar lebih mudah untuk proses administrasinya. Alur masuk dan keluarnya perbekalan farmasi harus selalu dicatat di kartu stok dan dilakukan pengecekan antara kartu stok dengan data yang ada di komputer serta bukti fisik perbekalan farmasi yang ada di gudang. Penyimpanan obat di gudang farmasi RSD dr. Soebandi sudah memenuhi persyaratan. Obat – obatan dan alkes yang telah kadaluwarsa dan rusak dari setiap depo maupun gudang farmasi dikumpulkan dan akan dilakukan pemusnahan. Rencana pemusnahan disusun oleh gudang farmasi kemudian diteruskan ke IFRS dan selanjutnya akan diajukan ke Direktur Rumah Sakit. Direktur Rumah Sakit kemudian akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) mengenai tim yang akan melakukan pemusnahan. Tim tersebut terdiri atas pihak internal dan eksternal Rumah Sakit yang terdiri atas pihak Dinas Kesehatan dan Kepolisian yang akan menentukan waktu pemusnahan. Pemusnahan kemudian dilakukan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Setelah pemusnahan selesai, selanjutnya tim pemusnahan membuat berita acara serta dokumentasi pada saat pemusnahan dilakukan.
B. Depo Rawat Jalan Farmasi Rumah Sakit
Pelayanan resep di depo farmasi rawat jalan berupa pelayanan resep kepada pasien umum, pasien BPJS, SPM dan asuransi lain. Metode yang Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
99 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
digunakan dalam dispensing obat pasien rawat jalan dilakukan menggunakan metode individual prescription. Sistem individual prescribing adalah suatu sistem dimana dokter menuliskan resep untuk masing-masing pasien kemudian pasien menebus resep obatnya sendiri ke depo farmasi rawat jalan. Pelayanan pasien umum dilayani seluruhnya tanpa ada potongan maupun keringanan biaya, semua biaya ditanggung oleh pihak pasien. Pelayanan resep pada pasien BPJS dan SPM harus diteliti dahulu dengan memeriksa kelengkapan syarat-syarat pengajuan resep BPJS ( screening administrative) yaitu surat rujukan, surat jaminan BPJS, fotocopy data laboratorium jika perlu. Resep yang masuk di depo farmasi rawat jalan harus di screening terlebih dahulu. Pelayanan resep dimulai dengan memeriksa identitas pasien, memberikan nomor urut resep kepada pasien atau keluarga pasien. Lama pemberian obat maksimum 5 hari untuk pasien non kronis, sedangkan untuk resep dengan penyakit kronis, lama pemberian obat maksimal 30 hari untuk pasien geriatri dan pediatri, serta pemberian obat maksimal 3 bulan untuk penyakit paru, diabetes mellitus dan jantung. Resep untuk obat-obat penyakit kronis, harus disertakan surat pernyataan kronis dari dokter di masingmasing poli. Jika tidak ada surat keterangan kronis, maka dianggap tidak kronis dan obat diberikan maksimal 5 hari. Serta ada beberapa obat tertentu yang hanya dapat diberikan jika pasien melampirkan hasil laboratorium. Penyiapan resep disesuaikan dengan kategori status pasien. Obat yang diberikan untuk pasien BPJS harus disesuaikan dengan Formularium Nasional. Evaluasi terhadap Formularium Rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah sakit.Obat untuk pasein regular sesuai dengan formularium RS. Pasien SPM diberikan obat-obatan generik yang merujuk pada e-catalog (Daftar Obat Generik), sedangkan untuk pasien asuransi lain seperti PT. KAI, obat yang diberikan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara pihak instansi yang bersangkutan dengan pihak Rumah Sakit dengan melampirkan keterangan keanggotaan dari instansi terkait. Jika terdapat obat yang tidak tercantum dalam Formularium Nasional dan Formularium Rumah Sakit, maka dapat diganti dengan padanannya atau memberikan copy resep bila obat yang diresepkan tidak masuk BPJS atau stok obat kosong. Pada waktu
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
100 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
penyerahan obat, nomor pengambilan obat pada pasien diminta untuk dicocokan dengan nomor yang tertulis pada resep. Selain itu nama pasien dan nama poli juga ditanyakan. Hal ini dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam pengambilan obat dan penyerahan obat. Sebelum obat diserahkan kepada pasien, dilakukan kembali kelengkapan obat secara keseluruhan, dimulai dari nama pasien, nama obat, dosis dan bentuk sediaan, jumlah obat, dan etiketnya. Keterbatasan sumber daya manusia pada depo rawat jalan menyebabkan lamanya waktu tunggu pasien di mana idealnya dalam SOP pelayanan obat terhadap pasien adalah obat racikan 60 menit dan non racikan 45 menit. Untuk mengatasi hal ini maka perlu adanya penambahan staf yang bertugas menulis etiket, menyiapkan dan meracik obat, juga perlu strategi dimana adanya pemisahan antara resep racikan, resep non racikan serta resep yang hanya melayani alkes, sehingga lead time pasien tidak terlalu lama serta dapat meningkatkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di rawat jalan sesuai standar pelayanan minimal yaitu > 80%. Selain itu keterbatasan tempat penerimaan dan penyerahan resep terkadang menjadi kendala dalam pelayanan. Serta perlu dilakukan juga pemisahan ruang antara tempat penerimaan dan penyerahan resep BPJS dan Umum agar tidak membingungkan pasien yang akan mengambil obat. Perhitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada pelayanan kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pela yanan farmasi menejerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penyerahan obat, pencatatan penggunaan obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 apoteker untuk 50 pasien. Rata- rata jumlah pasien depo rawat jalan RSD dr. Soebandi tiap hari adalah 250 pasien jadi berdasarkan ketentuan di atas maka seharusnya jumlah apoteker di depo rawat jalan adalah 5 orang apoteker sedangkan kenyataannya hanya 1 apoteker maka perlu juga penambahan apoteker demi melancarkan pelayanan kefarmasian di Depo rawat jalan. Depo Farmasi Rawat Jalan juga melakukan preparasi sitostatika. Preparasi sitostatika merupakan suatu kegiatan penyiapan kemoterapi. Preparasi sitostatika tidak dilakukan setiap hari, pelaksanaanya hanya dilakukan bila ada pasien yang hendak kemoterapi. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
101 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
C. Depo Rawat Inap Farmasi Rumah Sakit
Pelayanan resep pada pasien rawat inap dilakukan dengan metode One Daily Dose Dispensing (ODDD) dimana obat yang dipersiapkan dalam bentuk dosis terbagi yang berisi obat dengan jumlah yang telah ditetapkan untuk pemakaian dalam satu hari. Dimana depo farmasi rawat inap menyediakan obat pasien untuk sehari pemakaian dan di serahkan ke ruangan perawat, kemudian oleh perawat obat diserahkan ke pasien untuk sekali pemakaian saja. Pelayanan resep untuk pasien rawat inap yang pulang menggunakan sistem dispensing Individual Prescribing. Metode
penyerahan obat yang
dilakukan di depo farmasi rawat inap yaitu metode kombinasi UDD dan ODDD, dimana depo farmasi rawat inap menyediakan obat pasien untuk sehari pemakaian dan diserahkan ke ruangan perawatan, kemudian oleh perawat obat diserahkan ke pasien untuk sekali pemakaian saja. Bila ada pasien rawat inap yang akan pulang, obat yang tidak dipakai dapat diretur ke depo dan dikembalikan ke tempat penyimpanan. Pasien lebih diuntungkan dengan system ini karena pasien hanya akan membayar obat yang mereka gunakan saja, sedangkan untuk obat yang yang belum sempat terpakai dapat diretur atau dikembalikan ke depo farmasi. Hal ini sesuai dengan tujuan pelayanan farmasi yang diorientasikan kepada pasien ( patient oriented ). Selain itu juga digunakan sistem floor stock dimana obat, cairan infus dan alkes sudah tersedia diruang perawat, misalnya emergency kit , BHP, dan obat-obat yang dibutuhkan CITO. Perhitungan kebutuhan apoteker di depo farmasi rawat inap seharusnya adalah berdasarkan beban kerja pada pela yanan kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi menejerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkaji resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 apoteker untuk 30 pasien. Kenyataannya jumlah apoteker di depo rawat inap yang hanya 3 orang, tidak sebanding dengan jumlah ruangan rawat inap yang kurang lebih 15 ruangan. Keterbatasan jumlah apoteker ini membatasi kinerja apoteker dimana apoteker harus menjalankan farmasi klinik salah satuya adalah visite. Apoteker juga berperan dalam mengevaluasi pengobatan yang diberikan kepada
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
102 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
pasien rasional atau tidak. Hal ini berhubungan dengan adanya penggunaan obat yang tidak perlu atau tidak sesuai. Dimana kebijakan BPJS yang hanya menanggung 40% dari biaya pengobatan pasien BPJS selama dirawat inap. Diharapkan mampu menekan biaya pengobatan yang melebihi total yang diklaim BPJS. Karena itu penambahan jumlah apoteker sebaiknya perlu dilakukan sehingga kegiatan farmasi klinik dapat dijalankan di depo rawat jalan.
