POLICY BRIEF
ATLAS KU BANYAK SAMPAH
DWIKI ADNAN FUADI / 14010116120040
LATAR BELAKANG
Perkembangan kota yang pesat menyebabkan makin bertambahnya jumlah penduduk yang tinggal di kota tersebut. Demikian juga dengan volume sampah yang diproduksi oleh kota tersebut, yang berbanding lurus dengan perkembangan dan pertambahan jumlah penduduk. Hal ini sesuai dengan pendapat Merkel yang mengatakan bahwa perkembangan hasil-hasil pembangunan selalu diiringi dengan pertumbuhan volume limbah baik padat maupun cair (Gov. Fed. German, 1997). Pola yang demikian akan terus berlanjut karena sampah akan terus diproduksi selama manusia masih hidup dan melakukan kegiatan yang menyangkut kehidupan sehari-hari di wilayah yang mereka tempati. Sebagai konsekuensinya, dituntut adanya pengelolaan sampah yang baik dan penyediaan lahan yang cukup untuk menampung sampah. Apabila hal tersebut diabaikan, maka akan menjadi masalah serius bagi suatu kota. Temuan penelitian terdahulu diperoleh jumlah sampah plastik yang masuk ke laut relatif kecil. Tetapi, penelitian terbaru menunjukkan bahwa jumlah itu sangatlah besar. Studi yang dirilis dalam Jurnal Internasional “Science” pada tanggal 13 Februari 2015, mengkuantifikasi jumlah sampah plastik (botol, tas/kantong, mainan, dan sampah plastik lainnya) yang masuk ke laut dari daratan antara 4,8-12,7 juta ton pada tahun 2010, dengan estimasi terbaik sekitar 8 juta ton. Penelitian yang dipimpin oleh Jenna Jambeck, dari University of Georgia ini meneliti terhadap 192 negara pesisir di dunia yang membuang sampah plastiknya ke laut. Sebanyak 20 negara papan atas menyumbang 83% dari sampah plastik yang salah urus sehingga terbuang ke laut. Lebih dari setengah sampah plastik tersebut hanya berasal dari lima negara, yaitu China, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka.
PERMASALAHAN DI KOTA SEMARANG Produksi sampah di kota Semarang tidak sebanding dengan sarana dan prasarana pengelola kebersihannya. Sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang volumenya bertambah rata-rata 750 ton/hari. Namun akses jalan menuju lokasi TPA, penataan lokasi hingga pengelolaan sampahnya tidak memadai. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan mengingat dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah tersebut, yang pada akhirnya berdampak terhadap manusia dan lingkungan. Sampah yang dihasilkan oleh aktivitas penduduk di kota Semarang sebagian besar merupakan sampah organik yang mempunyai sifat mudah membusuk menjadi kompos. Sampah lainnya berupa sampah anorganik yang berupa plastik, kertas, kain dan lainlain. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang, komposisi sampah di dominasi oleh sampah organik dengan persentase sebesar 78,34%, sedangkan sisanya 21,66% merupakan sampah anorganik. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga kebersihan kota Semarang tidak hanya sebatas pengadaan sarana prasarana tetapi juga dengan mengeluarkan kebijakan pengelolaan sampah yang mengacu pada Peraturan Daerah No. 6 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Berdasarkan data terakhir pada tahun 2013 menurut dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang timbulan sampah yang dihasilkan per harinya mencapai sekitar 800 ton/hari dan rata-rata yang dapat terangkut ke TPA hanya sekitar 750 /hari dengan daya tampung TPA sekitar 400 ton/hari. Setiap hari lebih dari 4.000 meter kubik sampah dihasilkan dari aktivitas warga. Namun, baru sekitar 65 persen yang terangkut petugas kebersihan kota ke tempat pembuangan akhir. Sisanya dibuang di lingkungan warga. Penanganan sampah seperti itu sulit dipertahankan. Pasalnya, penangan oleh warga tergantung lahan yang dimilikinya. Warga di pinggiran kota mungkin dapat mengolah sampahnya. Sebaliknya, warga di daerah padat penduduk tidak dapat banyak berkutik karena keterbatasan lahan. Padahal, kelompok ini justru menghasilkan sa mpah lebih banyak dibanding lainnya.
