Policy Brief Kesehatan Reproduksi Berbasis Konteks Budaya Lokal ©2015 Health Advocacy Penulis Agung Dwi laksono Tri Juni Angkasawati Niniek L. Pratiwi Wahyu Dwi Astuti Setia Pranata Lulut Kusumawati Weny Lestari Syarifah Nuraini Yunita Fitrianti M. Gullit Agung Astutik Supraptini Editor Tri Juni Angkasawati
Buku ini diterbitkan atas kerjasama: HEALTH ADVOCACY Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Jl. Bibis Karah I/41 Surabaya 60232 Email:
[email protected] dengan PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jl. Indrapura 17 Surabaya Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749
Cetakan 1, Desember 2015 Desain Cover Penata Letak
: ADL : ADL
ISBN 978-602-17626-8-4
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit.
ii
KATA PENGANTAR
Riset Etnografi Kesehatan telah selesai dilaksanakan sebanyak tiga periode oleh Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Setidaknya ada 62 etnik yang telah dipelajari dan dituliskan dalam bentuk buku etnografi kesehatan, yaitu pada tahun 2012 sebanyak 12 etnik, tahun 2014 sebanyak sebanyak 20 etnik, e tnik, dan tahun 2015 sebanyak 30 etnik. Pada riset tersebut ditemukan berbagai unsur budaya yang unik pada setiap etnik. Keunikan spesifik lokal pada tiap etnik dan wilayah ini dengan sendirinya mempunyai value atau nilai yang mempengaruhi kehidupan, termasuk di dalamnya aneka praktek kesehatan dalam keseharian. Permasalahan kesehatan seringkali berkaitan erat dengan adat budaya setempat yang bersifat spesifik lokal. Hal ini merupakan konteks lokal yang seringkali terabaikan dalam perumusan sebuah kebijakan, yang acapkali diberlakukan secara generik sama untuk seluruh wilayah Indonesia. Konteks yang spesifik lokal ini menjadi penting apabila kita ingin mewujudkan kebijakan kesehatan yang benar-benar membumi, yang diharapkan dapat dengan mudah untuk dimengerti dan diimplementasi para pelaksana kebijakan di daerah. Policy brief yang disusun dengan basis konteks budaya lokal ini secara khusus ditujukan kepada policy maker di di tingkat kabupaten. Meski demikian policy brief ini juga akan disampaikan kepada unit utama di Kementerian Kesehatan, baik ibu Menteri Kesehatan, Dirjen Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Dirjen Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, maupun Dirjen Bina Upaya Kesehatan. Hal ini penting untuk disampaikan agar rekomendasi yang disarankan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk berbagai daerah lain dengan etnik yang serupa.
Surabaya, Surabaya, Desember 2015 2 015 Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.
drg. Agus Suprapto, M.Kes
iii
DAFTAR ISI
v vii
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI 1.
PERSALINAN “ASAL TIDAK DI RUMAH” Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Boven Digoel Agung Dwilaksono
1
2.
PARTISIPASI BIDAN KAMPUNG (BASI) PADA POSYANDU Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya Niniek Lely Pratiwi dan Syarifah Nuraini
7
3.
PENINGKATAN INTERPERSONAL SKILL BIDAN DESA Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Gayp Lues Niniek Lely Pratiwi dan Yunita Fitrianti
12
4.
MENJALIN KEMITRAAN DENGAN SANDO Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli Lulut Kusumawati dan M. Gullit Agung
18
5.
MENYOAL EKSISTENSI DUKUN DALAM PERSALINAN Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar Wahyu Dwi Astuti dan Astutik Supraptini
23
6.
MENGANGKAT NILAI ANAK DALAM TRADISI MASYARAKAT SA’DAN TORAJA Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara Weny Lestari
29
7.
MENJADI LAKI-LAKI PERKASA Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana Setia Pranata dan Tri Juni Angkasawati Angkasaw ati
35
iv
v
PERSALINAN “ASAL TIDAK DI RUMAH” Peluang Menggeser Persalinan ke Fasilitas Kesehatan pada Suku Muyu (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014)
Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Boven Digoel Disusun oleh: Agung Dwi Laksono
RINGKASAN EKSEKUTIF
Riset berbasis etnografi ini ditujukan untuk menyikapi masih eksisnya tradisi pengasingan pada perempuan Muyu yang sedang bersalin. Hal ini dilakukan demi mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi bidang kesehatan dengan tetap mempertimbangkan budaya dan kearifan lokal. m persalinan yang mewujud Keyakinan masyarakat Muyu tentang ìp t è menjadi “asal persalinan tidak di dalam dala m rumah” merupakan sebuah peluang yang harus bisa ditangkap. Hal ini perlu dimanfaatkan untuk menggeser pola persalinan “asal tidak di rumah” r umah” ke persalinan di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan.
PENGANTAR Kematian ibu saat persalinan di Indonesia masih sangat tinggi. Data resmi yang dirilis Pemerintah menyebutkan terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) yang sangat signifikan, dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, menjadi 359 pada tahun 2012. Jika dihitung secara absolut, maka ada 16.155 ibu yang meninggal akibat kehamilan, persalinan dan nifas pada tahun 2012. Jumlah ini setara dengan jumlah korban kecelakaan 40 pesawat Boeing 777 yang jatuh dan seluruh penumpangnya …ada 1 sam sampa paii 2 ibu i bu meninggal dunia (Kemenkes RI., 2014). Atau dalam hitungan lain, ada 44 ibu yang yang meninggal seti etiap ap meninggal setiap hari, dan bila kita konversi jam j am di In Indo donesia nesia ak akib ibat at dalam jam, ada 1 sampai 2 ibu yang kehamilan, kehamil an, pers persali alinan nan meninggal setiap jam di Indonesia akibat kehamilan, persalinan dan nifas. dan nif as as.. Angka tersebut adalah AKI secara nasional,
1
padahal kita sama-sama tahu tingginya disparitas akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Hasil Riskesdas 2013 mencatat bahwa Rumah Tangga di Provinsi Bali yang mengaku mengetahui keberadaan bidan praktek di sekitar rumahnya mencapai 85,2%, sedang Rumah Tangga di Papua hanya pada kisaran 9,9% (Balitbang Kemenkes RI., 2013). Angka 9,9% ini pun masih merupakan angka rata-rata dalam satu wilayah provinsi. Bisa B isa dibayangkan bagaimana dengan kondisi mereka yang tinggal di perifer dan sekaligus perbatasan semacam Boven Digoel?
METODE Penelitian jenis kualitatif ini dilakukan dengan pendekatan etnografi pada Suku Muyu di Distrik Mindiptana, Boven Digoel. Tiga orang peneliti (2 kesehatan & 1 sosial) tinggal dan berbaur dengan Suku Muyu selama 60 hari (Mei-Juni 2014). Pendekatan etnografi bertujuan untuk memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya (Spradley, 1997). Pada penelitian etnografi peneliti adalah instrumen utama. Penelitian ini merupakan penelitian pilot untuk menyusun kebijakan maternal baru di tingkat kabupaten yang berbasis konteks budaya dan kearifan lokal. Penelitian ini penting untuk memperbaiki kebijakan sebelumnya yang cenderung menyamakan konteks sosial budaya setiap wilayah.
HASIL Distrik Mindiptana berada sekitar 3 jam perjalanan dari Tanah Merah (ibukota Kab. Boven Digoel), dengan kondisi jalan yang rusak berat. Fasilitas umum sangat terbatas, listrik tersedia hanya 6 jam pada waktu malam, jaringan telepon tidak ada sama sekali. Keyakinan masyarakat Suku Muyu pada ìptèm (hawa kotor) darah persalinan dan menstruasi sangat kuat. Hawa kotor ini diyakini bisa melemahkan dan bahkan menghilangkan waruk (kesaktian) laki-laki laki-laki Muyu. Hal ini mendorong masyarakat untuk mengasingkan setiap perempuan
2
Muyu yang hendak melakukan persalinan. Persalinan yang dilakukan di luar rumah ini cenderung dilakukan sendiri atau kerabat di bevak (gubuk kecil; lihat gambar di bawah) yang sudah disiapkan di sekitar rumah. Ibu bersalin Muyu harus tinggal di bevak sampai 40 hari pasca persalinan. Jarak bevak antara 20-30 meter dari rumah apabila tanah berupa tebing atau jurang, dan mencapai me ncapai 50 meter bila berupa dataran. Tradisi pantangan melahirkan di rumah ini juga dikuatkan dengan pemberlakuan denda adat bagi yang melanggar, meskipun misalnya, secara tidak sengaja ‘kebrojolan ’ di rumah saudara. Besaran denda mencapai Rp. 10-20 juta, tergantung nilai kerugian yang dirasakan pemilik rumah. Semakin sakti, maka denda menjadi semakin besar, karena kerugian kehilangan kesaktiannya juga semakin besar. Konteks budaya lokal ini semakin diperparah dengan minimnya ketersediaan fasilitas kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang melayani persalinan di Distrik Mindiptana saat ini hanya Rumah Sakit Bergerak, itupun hanya dengan dua tempat tidur yang tersedia. Hal ini dirasakan sangat kurang, bebannya pun semakin berat dengan tanggung jawab sebagai pusat rujukan, tidak hanya untuk wilayah Distrik Mindiptana, tetapi juga untuk Distrik Kombut, Sesnukt, dan Distrik Woropko.
Suku Muyu relatif terbuka terhadap para pendatang, termasuk di dalamnya tenaga kesehatan. Orang Muyu cenderung mau menerima perubahan dan tidak antipati terhadap perkembangan teknologi baru.
3
KESIMPULAN Di balik minimnya fasilitas pelayanan kesehatan untuk ibu bersalin, keyakinan Suku Muyu me’wajib’kan perempuan harus diasingkan pada saat melakukan persalinan. Pengasingan ini merupakan sebuah kewajiban yang harus dijalankan, yang ditandai dengan denda apabila tidak t idak dijalankan.
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Bila konteks lokal pada Suku Muyu ini masih berlanjut tanpa intervensi maka bisa dipastikan kematian ibu akan tetap tinggi. Untuk itu perlu disusun kebijakan Keyakinan masyarak masyarakat at kesehatan maternal yang baru oleh Dinas M uy uyuu t ent an angg ìpt èm Kesehatan, yang berbasis pada konteks budaya lokal. persali pers alinan nan yang Keyakinan masyarakat Muyu tentang ìptèm persalinan yang mewujud menjadi “asal persalinan tidak di dalam rumah” merupakan sebuah peluang yang harus bisa ditangkap. Hal ini perlu dimanfaatkan untuk menggeser pola persalinan “asal tidak di rumah” ke persalinan di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan.
mew ujud menjadi “asal mewujud “asal persalinan pers alinan t idak di dalam rumah” rum ah” merupakan merup akan sebuah sebuah peluang yang ya ng harus har us bis bisaa ditangkap.