D. Depo Instalasi Gawat Darurat Farmasi Rumah Sakit
Depo farmasi instalasi gawat darurat IGD adalah salah satu layanan dari instalasi farmasi RSD dr. Soebandi yang melayani pasien gawat darurat baik pasien BPJS maupun pasien umum. Sistem pendistribusian atau dispensing yang digunakan adalah individual prescribing dan sistem paket. Sistem dispensing paket dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat layanan IGD untuk tindakan darurat. Alur pelayanan di depo farmasi IGD di mulai dari pasien datang ke IGD, kemudian pasien akan mendapatkan tindakan pertama. Pasien didaftarkan di bagian administrasi untuk mengetahui status pasien apakah termasuk pasien umum atau pasien BPJS. Pasien akan diberikan resep yang kemudian diserahkan ke depo farmasi IGD. Depo farmasi IGD menyiapkan kebutuhan obat dan alat kesehatan sesuai resep dan status pasien. Obat yang tidak digunakan dapat diretur. Setelah dilakukan tindakan selanjutnya akan dilihat kondisi pasien apakah perlu dirawat inap atau tidak, jika pasien memerlukan perwatan lebih maka selanjutnya pasien akan masuk ke rawat inap. Sebelum masuk ke rawat inap pasien akan mendapatkan LPO (Lembar Pemakaian Obat) yang digunakan selama di IGD. LPO itu nantinya akan menjadi acuan pembayaran obat yang digunakan selama pasien menerima obat di IGD.
E. Depo Instalasi Bedah Sentral Farmasi Rumah Sakit
Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS) merupakan unit kerja yang sifatnya mengkoordinasi kebutuhan perbekalan farmasi di unit pelaksanaan operasional kamar operasi. Jenis pelayanan kepada pasien di IBS meliputi pelayanan operasi sekaligus dengan anestesinya. Sifat operasi yang ditangani di IBS adalah operasi terencana (elektif ) dan operasi emergency. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
103 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Resep yang diterima untuk operasi elektif oleh petugas farmasi apotek IBS akan disiapkan sehari sebelum operasi dilakukan dan untuk operasi emergency penyiapannnya sesaat sebelum operasi dilakukan.Obat dan alat kesehatan yang telah disiapkan diserahkan kepada perawat yang membantu selama proses operasi. Jika selama proses operasi berlangsung dokter atau perawat memerlukan obat dan alat kesehatan tambahan maka perawat atau dokter dapat langsung meminta ke bagian depo farmasi IBS dengan menambahkan nama dan jumlah obat/alkes yang diminta ke dalam resep yang sudah diserahkan sebelumnya. Setelah operasi selesai dilakukan obat dan alat kesehatan yang tidak terpakai dapat dikembalikan atau diretur ke depo farmasi IBS. Selama
kegiatan
PKPA
mahasiswa
diwajibkan
untuk
melakukan
pelayanan didepo farmasi sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Selama di depo, mahasiswa terlibat langsung dalam pelayanan kefarmasian seperti dispensing (penyiapan obat), melakukan KIE sederhana langsung ke pasien, pelayanan obat dari gudang ke depo-depo farmasi, dan menghitung stock persediaan obat serta melaksanakan promosi kesehatan (promkes) yang langsung disampaikan kepada pasien. Selain itu, mahasiswa melakukan DUS atau Drug Study Utility, yang mana mahasiswa mengkaji serta berdiskusi tentang ketepatan penggunaan obat pasien selama dirawat di rumah sakit. Mahasiswa juga melakukan kunjungan ke CSSD (Central Steril Supply Department). CSSD merupakan pusat kegiatan sterilisasi di RSD dr. Soebandi. Di sini, mahasiswa berdiskusi langsung dengan kepala penanggungjawab CSSD tentang bagaimana alur pelayanan di CSSD serta peran utama CSSD seperti menekan, mengendalikan, dan mencegah penyebaran infeksi nosokomial di rumah sakit. Fungsi dari pusat sterilisasi adalah menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan medis. Alat
– alat yang
disterilkan yaitu alat-alat yang dapat direuse (digunakan kembali) seperti sarung tangan, gunting, pinset, cawan bulat, cawan ginjal, foley catheter, dan lain-lain. Selain itu, mahasiswa juga melakukan kunjungan ke IPAL. Instalasi Pengolahan Air dan Limbah (IPAL) merupakan suatu instalasi khusus yang Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
104 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
menangani pengelolaan limbah dari berbagai sumber di rumah sakit. Pengelolaan limbah bertujuan untuk menjaga dan melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar serta mencegah penyebaran kuman atau penyakit yang diakibatkan oleh limbah rumah sakit. Selama kunjungan, mahasiswa berdiskusi langsung dengan penanggungjawab IPAL, dan melihat langsung mesin-mesin serta proses pengolahan limbah di IPAL. Untuk mendukung semua kegiatan pelayanan kefarmasian termasuk diantaranya kegiatan farmasi klinik sangat dibutuhkan manajemen support, diantaranya organisasi, finansial, Sumber Daya Manusia dan Sistem Informasi Manajemen. RS. Soebandi telah menggunakan Sistem Informasi Manajemen dalam mendukung pelayanan kefarmasian diantaranya pemesanan obat ke gudang farmasi, menyimpan data penggunaan obat pasien dll. Rumah sakit ini juga telah memiliki struktur organisasi yang jelas dan kebutuhan finansial yang ditunjang dari pemerintah daerah karena RS. Soebandi adalah Rumah Sakit milik pemerintah daerah Jember. Namun kebutuhan sumber daya manusia di Rumah Sakit ini belum memenuhi syarat yang telah ditetapkan untuk Rumah Sakit tipe B. penambahan jumlah sumber daya manusia terutama apoteker perlu dilakukan guna mendukung kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit ini.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi, maka dapat disimpulkan: 1. Pelayanan
Instalasi
Farmasi
yang
dilakukan
di
RSD
dr.
Soebandi
menggunakan sistem satu pintu, dimana seluruh kegiatan dilakukan oleh farmasis. 2. Perencanaan obat-obat dan alat kesehatan dengan menggunakan metode kombinasi, yakni metode konsumsi dan epidemologi/pola penyakit. 3. Pengadaan obat dan alat kesehatan di RSD dr. Soebandi ada yang dilakukan setiap bulan dengan mempertimbangkan sifat barang yang bersifat fast moving dan slow moving . 4. Sistem dispensing obat untuk pasien rawat jalan berupa Individual Prescription sedangkan untuk pasien rawat inap berupa kombinasi antara Unit Dispensing Dose (UDD) dan One Daily Dose Dispensing (ODDD). Sistem dispensing pada pasien operasi baik terencana (IBS) maupun keadaan darurat (IGD) berupa paket operasi untuk memudahkan tindakan medis yang diberikan. 5. Penyediaan obat dan peresepan di RSD dr. Soebandi berpedoman pada Formularium Rumah Sakit (FRS) dan FORNAS BPJS. 6. Jangkauan Farmasi Klinis yang telah dilaksanakan di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi meliputi: a.
Pengkajian dan pelayanan resep.
b.
Penelusuran riwayat penggunaan obat.
c.
Pelayanan Informasi Obat (PIO).
d.
Konseling.
e.
Pemantauan Terapi Obat (PTO).
f.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
g.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
105
106 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
h.
Preparasi Sitostatika.
7. Metode sterilisasi yang digunakan di RSD dr. Soebandi menggunakan 2 metode yaitu : a. Secara fisika, dengan menggunakan metode panas basah dengan alat autoclave. Sterilisasi dengan autoclave dilakukan pada suhu 126 0C selama 40 menit. Sterilisasi ini digunakan untuk cito dan barang sedikit (satu). b. Sterilisasi dengan gas kimia menggunakan dua macam yaitu Etilen Oksida dan Formaldehida.
