Pemotongan Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) A. Pengertian, Subjek dan Objek PPh Pasal 4 Ayat (2)
1. Pengertian Pengenaan PPh Berdasarkan PPh Pasal 4 Ayat (2) Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa atas penghasilan berupa deposito dan tabungan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pegalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerint P emerintah. ah. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan harta berupa sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta penghasilan tertentu lainnya merupakan objek pajak. Oleh karena tabungan masyarakat yang disalurkan melalui perbankan dan bursa efek merupakan sumber dana bagi pelaksanaan pembangunan maka pemerintah menetukan kebijakan khusus, yaitu pngenaan pajak atas pengahasilan yang berasal dari tabungan masyarakat tersebut perlu dijalankan dengan perlakuan sendiri. Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari diberikannya perlakuan tersendiri dimaksud antara lain adalah: a. Kesederhanaan dalam pemungutan pajak b. Keadilan dan pemerataan pemerataan dalam pengenaan pajak c.
Memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
Pertimbangan tersebut juga mendasari perlunya pemberian perilaku tersendiri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan harat berupa tanah dan atau bangunan serta jenis jenis penghasilan tertentu lainnya. Oleh karena itu, pengenaan pajak penghasilan termasuk sifat, besarnya dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan atau pemungutan atas jenis jenis penghasilan tersebut diatur tersendiri dengan peraturan pemerintah.
Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan pengenaan serta tidak akan menambah beban bagi Wajib Pajak (WP) maupun Direktorat Jendral Pajak, maka pengenaan pajak penghasilan dalam ketentuan ini dapat bersifat final.
2. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2)Undang Undang Pajak Penghasilan menjadi Wajib Pajak adalah semua subjek pajak yang memperoleh penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan tabungan lainnya penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan penghasilan tertentu lainnya. Sedangkan objek pajak adalah penghasilan yang berupa: a. Bunga deposito dan tabungan tabungan lainnya b. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek c.
Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
d. Penghasilan tertentu lainnya
B.
Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto SBI Pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI adalah Pajak penghasilan yang dikenakan terhadap perolehan penghasilan dari bunga deposito, tabungan, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dasar humum pelaksanaan pajak penghasilan atas bungan deposito dan tabungan serta diskonto SBI adalah pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri keuangan Nomor 5/KMK.04/2001. a. Pengertian Deposito dan Tabungan 1. Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun., termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposito on call baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asig (valuta asing) yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh Bank. 2. Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing masing Bank. Termasuk dalam pengertian deposito dan tabungan adalah deposito dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing yang ditempatkan di luar negri melalui Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negri di Indonesia.
2. Tarif Pajak penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI Besarnya tarif PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta SBI adalah sebagai berikut: a. Untuk WP dalam negri dan BUT adalah 20% dari jumlah bruto, dan bersifat final b. Untuk WP luar negri adalah 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), bersifat final
3. Dikecualikan dari Pemotongan Pajak Penghasilan Penghasilan berupa bunga yang dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan adalah : a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta diskonto SBI tersebut tidak melebihi Rp. 7.500.000 (tujuh setengah juta rupiah) b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negri di Indonesia c.
Bunga deposito dan tabungan seta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana pensiun yag pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dima ksud dalam Pasal 29 UndangUndang Nomor 11 Tahun 1992 tentang dana Pensiun, dan
d. Bunga tabungan pada Bank yang ditunjuk pemerintah dalamrangka pemilikan rumah sederhana. Kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
4. Surat Keterangan Bebas Pengecualian dari pemotongan PPH kepada danapensiun diberikan berdasarkan surat keterangan bebas yang diterbitkan oleh kepala kantor pelayanan pajak tempat dana pensiun tersebut didaftarkan. SKB diberikan terhadap tabungan dan deposito serta diskonto SBI yang penempatannya dan atau peranjangannnya (roll over) dilakukan pada tanggal 1 Januari 2001 dan sesudahnya. Permohonan surat keterangn bebas PPh diajukan kepada kepala ka ntor pelayanan pajak tempat dana pensiun tersebut didaftarkan untuk setiap sertifikat/bilyet, buku deposito, tabungan atau SBI dangan melampiri : a. Foto Kopi keputusan Menteri Keuangan tentang pengesahan pendirian dana pensiun. b. Foto Kopi laporan keuangan 3 bulanan terakhir, termasuk daftar perincian dana dan sumber pendapatannya. c.
Foto kopi sertifikat/bilyet/nuku deposito, tabungan dan SBI
Kepala kantor pelayanan pajak harus memberikan SKB dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan WP diterima secara lengkap, dan bila ditolak harus diberikan penolakan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah permohonan diterima secara lengkap dan diberikan alasan penolakan. Surat Keterangan Bebas PPh berlaku selama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterbitkan dan dapat diajukan kembali.