Sikap Suku Muyu yang relatif terbuka menyebabkan akses secara sosial bukan merupakan kendala, karena masyarakat tidak mempermasalahkan persalinan yang dilayani tenaga kesehatan. Maka langkah praktis dan strategis utama yang harus diambil oleh Dinas Kesehatan adalah menjamin ketersediaan tenaga kesehatan sekaligus dengan fasilitas pelayanan kesehatan sampai pada level kampung (desa). Daftar Pustaka Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Balitbangkes Kemenkes RI.; Jakarta Kementerian Kesehatan RI. (2014). Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia. Tersedia di www.gizikia.depkes.go.id. Diakses pada bulan Juli 2015 Laksono, A.D. (2014). Perempuan Muyu dalam Pengasingan. Jakarta; Lembaga Penerbit Balitbangkes Spradley, James P. (1997). Metode Etnografi. Jogjakarta; PT. Tiara Wacana
4
Hasil riset secara menyeluruh bisa didapatkan pada buku
“Perempuan “Perempuan M uyu dalam dala m Pengas Pengasingan ingan”” Bisa diunduh pada tautan berikut: https://www.scribd.com/doc/261673624/Perempuan-Muyudalam-Pengasingan-Riset-Ethnografi dalam-Peng asingan-Riset-Ethnografi-Kesehatan-2014-Boven-Kesehatan-2014-BovenDigoel
Info lebih lanjut bisa menghubungi Agung Dwi Laksono; HP. 081332162622 Email “
[email protected]”
5
PARTISIPASI BIDAN KAMPUNG (BASI) PADA POSYANDU (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2012)
Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya Disusun oleh: Niniek Lely Pratiwi dan Syarifah Syar ifah Nuraini RINGKASAN EKSEKUTIF
Riset etnografi di Desa Dirung Bakung, Kabupaten Murung Raya ini menunjukkan bahwa kepercayaan religi mereka mempengaruhi perilaku kesehatan ibu. Ibu hamil dan ibu bersalin bersal in lebih menggantungkan diri pada bidan kampung atau basi dibandingkan tenaga kesehatan karena keduanya dianggap mampu menjauhkan mereka dari hal buruk yang mendatangkan kesakitan atau kematian. Sehingga merangkul para pengobat tradisional ini dalam kegiatan pemeriksaan kehamilan di posyandu penting untuk dilakukan agar perannya dalam menjaga kesehatan menurut kepercayaan masyarakat tidak hilang dan masyarakat mendapatkan pemeriksaan kehamilan secara medis.
PENGANTAR Pemeriksaan kehamilan merupakan proses penting bagi ibu. Pemeriksaan yang idealnya dilakukan minimal 4 kali di fasilitas kesehatan diharapkan dapat membantu ibu untuk menjaga kesehatan dirinya maupun bayinya. Berdasarkan Riskesdas 2013 pemeriksaan kehamilan di Indonesia minimal 4 kali di Indonesia sebesar 70.4% sedangkan di Kalimantan Tengah sebesar 50%. Begitu juga dengan persalinan di fasilitas kesehatan, berdasarkan Riskesdas 2013, Kalimantan Tengah merupakan peringkat ketiga terendah yaitu sebesar 32%. Angka tersebut dapat menggambarkan masih rendahnya pemeriksaan kehamilan dan persalinan di fasilitas kesehatan di Kalimantan Tengah, yang kurang lebih dapat menggambarkan keadaan kabupaten di dalamnya termasuk Kabupaten Murung Raya. Di lokasi penelitian masyarakat lebih banyak mengandalkan bidan kampung atau basi (dukun) dalam pemeriksaan kehamilan dan persalinan. Hal ini terjadi karena masyarakat ternyata mempercayai bahwa bidan kampung dan basi memiliki
6
kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh yang melindungi mereka pada saat kehamilan hingga saat persalinan. Peneliti juga menemukan kasus kematian ibu bersalin yang disikapi masyarakat sebagai akibat dari tidak dipakainya jimat oleh ibu dan tidak dilalukan ritual pengusir roh pada saat persalinan.
METODE Penelitian dengan metode kualitatif etnografi ini dilakukan pada masyarakat Suku Dayak Siang Murung yang ada di Desa Dirung Bakung, Kecamatan Tanah Siang, Kabupaten Indragiri Hilir. Tim peneliti (terdiri dari 3 sosial dan 1 kesehatan) hidup dan tinggal bersama masyarakat selama 70 hari (Mei – Juli 2012). Pengumpulan data lebih banyak dilakukan dengan teknik observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Pengamatan secara langsung dilakukan peneliti dapat meyakini data yang diperoleh (Moleong, 2005). Penelitian ini merupakan penelitian berbasis budaya, pengamatan terhadap potensi dan kendala terkait budaya setempat untuk melihat pengaruhnya terhadap kesehatan ibu, sehingga dapat tersusun kebijakan kesehatan ibu yang sesuai.
HASIL Desa Dirung Bakung, yang letaknya hanya 8 km dari Puruk Cahu, ibukota Kab. Murung Raya terkesan mudah dijangkau, namun jalanan tersebut sangat sulit atau tidak bisa dilewati jika musim hujan tiba dan membuat kita harus melewati jalur alternatif sejauh 45 km (2,5 jam) untuk mencapainya. Listrik belum ada di desa ini, begitu juga dengan jaringan komunikasi. Desa ini dihuni oleh Suku Dayak Siang Murung yang memiliki kepercayaan Kaharingan. Kaharingan. Kepercayaan Kaharingan, dalam menjaga keselamatan dan kesehatan memiliki kepercayaan kuat akan ongui (gelang jimat) dan ritual-ritual ritual-ritual tertentu, termasuk dalam menjaga kesehatan ibu. Ongui berdasarkan ketua adat merupakan
7
gelang dari Tuhan sebagai penahan setan dan iblis. Kebiasaan masyarakat dalam memahami kematian ibu dan bayi, Ibu diw ajibkan unt unt uk masyarakat biasa mengkaitkannya dengan memakai ongui mulai diganggunya mereka oleh roh jahat, yang dari hamil ham il sampai sampai pada salah satunya terjadi karena ibu tidak memakai ongui ataupun tidak melakukan w akt u nifas nif as... ... Ongui Ongui ritual tertentu pada saat persalinan. Ibu hanya bis bi sa dipas di pasangkan angkan diwajibkan untuk memakai ongui mulai dari pada ibu oleh bidan hamil sampai pada waktu nifas. Ongui hanya bisa dipasangkan pada ibu oleh bidan kampung at au basi basi kampung atau basi (dukun), karena untuk (dukun),, karena unt uk (dukun) memasangnya dibutuhkan ritual khusus. memasangnya Pada pemeriksaan kehamilan, oleh karena dibutuhkan rit ual alasan tersebut seorang ibu lebih memilih untuk ke bidan kampung, ditambah mereka khusus dapat mendapatkan pijatan perut yang dapat dibayar sukarela dan memberikan ramuan untuk dikonsumsi ibu. Pemeriksaan kesehatan dengan bidan kampung seringkali dianggap “cukup” oleh para ibu, membuat mereka kurang memeriksakan kehamilan pada bidan desa. Hal ini diperparah dengan minimnya fasilitas kesehatan dan sering tidak adanya bidan di desa.
Pada prakt pr akt ek persali pers alinan, nan, bidan kampung mas masih ih menggunak meng gunakan an alat t radis radisional, ional, sepe epert rt i sembilu unt uk memotong t ali pusat pusat dan mengeluarkan t embuni dengan dengan memasukkan memas ukkan t angan (tanpa (t anpa sarung sarung t angan) ke dalam rahim. rahim .
Dalam kepercayaan Kaharingan, selain ongui , kedekatan ibu dengan bidan kampung dikarenakan bidan kampung memiliki kemampuan untuk memanggil keempat roh yang dipercayai membantu proses persalinan, sehingga dalam proses persalinan, seorang ibu lebih memilih bersalin dengan bidan kampung. kampung. Jika terjadi penyulit, seorang basi dapat campur tangan membantu bidan desa, dengan ritual balian. balian. Ritual balian dilakukan karena sulitnya persalinan disebabkan adanya pali yang dilanggar oleh ibu serta suaminya atau ada yang “mengirimkan” penyakit tersebut ke si ibu. Biasanya, bidan desa baru akan dipanggil ketika basi sudah tidak dapat membantu. Pada praktek persalinan, bidan kampung masih menggunakan alat tradisional, seperti sembilu untuk
8
memotong tali pusat dan mengeluarkan tembuni dengan memasukkan tangan (tanpa sarung tangan) ke dalam rahim. Hal ini menandakan bahwa praktek tradisional yang masih dilakukan oleh bidan kampung dan basi menimbulkan risiko tinggi bagi keselamatan ibu. Kondisi ini diperparah dengan tidak selalu adanya bidan tinggal di desa, yang membuat masyarakat kurang percaya terhadap tenaga kesehatan dan tidak bisa diandalkan ketika dibutuhkan. Sedangkan untuk ke puskesmas kecamatan ataupun ke ibukota kabupaten harus melalui jalan yang seringkali sulit untuk dilalui dengan kendaraan yang dimiliki masyarakat. masyarakat.
KESIMPULAN Masyarakat Masyarakat Suku Dayak Siang Murung kurang memiliki keinginan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan dengan bidan tenaga kesehatan karena mereka lebih percaya untuk menggantungkan kesehatan mereka dengan memakai ongui dan pelaksanaan ritual dan mempercayakan kesehatan mereka kepada bidan kampung atau basi .
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Kepercayaan masyarakat terhadap adanya jimat dan keberadaan roh terkait kesehatan ibu menandakan bahwa sebenarnya ada suatu bentuk keinginan dari masyarakat untuk melakukan upaya agar ibu dan bayi selamat. Namun sayangnya kepercayaan tersebut belum diimbangi dengan pengetahuan mereka akan pentingnya pemeriksaan ataupun persalinan pada tenaga kesehatan. Kebiasaan itu jika diteruskan akan mendatangkan risiko kesehatan ibu dan bayi.
Kepercayaan masyarakat mas yarakat t erhadap adanya adany a jimat dan kebe ke beradaan radaan roh t erkait kesehat kes ehatan an ibu menandakan bahw a sebe ebenarnya narnya ada suat u bentt uk keinginan ben keinginan dari masyaraka mas yarakatt untuk melakukan upaya agar ibu dan bayi selamat selamat .