PERAN PEMERINTAH Lemahnya mekanisme kontrol terhadap pengelolaan sampah dari pihak pemerintah kota sebagai alat pengendali, serta belum adanya rumusan operasional yang baku mengakibatkan sistem manajemen dan pengelolaan limbah oleh masyarakat diinterpretasikan masing-masing sesuai kebiasaan yang ada di sekitar mereka. Selain itu, buruknya manajemen pengelolaan persampahan di Kota Semarang menjadi penyebab tidak tertuntaskannya permasalahan sampah di Kota Semarang. Permasalahan lain yang cukup krusial dalam pengelolaan persampahan di Kota Semarang adalah masalah dana, yakni masalah tidak seimbangnya antara pemasukan dengan pengeluaran. Dilihat dari perbandingan pendapatan dan pengeluaran tersebut, jelas bahwa Kota Semarang masih membutuhkan tambahan dana yang cukup besar untuk menutup biaya operasional dan pemeliharaan pengelolaan sampah, dan perlu suatu terobosan baru agar sampah yang ada di Kota Semarang dapat ditangani dengan baik, baik dari segi pembiayaan maupun pelayanan. Dampak dari permasalahan dana yang tidak cost recovery tersebut mengakibatkan Pemerintah Kota Semarang harus memberikan subsidi tiap tahunnya untuk menutupi kekurangan tersebut. Disamping itu, hal tersebut sangat berdampak pada kinerja manajemen pengelolaan persampahan di Kota Semarang saat ini yang dikelola oleh Dinas Kebersihan Kota Semarang, yakni tidak adanya motivasi dalam melaksanakan tugas. Sifat birokratis yang dimiliki pemerintah telah membuat para pegawai tidak berkeinginan untuk membuat suatu inovasi dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam sistem birokrasi pemerintah tidak ada penghargaan terhadap inovasi dan kerja keras yang dilakukan pegawai karena pendapatan yang diterima akan tetap sama.
REKOMENDASI KEBIJAKAN Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligusmemanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya. Dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampahyang dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi. Partisipasi masyarakat merupakan faktor terpenting dalam pengelolaan. Sebab masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain : kebutuhan, harapan,motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral,dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Reduce( mengurangi),Reuse(penggunan kembali) dan Recycling(daur ulang) adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai ekonomis.Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecilkuantitas dan kompleksitas sampah. Model ini akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat. Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang diterapkan saat ini. Untuk mencapai hal tersebut di atas harus dilakukan beberapa usaha,diantaranya : 1. Perlu perubahan paradigma dari tujuan membuang menjadimemanfaatkan kembali untuk mendapatkan keuntungan; 2. Perlu perbaikan dalam sistem manajemen pengelolaan sampahsecara keseluruhan; Untuk mencapai keberhasilan, maka perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dankelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan lainnya. 3. Pemanfaatan bahan kompos untuk taman kota dalam bentuk kampanye penghijauan dengan contohcontoh hasil nyata sebagai upaya promosi pada masyarakat luas 4. Upaya pemasaran bahan kompos bagi taman hiburan yangmemerlukannya. Misalnya kebun binatang, kebun raya, taman buah dan sebagainya. 5. Sampah anorganik sebagai bahan baku industri. Budaya daur ulang sampah di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, namun masih harus terus dikembangkan, baik dari segiinfrastruktur, teknologi maupun dari segi sistem organisasinya. Halini penting untuk dapat meningkatkan harkat dan martabat dari para pemulung. 6. Perlu dibuat aturan hukum yang bersifat mengikat yang berlaku bagi masyarakat agar dapat mengikuti aturan-aturan bagiterlaksananya pengelolaan sampah terpadu. Hal ini untuk membiasakan mentalitas masyarakat sebagai pemroduksi sampah. REFERENSI
Kompasiana.com (online) diunduh pada 3 Oktober 2017. Sampah Plastik Timbun Lautan, Indonesia Peringkat Kedua Jateng.tribunnews.com (online) diunduh pada 3 Oktober 2017. Permasalahan TPA di Semarang Alpensteel.com (online) diunduh pada 3 Oktober 2017. Solusi Pengelolaan Sampah Di Kota Semarang Sampah Academia.edu (online) diunduh pada 3 Oktober 2017. Cretif Brief Sampah