B. Saran
1. Perlu
dilakukanya
peningkatan
dalam
pelayanan
farmasi
klinik
dan
memaksimalkan peran apoteker di rumah sakit RSD. dr. Soebandi. 2. Peningkatan mutu dan kualitas SDM melalui pelatihan baik pengetahuan, keterampilan maupun kedisiplinan. 3. Perlu dilakukan evaluasi kinerja pegawai secara rutin disertai pelaporannya untuk perbaikan kualitas. 4. Perlu evaluasi kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan sebagai feed back dari pasien. 5. Perlu
penambahan
apoteker
agar
sesuai
dengan
undang-undang
meningkatkan pelayanan di rumah sakit.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
dan
107 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006. Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit . Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Anonim, 2009. Undang-Undang RI No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit . Jakarta Anonim, 2010. Klasifikasi Rumah Sakit . Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Anonim, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1171/MENKES/PER/VI/2011 tentang Sistem Informasi Rumah Sakit . Departemen Kesehatan RI. Jakarta Anonim, 2013, Inhealth Gazette, Divisi Pelayanan Obat,
[email protected], diakses tanggal 23 September 2015.
available
at
Anonim, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Di Rumah Sakit. Jakarta Anonim, 2001. Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia. Jakarta Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya, Salemba Medika. Jakarta Febriawati, Heni SKM, MARS. 2013. Management Logistik Farmasi Rumah Sakit. Cetakan I. Penerbit Gosyen Publishing. Jogjakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Siregar, Ch. J.P dan Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
108 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
LAMPIRAN
Lampiran
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
109 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 1. Gedung RSD dr. Soebandi Jember
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
110 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 2. Resep dan Etiket
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
111 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 3. Laporan Permintaan Permintaan Obat (LPO)
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
112 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 4. Kartu Stok
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
113 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 5. SIM Instalasi Farmasi RSD dr. Soebandi Jember
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
114 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 6. Depo Farmasi Rawat inap
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
115 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 7. Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
116 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 8. Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
117 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 9. Depo Farmasi Rawat Jalan
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
118 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 10. Gudang Farmasi
Bahan berbahaya beracun Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
119 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 11. Lemari Penyimpanan Obat H igh Alert
Lampiran 12. Lemari Narkotika dan Psikotropika
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
120 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 13. CSSD
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
121 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 14. Promosi Kesehatan di RSD dr. Soebandi
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
122 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 15. Leaflet
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
123 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
124 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Lampiran 16. STUDI KASUS FORM DATA BASE PASIEN Nama/Umur : Tn. IDM/50th No. RM : 155817 Ruang : Antorium Alamat : Griya Kembang Permai MM-18, Bondowoso Status pasien : BPJS Non-PBI Tanggal MRS : 17/2/2017 Tanggal KRS : 25/2/2017 Keluhan / Tanda Umum Tanda Vital Pasien MRS tanggal 17/2/2017 Tekanan darah :140/100 mmHg dengan keluhan nyeri dan rasa Nadi : 83 bpm panas pada perut. Pasien 5 hari RR : 22 x/menit yll operasi hernia. Suhu : 36,8 oC
Diagnosa Cirrhosis hepatic + Ascites
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tgl 18/2
21/2
22/2
Jenis Pemeriksaan Hematologi Hb WBC Hct Trombosit Gula darah Glukosa sewaktu Faal Hati Albumin SGOT SGPT Elektrolit Na K Cl Ca Faal Ginjal SCr BUN Urea Serologi-Imunologi HbsAg Kualitatif Anti HCV Kualitatif Na K Cl SCr BUN Urea Asam Urat
Hasil
Nilai Normal
Satuan
Keterangan
11,3 11,3 32,4 327
13,5-17,5 4,5-11,0 41-53 150-450
g/dL 10 /L % 109/L
Rendah Tinggi Rendah Normal
174
<200
Mg/dL
Normal
2,7 73 41
3,4-4,8 10-35 9-43
g/dL U/L U/L
Rendah Tinggi Tinggi
137,3 6,52 112,5 2,19
135-155 3,5-5 90-110 2,15-2,57
Mmol/L Mmol/L Mmol/L Mmol/L
Normal Tinggi Tinggi Normal
1,4 20 43
0,6-1,3 6-20 12-43
mg/dL mg/dL mg/dL
Tinggi Normal Normal
Positif Negatif 137,8 6,49 113,3 2,0 79 169 9,8
Negatif Negatif 135-155 3,5-5 90-110 0,6-1,3 6-20 12-43 3,6-8,5
Mmol/L Mmol/L Mmol/L mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
Normal Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
125 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Riwayat Pengobatan No
Nama Obat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Cefotaxime inj. Omeprazol inj. Antrain inj. Hyosine Br. Inj. Sucralfate syr D40 + Actrapid 2 IU Meylon + Ca Gluconas Nacl 0,9% inf 7 tpm Spironolactone 100 mg tab Furosemid inj. Furosemid 40 mg tab Lansoprazole 30 mg kaps Cefixime 100 mg kaps
18/2 19/2
Tanggal penggunaan 20/2 21/2 22/2 23/2
-
-
-
-
-
24/2
-
-
-
-
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
25/2 -
P g
ro
P ri e m
OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI
e o ra d
F P
ar si
No.
eb ro
ru fe
1.
iA
M
Nama obat
Cefotaxime 1 gram/vial inj.
p o
a te
re k
t 2
e
1 ak
r
0 F
7 u lt a s
2 F ar
Omeprazole 40 mg/vial inj.
Indikasi
Dosis
Rute pemberian
Interaksi
ESO
Outcome terapi
-
Reaksi lokal pada tempat injeksi, reaksi hipersensitivitas, ggn GI, ggn hematologik, moniliasis & vaginitis
Infeksi teratasi
Sakit kepala, diare, konstipasi, kelebihan gas dalam lambung & usus Dispnea, urtikaria, angioedema berat atau bronkospasme, aritmia kordis, hipotensi dan syok sirkulasi
Mual dan muntah teratasi
Infeksi sal. Napas bawah, kulit & jar.lunak, sal. Kemih, intra abdomen, tulang & sendi, bakerimia, septikemia & meningitis Ulkus duodenal, ulkus lambung, refluks esofagitis
3x1 gram
i.v
2 x 40 mg
i.v
-
Nyeri berat yang berhubungan dengan otot spasme otot polos (akut atau kronik) misalnya spasme otot atau kolik yang mempengaruhi GIT, pasase bilier, ginjal atau saluran kemih bag. bawah Nyeri paroksismal pada penyakit dilambung dan usus halus, nyeri spastik pada traktus urinarius.
3 x 500 mg
i.v
-
m a si U n iv er si ta
3 s S e
Antrain 500 mg/ml inj.
ti a B u d i A n g k a ta n
4 X X X
Buscopan (Hyosine Br 20 mg/ml inj.)
5
P g
ro
P ri e m
e
No.
o
Sucralfate 500 mg syr
Nama obat
Indikasi
F eb
P
ar si A
M p o
ar e
te
2 r
e
1 ak
k
t 0 F
6
7 u lt
2 x 1 amp
i.v
3xIC
Dosis
peroral
-
-
Rute pemberian
Edema akibat sirosis hati dengan atau tanpa asites
1 x ½ tab (pagi hari)
Interaksi
Edema akibat sirosis hati dengan atau tanpa asites
Pump 5 cc/jam
peroral
Meningkatkan efek dari diuretik, suplementasi kalium harus dihindari selama penggunaan
i.v
Furosemid menurunkan kadar Ca gluconas dengan meningkatkan clearence renal (minor-non significant interaction) -
Spironolactone tab 100 mg
a s F ar m a si U n iv er
7 ta
si
Lasix (Furosemid)
s S e ti a B u
Hiperkalemia d i n
A
8 k
g
D40 + Actrapid
a ta n X
Hiperkalemia X II
X
9
Meylon
it as Se ti a B ak
fe
i-
rs
ur
ro
ru
ve
iS
ra d
ni
ud
II
Gastritis, gastric ulcer dan duodenum ulcer
U
Nyeri teratasi
D40 + Actrapit 2 IU per jam hingga 4 jam
i.v
i.v
-
Kekeringan pada kulit & sekitar mulut, konstipasi palpitasi, flushing, bradikardia, takikardia, dan aritmia jantung Kemungkinan menimbulkan konstipasi. Efek lain yang jarang terjadi
Nyeri teratasi
ESO
Outcome terapi
adalah diare, mual, mulut terasa kering, dizzines, kemerahan pada kulit Ginekomastia mungkin timbul pada penggunaan spironolactone dan biasanya reversible apabila pengobatan dihentikan , jarang: gang. pencernaan Ggn pencernaan ringan, kehilangan Ca, Na, K, metabolik alkalosis, diabetes
P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P oe ro fe
Nyeri teratas
ba si nd A iJ em te
po 1
r
r
6
ke be
2
Edema teratasi
U
Edema teratasi
ni ve rs it as Se ti a B ud
Hipoglikemia, urtikaria/ruam, reaksi anafilaksis, neuropati perifer, ggn refraksi, diabetik retinopati Aggravated CHF, perdarahan cerebral, hipernatremia, hipokalemia, hipokalsemia, metabolik alkalosis
iS ur
Hiperkalemia teratasi
ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K
Hiperkalemia teratasi
er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
7
be
em ke
2
P g
ro
P ri e m
e
No.