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pendekatan kepada bidan kampung atau basi untuk untuk bekerja sama dengan bidan desa. Pendekatan ini dilakukan agar terjadi transfer knowledge dari knowledge dari bidan desa ke bidan kampung maupun basi dan dan tetap melibatkan para pengobat tradisional tersebut dalam proses kehamilan si ibu. Posyandu dapat
9
menjadi wadahnya, dimana dalam acara tersebut para pengobat tradisional tersebut ikut diikutsertakan, pertama untuk mendengarkan materi terkait kesehatan dan perawatan ibu yang diberikan bidan, agar mereka mendapatkan pengetahuan medis terkait kesehatan ibu. Keikutsertaan bidan kampung atau basi tersebut juga menegaskan kepada para pengobat tradisional tersebut dan masyarakat bahwa dalam proses kesehatan ibu dan anak mereka tetap dilibatkan dan memiliki fungsi yang juga penting di masyarakat. Bentuk praktek pemasangan ongui oleh bidan kampung atau basi bisa dijadikan salah satu bagian dalam acara kelas kehamilan tersebut. Dengan melakukan pendekatan kepada bidan kampung/basi , mereka diharapkan untuk tidak memasangkan ongui jika tidak terlibat dalam kelas kehamilan atau belum M ekanis ekanisme me dibuat melakukan pemeriksaan kehamilan. Mekanisme dibuat sehingga ongui menjadi sehingga ongui menjadi m enjadi reward bagi ibu karena telah melakukan reward rew ard bagi ibu karena pemeriksaan kehamilan di fasilitas t elah melakukan kesehatan. Dari hal tersebut dapat diharapkan masyarakat terdorong untuk pemeriksaan pemeriks aan keham kehamililan an melakukan pemeriksaan kehamilan dengan di fas f asili ilitt as kes kesehat ehatan an bidan tenaga kesehatan untuk mendapatkan ongui tersebut. Posyandu tersebut diharapkan juga membangun relasi antara bidan desa-ibubidan kampung/basi hingga hingga saatnya persalinan nanti dalam prosesnya ibu merasa “membutuhkan” bukan hanya bidan kampung namun juga bidan nakes. Daftar Pustaka Kementerian Kesehatan, 2014. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Moleong, 2005. Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nuraini S, dkk, 2013. Etnik Dayak Siang Murung, Desa Dirung Bakung, Kecamatan Tanah Siang Kabupaten Mrung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah - Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementeria Kesehatan RI
10
Hasil riset secara menyeluruh bisa didapatkan pada buku Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012, Etnik Dayak Buku “ Siang Murung, Desa Dirung Bakung, Kecamatan Tanah Siang, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah” Tengah ” Bisa diunduh pada tautan berikut: https://www.scribd.com/doc/142712230/Buku-Seri-EtnografiKesehatan-Ibu-dan-Anak-2012-Etnik-Dayak-Siang Kesehatan-Ibu -dan-Anak-2012-Etnik-Dayak-Siang-Murung-Desa-Murung-DesaDirung-Bakung-Kecamatan-Tanah-Si Dirung-Bakung -Kecamatan-Tanah-Siang-Kabupaten ang-Kabupaten-Murung-MurungRaya-Provinsi
Info lebih lanjut bisa menghubungi Niniek Lely Pratiwi HP. 08562310008 Email “
[email protected]”
11
TERP RPE ERS RSO ONAL SKI SKILL LL PENINGKATAN INTE BIDAN DESA Upaya Meningkatkan Peran Bidan Desa di Tengah Tingginya Peran ‘Bidan kam pung ’ pada Etnis Gayo (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2012)
Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues L ues Disusun oleh: Niniek Lely Pratiwi dan Yunita Fitrianti RINGKASAN EKSEKUTIF
Pemerintah selaku pemangku kebijakan kadangkala berpandangan bahwa penyediaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan sudah cukup sebagai langkah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada kenyataannya di Desa Tetingi, Kecamatan Blang Pegayon, Kabupaten Gayo Lues, keberadaan bidan desa dan ketersediaan fasilitas kesehatan tidak menjadi jaminan ketertarikan masyarakat setempat untuk menggunakan jasa bidan desa dan fasilitas kesehatan tersebut. Hal ini sangat terkait dengan yang dimiliki oleh bidan desa. Oleh sebab itu, perlu int erpe erpers rsonal onal skill yang adanya sebuah program untuk meningkatkan interpersonal skill bidan desa bidan sebagai upaya meningkatkan perannya di tengah tingginya kepercayaan masyarakat terhadap ‘bidan kampung ’ (dukun bayi). Int erpers erpersonal onal skil skill l merupakan suatu keterampilan untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan bermasyarakat dengan baik agar bisa diterima, didengar, dan dipercaya oleh orang lain.
PENGANTAR Berdasarkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat tahun 2007, Kabupaten Gayo Lues berada di posisi 439 dari 440 kabupaten dan kota di Indonesia (Riskesdas, 2007). Sementara itu, pada tahun 2013, IPKM Kabupaten Gayo Lues masih berada di bawah angka 400, yaitu 414 (Riskesdas, 2013). Banyak indikator yang menyebabkan Kabupaten Gayo Lues mempunyai IPKM rendah. Salah satu indikator IPKM tersebut adalah cakupan antenatal care (ANC) di mana cakupan ANC Kabupaten Gayo Lues hanya 25%. Selain itu, berdasarkan data profil Provinsi
12
Aceh 2011, Kabupaten Gayo Lues menyumbang Angka Kematian Ibu (AKI) paling banyak dibandingkan dengan kabupaten lain. Banyaknya permasalahan kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Gayo Lues tidak luput dari peran tenaga kesehatan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues 2011, jumlah tenaga kesehatan (bidan) yang ditempatkan di puskesmas sama dengan jumlah ‘bidan kampung ’, bahkan di beberapa puskesmas jumlah ‘bidan kampung ’ lebih banyak daripada jumlah bidan desa. Kondisi ini menunjukkan bahwa ‘bidan kampung ’ masih mempunyai peran yang cukup tinggi di Kabupaten Gayo Lues. Istilah ‘bidan kampung ’ yang digunakan untuk menunjukkan dukun pun menunjukkan bahwa dukun dianggap sebagai bidan yang dapat membantu persalinan dan merawat bayi.
METODE Penelitian ini menggunakan metode kualitatif etnografi yang dilakukan di Desa Tetingi, Kecamatan Blang Pegayon, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Observasi partisipasi partisipasi dilakukan selama dua bulan selama bulan Mei-Juni 2012.
HASIL Di Desa Tetingi terdapat dua ‘bidan kampung ’ yang diakui dan mengaku sebagai ‘bidan kampung ’. Selain itu, ada dua orang ‘bidan kampung ’ yang tidak mengakui diri mereka sebagai ‘bidan kampung ’ namun sering membantu persalinan. Sementara itu, jumlah bidan desa hanya ada satu yang bertempat tinggal di Poskesdes Tetingi. Meskipun bidan desa bertempat tinggal di Desa Tetingi, namun masyarakat masih tetap menggunakan jasa ‘bidan kampung ’ sebagai
penolong
persalinan.
Fakta
menunjukan pada saat penelitian dilakukan, ada lima ibu yang melakukan persalinan dan semuanya dibantu oleh ‘bidan kampung ’,
..lima ibu yang melakukan melakuka n pers persali alinan nan dan semuanya semuanya dibant u oleh ‘bidan kampung’, padahal jarak rumah ibu yang bersali bersalin n dengan bidan bi dan des desa a hanya 50 meter. met er.
padahal jarak rumah ibu yang bersalin dengan bidan desa hanya 50 meter. Kasus ini menunjukkan bahwa keberadaan
13
bidan desa di tengah-tengah masyarakat Desa Tetingi tidak menjamin dan menggugah keinginan masyarakat untuk meminta pertolongan persalinan kepada bidan desa. Selain pertolongan persalinan, antenatal care (ANC) juga masih rendah di Desa Tetingi. Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya ANC di Desa Tetingi, diantaranya diantaranya 1) kehamilan harus ditutupi agar tidak diketahui oleh orang lain (orang asing) yang dianggap dapat ‘mencelakai’ ibu hamil khususnya dengan sesuatu yang gaib, dan 2) adanya pandangan ANC tidak diperlukan karena tanpa ANC anak bisa lahir, “untuk apa periksa kehamilan, nanti lahir sendiri .” .”
..pengobat an dokter ..pengobat dokt er hanya hanya mampu menye menyembuhkan mbuhkan luka setelah setelah melahirkan m elahirkan t etapi t idak bisa bisa memulihkan kekuat kekuat an perempuan pere mpuan unt uk bekerja, bekerja, sedangkan pengobat pengobat an t radis radisional ional Gayo Gayo dapat mengembalikan menge mbalikan kekuat an perempuan pere mpuan unt uk bekerja bekerja di kebun pasc pasca melahirka melahi rkan. n.
Tingginya peran ‘bidan kampung ’ dan lemahnya peran bidan desa di Desa Tetingi
disebabkan
oleh
beberapa
faktor, di antaranya: 1. Sistem persalinan dan pengobatan ibu bersalin dan bayi yang dilakukan oleh ‘bidan kampung ’ sesuai dengan nilai,
peran,
dan
kepercayaan
masyarakat setempat. Sementara itu, pengobatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dianggap kurang sesuai dengan nilai, kepercayaan,
dan khususnya khususnya peran perempuan. perempuan. Bagi masyarakat masyarakat Desa Tetingi pengobatan tradisional Gayo dengan menggunakan ramuan tradisional dan api berkaitan erat dengan peran perempuan dalam bidang pertanian dan pemenuhan kebutuhan domestik seperti mengangkat kayu bakar dari kebun ke rumah. Bekerja dalam bidang pertanian seperti menanam padi dan jenis palawija lainnya
dan
mengangkat
kayu
bakar
merupakan
kerja
berat
yang
membutuhkan tenaga ekstra. Oleh sebab itu, para perempuan harus mengonsumsi obat tradisional dan melakukan pengobatan tradisional pasca melahirkan. Hal ini disebabkan adanya pandangan dalam masyarakat bahwa pengobatan tradisional lebih ampuh daripada pengobatan dokter. Menurut mereka, pengobatan dokter hanya mampu menyembuhkan luka setelah melahirkan tetapi tidak bisa memulihkan kekuatan perempuan untuk bekerja,
14
sedangkan pengobatan tradisional Gayo dapat mengembalikan kekuatan perempuan untuk bekerja di kebun pasca melahirkan. 2. ‘Bidan kampung ’ dianggap sebagai ibu bayi selama prosesi ‘turun mandi ’ belum dilakukan.
‘Turun
mandi’
biasanya
dilakukan pada saat bayi berusia 14-21
Ada doa-doa yang dilakukan oleh ‘bidan
belum
kampung’’ unt uk kampung
dilakukan, bayi dirawat dan dimandikan
keselamat kes elamat an dan
oleh ‘bidan kampung ’. Oleh sebab itu,
kesehat kes ehatan an bayi dan ibu. i bu.
hari.