C.
Pajak Penghasilan Atas Obligasi yang Diperdagangkan di Bursa Efek
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek Pajak Penghasilan atas obligasi yang diperdagangkan di bursa efek adalah pajak penghasilan yang diperoleh para pihak dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek. Dasar hukum pemotongan PPh atas penghasilan dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek adalah pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 121/KMK.04/2002
a. Objek Pemotongan Objek pemotongan Pajak penghasilan obligasi yang diperdagangkan di bursa efek adalah : 1. Penerbitan obligasi (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran atas bunga dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga/obligasi dan atas diskonto dengan kupon/obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi 2. Perusahaan efek atau bank selaku pedagang perantara atas bungan dan diskonto pada saat transaksi 3. Perusahaan efek, bak, dana pensiun dan reksadana sekalu pembeli obligasi langsung tanpa melalui perantara atas bunga dan diskonto pada saat transaksi.
b. Tarif pemotongan Pajak Tarif Pemotongan Pajak penghasilan sitentukan sebagai berikut 1. Atas bunga obligasi dengan kupon (Interst bearing bond) : a. 20% bagi WP dalam negri dan BUT dan b. 20% atau tarif P3B bagi WP penduduk berkedudukan di luar negri dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligsi.
2. Atas diskonto obligasi dengan kupon : a. 20% bagi WP dalam negri dan BUT dan b. 20% atau tarif P3B bagi WP penduduk berkedudukan di luar negri dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal saat jatuh tempo obligasi diatas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan. 3. Atas diskonto obligasi tanpa bunga: a. 20% bagi WP dalam negri dan BUT dan b. 20% atau tarif P3B bagi WP penduduk berkedudukan di luar negri dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal saat jatuh tempo obligasi diatas harga perolehan obligasi
2. Pihak Pihak yang tidak dikenakan Pemotongan PPH bersifat Final Berikut ini adalah pihak-pihak yang tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan yang bersifat final : a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negri b. Dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan c.
Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
3. Waajib Pajak Orang Pribadi yang dipotong pajak Penghasilan tidak bersifat Final Atas bungan dan diskonto yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi dalam negri, yang seluruh penghasilannya termasuk penghasilan bunga dan diskonto obligasi dalam satu tahun pajak tidak melebihi jumlah PTK, dipotong PPh yang tidak bersfat final. Jadi, apabila bunga dan diskonto yang diterimanya lebih kecil dari PTKP dalam satu tahun pajak, maka WP yang bersangkutan dapat mengajukan restitusi atas PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.
D. Dasar Penghasilan atas Saham yang Diperdagangkan di Bursa Efek
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan Obligasi yang Diperdagangkan di Bursa Efek Pajak penghasilan atas saham yang diperdagangkan di bursa efek adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi penjualan saham di bursa efek. Dasar hukumnya adalah pasal 4 Ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 282/KMK.04/1997 dan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE06/PJ.4/1997.
2. Objek dan Tarif Pemotongan Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut PPh final dengan tarif sebagi berikut: 1. 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan 2. Bagi pemilih saham pendiri dikenakan PPh sebesar: a. 0,1% x Nilai transaksi + 0,5% dari nilai saham pada 30 Desember 1996, dalam hal saham tersebut telah diperdagangkan di bursa efek sebelum tanggal 31 Desember 1996 b. 0,1% x nilai transaksi + 0,5% dari nilai saham saat IPO (Initial Public Offering), dalam hal saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah tanggal 1 Januari 1997 Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham atau tercantum dalam anggaran dasar sebelum pernyataan pendaftaran yang diajukan oleh BAPEPAM dalam rangka penawaran umum perdana.
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh para pendiri saat perusahaan mengajukan pernytaan pendaftran kepada BAPEPAM dalam rangka IPO termasuk: a. Saham dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan dan dibagikan setelah IPO kepada pendirinya. b. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri yang masih dimiliki pendiri. Tidak termasuk saham pendiri adalah saham yang diperoleh pendiri: a. Dari pembagian dividen dalam bentuk saham setelah IPO b. Dari hak pemesanan efek terlebih dahulu, waran, obligasi konversi, dan efek konversi lainnya setlah IPO c.
Perusahaan reksadana
d. Berupa saham bonus dari kapitalisasi agio setelah IPO yng telah dilunasi tambahan PPh sebesar 0,5 atas saham pendirinya oleh pemegang saham pendiri.