o
Nama obat
Indikasi
Dosis
ra d
F eb
P
ar si
Rute pemberian
Interaksi
ro
ru fe
iA
M p o
a te
re k
t 2
e
1 ak
r
0 F
6
7 u lt
Edema akibat sirosis hati dengan atau tanpa asites
1 x ½ tab (pagi hari)
Edema akibat sirosis hati dengan atau tanpa asites
Pump 5 cc/jam
peroral
Meningkatkan efek dari diuretik, suplementasi kalium harus dihindari selama penggunaan
i.v
Furosemid menurunkan kadar Ca gluconas dengan meningkatkan clearence renal (minor-non significant interaction) -
Spironolactone tab 100 mg
a s F ar m a si U n iv er
7 si ta
Lasix (Furosemid)
s S e ti a B u
Hiperkalemia d i A n
8 g k
D40 + Actrapid
a ta n X
D40 + Actrapit 2 IU per jam hingga 4 jam
Hiperkalemia X
i.v
i.v
-
X II
9
Meylon
ESO
adalah diare, mual, mulut terasa kering, dizzines, kemerahan pada kulit Ginekomastia mungkin timbul pada penggunaan spironolactone dan biasanya reversible apabila pengobatan dihentikan , jarang: gang. pencernaan Ggn pencernaan ringan, kehilangan Ca, Na, K, metabolik alkalosis, diabetes
Outcome terapi
Edema teratasi
U
Edema teratasi
ni ve rs it as Se ti a B ud
Hipoglikemia, urtikaria/ruam, reaksi anafilaksis, neuropati perifer, ggn refraksi, diabetik retinopati Aggravated CHF, perdarahan cerebral, hipernatremia, hipokalemia, hipokalsemia, metabolik alkalosis
iS ur
Hiperkalemia teratasi
ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K
Hiperkalemia teratasi
er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ em te
po 1
r
r
7
ke be
P g
ro
P ri e m
e
No.
o
Nama obat
ra d
F eb
P
10
Ca Gluconas
ar si
fe
11
NaCl 0,9% inf
ro
ru ite
2 r
e
1 ak
k
t
12
0 F
7
-
-
Interaksi
-
-
30 mg
Peroral
-
Lansoprazole
100 mg
Peroral
Cefixime
ISK tak terkomplikasi, otitis media, faringitis, tonsilitis, bronkitis akut & eksaserbasi akut , bronkitis kronik, GO tak terkomplikasi
Cefixime meningkatkan toksisitas furosemide dan meningkatkan efek nefrotoksisitas
Sakit kepala, diare, reaksi anfilaktoid, astenia, mual, muntah, urtikaria, ruam kulit. Diare, nyeri perut, mual, muntah, dispepsia, kembung, kolitis pseudomembran, anoreksia, rasa panas pada ulu hati, konstipasi, peningkatan sementara SGOT & SGPT
u lt a s F ar m a si U iv
n
13
u
B
a
ti
e
S
s
ta
si
er
ESO
i.v
o
e
Hiperkalemia
Rute pemberian i.v
7 tpm
p
ar
Dosis
Menjaga keseimbangan elektrolit Tukak duodenum, tukak lambung berulang, refluks esofagus
A
M
Indikasi
2
Outcome terapi
Hiperkalemia teratasi Kadar elektrolit seimbang Gastritis teratasi
Infeksi teratasi
U ni ve rs it as Se ti a B ud iS ur
d
ak i A
P R
di
ta
ar ek
kt
n
ra
g k a ta n X
SD II
.S
K
X
er dr ja
X
P oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
8
be
em ke
2
P g
ro
P ri e m
e
No.
o
Nama obat
ra d
F eb
P
10
Ca Gluconas
ar si
fe
11
NaCl 0,9% inf
ro
ru ik
2
e
1 ak
12 r
0 F
7
-
30 mg
Peroral
-
Lansoprazole
100 mg
Peroral
Cefixime
ISK tak terkomplikasi, otitis media, faringitis, tonsilitis, bronkitis akut & eksaserbasi akut , bronkitis kronik, GO tak terkomplikasi
Cefixime meningkatkan toksisitas furosemide dan meningkatkan efek nefrotoksisitas
Sakit kepala, diare, reaksi anfilaktoid, astenia, mual, muntah, urtikaria, ruam kulit. Diare, nyeri perut, mual, muntah, dispepsia, kembung, kolitis pseudomembran, anoreksia, rasa panas pada ulu hati, konstipasi, peningkatan sementara SGOT & SGPT
lt a s F ar m a si U iv
13 er
Outcome terapi
-
u
n
ESO
-
te
t
-
Interaksi
i.v
o
re
Hiperkalemia
Rute pemberian i.v
7 tpm
p
a
Dosis
Menjaga keseimbangan elektrolit Tukak duodenum, tukak lambung berulang, refluks esofagus
A
M
Indikasi
si ta s S e ti a B u
Hiperkalemia teratasi Kadar elektrolit seimbang Gastritis teratasi
Infeksi teratasi
U ni ve rs it as Se ti a B ud iS ur
d
ak i A
P R
di
ta
ar ek
kt
n
ra
g k a ta n X
SD II
.S
K
X
er dr ja
X
P oe ro fe ba si nd A iJ em te
po 1
r
r
8
ke be
P g
ro
P ri e m
2
SOAP
e o ra d
Tgl
F eb
P
ar si
Problem Medik
Subyektif
Nyeri dan kembung di perut (skala 4-5 = sedang), Nafas spontan, ro
ru fe
iA
M p o
ar e
te
2 r
e
1 ak
k
t 0 F
7 u
Obyektif TD : 150/80 mmHg Suhu : 37,5 oC N : 80 bpm RR : 20 x/m SGOT : 73 U/L SGPT : 41 U/L 9 WBC : 11,3 10 /L
lt a s
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram Antrain 3 x 1 gram Buscopan 3 x 1 amp OMZ inj. 2 x 40 mg Sucralfate 3 x 1 C
F ar m a si U n si
er
iv
18/2 ti
e
S
s
ta
Cirrhosis Hepatic komplikasi Ascites
a B u d i A n g k a ta n X X X II
Hiperkalemia
Kalium : 6,52 mmol/L
Assesment (DRP)
Terapi
-
Plan & Monitoring
Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis terhadap SBP (Spontaneous Bacteri Peritonitis) pada pasien cirrhosis hepatik + ascites (Dipiro ed. 9 hal. 192) Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi DRP: Indikasi tanpa terapi Antrain yang digunakan untuk mengatasi nyeri merupakan golongan NSAID yang dikontraindikasikan pada pasien dnegan ascites karena dapat menngurangi pengeluaran urine (retensi urine) DRP : pemilihan obat kurang tepat (ESO) Pasien tidak memiliki riwayat gastritis sehinga tidak perlu pemberian sucralfat DRP : Terapi tanpa indikasi
Plan
Indikasi tanpa terapi
Plan Direkomendasikan pemberian D40 + Insulin untuk
Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Dipertimbangkan penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
U ni ve rs it as Se ti a B
Monitoring
ud
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring kadar Leukosit Monitoring SGOT ,SGPT
iS
ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
9
be
em ke
2
P g
ro
P ri e m
SOAP
e o ra d
Tgl
F eb
P
ar si
Problem Medik
Subyektif
Nyeri dan kembung di perut (skala 4-5 = sedang), Nafas spontan, ro
ru fe
iA
M p o
a te
re k
t 2
e
1 ak
r
0 F
7 u
Obyektif TD : 150/80 mmHg Suhu : 37,5 oC N : 80 bpm RR : 20 x/m SGOT : 73 U/L SGPT : 41 U/L 9 WBC : 11,3 10 /L
lt a s
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram Antrain 3 x 1 gram Buscopan 3 x 1 amp OMZ inj. 2 x 40 mg Sucralfate 3 x 1 C
F ar m a si U n iv er si
18/2 ta s S e ti
Cirrhosis Hepatic komplikasi Ascites
a B u d i A n g k a ta n X X X II
Hiperkalemia
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
Problem Medik
Subyektif
Kalium : 6,52 mmol/L
Obyektif
Assesment (DRP)
Terapi
-
Plan & Monitoring
Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis terhadap SBP (Spontaneous Bacteri Peritonitis) pada pasien cirrhosis hepatik + ascites (Dipiro ed. 9 hal. 192) Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi DRP: Indikasi tanpa terapi Antrain yang digunakan untuk mengatasi nyeri merupakan golongan NSAID yang dikontraindikasikan pada pasien dnegan ascites karena dapat menngurangi pengeluaran urine (retensi urine) DRP : pemilihan obat kurang tepat (ESO) Pasien tidak memiliki riwayat gastritis sehinga tidak perlu pemberian sucralfat DRP : Terapi tanpa indikasi
Plan
Indikasi tanpa terapi
Plan Direkomendasikan pemberian D40 + Insulin untuk
Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Dipertimbangkan penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
ni ve rs it as Se ti a B
Monitoring
ud
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring kadar Leukosit Monitoring SGOT ,SGPT
iS
ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P oe
Assesment (DRP)
Terapi
U
ro fe ba si nd A iJ em te
po 1
r
r
9
ke be
2
Plan & Monitoring menurunkan kadar kalium serum
F eb
P
ar si
ro
ru
Monitoring A
i-
fe
M p o
ar e
te
2 r
e
1 ak
Hipoalbumin k
t 0
Albumin : 2,7 gr/dL
-
Indikasi tanpa terapi
F
7 u lt a
Monitoring kadar kalium serum Plan Albumin sebaiknya diberikan sampai kadar al bumin pasien mencapai
s
range normal dilihat dari data kadar albumin pasien. F ar m a
U ni
Monitoring si U
ve
Monitoring kadar albumin Plan
n iv
Hepatorenal Sindrome er si ta
ClCr: 58,86 ml/mnt Scr : 1,4 mg/dL
-
Indikasi tanpa terapi
e ti a B u d i A
Anemia k a ta
Hb : 11,3 mg/dl Hct : 32,4%
-
Indikasi tanpa terapi
n X X X II
19/2
Cirrhosis Hepatic
Nyeri di perut skl 4
TD : 130/80 mmHg o Suhu : 36,5 C
as
Rekomendasi penggunaan Pentoxifylline 400 mg/hari
S
g
it Se
s
n
rs
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram
Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi DRP: Indikasi tanpa terapi
ti a B ud