Selama
setiap
pagi
‘turun
dan
mandi ’
sore
hari
‘bidan
kampung ’ selalu datang ke rumah ibu
bersalin
untuk
memandikan
dan
merawat bayi. Sementara itu, bidan datang sekali saja pada saat setelah melahirkan. 3. Ada doa-doa yang dilakukan oleh ‘ bidan kampung ’
untuk
keselamatan
dan
Seme ement nt ara it u, bidan desa des a dat ang membaw a peralatan peralat an medis m edis dan langsung memeriks m emeriksa a bayii dan ibu t anpa bay disert dis ert ai doa-doa.
kesehatan bayi dan ibu. Sementara itu, bidan desa datang membawa peralatan medis dan langsung memeriksa bayi dan ibu tanpa disertai doa-doa. 4. ‘Bidan kampung ’ merupakan masyarakat setempat yang bisa berbahasa setempat dan juga sering mengikuti kegiatan sosial masyarakat seperti acara syukuran, pernikahan, dan acara keagamaan lainnya. Sementara itu, bidan desa tidak bisa berbahasa setempat meskipun sudah tiga tahun tinggal di Desa Tetingi. Selain itu, bidan desa juga tidak pernah mengikuti kegiatan sosial masyarakat. Hal ini dapat menjadikan bidan desa seperti ‘orang lain’ bagi masyarakat masyarakat setempat.
KESIMPULAN Keberadaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan di tengah-tengah masyarakat tidak menjamin persalinan persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan, k esehatan, apalagi di fasilitas kesehatan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya tingginya peran ‘bidan kampung ’ yang didukung oleh lemahnya peran bidan desa.
15
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Apabila peran bidan desa di tengah-tengah masyarakat tidak ditingkatkan, maka dapat dipastikan peran ‘bidan kampung ’ akan semakin tinggi, dan bahkan lama kelamaan dapat menggeserkan peran bidan desa. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu program untuk meningkatkan peran bidan desa. Salah satunya adalah peningkatan ketrampilan komunikasi interpersonal ( interpersonal communication skill ) bidan desa agar dapat membangun raport dan kepercayaan masyarakat khususnya sebagai penolong persalinan. Hal ini senada dengan pendapat Beach Shirley dan Alec Grant (2009) tentang komunikasi …perl perlu u adan adanya ya suat u dan interpersonal skill untuk para perawat. program untuk Mereka berpendapat komunikasi dan interpersonal skill sangat dibutuhkan agar meningkat kan peran tidak terjadi kesalahpahaman dan dapat bidan bid an des desa. a. Sala Salah h memunculkan rasa empati dan kepedulian sat unya adalah perawat kepada pasien.
peningkatan Dalam peningkatan ketrampilan komunikasi ketr ampilan komunikasi komunikasi interpersonal, bidan desa akan diberikan strategi bersosialisasi, berkomunikasi, dan interpersonal… bermasyarakat agar dapat diterima dan mendapatkan raport dari masyarakat. Apabila bidan desa telah berhasil melakukan ketrampilan komunikasi interpersonal yang baik di tengah masyarakat dan dapat diterima oleh masyarakat, maka ia dapat berperan dan menjalankan kewajibannya dengan baik. Hal tersebut juga akan memunculkan rasa empati dan kepedulian bidan pada masyarakat. Selain itu, dia juga dapat bekerja sama dengan ‘bidan kampung ’ tanpa adanya kesenjangan. Akhirnya, rumusan kebijakan tentang kemitraan bidan desa dan ‘ bidan kampung ’ dapat dirumuskan. Selain itu, pengobatan tradisional yang menggunakan rempahrempah dapat dikembangkan menjadi kekayaan lokal masyarakat setempat.
16
Daftar Pustaka Badan Litbangkes. 2007. Riset Kesehatan Dasar . Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes. Badan Litbangkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar . Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes. Beach, Shirley and Grant, Alec. 2009. Communication and Interpersonal skill for Nurses. UK: Learning Matters. Pegayon, Kabupaten Fitrianti, Y., dkk, 2013., Etnik Gayo Desa Tetingi, Kecamatan Blang Pegayon, Gayo Lues, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam . Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Hasil riset secara menyeluruh bisa didapatkan pada buku Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012, Etnik Gayo Buku “ Desa Tetingi, Kecamatan Blang Pegayon, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”
Bisa diunduh pada tautan berikut: https://www.scribd.com/doc/142693691/Buku-SeriEtnografi-Kesehatan-Ibu-dan-Anak-2012-Etnik-Gayo-DesaTetingi-Kecamatan-Blang-Pegayon Tetingi-Kecama tan-Blang-Pegayon-Kabupaten-Gayo-Lues-Kabupaten-Gayo-LuesProvinsi-Nanggroe-Aceh-Daruss
Info lebih lanjut bisa menghubungi Niniek Lely Pratiwi HP. 08562310008 Email “
[email protected]”
17
MENJALIN KEMITRAAN DENGAN SANDO Upaya Menurunkan Kasus Kematian Ibu pada Etnik Tolitoli (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2015)
Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli Disusun oleh: Lulut Kusumawati dan M. Gullit Agung RINGKASAN EKSEKUTIF
Riset etnografi ini bertujuan untuk menemukan solusi baru berbasis konteks lokal untuk menurunkan kasus kematian ibu di Kabupaten Tolitoli. Akses transportasi yang sulit, kepercayaan masyarakat pada sando dan persalinan yang dianggap tabu menjadi faktor penyebab terjadinya kasus kematian ibu. Adanya tokoh masyarakat yang dipatuhi oleh masyarakat dan hubungan sando dengan bidan yang akrab secara informal dengan in formal dapat dimanfaatkan untuk melakukan intervensi terhadap kasus kematian ibu.
PENGANTAR Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator derajat kesehatan yang penting bagi suatu negara. AKI di Indonesia masih tinggi yaitu AKI 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (BPS, 2012). Ibu Pene enempat mpat an bidan bi dan des desa a hamil dan melahirkan adalah satu modalitas bert be rt ujuan di antaranya penting dalam pembangunan manusia untuk unt uk meningkatkan meningkatkan Indonesia karena proses kehamilan dan persalinan adalah langkah awal mut u dan dan dan pembentukan manusia sehat dan pemerat peme rat aan pelayanan pelayanan berkualitas. Salah satu poin dalam pendekatan Making Pregnancy Safer adalah setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Program pemerataan desa (1 bidan untuk 1 desa) merupakan salah satu langkah nyata untuk tujuan tersebut. Penempatan bidan
18
ibu hami l, bersalin bersalin dan nif as sehing ehingga ga diharapkan diharapka n dapat menurunkan menurun kan AKI AKI
desa bertujuan di antaranya untuk meningkatkan mutu dan dan pemerataan pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas sehingga diharapkan dapat menurunkan AKI (Kemenkes RI). Kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah mempunyai 98 desa dan 121 tenaga bidan serta sudah menjalankan program pemerataan bidan desa pada tahun 2012. Kematian ibu di Kabupaten Tolitoli dilaporkan terdapat 10 kasus dari 3.766 kelahiran hidup dengan rincian 2 kasus kematian ibu hamil, 7 kasus kematian ibu bersalin dan 1 kasus kematian ibu nifas pada tahun 2013 (Dinkes Kab Tolitoli, 2012). Penyebab kematian adalah eklampsia dan perdarahan. Masalah dan faktor apakah yang menyebabkan AKI masih tetap tinggi di Kabupaten Tolitoli?
METODE Penelitian ini memakai metode pendekatan kualitatif berbasis etnografi untuk mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang ada dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap masyarakat dan lingkungan di lokasi penelitian. Dua peneliti (1 kesehatan dan 1 antropolog) tinggal selama 35 hari (April-Mei 2015) bersama Suku Tolitoli di Desa Sambujan Kecamatan Ogodeide Kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah untuk memahami sudut pandang penduduk asli yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun kebijakan baru di bidang kesehatan ibu pada tingkat kabupaten. Kebijakan baru yang dibuat berdasarkan konteks budaya lokal dan nilai-nilai yang ada di masyarakat setempat.
HASIL Desa Sambujan terletak di pesisir dengan jumlah penduduk yang cukup besar dan etnis yang beragam. Jarak Desa Sambujan dengan ibukota kabupaten adalah 24 km yang bisa ditempuh dengan menggunakan ketinting, menyusuri laut selama 1,5-2 jam jam yang sangat tergantung dengan kondisi cuaca di laut. Mayoritas desa dan dusun yang ada di Kabupaten Tolitoli masih berada di daerah terpencil yang masih terbatas
Jar arak ak Des Desa a Sam ambuj bujan an dengan den gan ibukota ibukot a kabupat en. en... .. dit empuh dengan deng an keti ketint nt ing, menyusuri menyus uri laut selama 1,5 2 jam... sangat t ergant ergantung ung dengan kondis kon disii cuac uaca a di laut
19
komunikasi, listrik dan juga akses transportasinya. Topografi wilayah Kabupaten Tolitoli adalah perbukitan, pantai, pegunungan dan pulau-pulau kecil. Desa Sambujan mempunyai 1 bidan desa dan 1 perawat laki-laki yang menetap di desa tersebut. Sulitnya jalur transportasi darat M as asyaraka yarakatt Tolit oli berupa perbukitan dan jembatan yang licin masih mas ih menaruh menaru h saat cuaca hujan menyebabkan bidan desa kepercayaan bes b esar ar tidak bisa memenuhi panggilan pertolongan persalinan secara cepat. t erhadap Sando Sando dalam
peraw pe raw at an kehamilan, Masyarakat Tolitoli masih menaruh kepercayaan besar terhadap Sando dalam pros pr oses es pers persali alinan nan dan d an perawatan kehamilan, proses persalinan dan perawat peraw at an paska paska perawatan paska melahirkan. Pada masa melahirkan. persalinan ada kesan tabu untuk memberi tahu orang lain saat ibu akan melahirkan karena ibu ingin melahirkan tanpa banyak diketahui orang lain. Ibu hamil lebih senang dan nyaman jika melahirkan di rumah dan ditolong oleh Sando, Bidan, atau kombinasi keduanya. Anggapan bahwa bidan hanya dibutuhkan setelah selesai proses persalinan untuk memberikan ‘suntikan’ saja menyebabkan seringkali Bidan Desa dipanggil setelah persalinan. Pola kerjasama antara Sando dan Bidan Desa di Desa Sambujan terlihat masih kurang baik karena belum ada hubungan kemitraan secara resmi antara Sando dan Bidan Desa.
M as asyarakat yarakat Tolit Tolit oli mayorit as adalah pemeluk agama Is Islam lam yang yan g taat t aat dan patuh pada perkat perkataan aan tokoh t okoh agam a. Sika Sikap p masyarakat mas yarakat sepe epert rt i ini dapat dap at men menjadi jadi ‘pintu masuk’ mas uk’ unt uk menyampaikan pesan…
Sando juga banyak terlibat dalam prosesi upacara adat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Masyarakat Tolitoli masih memegang teguh menjalankan prosesi adat tersebut. Sando dipercaya dapat memberikan mantra dan doa yang bertujuan untuk keselamatan ibu dan bayi. Beberapa prosesi adat untuk ibu juga melibatkan tokoh agama, seperti ustadz, untuk membacakan doa bagi ibu dan bayi.