E. Pajak Penghasilan Persewaan Tanah dan Bangunan
1. Pengertian dan dasar Hukum Pajak Penghasilan Persewaan tanah dan Banguanan Pajak penghasilan atas persewaan tanah dan bangunan adalah pajak penghasilan berupa sewa tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rusun, apartemen, kondiminium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri. Dasar hukumnya adalah pasal 4 Ayat
(2) Undang Undang Pajak Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.04/2002 jenis jenis penghasilan yang diterima dari persewaan dan atau bangunan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.
2. Subjek dan Objek Pajak Panghasilan atas Persewaan Tanah dan atau Bangunan Subjek pajak yang menjasi WP dari pajak penghasilan atas persewaan tanah dan atau bangunan ini adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh dari sewa tanah dan atau bangunan. Objeknya adalah sewa tanah dan atau banguanan. Pengenaan pajakj penghasilan atas persewaan tanah dan atau bangunan tersebut bersifat final.
3. Besarnya Tarif PPh Final atas Persewaan Tanah dan Bangunan Besarnya tarif persewaan tanah dan atau bangunan adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaab tanah dan batau bangunan yang diterima oleh WP orang pribadi dan atau badan Jumblah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan (terutang) oleh pihak yang menyewakan dengan nama dan delam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan service charge, baik yang perjanjiannya terpisah maupun yang satukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
4. Tata Cara Pelunasan PPh Atas Sewa Tanah dan Atau Bangunan a. Melaui pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah daban pemerintah, subjek pajak dalam negri, penyelenggara kegiatan, BUT, kerja sama operasi (KSO), perwakilan perusahaan luar negri lainnya, dan orang pribadi yag ditetapkan oleh direktur jendral pajak, dan b. Melalui penyetoran sendiri oleh yang menyewakan, dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan subjek pajak, selain yang disebutkan pada huruf a.
5. Tempat Pembayaran Penyetoran Tempat pembayaran/penyetoran bagi pemotong dan penyetor sendiri adalah kas negara, kantor pos, bank BUMN/BUMD dan atau bank bank lain yang ditunjuk oleh direktur jendral anggaran.
F.
Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan
1. Pengertian Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan Pajak penghasilan atas penghalihan hak atas tanah dan atau bangunanadalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Dasar hukumnya adalah pasal 4 Ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 566/KMK.04/1999dan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-55/PJ.42/1999. a. Beberapa Pengertian 1. Pengalihan hak atas tanah dan atau banguanan adalah: a. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasanhak penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah b. Penjualan, tukar menukar termasuk, ruislag, , pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah gunma pelaksanaan pembanguan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. c.
Penjualan, tukar menukar termasuk, ruislag, , pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah gunma pelaksanaan pembanguan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
d. Nilai pengalihan adalah nilai yang tertinggi antara nilai menurut akta dengan nilai menurut nilai jual objek pajak (NJOP) untuk perhitungan pajak bumi dan bangunan atas tanah dan atau bangunan yang bersangkutam dalam tahun pajak terjadinya pegalihan kecuali : 1. Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan 2. Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah risalah lelang tersebut.
b. Tarif PphPengalihan atas Tanah dan atau Bangunan 1. Wajib pajak badan termasuk Koperasi yang usaha pokonya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan PPh berdasarkanketentuan Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang Undang PPh.
2. Wajib pajak badan termasuk koperasi yang bukan usaha pokonya mengalihkan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dantidak bersifat final. 3. Wajib pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi sejenis yang mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan baik yang usaha pokonya maupun yang bukan usaha pokonya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan sikenakan PPh sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut.
2. Pengecualian Pengenaan PPh atas Pengalihan Hak Beberapa pengalihanhak yang dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan seperti berikut ini : a. Hibah kepada keluarga dalam garis lurus, badan keagamaan, pendidikan, sosial, atau pengusaha kecil berdasarkan surat keterangan bebas (SKB) b. Pengalihan kurang dari Rp. 6,000,000,00 dan tidak pecah pecah oleh WP orang pribadi yang total penghasilannya tidak melebihi PTKP c.
Pengalihan kepada pemerintah untuk kepentingan umum
d. Warisan berdasrkan surat keterangan Bebas (SKB) e. Dalam rangka penggabungan, peleburan, dan pemearan usaha, dengan nilai buku berdasarkan surat keterangan bebas (SKB)
3. Tata Cara Pelunasan PPH atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Banguan Tata cara pelunasan pajak atas penghasilan atas Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah sebagai berikut: a. Orang Pribadi atau badan yang menrima atau memperoleh penghasilan dari pemngalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari pihak selain pemerintah wajib membayar sendiri PPh-nya b. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperolah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari pemerintah yang tidak memerlukan persyaratan khusus dipungut PPh oleh bendaharawanatau pejabat yang memerlukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menujar.