Monitoring Monitoring faal ginjal (Scr, ClCr,BUN) Plan Rekomendasi pemberian suplemen besi atau asam folat hingga nilai Hb dan Hct mencapai atas normal Monitoring Monitoring kadar Hb dan Hct
iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A
Plan
iJ te
po 1
r
r
0
Direkomendasikan terapi
em be
ke 3
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
Problem Medik
Subyektif
Obyektif
Assesment (DRP)
Terapi
Plan & Monitoring menurunkan kadar kalium serum
F eb
P
ar si
ro
ru
Monitoring A
i-
fe
M p o
a te
re
Hipoalbumin k
t 2
e
1 ak
Albumin : 2,7 gr/dL
-
Indikasi tanpa terapi
r
0 F
7 u lt a
Monitoring kadar kalium serum Plan Albumin sebaiknya diberikan sampai kadar al bumin pasien mencapai
s
range normal dilihat dari data kadar albumin pasien. F ar m a
U ni
Monitoring si U
ve
Monitoring kadar albumin Plan
n iv
Hepatorenal Sindrome er si ta
ClCr: 58,86 ml/mnt Scr : 1,4 mg/dL
-
Indikasi tanpa terapi
e ti a B u d i A
Anemia k a ta
Hb : 11,3 mg/dl Hct : 32,4%
-
Indikasi tanpa terapi
n X X X II
19/2
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
F eb
P
ar si
ro
ru fe
i-
Cirrhosis Hepatic
Nyeri di perut skl 4
Problem Subyektif Medik komplikasi Nafas spontan Ascites
TD : 130/80 mmHg o Suhu : 36,5 C
Obyektif N : 88 bpm Urine Produksi : 400cc
A
M p o
ar e
te
2 r
e
1 ak
k
t 0
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram
OMZ inj. 2 x 40 mg Antrain 3 x 1 gram Buscopan 3 x 1 amp Sucralfate 3 x 1 C
u lt a s F ar m a si U n iv er si ta s
Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi DRP: Indikasi tanpa terapi
Antrain yang digunakan untuk mengatasi nyeri merupakan golongan NSAID yang dikontraindikasikan pada pasien dnegan ascites karena dapat menngurangi pengeluaran urine (retensi urine) DRP : pemilihan obat kurang tepat (ESO) Pasien tidak memiliki riwayat gastritis sehinga tidak perlu pemberian sucralfat DRP : Terapi tanpa indikasi
S e ti a B
Cirrhosis Perut membesar Hepatic Nyeri perut komplikasi Nafas spontan Ascites u d i A n g k a ta n X X II
X
20/2
TD : 150/80 mmHg N : 81 RR : 22 o C Suhu : 36
Se
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram OMZ inj. 2 x 40 mg Antrain 3 x 1 gram Sucralfate 3 x 1 C
Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi DRP: Indikasi tanpa terapi Antrain yang digunakan untuk mengatasi nyeri merupakan golongan NSAID yang dikontraindikasikan pada pasien dnegan ascites karena dapat menngurangi pengeluaran urine (retensi urine)
ti a B ud
Monitoring Monitoring faal ginjal (Scr, ClCr,BUN) Plan Rekomendasi pemberian suplemen besi atau asam folat hingga nilai Hb dan Hct mencapai atas normal Monitoring Monitoring kadar Hb dan Hct
iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A
Plan
iJ te
po 1
r
r
0
Direkomendasikan terapi
em ke be
Assesment (DRP)
Terapi
F
7
as
Rekomendasi penggunaan Pentoxifylline 400 mg/hari
S
g
it
s
n
rs
3
Plan & Monitoring kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Dipertimbangkan penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
U ni ve rs it
Monitoring
as
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Dipertimbangkan penggunaan
Se
ti a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
1
be
em ke
3
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
F eb
P
ar si
ro
ru fe
i-
Problem Subyektif Medik komplikasi Nafas spontan Ascites
Obyektif N : 88 bpm Urine Produksi : 400cc
A
M p o
a te
re k
t 2
e
1 ak
r
0
OMZ inj. 2 x 40 mg Antrain 3 x 1 gram Buscopan 3 x 1 amp Sucralfate 3 x 1 C
F
7
Assesment (DRP)
Terapi
u lt a s F ar m a si U n iv er si ta s
Antrain yang digunakan untuk mengatasi nyeri merupakan golongan NSAID yang dikontraindikasikan pada pasien dnegan ascites karena dapat menngurangi pengeluaran urine (retensi urine) DRP : pemilihan obat kurang tepat (ESO) Pasien tidak memiliki riwayat gastritis sehinga tidak perlu pemberian sucralfat DRP : Terapi tanpa indikasi
S e ti a B
Cirrhosis Perut membesar Hepatic Nyeri perut komplikasi Nafas spontan Ascites u d i A n g k a ta
TD : 150/80 mmHg N : 81 RR : 22 o C Suhu : 36
n X X X II
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram OMZ inj. 2 x 40 mg Antrain 3 x 1 gram Sucralfate 3 x 1 C
P g
ro
P ri e m
20/2
e
Tgl
o ra d
Problem Medik
Subyektif
Obyektif
Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi DRP: Indikasi tanpa terapi Antrain yang digunakan untuk mengatasi nyeri merupakan golongan NSAID yang dikontraindikasikan pada pasien dnegan ascites karena dapat menngurangi pengeluaran urine (retensi urine)
eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p o
ar e
te
2 r
e
1 ak
k
t
DRP : Terapi tanpa indikasi
0 F
7 u
Hiperkalemia a
lt
-
s F ar m a si U n iv er si ta s S e ti a B u d i A n g
II
X
X
X
n
ta
a
k
Splenomegali ; Hepar mengecil, permukaan tdk rata Cairan intra abdomen (+)
Hasil USG
Meylon 1 x 1 Ca Glukonas 2 x 1 D40 + 2 IU actrapid/jam hingga 4 kali
kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Dipertimbangkan penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
Meylon (Na bicarbonat) menaikkan pH plasma sehingga menyebabkan Kalium masuk kedalam sel akibatnya kadar kalium serum menurun Actrapid (insulin) bekerja menstimulasi pompa N-KATPase sehingga menyebabkan kalium masuk kedalam sel Kalium serum menurun D40 (glukosa) ditambahkan untuk mencegah hipoglikemia Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi DRP: Indikasi tanpa terapi Antrain yang digunakan untuk mengatasi nyeri merupakan golongan NSAID yang dikontraindikasikan pada
U ni ve rs it
Monitoring Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Dipertimbangkan penggunaan
as Se
ti
Assesment (DRP)
Terapi
DRP : pemilihan obat kurang tepat (ESO) Pasien tidak memiliki riwayat gastritis sehinga tidak perlu pemberian sucralfat
F
Plan & Monitoring
a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ em te
po 1
r
r
1
ke be
3
Plan & Monitoring Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
Monitoring Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Plan Terapi dilanjutkan hingga kadar kalium serum masuk dalam range normal
U
Monitoring
ve
ni rs it as
Monitoring kadar kalium serum
Se ti a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan
ra
SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
2
be
em ke
3
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
Problem Medik
Subyektif
Obyektif
Assesment (DRP)
Terapi
DRP : pemilihan obat kurang tepat (ESO) Pasien tidak memiliki riwayat gastritis sehinga tidak perlu pemberian sucralfat
F eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p o
a te
re k
t 2
e
1 ak
DRP : Terapi tanpa indikasi r
0 F
7 u
-
Hiperkalemia lt a s F ar m a si U
Meylon 1 x 1 Ca Glukonas 2 x 1 D40 + 2 IU actrapid/jam hingga 4 kali
n iv er si ta s S e ti a B u d i A n g k a ta
Hasil USG
Splenomegali ; Hepar mengecil, permukaan tdk rata Cairan intra abdomen (+) n X X X II
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
Problem Medik
Subyektif
Obyektif
Meylon (Na bicarbonat) menaikkan pH plasma sehingga menyebabkan Kalium masuk kedalam sel akibatnya kadar kalium serum menurun Actrapid (insulin) bekerja menstimulasi pompa N-KATPase sehingga menyebabkan kalium masuk kedalam sel Kalium serum menurun D40 (glukosa) ditambahkan untuk mencegah hipoglikemia Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi DRP: Indikasi tanpa terapi Antrain yang digunakan untuk mengatasi nyeri merupakan golongan NSAID yang dikontraindikasikan pada
eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p o
ar e
te
2 r
e
1 ak
k
t 0 F
7 u lt a s F
DRP : Terapi tanpa indikasi ar m a si
Cirrhosis Nyeri perut Hepatic kanan + bawah, komplikasi mual, kembung Ascites U n iv er si ta s S e ti a B u d A
i
TD : 150/90 mmHg RR : 28 x o Suhu : 36,3 C N : 88 bpm UP : 500cc Hbs Ag : (+)
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram OMZ inj. 2 x 40 mg
Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis terhadap SBP (Spontaneous Bacteri Peritonitis) pada pasien cirrhosis hepatik + ascites (Dipiro ed. 9 hal. 192) Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi
DRP: Indikasi tanpa terapi
21/2 g
n k a n
ta
II
X
X
X
Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
Monitoring Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Plan Terapi dilanjutkan hingga kadar kalium serum masuk dalam range normal
U
Monitoring
ve
Pasien merasakan nyeri tetapi tidak diterapi DRP : Indikasi tanpa terapi
ni rs it as
Monitoring kadar kalium serum
Se ti a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan
ra
Assesment (DRP)
Terapi
pasien dnegan ascites karena dapat menngurangi pengeluaran urine (retensi urine) DRP : pemilihan obat kurang tepat (ESO) Pasien tidak memiliki riwayat gastritis sehinga tidak perlu pemberian sucralfat
F
Plan & Monitoring
SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ em te
po 1
r
r
2
ke be
3
Plan & Monitoring tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Dipertimbangkan penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
Monitoring Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
U ni ve rs it as Se ti a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P
Monitoring
oe ro fe
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT
ba
si nd A iJ te
po 1
r
r
3
be
em ke
3
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
Problem Medik
Subyektif
Obyektif
Assesment (DRP)
Terapi
pasien dnegan ascites karena dapat menngurangi pengeluaran urine (retensi urine) DRP : pemilihan obat kurang tepat (ESO) Pasien tidak memiliki riwayat gastritis sehinga tidak perlu pemberian sucralfat
F eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p o
a te
re k
t 2
e
1 ak
r
0 F
7 u lt a s F
DRP : Terapi tanpa indikasi ar m a si
Cirrhosis Nyeri perut Hepatic kanan + bawah, komplikasi mual, kembung Ascites U n iv er si ta s S e ti a
TD : 150/90 mmHg RR : 28 x o Suhu : 36,3 C N : 88 bpm UP : 500cc Hbs Ag : (+)
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram OMZ inj. 2 x 40 mg
B u d i A
Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis terhadap SBP (Spontaneous Bacteri Peritonitis) pada pasien cirrhosis hepatik + ascites (Dipiro ed. 9 hal. 192) Cirrhosis hepatic + Ascites tidak diterapi
DRP: Indikasi tanpa terapi
21/2 n g k a ta n
X X X II
Pasien merasakan nyeri tetapi tidak diterapi DRP : Indikasi tanpa terapi
Plan & Monitoring tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Dipertimbangkan penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
Monitoring Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
U ni ve rs it as Se ti a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P
Monitoring
oe ro fe
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT
ba
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
F eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p
Problem Subyektif Medik Cirrhosis Diare, Nyeri Hepatic perut komplikasi Nafas spontan Ascites
Obyektif TD : 150/80 mmHg RR : 28 x o C Suhu : 36,7 N : 90 bpm Hbs Ag : (+)
o
ar e
te
2 r
e
1 ak
k
t 0 F
7 u lt
Assesment (DRP)
Terapi
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram OMZ inj. 2 x 40 mg Lasix pump 5 amp kec. 5cc/jam Spironolactone 100mg pgi ½ tab
a s F ar
Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis terhadap SBP (Spontaneous Bacteri Peritonitis) pada pasien cirrhosis hepatik + ascites (Dipiro ed. 9 hal. 192) Penggunaan lasix (furosemid) dan spironolactone sudah tepat sebagai diuretik
m a si U n er
iv s S e ti a
Hepatorenal Sindrome A
i
d
u n g k a ta
ClCr: 37 ml/mnt Scr : 2,0 mg/dL BUN : 79 mg/dL Urea : 169 mg/dL
-
Indikasi tanpa terapi
te
po 1
r
r
3
ke be
Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
U ni ve rs it as
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Plan
Se
X X
Hiperkalemia
Kalium : 6,49 mmol/L
ti a B ud iS ur ak
Rekomendasi penggunaan Pentoxifylline 400 mg/hari
X
-
Meylon (Na bicarbonat) menaikkan pH plasma sehingga menyebabkan Kalium masuk kedalam sel
3
Plan & Monitoring
n II
em
ta
B
A iJ
Monitoring
22/2 si
si nd
P R
di
ta
ar ek
kt
Monitoring Monitoring faal ginjal (Scr, ClCr,BUN) Plan Terapi dilanjutkan hingga kadar kalium serum masuk dalam range normal
ra SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
4
be
em ke
3
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
F eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p
Problem Subyektif Medik Cirrhosis Diare, Nyeri Hepatic perut komplikasi Nafas spontan Ascites
Obyektif TD : 150/80 mmHg RR : 28 x o C Suhu : 36,7 N : 90 bpm Hbs Ag : (+)
o
a te
re k
t 2
e
1 ak
r
0 F
7 u lt
Assesment (DRP)
Terapi
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram OMZ inj. 2 x 40 mg Lasix pump 5 amp kec. 5cc/jam Spironolactone 100mg pgi ½ tab
a s F ar
Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis terhadap SBP (Spontaneous Bacteri Peritonitis) pada pasien cirrhosis hepatik + ascites (Dipiro ed. 9 hal. 192) Penggunaan lasix (furosemid) dan spironolactone sudah tepat sebagai diuretik
m a si U n iv er
Direkomendasikan terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
U ni ve rs it
Monitoring
22/2 si
Plan & Monitoring
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Plan
as Se
ta s
ti
S e ti a B
Hepatorenal Sindrome u d i A n g k a ta
ClCr: 37 ml/mnt Scr : 2,0 mg/dL BUN : 79 mg/dL Urea : 169 mg/dL
-
Indikasi tanpa terapi
X X
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
F eb
P
ar si
Problem Medik
Subyektif
Kalium : 6,49 mmol/L
Obyektif
ro
ru fe
iA
M p o
ar e
te
2 r
e
1 ak
k
t 0 F
7 u lt a s F ar m
Cirrhosis Kembung Hepatic Nafas spontan komplikasi splenomegali Ascites
iS ur ak
-
Terapi
Meylon (Na bicarbonat) menaikkan pH plasma sehingga menyebabkan Kalium masuk kedalam sel
R
ek
kt
ra
Monitoring Monitoring faal ginjal (Scr, ClCr,BUN) Plan Terapi dilanjutkan hingga kadar kalium serum masuk dalam range normal
Assesment (DRP)
akibatnya kadar kalium serum menurun Actrapid (insulin) bekerja menstimulasi pompa N-KATPase sehingga menyebabkan kalium masuk kedalam sel Kalium serum menurun D40 (glukosa) ditambahkan untuk mencegah hipoglikemia Cefotaxime inj. 3 x Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis 1 gram terhadap SBP OMZ inj. 2 x 40 (Spontaneous Bacteri mg Peritonitis) pada pasien Lasix pump 5 amp cirrhosis hepatik + ascites kec. 5cc/jam (Dipiro ed. 9 hal. 192) Spirono 100mg pgi Pasien merasakan nyeri ½ tblt tetapi tidak diterapi
P di
ta
ar SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ em te
po 1
r
r
4
ke be
Monitoring
Monitoring kadar kalium serum
U
X X
Monitoring
dr
si U n iv er si ta s S e ti a B u i
d
23/2
II
X
n
ta
a
k
g
n
A
DRP : Indikasi tanpa terapi
3
Plan & Monitoring
Terapi kombinasi diuretik dilanjutkan spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
a
TD : 150/100 mmHg RR : 24 x N : 86 bpm o Suhu : 36,5 C GCS : 456 Hasil USG
ud
Rekomendasi penggunaan Pentoxifylline 400 mg/hari
X
Hiperkalemia
B
n II
a
ni ve rs it as Se ti a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er ja .S P
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT
oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
5
em be
ke 3
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
F eb
P
ar si
Problem Medik
Subyektif
Obyektif
ro
ru fe
iA
M p o
a te
re k
t 2
e
1 ak
r
0 F
7 u lt a s F ar m
Cirrhosis Kembung Hepatic Nafas spontan komplikasi splenomegali Ascites
akibatnya kadar kalium serum menurun Actrapid (insulin) bekerja menstimulasi pompa N-KATPase sehingga menyebabkan kalium masuk kedalam sel Kalium serum menurun D40 (glukosa) ditambahkan untuk mencegah hipoglikemia Cefotaxime inj. 3 x Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis 1 gram terhadap SBP OMZ inj. 2 x 40 (Spontaneous Bacteri mg Peritonitis) pada pasien Lasix pump 5 amp cirrhosis hepatik + ascites kec. 5cc/jam (Dipiro ed. 9 hal. 192) Spirono 100mg pgi Pasien merasakan nyeri ½ tblt tetapi tidak diterapi
Plan & Monitoring Monitoring
Monitoring kadar kalium serum
U
X
Terapi kombinasi diuretik dilanjutkan spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
X
Monitoring
dr
a si U n iv er si ta s S e ti
TD : 150/100 mmHg RR : 24 x N : 86 bpm o Suhu : 36,5 C GCS : 456 Hasil USG
Assesment (DRP)