Masyarakat Tolitoli mayoritas adalah pemeluk agama Islam yang taat dan patuh pada perkataan tokoh agama. Sikap masyarakat seperti ini dapat menjadi ‘pintu masuk’ untuk menyampaikan pesan dan hal-hal baru yang berdampak positif bagi masyarakat. Mereka mau menerima perubahan asalkan disampaikan oleh orang
20
yang menurut mereka layak didengar dan dihormati.
KESIMPULAN Ketersediaan bidan desa di desa tidak serta merta membuat ibu hamil memeriksakan diri dan melahirkan ditolong tenaga kesehatan. Faktor transportasi, adanya kesan tabu jika persalinan diketahui banyak orang dan keyakinan yang besar terhadap Sando membuat wanita Tolitoli lebih memilih persalinan di rumah dengan penolong Sando.
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Bila konteks lokal budaya Tolitoli ini masih berlanjut tanpa intervensi, maka dikhawatirkan kasus kematian ibu akibat proses persalinan akan tetap tinggi. Kebijakan dan hal baru perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan untuk mencegah berlanjutnya hal ini. Rekomendasi yang bisa disarankan : 1. Penempatan bidan desa tambahan. Program 1 bidan 1 desa masih kurang sesuai dengan kondisi topografi di beberapa wilayah Kabupaten Tolitoli, misalnya dusun-dusun dalam satu desa terpisah oleh lautan atau gunung. Bidan desa akan mengalami kesulitan untuk meng- ‘cover’ seluruh wilayah kerjanya jika kondisi alamnya sulit. 2. Pembangunan rumah singgah untuk ibu hamil. Akses transportasi yang sulit dari rumah bidan desa ke rumah ibu melahirkan dapat disiasati dengan pembangunan rumah singgah dengan sarana yang memadai bagi ibu hamil dan pendamping. Ibu hamil yang mendekati waktu persalinan dapat tinggal di rumah singgah sampai saat melahirkan. 3. Perjanjian kemitraan antara Sando dan Bidan Desa Perjanjian kemitraan sando dan bidan desa perlu dibentuk secara resmi oleh Dinas Kesehatan dengan konsekuensi adanya denda atau sanksi jika ada pelanggaran atas perjanjian tersebut. Pedoman pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun harus harus memuat rincian yang yang jelas tentang mekanisme, ruang lingkup kerja dan mekanisme rujukan antara bidan dan sando pada setiap masa kehamilan, persalinan dan nifas .
21
4. Edukasi terhadap masyarakat melalui tokoh masyarakat Sikap masyarakat Tolitoli yang mendengarkan dan ‘patuh’ pada tokoh tokoh agama (ustadz) bisa menjadi akses secara sosial untuk memberikan edukasi tentang pemeliharaan kesehatan ibu dan bayi. Tokoh agama yang juga terlibat dalam beberapa prosesi adat ibu hamil dan melahirkan dapat menjadi ‘agent of change’ bagi ibu hamil, dengan pendampingan dari tenaga kesehatan.
Daftar Pustaka Biro Pusat Statistik, 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012. Dinas Kesehatan kabupaten Tolitoli, 2012. Rencana Aksi Percepatan : Penanganan daerah bermasalah kesehatan Kabupaten Tolitoli (Strategi, komitmen dan implementasi). Dipresentasikan pada Kalakarya Booster tahun 2012. Kementerian Kesehatan. Pedoman pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun.
Info lebih lanjut bisa menghubungi Lulut Kusumawati HP. 081230203965 Email “
[email protected]”
22
MENYOAL EKSISTENSI DUKUN DALAM PERSALINAN Upaya Meningkatkan Persalinan Aman pada Etnik Banjar (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2015)
Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar Disusun oleh: Wahyu Dwi Astuti dan Astutik Supraptini
RINGKASAN EKSEKUTIF Riset etnografi kesehatan ini bertujuan untuk menggali pengetahuan dan praktek kesehatan masyarakat terkait masih banyaknya persalinan persa linan oleh dukun di etnis Banjar, Kalimantan Selatan. Pemahaman pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan, kepercayaan masyarakat pada peran dukun dalam kehidupan keseharian dan proses persalinan, serta s erta potensi sosial budaya yang dimiliki komunitas, merupakan peluang bagi pembuat kebijakan kesehatan untuk meningkatkan persalinan aman oleh tenaga kesehatan.
PENGANTAR Angka kematian ibu (AKI) masih tinggi di Indonesia. Data tahun 2012 menyebutkan bahwa AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Target pemerintah menurunkan AKI tahun 2015 menjadi 102 kematian, padahal kondisi tiap daerah di Indonesia berbeda. Ragamnya kondisi sosial budaya tiap daerah ikut berpengaruh pada kejadian kematian ibu. Di Kabupaten Banjar jumlah kematian ibu dalam 3 tahun terakhir ini meningkat. Jumlah kematian ibu tahun 2012 sebanyak 14 kasus, tahun 2013 sebanyak 16 kasus, dan tahun 2014 sebanyak 25 kasus. Kasus kematian ini tidak lepas dari kualitas perawatan di masa kehamilan dan pilihan
23
...jumlah kemat kemat ian ibu dalam 3 t ahun t erakhir ini meningkat m eningkat . Jumlah Jumlah kemat ke mat ian ibu t ahu ahun n 2012 sebanyak sebanyak 14 kasus,, tahu kasus t ahun n 2013 sebanyak 16 kas k asus us,, dan da n t ahun 2014 sebanyak sebanyak 25 kasus.
tenaga persalinan. Pemeriksaaan kehamilan atau Ante Natal Care (ANC) yang ideal, minimal ibu hamil hamil harus ANC 1 kali pada trisemester pertama (K1), 1 kali pada trimester dua, dan 2 kali pada trimester tiga (K4). Cakupan K1 Kabupaten Banjar sebesar 95,75% diatas rerata provinsi Kalimantan Selatan sebesar 95,92%, namun tidak diikuti oleh capaian K4 yang hanya sebesar 30,91%. Selisih yang sangat besar antara K1 dengan K4, menunjukkan 64,84% ibu yang menerima K1 tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal K4. Data cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Banjar (67,23%) merupakan paling rendah se Kalimantan Selatan yang rerata provinsi sebesar 83,15%. Persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan juga rendah (22,59%), dibawah rerata provinsi (42,49%) dan nasional (69,99%). Fakta-fakta ini dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi, kepercayaan tentang persalinan dan peran keluarga dalam pengambilan keputusan terkait kesehatan ibu dan a nak.
METODE Penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi ini dilakukan pada etnis Banjar di desa Podok, Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Dua orang peneliti yang terdiri dari 1 peneliti sosial dan 1 peneliti kesehatan, serta satu asisten peneliti tinggal bersama masyarakat selama 35 hari (April-Mei 2015). Dengan tinggal bersama masyarakat dan berinteraksi dalam kehidupan keseharian masyarakat, peneliti dapat mengeksplorasi dan menggali pengetahuan serta praktek kesehatan masyarakat lokal. Penelitian ini dilakukan untuk memberi masukan pada kebijakan kesehatan ibu dan anak di tingkat kabupaten. Tujuannya adalah untuk memecahkan permasalahan kesehatan masyarakat berbasis kearifan lokal.
HASIL Desa Podok, Kecamatan Aluh-Aluh ditempuh sekitar dua jam dari Martapura, ibukota Kabupaten Banjar. Dari Martapura, desa ini ditempuh melalui akses jalan darat dan jalan air. Kondisi infrastruktur jalan darat kurang bagus, jumlah alat transportasi umum baik darat dan perairan juga terbatas. Secara geografis, desa ini terletak di muara sungai Barito yang kaya potensi perikanan. Wilayah desa terbagi dalam tiga dusun yang dipisahkan oleh aliran sungai. Akses layanan kesehatan di desa ini yaitu Pustu yang operasionalnya dilakukan oleh seorang bidan desa. Selain bidan desa, terdapat tiga warga lokal yang
24
Rendahn endahnya ya cakupan caku pan K4 dipengaruhi oleh aksebilit aks ebilit as jal jalan an dan w ilayah, pen penget getahuan ahuan w arga, alasan alasan ekonomi ekonomi,, perilaku dan kepercayaan keperc ayaan yang y ang berkembang di masyarakat mas yarakat sert a kurangnya dukungan keluarga
merupakan lulusan kesehatan dan memberikan layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang diberikan pengobatan umum, KB dan pemeriksaan kehamilan. Untuk mengakses layanan kesehatan di Puskesmas, warga harus menempuh dengan kapal kelotok selama 30-40 menit.
Berdasarkan data yang dihimpun bidan desa, selama tahun 2014 terdapat 675 Wanita Usia Subur (WUS), angka yang cukup tinggi. Jumlah ibu hamil di tahun 2014 di desa ini sebanyak 54, dan terdapat 51 ibu bersalin. Dari 51 persalinan tersebut, 35 (68,7%) ditolong oleh oleh tenaga kesehatan dan 16 (31,3%) ditolong dukun. Bayi yang lahir hidup adalah 49 bayi, sehingga selama tahun 2014 terjadi dua kematian bayi di desa ini yang disebabkan oleh asfiksia. Cakupan K1 di Desa Podok sebesar 81,48%, terpaut 13,92% dari capaian K1 Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar sebesar 95,04%. K4 bumil di Desa Podok sebesar 64,81%, terpaut 15,27% dari capaian K4 Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar sebesar 80,08% (Data Bidan Desa Podok, 2014). Rendahnya cakupan K4 dipengaruhi oleh aksebilitas jalan dan wilayah, pengetahuan warga, alasan ekonomi, perilaku dan kepercayaan yang berkembang di masyarakat serta kurangnya dukungan keluarga. Kepercayaan dan dukungan keluarga sangat mempengaruhi akses pada layanan kesehatan dan pilihan penggunaan jasa persalinan di tenaga kesehatan atau di dukun (bidan kampung dalam bahasa lokal). Meskipun ibu hamil memeriksakan kandungan secara rutin di tenaga kesehatan, belum tentu persalinannya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Di desa ini terdapat tiga orang bidan kampung. Saat ini yang masih aktif melayani persalinan dua orang. Diantara dua orang bidan kampung ini, satu orang yang paling sering memberi pertolongan persalinan.
25
Masyarakat menggunakan mengguna kan jasa jasa dukun saat saat pers persalin alinan an beralasan karena kar ena rasa rasa nyaman sebagai sebagai akibat kedekat kede kat an emosional emosional yang terbangun lama ant ara masyarakat masyarakat dan dukun bayi
Setidaknya sejak tahun 2007 sampai Mei 2015 telah menolong 206 persalinan di desa ini dan desa tetangga. Masyarakat menggunakan jasa dukun saat persalinan beralasan karena rasa nyaman sebagai akibat kedekatan emosional yang terbangun lama antara masyarakat dan dukun bayi; bayi; boleh bersalin di rumah, rumah, biaya biaya persalinan tidak mahal, kepercayaan pada khasiat air palungsur ketika mengalami kesulitan melahirkan, keterlibatan dukun dalam proses perawatan ibu dan anak pasca bersalin, dan air meruyan untuk membersihkan darah nifas.
...dukun seringkali ...dukun seringkal i melakukan teknik t eknik persalinan yang beresiko seperti memasukkan tangan untuk mengambil plasenta yang tertinggal, atau ata u mendoron mendorong g perut ibu jika bayi sulit keluar
Pada prakteknya, dukun seringkali melakukan teknik persalinan yang beresiko seperti memasukkan tangan untuk mengambil plasenta yang tertinggal, atau mendorong perut ibu jika bayi sulit keluar. Dukun yang paling paling sering menolong persalinan, mempunyai alat alat medis modern, modern, misalnya gunting pemotong tali pusat dan alat untuk menggunting jalan lahir. Kepemilikan alat seperti ini tanpa disertai dengan pendidikan dan pelatihan penggunaan secara aman, sterilisitas yang tidak terjamin, yang secara langsung langsung akan berpengaruh terhadap keamanan ibu dan bayinya. Disisi lain, lain, pengetahuan ibu hamil hamil yang akan bersalin bersalin dan keluarga tentang tentang tanda kehamilan dan tanda-tanda persalinan yang beresiko terlihat masih kurang. Dalam beberapa kasus “kambar banyu“ atau air ketuban pecah dini dan “batianan kerbau“ atau atau masa kehamilan lewat bulan dianggap hal yang biasa. Ketika terjadi kasus air ketuban pecah dini dan masa kehamilan lewat bulan, menurut pendapat dukun, bahwa kondisi ibu hamil hamil tersebut sehat. Hal ini ini akan menjadi acuan masyarakat. Padahal kambar banyu dapat berakibat fatal, karena ibu bisa kehabisan tenaga untuk mengejan, dan air ketuban yang menyusut dapat membahayakan bayi. Jika air ketuban sudah habis, ibu dan bayi lemas. Bayi dapat menderita asfiksia dan beresiko meninggal. Demikian juga dalam kasus batianan kerbau , yang berpotensi menyumbang kematian ibu maupun ma upun bayi. Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar sudah mempunyai program kemitraan bidan dan dukun bayi, dimana peran dukun bayi adalah mendampingi saat persalinan. Dukun bayi juga merujukkan jika ada kasus persalinan yang beresiko. Setiap kali merujukkan, dukun bayi mendapatkan imbalan Rp 50 ribu. Meskipun demikian, tetap banyak yang memilih bersalin ke dukun bayi.
26
KESIMPULAN Proses pemilihan pemilihan persalinan oleh tenaga kesehatan atau dukun dukun bayi diibaratkan diibaratkan sebagai medan perang antara sistem kesehatan modern dan sistem kesehatan tradisional. Tenaga kesehatan seringkali dipandang kurang pengalaman dibanding dukun bayi. Kuatnya peran dukun bayi dalam kehidupan masyarakat keseharian menyebabkan masih banyak masyarakat menggunakan jasa dukun bayi dalam proses persalinan. Menolong persalinan bagi dukun bayi adalah pekerjaan dan pendapatan utama. Sehingga mereka akan memutuskan untuk menolong persalinan daripada merujukkan ke fasilitas kesehatan.
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Di balik meningkatnya kasus kematian ibu di Kabupaten Banjar dan rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, terdapat kepercayaan masyarakat yang kuat pada peran dukun sebagai penolong persalinan. Kondisi ini menyumbang pada persalinan beresiko dan kasus kematian ibu dan bayi. Bagi Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan Kabupaten ...unt uk mengubah mengubah Banjar, perlu menyusun kebijakan kondisii yang kur ang kondis kesehatan ibu berbasis konteks budaya ideal ide al ini pe perlu rlu dim ulai lokal.
dari komunit kom unit as dan Kegiatan untuk mengubah kondisi yang level tenaga t enaga kes kesehat ehat an, kurang ideal ini perlu dimulai dari komunitas dan level tenaga kesehatan, dengan den gan melakukan m elakukan dengan melakukan rekayasa sosial budaya rekayasa rekayas a sosial sosial budaya yang menggunakan pendekatan perubahan yang menggunakan berbasis potensi budaya yang dimiliki masyarakat. Potensi yang dimiliki desa ini pendekat pen dekatan an perubahan cukup banyak yaitu, terdapatnya beberapa berbas berb asis is pot ens ensii tenaga kesehatan lokal, masyarakat yang budaya... relatif terbuka dengan informasi dan kekuatan kegiatan sosial masyarakat. Dengan kerangka kemitraan antara tenaga kesehatan dan komunitas, Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar yang memiliki wewenang dalam pembangunan kesehatan masyarakat perlu mengambil langkah awal yaitu: 1. Melibatkan tenaga kesehatan yang tersedia di desa dalam upaya persalinan aman.
27
2. Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan untuk mengenali faktor sosial budaya yang menjadi menjadi potensi dan
tantangan untuk perubahan
budaya kesehatan. 3. Melakukan kegiatan peningkatan kapasitas komunitas peduli kesehatan reproduksi perempuan. 4. Melakukan dokumentasi serta penyebaran informasi terkait kesehatan reproduksi perempuan . Hasil yang diharapkan dari upaya ini adalah perubahan perilaku masyarakat yang menyadari praktek kesehatan beresiko. Lebih lanjut, masyarakat ikut terlibat dalam kegiatan promosi kesehatan, dan melakukan aksi sosial di bidang kesehatan, seperti mengakses dana desa untuk mendukung peningkatan status kesehatan ibu dan anak.
Daftar Pustaka Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI, 2014, Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), Lembaga Penerbit Balitbangkes, Jakar ta. Data persalinan Nakes Desa Podok 2014. Data PWS bidan Desa Podok Tahun 2014. Laporan K1 dan K4 Desa Podok 2014 Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, 2014, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Profil Kesehatan Kabupaten Banjar, 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar. Profil Kesehatan Kabupaten Banjar, 2014, Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar.
Info lebih lanjut bisa menghubungi Wahyu Dwi Astuti; HP. 0811378684 Email “
[email protected]”
28
MENGANGKAT NILAI ANAK DALAM TRADISI MASYARAKAT SA’DAN TORAJA Upaya Meningkatkan Persalinan Aman di Tenaga Kesehatan (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2012)
Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan KabupatenToraja Utara Disusun oleh: Weny Lestari
RINGKASAN EKSEKUTIF Sebanyak 32,2% Persalinan ibu di Toraja Utara tidak ditolong oleh tenaga kesehatan dan 57,1% 57,1% melahirkan di luar fasilitas kesehatan. Berdasarkan pengalaman budaya dan kondisi geografis memungkinkan persalinan sendiri bisa terjadi. Dalam budaya masyarakat mas yarakat Sa’dan Toraja memiliki banyak anak adalah modal budaya dalam kaitannya dengan upacara Rambu Solo’ (Upacara Kematian Adat Toraja). Persalinan yang aman di tenaga kesehatan yang kompeten bisa dikembangkan dikaitkan dengan nilai anak sebagai modal budaya masyarakat Sa’dan Toraja, bahwa anak bisa lahir sehat dan ibu bisa melahirkan dengan aman dan risiko yang minimal. Karena kehidupan sangat berarti untuk kepentingan eksistensi adat budaya kematian bagi orang ora ng Toraja dalam konteks identitas etnis Toraja di Sulawesi Selatan.
PENGANTAR Persalinan tidak di tenaga kesehatan dan di fasilitas kesehatan masih banyak terjadi di masyarakat Sa’dan Toraja. Sebanyak 32,2 % persalinan ditolong oleh non tenaga kesehatan (Dukun, keluarga/lainnya, atau tidak ada penolong/melahirkan sendiri), dan 57,1% persalinan masih dilakukan di rumah (Kemenkes RI, 2013). Nilai anak bagi orang Sa’dan Toraja adalah sangat penting. Memiliki anak banyak masih menjadi pandangan utama bagi sebagian besar penduduk di Sa’dan. Ketiadaan seorang anak bagi orang Sa’dan Toraja merupakan hal yang Masiri’ (malu) dalam keluarga, dianggap lemah, dan dikasihani oleh keluarga luas. Bahkan memiliki anak satu masih dianggap belum lengkap keluarga tersebut. Mempunyai
29
anak satu masih dipandang kekurangan oleh keluarga luas, sehingga harapan untuk memiliki anak yang banyak adalah harapan setiap orang apabila sudah menikah. Nilai anak bagi orang Sa’dan Toraja sangat penting dalam melanjutkan generasi kesukuannya dan akan selalu memiliki peran dalam komunitas adat setempat sebagai tanggung jawab klan dalam satu tongkonan keluarga, terutama dalam upacara Rambu Solo’ .
Nilai anak bagi orang Sa’ a’dan dan Tora oraja ja sangat pent pe nt ing dalam melanjut kan gen generas erasii kesukuannya kes ukuannya dan akan aka n selalu memiliki memil iki peran dalam komunit as adat set etempat empat sebagai t angg anggung ung jawab jaw ab klan dalam sat sat u tongkonan keluarga
Memiliki anak banyak masih menjadi idaman bagi sebagian besar warga masyarakat Sa’dan Toraja. Apalagi kelak jika anakanaknya bisa bersekolah setinggi mungkin dan mendapatkan pekerjaan yang bagus, mempunyai penghasilan yang banyak, maka akan dianggap meringankan pekerjaan orangtua dalam tanggung jawab kepada keluarga besar, seperti dalam pesta upacara Rambu Solo, dan pembangunan Tongkonan keluarga.