Terapi
a B u d i
DRP : Indikasi tanpa terapi
23/2 A n g k a ta n X II
ni ve rs it as Se ti a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er ja .S P
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT
oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
5
em
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
F eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p
Problem Subyektif Medik Cirrhosis Nyeri perut Hepatic komplikasi Ascites
o
ar e
te
2 r
e
1 ak
k
t 0
Obyektif TD : 120/80 mmHg N : 84 bpm RR : 18 x o C Suhu : 36 GCS : 456 (Compos mentis)
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram OMZ inj. 2 x 40 mg Lasix pump 5 amp kec. 5cc/jam
F
7 u a
lt
24/2 F
s
Assesment (DRP)
Terapi
ar m a si U n iv er
Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis terhadap SBP (Spontaneous Bacteri Peritonitis) pada pasien cirrhosis hepatik + ascites (Dipiro ed. 9 hal. 192) Terapi cirrhosis seharusnya kombinasi diuretik (Spironolactone dan Furosemid) DRP : Pemilihan obat kurang tepat Pasien merasakan nyeri tetapi tidak diterapi
DRP : Indikasi tanpa terapi si ta s S e ti a B
Cirrhosis Hepatic komplikasi Ascites u d i A n g k a
II
X
X
X
n
ta
25/2 (KRS)
-
-
Furosemud tab 1 x 40 mg Sucralfate syr 3 x I C Lansoprazole kaps 1 x 30 mg Cefixime kaps 2 x 100 mg
Terapi cirrhosis seharusnya kombinasi diuretik (Spironolactone dan Furosemid) DRP : pemilihan obat kurang tepat Pasien tidak memiliki riwayat gastritis juga tidak mengeluh adanya gang. Pada lambung sehingga tidak memerlukan terapi Sucralfate maupun
ke be
3
Plan & Monitoring Terapi kombinasi diuretik dilanjutkan spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
U ni ve rs it
Monitoring
as
Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Rekomendasi u/ menghentikan penggunaan sucralfate dan lansoprazole Rekomendasi penggunaan antibiotik Ofloxacin 2 x 400 mg (tiap 12 jam) selama 8 hari
Se
ti a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
6
be
em ke
3
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
F eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p
Problem Subyektif Medik Cirrhosis Nyeri perut Hepatic komplikasi Ascites
o
a te
re k
t 2
e
1 ak
Obyektif TD : 120/80 mmHg N : 84 bpm RR : 18 x o C Suhu : 36 GCS : 456 (Compos mentis)
r
0
Cefotaxime inj. 3 x 1 gram OMZ inj. 2 x 40 mg Lasix pump 5 amp kec. 5cc/jam
F
7 u lt a
24/2 s F
Assesment (DRP)
Terapi
ar m a si U n iv er
Cefotaxime digunakan sebagai terapi profilaksis terhadap SBP (Spontaneous Bacteri Peritonitis) pada pasien cirrhosis hepatik + ascites (Dipiro ed. 9 hal. 192) Terapi cirrhosis seharusnya kombinasi diuretik (Spironolactone dan Furosemid) DRP : Pemilihan obat kurang tepat Pasien merasakan nyeri tetapi tidak diterapi
DRP : Indikasi tanpa terapi si ta s S e ti a B
Cirrhosis Hepatic komplikasi Ascites u d i A n g k a ta n
-
-
25/2 (KRS) X X X II
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
Problem Medik
Subyektif
Obyektif
Furosemud tab 1 x 40 mg Sucralfate syr 3 x I C Lansoprazole kaps 1 x 30 mg Cefixime kaps 2 x 100 mg
Terapi
Terapi cirrhosis seharusnya kombinasi diuretik (Spironolactone dan Furosemid) DRP : pemilihan obat kurang tepat Pasien tidak memiliki riwayat gastritis juga tidak mengeluh adanya gang. Pada lambung sehingga tidak memerlukan terapi Sucralfate maupun
eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p o
ar e
te
2 r
e
1 ak
k
t 0 F
7
n
U
si
a
m
ar
F
s
a
lt
u
Terapi kombinasi diuretik dilanjutkan spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Digunakan Buscopan untuk nyeri perut, jika nyeri berlanjut direkomendasikan penggunaan tramadol (analgetik opioid) Penggunaan sucralfate dihentikan Penggunaan Omeprazole sebagai terapi pencegahan gangguan lambung karena pasien bed rest
U ni ve rs it
Monitoring Monitoring tanda-tanda vital Monitoring keluhan nyeri perut akibat ascites Monitoring SGOT ,SGPT Terapi kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose u/ cirrhosis hepatic + Ascites Rekomendasi u/ menghentikan penggunaan sucralfate dan lansoprazole Rekomendasi penggunaan antibiotik Ofloxacin 2 x 400 mg (tiap 12 jam) selama 8 hari
as Se
ti
a B ud iS ur ak P R
di
ta
ar ek
kt
ra SD K er dr ja .S P oe ro fe ba si nd A iJ em te
po 1
r
r
6
ke be
Assesment (DRP) lansoprazole DRP : Terapi tanpa indikasi Cefixime digunakan sebagai antibiotik u/ SBP namun dapat meningkatkan toksisitas furosemide dan meningkatkan efek nefrotoksisitas serta dapat meningkatkan nilai SGPT & SGOT DRP : Adverse drug reaction
F
Plan & Monitoring
3
Plan & Monitoring Monitoring
Keluhan nyeri pasien akibat ascites
U ni ve rs it
iv
as er si ta
Se S
B
ti s
a e a
ud u
ur
ti
iS B d
ak i A
P R
di
ta
ar ek
kt
n
ra
g k a ta n X
SD II
.S
K
X
er dr ja
X
P oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
7
be
em ke
3
P g
ro
P ri e m
e
Tgl
o ra d
Problem Medik
Subyektif
Obyektif
Terapi
Assesment (DRP) lansoprazole DRP : Terapi tanpa indikasi Cefixime digunakan sebagai antibiotik u/ SBP namun dapat meningkatkan toksisitas furosemide dan meningkatkan efek nefrotoksisitas serta dapat meningkatkan nilai SGPT & SGOT DRP : Adverse drug reaction
F eb
P
ar si
ro
ru fe
iA
M p o
a te
re k
t 2
e
1 ak
r
0 F
7 u lt a s F ar m a si U n
Plan & Monitoring Monitoring
Keluhan nyeri pasien akibat ascites
U ni ve rs it
iv
as er si ta
Se S
B
ti s
a e a
ud u
ur
ti
iS B d
ak i A
P R
di
ta
ar ek
kt
n
ra
g k a ta n X
SD II
.S
K
X
er dr ja
X
P oe ro fe ba si nd A iJ te
po 1
r
r
7
be
em
138 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Pasien 1. Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan pola hidup yang harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan garam kaya protein, tidak minum minuman beralkohol, istirahat yang cukup) 2. Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya. 3. Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat. 4. Hindari konsumsi alkohol dan obat-obat NSAID yang dapat mempeparah sirosis hepatik
ke 3
138 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Pasien 1. Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan pola hidup yang harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan garam kaya protein, tidak minum minuman beralkohol, istirahat yang cukup) 2. Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya. 3. Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat. 4. Hindari konsumsi alkohol dan obat-obat NSAID yang dapat mempeparah sirosis hepatik
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
139 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
PEMBAHASAN
Sirosis adalah penyakit kronis hati, di mana terjadi destruksi dan regenerasi difus sel-sel parenkim hati dan peningkatan pertumbuhan jaringan ikat difus yang menghasilkan disorganisasi arsitektur lobular dan vaskular. Struktur normal hati digantikan dengan regenerasi nodul dan dikelilingi oleh jaringan ikat yang terbentuk secara berlebihan. Sirosis sebenarnya merupakan kondisi dinamis antara proses pencederaan sel (nekrosis), fibrosis serta penggantian sel yang rusak dengan pembentukan nodul. Keadaan ini sangat mengganggu pasokan bahan nutrisi, oksigen dan bahan metabolik pada berbagai daerah di hati yang dapat memacu iskemia maka terjadinya sirosis yang lebih lanjut. Sirosis hati bersifat irreversibel sehingga tidak dapat diobati, tujuan pengobatan yaitu mencegah kerusakan lebih lanjut dan mengobati komplikasi yang dialami, dalam kasus pasien ini yaitu asites dan SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis), serta adanya dugaan hepatorenal syndrome (HRS). Data laboratorium Tn.IDM yang menunjukkan adanya sirosis adalah nilai SGOT dan SGPT yang tinggi dan nilai HbsAg kualitatif positif. Hal ini juga didukung dengan adanya asites yaitu penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang merupakan komplikasi yang mengikuti sirosis hati. Pada awal masuk rumah sakit, Tn. IDM mengeluh nyeri perut (skala 4) dan kembung. Hasil pemeriksaan tanda vital menunjukkan bahwa laju napas dan nadi dalam batas normal sedangkan
suhu
tubuh
dan
tekanan
darah
tinggi.