METODE Penelitian etnografi dilakukan dengan cara peneliti tinggal bersama masyarakat dan mempelajari semua hal yang melatarbelakangi warga masyarakat melakukan yang mereka yakini dalam koridor budayanya. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan aktor ( actor based ), ), dimana penggalian fokus pada individu-individu dalam kelompok budaya yang berperan, mengalami, dan melakukan tindakan yang terkait dengan tema. Membina hubungan baik ( rapport ) dengan cara bergaul dengan warga sekitar, wawancara mendalam baik itu terstruktur (dengan pedoman wawancara) maupun non terstruktur (melalui obrolan sambil lalu sesuai tema), dan observasi partisipan adalah metode yang digunakan dalam proses penggalian dan pengumpulan data. Dalam penelitian etnografi, peneliti sebagai instrumen, wajib memiliki kepekaan terhadap data.Peneliti terdiri dari 4 orang, tinggal selama dua bulan di Kecamatan Sa’dan, Kabupaten Toraja Utara. Tim mengkaji unsur-unsur budaya yang terkait dengan
30
kesehatan ibu dan anak, pola pencarian kesehatan, dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di lokasi penelitian. Penulisan data diorganisir dalam catatan harian ( log book ) masing-masing peneliti, dan kemudian dikategorikan sesuai tema-tema kajian, untuk kemudian menjadi catatan lapangan tim dalam analisis data. Beberapa kajian literatur tentang penelitian-penelitian penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan kebudayaan Toraja juga dilakukan untuk memperdalam analisis kajian historis dan menambah informasi yang terkait dengan tema kajian. Analisis data yang dilakukan secara berkesinambungan dalam pengumpulan data dilakukan triangulasi data, dijabarkan secara deskriptif dan interpretatif dalam penggalian makna dan simbol budaya terkait dengan kesehatan ibu dan anak.
HASIL Wilayah kecamatan Sa’dan terdiri dari 9 Lembang (setingkat Desa/Kelurahan), bagian Sa’dan yang dekat dengan Rantepao kota kabupaten Toraja Utara yaitu Lembang Sa’dan Malimbong, keluarga muda rata-rata memiliki anak 3-5 orang. Sedangkan dari generasi sebelumnya jumlah anak dalam satu keluarga mencapai rata-rata 7-15 orang. Wilayah Sa’dan yang lain seperti Lembang Ballopasange, Sangkaropi, Ulusalu, rata-rata keluarga muda masih memiliki anak banyak, antara 5-10 orang. Usia perkawinan juga relatif Peremp erempuan uan sudah biasa b iasa sangat muda, ibu-ibu biasanya menikah dengan deng an kelahiran kelahira n pada usia belasan tahun di wilayah sendiri di rumah rum ah tanpa t anpa pegunungan yang jauh dari kota kabupaten. Sehingga ada ibu di usia 25 tahun sudah pertolongan pert olongan siapapun, memiliki 5 orang anak. Ada juga ibu berusia hanya keluarga. 35 tahun yang memiliki cucu dari anak M ereka sudah sudah pertamanya yang berusia 21 tahun. mempunyai Sedangkan di wilayah yang relatif dekat pengetahuan pengeta huan sec ecar ara a dengan kota kabupaten rata-rata umur budaya.. menikah perempuan adalah usia 20 tahunan. Untuk laki-laki sekitar 25-30 tahunan. Ketika ada orang yang sudah cukup usia untuk menikah namun belum menikah juga, maka orangtua dan keluarga besar (kerabat) akan turut serta berpartisipasi memberikan pilihan-
31
pilihan jodoh buat mereka baik dari kalangan keluarga sendiri maupun dari kalangan lain. Dikarenakan wilayah geografis pegunungan, dengan akses jalan yang berbatu, hanya Peremp erempuan uan sudah sebagian yang sudah beraspal atau cor, maka masyarakat setempat memiliki biassa dengan bia adaptasi dalam kehidupannya, termasuk kelahiran sendiri di dalam masalah kehamilan dan melahirkan. rumah t anpa Perempuan sudah biasa dengan kelahiran pertolongan pert olongan siapapun, siapapun, sendiri di rumah tanpa pertolongan siapapun, hanya keluarga. Mereka sudah hanya keluarga. mempunyai pengetahuan secara budaya M ere ereka ka sudah sudah tentang bagaimana melahirkan sendiri di mempunyai rumah. Perempuan Sa’dan memiliki ketenangan psikologis dalam melahirkan pengetahuan penget ahuan sec ecara ara bayinya di rumah. Keengganan perempuan budaya… Sa’dan untuk melahirkan di fasilitas kesehatan disebabkan antara lain: akses yang jauh, tanggung jawab perempuan terhadap pemeliharaan hewan ternak (babi), dan kebun/sawah, faktor kenyamanan, dan kurangnya kepercayaan pada tenaga kesehatan/penolong persalinan yang lebih muda (dianggap kurang berpengalaman). Hal-hal tersebut menambah terjadinya persalinan beresiko serta kematian ibu bersalin.
KESIMPULAN Berdasarkan adat budaya masyarakat Sa’dan Toraja, memiliki banyak anak adalah keharusan. Memiliki anak banyak merupakan strategi budaya dalam kaitannya dengan upacara Rambu Solo’. Semakin banyak anak semakin banyak orang yang menanggung upacara Rambu Solo’. Untuk menunjang hal tersebut, secara sistem kekerabatan anak-anak dipelihara oleh kerabat yang mampu menanggung anak sekolah sampai
32
…memi memililiki ki banyak b anyak anak adalah ada lah keharusan. keharusan. M emiliki anak banyak merupakan merupaka n st rat egi budaya dalam dalam kait annya dengan upac upa cara Rambu Solo’.
pendidikan tertinggi dan mendapat pekerjaan yang mapan. Sehingga tidak ada anak terlantar dan tidak berpendidikan di Toraja. Supporting System dalam keluarga luas terkait anak sangat bagus dalam masyarakat Sa’dan Toraja. Namun risiko karena terlalu sering melahirkan pada ibu di Sa’dan Toraja cukup besar. Selain itu, kepercayaan diri ibu untuk melahirkan sendiri bayinya di rumah cukup berisiko apabila ibu memiliki kehamilan yang berisiko tinggi.
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Secara budaya, nilai anak bagi masyarakat Sa’dan Toraja sangat tinggi, menggambarkan status kemakmuran, keturunan, dan prestise keluarga. Namun demikian untuk meminimalkan terjadinya …unt uk memini meminimal malkan kan resiko persalinan dan mengurangi kematian t erjadinya resiko resiko ibu bersalin, maka yang bisa dilaksanakan persalinan pers alinan dan adalah mengatur jarak kelahiran, sehingga mengurangi kemat kemat ian menghasilkan generasi-generasi yang berkualitas baik secara kesehatan maupun ibu bers b ersalin, alin, maka m aka ekonomi. Secara budaya, mereka sudah yang bis b isa a memahami konsep mengatur jarak dilaksanakan adalah kelahiran. Namun apabila melahirkan sendiri mengatur jarak tanpa ditolong nakes maka risiko adanya komplikasi persalinan dan kematian ibu dan kelahiran kelahi ran,, sehingga bayi bisa terjadi.
menghasilkan generasi-generasi yang berkual berkualit it as as… …
Rekomendasi yang bisa disampaikan adalah 1) Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan san meningkatkan pemahaman serta pengetahuan nakes pada nilai-nilai budayasetempat; 2) Menyediakan rumah tunggu persalinan untuk mengantisipasi akses yankes yang jauh; 3) Melibatkan peran patron yang disegani oleh keluarga sebagai kader kesehatan untuk peningkatan kesadaran persalinan aman di tenaga kesehatan dan di fasilitas kesehatan. Patron adalah orang yang paling disegani dalam keluarga dan memiliki pengaruh besar terhadap keluarga yang ada dalam lingkup patronnya.
33
Daftar Pustaka Kementerian Kesehatan RI (2013). Buku 1 Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi Selatan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Lestari, W., dkk. (2013). Etnik Toraja Sa’dan, Desa Sa’dan Malimbong, Kecamatan Sa’dan, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan . Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Hasil riset secara menyeluruh bisa didapatkan pada buku Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012, Et nik Toraj Buku “ oraja a
Sa’ a’dan, dan, Desa Desa Sa’ Sa’dan dan M ali mbo mbong, ng, Kecamat Kecamatan an Sa’ Sa’dan, dan, Kabupat en ” Tora oraja ja Ut ara, Provinsi Provi nsi Sula Sulaw w es esii Selat Selat an
Bisa diunduh pada tautan berikut: https://www.scribd.com/doc/142718990/Buku-SeriEtnografi-Kesehatan-Ibu-dan-Anak-2012-Etnik-Toraja-Sa-danDesa-Sa-dan-Malimbong-Kecam Desa-Sa-dan-Ma limbong-Kecamatan-Sa-dan-Kabu atan-Sa-dan-KabupatenpatenToraja-Utara-Provinsi-Sulawe
Info lebih lanjut bisa menghubungi Weny Lestari HP. 08123157097 Email “
[email protected]”
34
MENJADI LAKI-LAKI PERKASA Rekayasa Sosial Nilai Maskulinitas dalam Perilaku Seksual pada Masyarakat Irarutu di Kaimana (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014)
Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana Disusun oleh: Setia Pranata dan Tri Juni Angkasawati
RINGKASAN EKSEKUTIF Literatur etnografi banyak mengungkap perilaku seks orang Papua yang unik. Salah satu temuan dalam riset etnografi kesehatan pada masyarakat Irarutu di Kaimana adalah fenomena bungkus, upaya memperbesar alat kelamin laki-laki. merupakan perwujudan nilai maskulinitas. Laki-laki Irarutu dan Papua Bungkus pada umumnya harus perkasa dalam melakukan aktivitas seksual. Masalahnya,bungkus dengan segala implikasinya bisa menjadikan orang Papua sebagai “ vulne ”. Dengan rekayasa sosial dapat dilakukan pengalihan ”. vulnerable rable people nilai maskulinitas kearah yang positif.
PENGANTAR Studi Antropologi yang dipaparkan oleh Holmes (Bruce Knauft, 1993) mengemukakan bahwa pada hampir semua wilayah kebudayaan Papua, termasuk New Guinea mempunyai perilaku permisif terhadap aktivitas seksual. Orang Papua juga dikenal dengan stereotip gaya kehidupan seksual yang unik seperti ritual pertukaran sperma dan istri. Ketika dilakukan riset etnografi kesehatan pada masyarakat Irarutu di Kaimana, peneliti menemukan perilaku seksual yang unik dari masyarakat setempat, yakni upaya membesarkan alat kelamin laki-laki yang
35
“...kegagalan “...kega galan put era Papua unt uk lulus lul us sebagai anggot a Polr Polrii dikarenakan dikar enakan pesert pesert a t es memiliki alat ke kelamin lamin yang sengaj sengaja a diperbesar diperbes ar dengan menggunakan ramuan tradisional.”
dikenal dengan istilah bungkus. Banyak cerita tentang keberhasilan pembesaran alat kelamin dan kerusakan alat kelamin karena upaya pembungkusan . Tidak banyak stakeholder , termasuk sektor kesehatan yang berani bicara terbuka tentang fenomena bungkus dan konsekuensinya. Terkait tradisi bungkus, Polda Papua melarang perilaku bungkus bagi pemuda yang ingin berkarir di kepolisian. “...kegagalan putera Papua untuk lulus sebagai anggota Polri dikarenakan peserta tes memiliki alat kelamin yang sengaja diperbesar dengan menggunakan ramuan tradisional,” ungkap Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Pol Bekto Soeprapto (http://www.pondokobatpapua.com/2013/07/)
Perilaku unik unik dan terbukanya mereka dalam mengekspresikan mengekspresikan hasrat hasrat seksualnya, telah menjadikan mereka berisiko terinfeksi penyakit menular seksual serta HIV/AIDS. Studi Ingkokusuma (2000), La Pona (2000), Djekky Djoht ( 2000) dan John Rahail (2001) telah melihat bagaimana konteks kebudayaan dapat mendukung perilaku seksual berisiko.