Hasil
pemeriksaan
laboratorium, angka leukosit pasien tinggi yang menunjukkan adanya infeksi serta kadar kalium serum yang tinggi dan pasien juga mengalami hipoalbumin. Sejak hari pertama hingga hari keempat dirawat di rumah sakit, pasien tidak mendapatkan terapi untuk asites. Berdasarkan American Association for the Study of Liver Diseases, terapi yang direkomendasikan yaitu kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg single dose. Tempat kerja furosemid dan spironolakton berbeda, furosemid bekerja di loop of henle sedangkan spironolactone bekerja di tubulus distal. Sehingga bila dikombinasi maka cairan ascites yang dikeluarkan lebih banyak bila dibandingkan dengan penggunaan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
140 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
monoterapi. Kombinasi keduanya juga dapat mengurangi efek samping, dimana furosemid yang merupakan diuretik loop memiliki efek samping hipokalemia dapat dicegah dengan pemberian spironolactone yang merupakan diuretik hemat kalium sehingga diharapkan kadar kalium serum tetap dalam batas normal. Pasien baru mendapatkan terapi dengan diuretik pada hari kelima sampai hari ketujuh dan pasien pulang pada hari kedelapan. Masalah terkait obat pada kasus ini yaitu indikasi yang tidak diterapi atau keterlambatan terapi yang akhirnya memperlama waktu tinggal pasien di rumah sakit (length of stay). Sebagian besar penderita asites akan beresiko mengalami SBP itu hal ini disebabkan karena adanya gangguan motilitas saluran gastrointestinal sehingga terjadi translokasi bakteri ke rongga peritonium selain itu cairan asites merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Pada kasus Tn.IDM, diagnosa adanya SBP juga didukung oleh data laboratorium dimana angka leukosit diatas normal. Terapi yang diterima sudah sesuai dengan guideline yaitu cefotaxime injeksi 3 x 1 gram. Hemoglobin (Hb) adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah. Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia. Salah satu penyebab anemia adalah penyakit kronik termasuk sirosis hati. Anemia juga ditandai dengan rendahnya nilai hematokrit. Hematokrit (Hct) merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel darah merah dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%). Kadar hemoglobin berbanding lurus dengan kadar hematokrit. Semakin tinggi presentasenya berarti semakin tinggi kekentalan darahnya, atau sebaliknya. Kadar hematokrit rendah dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung, perlemakan hati, hemolisis, leukemia, kehamilan, malnutrisi, pneumonia, dan overhidrasi. Kadar Hb dan Hct pada Tn.IDM rendah menunjukkan adanya anemia. Namun pada kasus ini terdapat masalah terkait obat yaitu indikasi tanpa terapi untuk itu direkomendasikan terapi Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
141 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
dengan suplemen besi (fero sulfat) atau asam folat hingga kadar Hb dan Hct pasien normal. Hasil pemeriksaan laboratorium Tn.IDM menunjukkan kadar albumin dibawah normal atau hipoalbumin. Hipoalbumin disebabkan karena penurunan sintesis albumin karena kerusakan sel hati akibat sirosis. Albumin merupakan protein plasma yang memiliki peran penting. Selain menjaga tekanan osmotik koloid albumin juga berfungsi sebagai protein binding yang mengikat obat. Konsekuensi dari hipoalbumin yaitu obat yang seharusnya berikatan dengan protein akan berkurang, akibatnya obat yang tidak berikatan atau obat bebas akan meningkat, hal ini akan meningkatkan kadar obat dalam darah yang dapat berefek toksik. Kadar normal albumin dalam darah yaitu 3,4-4,5 g/dl, apabila kadar albumin sudah dibawah 3,0 g/dl maka diperlukan terapi albumin. Albumin sebaiknya diberikan sampai kadar albumin pasien mencapai range normal dilihat dari data kadar albumin pasien rendah. Namun penggunaan albumin harus dipantau karena kelebihan asupan protein dapat menyebabkan penurunan fungsi otak karena kerusakan hati (DIH, 2009). Hiperkalemia yang dialami pasien diterapi dengan Meylon (Na bikarbonat) yang bekerja dengan menaikkan pH plasma menyebabkan kalium bergerak kedalam sel, sehingga kadar kalium serum pasien menurun. Hiperkalemia juga diatasi dengan pemberian Actrapid (insulin) yang bekerja mentimulasi pompa NK-ATPase pada otot skelet, jantung, hati dan lemak, memasukkan kalium kedalam sel. Glukosa ditambahkan guna mencega hipoglikemia. Hasil pemeriksaan faal ginjal Tn.IDM menunjukkan kenaikan kadar serum kreatinin atau penurunan klirens kreatinin dimana pada tanggal 18/2 klirens kreatinin 52,86 ml/menit dan terus menurun pada tanggal 22/2 klirens kreatinin 37 ml/menit yang dikategorikan gagal ginjal sedang. Pada pasien sirosis tahap lanjut dan asites, diperkirakan 18% akan mengalami hepatorenal sindrom (HRS). HRS terjadi karena vasodilatasi arteri yang menyebabkan hipoperfusi renal sehingga terjadi manifestasi ekstrem pemenuhan sirkulasi arteri pada pasien sirosis. Pemenuhan arteri ini menghasilkan baroreseptor progresif yang dipengaruhi oleh sistem vasokonstriktor (seperti renin angiotensin dan sistem saraf simpatik), yang Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
142 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
menyebabkan vasokonstriksi bukan hanya pada sirkulasi renal tapi juga vaskular lainnya. Rekomendasi terapi dari AASLD untuk HRS yaitu pemberian infus albumin yang mana dalam studi acak dapat memperbaiki ketahanan hidup serta pemberian Pentoxifylline yang dapat mencegah HRS pada pasien sirosis asites dengan klirens kreatinin 41-80 ml/menit. Namun untuk kasus ini disarankan untuk dilakukan penegakan diagnosa terlebih dahulu terkait kriteria-kriteria HRS. Pemberian metamizole untuk mengobati nyeri pasien dihentikan karena kurang
tepat.
Metamizole
termasuk
tergolong
obat
NSAID
yang
dikontraindikasikan penggunaaannya pasa pasien asites karena menyebabkan retensi urine yang dapat memperparah kondisi asites. Maka untuk mengatasi nyeri direkomendasikan penggunaan buscopan, apabila nyeri yang dialami pasien merupakan nyeri kolik atau pemakaiaan analgetik opioid misalnya tramadol untuk nyeri biasa.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017
143 Praktek Kerja Profesi Apoteker Universitas Setia Budi Surakarta di RSD dr.Soebandi Jember
KESIMPULAN
1. Pasien Tn.IDM (50 th), masuk rumah sakit tanggal 18/2/2017 dengan keluhan nyeri dan kembung pada perut, didiagnosa menderita sirosis hepatik komplikasi asites 2. Untuk asites, Pasien tidak mendapatkan terapi hingga hari ke-5 dirawat. Terapi yang direkomendasikan yaitu kombinasi diuretik spironolactone 100 mg dan furosemid 40 mg 1 x sehari 3. Pasien mengalami hipoalbumin yang belum mendapatkan terapi, oleh karena itu direkomendasikan penggunaan albumin sampai kadar albumin pasien normal 4. Pasien mendapatkan antrain (NSAID) untuk penanganan nyeri yang dialami, namun efek samping NSAID yaitu retensi urine dapat memperparah kondisi pasien (adverse drug reaction) oleh karena itu direkomendasikan penggantian NSAID dengan analgetik opioid lemah atau hyosin disesuaikan dengan jenis nyeri yang dialami pasien Terapi untuk SBP dan hiperkalemia telah sesuai dengan guideline yang ada.
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universi tas Setia Budi Angkatan XXXII Periode Februari-Maret 2017