METODE Riset etnografi etnografi kesehatan kesehatan ini di desain desain sebagai penelitian kualitatif. kualitatif. Menurut Atkinson dan Hammersley (1994) etnografi ini merupakan penelitian kualitatif tentang suatu fenomena sosial budaya. Melalui pendekatan etnografi, peneliti tinggal bersama masyarakat Irarutu di daerah Teluk Arguni, Kab. Kaimanaselama 50 hari. Studi ini menemukan tradisi bungkus yang berisiko terhadap kesehatan. Selain itu, studi ini juga memberikan informasi tentang nilai-nilai budaya untuk menghasilkan gambaran fenomena dan konteks budaya yang melatarbelakanginya. Hal ini merupakan bekal penting untuk melakukan intervensi dengan pendekatan budaya.
HASIL Irarutu adalah salah satu dari delapan suku bangsa besar di Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Perkiraan besar populasi adalah 4.000 orang yang sebarannya banyak terdapat di wilayah Teluk Arguni. Pemenuhan kebutuhan hidupmereka didapat dari hasil kebun dan hutan hutan serta bantuan bantuan pemerintah pemerintah daerah. daerah. Kekayaan alam
36
papua dalam menyediakan semua kebutuhan hidup membuat mereka tidak perlu berjuang lebih keras lagi untuk hidup. Budaya masyarakat Irarutu lebih mengandung nilai-nilai patriarkat yang menganggap bahwa dunia diciptakan untuk memenuhi kebutuhan kaum laki-laki. Dalam kehidupan, laki-laki dituntut menampilkan unsur kelaki-lakiannya saat melakukan berbagai hal. Dalam menjalani aktivitas seksual, laki-laki juga harus mampu menunjukkan menunjukkan keperkasaannya keperkasaannya dengan melakukan upaya upaya tertentu untuk menjadi “hebat” dalam melakukan aktivitas seksual. Ekspresi sebagai laki-laki perkasa diwujudkan dalam bentuk membesarkan alat kelaminnya dengan cara bungkus. Bungkus bukan fenomena baru. Ini adalah tradisi yang dilakukan hampir disemua
tanah Papua. Wilayah papua barat, termasuk Kaimana tempat perkembangan awal tradisi bungkus , yang kemudian menyebar ke semua wilayah papua. Bahan yang digunakan untuk membungkus adalah ramuan daun dari tanaman yang dikenal dengan nama daun tiga jari . Tanaman yang menurut Serge Kreutz (daunbungkus.com) tergolong dalam Devisi: Magnoliophyta, Kelas: Liliopsida, Ordo: Liliiflorae, Famili: Liliaceae, Genus: Smilax L., dan Spesies: Smilax sp adalah tanaman merambat yang mempunyai 3 helai daun pada satu tangkainya dan terasa panas bila dirasa dengan indera pengecap. Jenis Uang hasil hasil penjualan tanaman inilah yang secara tradisional panen pala akan diramu dan digunakan sebagai pembungkus alat kelamin laki-laki. Kegiatan pembungkusan bukan tanpa risiko. Melepuh, infeksi dan rusaknya permukaan alat kelamin merupakan konsekuensi yang membayangi. Keberadaan fasilitas prostitusi yang cukup banyak bertebaran dan perilaku seksual yang ekspresif siap mengantar orang Kaimana menjadi pengidap HIV/AIDS yang
37
dihabi skan unt uk dihabis mengkonsumsi minuman be beralkohol ralkohol dan memuas memua skan hasrat has rat seks eksual ualnya nya di t empat prost prost it us usi i
jumlahnya sudah mencapai 30 kasus. Ketika para laki-laki pulang dari menjual pala di kota, mereka hanya akan membawa sekarung beras dan sekotak mie instan saat pulang ke rumah. Uang hasil penjualan panen pala akan dihabiskan untuk mengkonsumsi minuman beralkohol dan memuaskan hasrat seksualnya di tempat prostitusi. Secara sosial, fenomena bungkus juga berisiko pada terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kekerasan terjadi karena para lelaki memaksa para istri untuk melayani hasrat seksual yang tinggi.
KESIMPULAN Hubungan yang terjadi dalam perilaku seksual antara laki-laki dan perempuan lebih diwarnai oleh nilai-nilai patriarkat. Untuk menunjukkan hegemoninya, lakilaki mengekspresikan dalam bentuk perilaku bungkus untuk memperbesar ukuran alat kelamin. Pengekspresian perilaku ini sudah dilakukan sejak usia remaja. Tindakan pembungkusan yang tidak benar dan perilaku seksual yang tidak amanakan berisiko terhadap kesehatan reproduksi mereka.
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Memperbesar penis secara tradisional dengan cara membungkus penis dengan tehnik tertentu menggunakan daun tiga jari dilakukan para pria dewasa bahkan ditiru oleh sebagian remaja dengan harapan agar lebih perkasa. Cara ini bila dilakukan dengan prosedur yang tidak benar akan menimbulkan cukup banyak korban. Luka bernanah atau abses mengukir bekas luka di alat kelamin pria, bahkan bila fatal dapat menimbulkan cacat yang tidak bisa dipulihkan kembali. Hubungan seksual merupakan kebutuhan biologis normal manusia sebagai makhluk hidup. Pelampiasan tak terarah kepada bukan pasangan dapat menimbulkan penularan penyakit seksual. Dengan alasan untuk memuaskan isteri atau " pasangan", akhirnya disalahgunakan dengan mencoba keperkasaan kepada pekerja seks. Sebagai akibatnya, penyakit menular seksual dan HI V AIDs merajalela dan mengancam generasi muda sebagai generasi penerus. Dengan memanfaatkan struktur masyarakat “satu tungku tiga batu” Pemerintah Kabupaten sampai Pemerintah Kampung bersama tokoh adat dan agama perlu melakukan penyadaran kepada masyarakat agar berperilaku reproduksi yang yang
38
sehat, termasuk meminimalkan perilaku bungkus baik pada laki-laki dewasa maupun remaja. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan membentuk forum masyarakat peduli kesehatan reproduksi. Kita dapat memanfaatkan budaya dan tradisi yang berorientasi kepada kaum lakilaki dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi, perlu ditekankan bahwa semua itu untuk kepentingan laki-laki. Ini penting, mengingat dalam kultur orang Irarutu, laki-laki adalah penguasa di ranah publik. Perlu difasilitasi terbentuknya komitmen laki-laki untuk berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan reproduksi dirinya, istrinya dan anak-anaknya.
Pandangan t radi radissional bahw a kapasit kapasit as laki- laki adalah ses esuat uat u yang membanggakan perlu diubah. d iubah. Laki-laki Laki-laki yang membanggakan adalah laki-laki yang bertanggungjawab t erhada erhadap p perilaku seksual…
Pandangan tradisional bahwa kapasitas lakilaki adalah sesuatu yang membanggakan perlu diubah. Laki-laki yang membanggakan adalah laki-laki yang bertanggungjawab terhadap perilaku seksual, reproduksi sehat dan terhadap segala akibatnya bagi kehidupan keluarga. Sebagai syarat keberhasilannya, penanaman nilai-nilai bahwa laki-laki adalah penanggungjawab perlu dikonstruksi secara sosial dengan memanfaatkan struktur masyarakat yang ada.
Studi lebih lanjut pada tanaman daun tiga jari perlu dilakukan. dilakukan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan melalui kegiatan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional, riset tanaman obat dan jamu, saintifikasi jamu atau kegiatan lain terkait, bisa mengkaji lebih dalam dan menjadikan daun tiga jari sebagai komoditas yang potensial bila terbukti berkhasiat secara ilmiah.
Daftar Pustaka Atkinson P. and Hammersley M., 1994, Ethnography and Partisipant Observations, in Handbook of Qualitative Research, Sage Publication, London. Djoht Djekky R., 2000, “Perilaku “Perilaku Seksual, PMS dan HIV/AIDS di Kecamatan Sarmi dan Pantai Timur Tanah Papua” dalam Buletin Populasi Papua. Edisi 2/Desember 2000. Jayapura, Pusat Studi Kependudukan Universitas Ce nderawasih.
39
Holmes, John H. (1924:172-175). “In Primitive New Guinea: An Account of a Quarter of a Century Spent Among the Primitive Ipi and Namau Groups of Tribes of the Gulf of Papua, with an Interesting Description of their Manner of Living, their Customs and Habits, Feasts and Festivals, Totems and Cults” dalam Bruce M. Knauft. South Coast New Guinea Cultures: History, comparison, dialectic. Cambridge. Cambridge University Press. Ingkokusuma Gunawan, 2000, “Peranan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dalam Penanggulangan Epidemi HIV” dalam Buletin Populasi Papua. Edisi 2/Desember 2000. Jayapura, Pusat Studi Kependudukan Universitas Cenderawasih. Pemerintah Kabupaten Kaimana, 2013, Profil Daerah Kabupaten Kaimana, Badan perencanaaan Pembangunan Daerah dan Lingkungan Hidup. Pona La, 2000, “Determinan Penanggulangan Penularan HIV/AIDS dalam Masyarakat Majemuk di Papua” dalam Buletin Populasi Papua. Edisi 2/Desember 2000. Jayapura, Pusat Studi Kependudukan Universitas Ce nderawasih. Pranata, Setia; Krisnawati, Nila; Tanggarofa, Ernawati; Angkasawati, Tri Juni, 2014. Di Balik Rahasia “Bungkus” Daun Tiga Jari. Jakarta: Lembaga Penerbit P enerbit Balitbangkes Rahail John, 2001, “Desentralisasi dan Penanggulangan AIDS di Papua” dalam Buletin Populasi Papua.Vol.1,No.3 April 2001.
Hasil riset secara menyeluruh bisa didapatkan pada buku “Buku “Buku Seri Seri Et nogr af i Kesehat Kesehat an 2014, di bali k Rahasia Rahasia Baungkus aungku s Daun Tiga Tiga Jar Jari, i, Et Et nik Ir ar ut u, Kabup Kabupat at en Kaimana” Bisa diunduh pada tautan berikut: https://www.scribd.com/doc/261676333/Di-Balik-RahasiaBungkus-Daun-Tiga-Jari-Riset-Ethnografi-Kesehatan-2014KAIMANA
Info lebih lanjut bisa menghubungi Setia Pranata HP. 081330410670 Email “
[email protected]”
40