1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan berkembangnya zaman globalisasi membuat banyak remaja tidak mau untuk melakukan aktivitas fisik ringan sehingga menimbulkan remaja yang mengalami gizi lebih. Gizi lebih merupakan refleksi ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Remaja yang kurang melakukan aktifitas fisik sehari – – hari, hari, menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. (Syaifatun Nur Aini, 2013). Hal yang mempengaruhi remaja tidak mau melakukan aktivitas fisik ringan salah satunya adalah perilaku malas yang banyak terjadi pada remaja zaman sekarang. Perilaku malas pada anak maupun remaja dapat pula dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan mengenai bagaimana cara untuk melakukan me lakukan aktivitas fisik yang ideal disamping motivasi yang menyertainya dengan paradigma umum bahwa melakukan aktivitas fisik itu dapat merasakan sakit dan kelelahan (Devia Anggita, dkk, 2017). Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan atau pun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2011). Obesitas yang tinggi pada remaja akan meningkatkan munculnya penyakit beresiko tinggi seperti hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit degeneratif lainnya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi obesitas pada remaja yaitu diantaranya gaya hidup, pola makan dan aktivitas fisik.
2
Dalam
data WHO tahun 2010 2010 menyatakan 43 juta anak, 35 juta
diantaranya berada di negara-negara berkembang diperkirakan akan kelebihan berat badan dan obesitas. Prevalensi di seluruh dunia kelebihan berat badan anak dan obesitas meningkat dari 4,2% pada tahun 1990 menjadi 6,7% pada tahun 2010. Tren ini diperkirakan akan mencapai 9,1%, atau '60 juta, pada tahun 2020. Prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas anak di Afrika pada tahun 2010 adalah 8,5% dan diperkirakan akan mencapai 12,7% pada tahun 2020. Prevalensi yang lebih rendah di Asia dibandingkan di Afrika (4,9% pada tahun 2010), Namun jumlah anak yang terkena dampak 18 juta lebih tinggi di Asia. Jika melihat dari data tersebut dapat terjadi kekhawatiran, karena dengan meningkatnya prevalensi kejadian gizi lebih pada anak sangat beresiko akan terjadi gizi lebih pada masa remaja nanti. (Herizko Silvano K, dkk, 2013) Profil Kesehatan Indonesia 2007 menyatakan prevalensi obesitas umum Nasional pada penduduk umur diatas 15 Tahun adalah 10,3%. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8 persen, terdiri dari 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas). ( obesitas). Sebanyak 13 provinsi dengan prevalensi gemuk diatas nasional, yaitu Jawa Timur, Kepulauan Riau, DKI, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara dan Papua. Sedangkan Prevalensi gemuk pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3 persen yang terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas. Provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%) dan terendah adalah Sulawesi Barat
2
Dalam
data WHO tahun 2010 2010 menyatakan 43 juta anak, 35 juta
diantaranya berada di negara-negara berkembang diperkirakan akan kelebihan berat badan dan obesitas. Prevalensi di seluruh dunia kelebihan berat badan anak dan obesitas meningkat dari 4,2% pada tahun 1990 menjadi 6,7% pada tahun 2010. Tren ini diperkirakan akan mencapai 9,1%, atau '60 juta, pada tahun 2020. Prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas anak di Afrika pada tahun 2010 adalah 8,5% dan diperkirakan akan mencapai 12,7% pada tahun 2020. Prevalensi yang lebih rendah di Asia dibandingkan di Afrika (4,9% pada tahun 2010), Namun jumlah anak yang terkena dampak 18 juta lebih tinggi di Asia. Jika melihat dari data tersebut dapat terjadi kekhawatiran, karena dengan meningkatnya prevalensi kejadian gizi lebih pada anak sangat beresiko akan terjadi gizi lebih pada masa remaja nanti. (Herizko Silvano K, dkk, 2013) Profil Kesehatan Indonesia 2007 menyatakan prevalensi obesitas umum Nasional pada penduduk umur diatas 15 Tahun adalah 10,3%. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8 persen, terdiri dari 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas). ( obesitas). Sebanyak 13 provinsi dengan prevalensi gemuk diatas nasional, yaitu Jawa Timur, Kepulauan Riau, DKI, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara dan Papua. Sedangkan Prevalensi gemuk pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3 persen yang terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas. Provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%) dan terendah adalah Sulawesi Barat
3
(0,6%). Prevalensi pada remaja umur 13-15 tahun di provinsi Jawa Timur gemuk (9,1%) dan sangat gemuk (3,1%), untuk remaja umur 16-18 tahun gemuk (7,8%) dan sangat gemuk (2%). Sedangkan menurut data Dinkes Ponorogo pada tahun 2016 prevalensi remaja sekolah dengan obesitas di Kecamatan Sukorejo yaitu sebesar 50%. Dengan pesatnya perkembangan teknologi yang semakin canggih dan banyak fasilitas jasa pengantaran membuat remaja sekarang enggan untuk melakukan aktivitas fisik ringan. Aktivitas fisik menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya obesitas. Semakin ringan aktivitas fisik yang dilakukan semakin beresiko pula terjadinya penimbunan lemak dalam tubuh akibat proses metabolisme tubuh yang kurang. Selain sebagai proses metabolisme, aktivitas fisik juga sebagai penyeimbang kalori dalam tubuh, sehingga tidak terjadi gizi lebih. Dalam Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Jakarta: Erlangga; 2009, Obesitas remaja jika berlanjut kedepannya akan menjadi masalah yang serius yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan yaitu resiko terjadinya penyakit degeneratif yang biasanya terjadi pada dewasa tua namun dengan adanya adanya obesitas dapat meningkatkan meningkatkan terjadinya penyakit degeneratif dini. Maka dari itu aktivitas fisik mempunyai peran penting dalam kesehatan yaitu dapat menurunkan berat badan dan resiko penyakit degeneratif seperti osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung. Dalam Riskesdas 2013, kriteria aktivitas fisik "aktif" adalah individu yang melakukan aktivitas fisik berat atau sedang atau keduanya, sedangkan kriteria 'kurang aktif' adalah individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang ataupun berat. Yang termasuk dalam aktivitas fisik ringan yaitu seperti
4
menonton televisi, bermain game, belajar dan menggunakan kendaraan bermotor jika ingin keluar rumah. Sedangkan yang termasuk dalam aktivitas fisik berat yaitu seperti menyapu lantai, mencuci baju, berkebun dan melakukan olahraga ringan. Menurut Meenu. S, dkk, 2005 menyatakan bahwa kehilangan aktivitas fisik, akibat menonton televisi atau bermain video game lebih dari 1 (satu) jam setiap hari memiliki kontribusi yang signifikan terhadap obesitas pada anak dan remaja. Seiring bertambah banyaknya jasa pengantaran barang maupun fasilitas rumah yang semakin canggih membuat remaja malas untuk melakukan aktivitas fisik ringan. Banyak remaja yang tidak mau merasa lelah sehingga membuat angka kejadian obesitas pada remaja meningkat dari tahun ke tahun. Faktor penyebab enggannya melakukan aktivitas fisik adalah munculnya rasa malas dalam diri remaja. Maka perlunya pemberian pengetahuan tentang pentingnya aktivitas fisik ringan untuk mencegah obesitas pada remaja. Aktivitas fisik dianjurkan oleh WHO pada remaja selama 60 menit meliputi aktivitas sedang berat setiap harinya (Sawello MA, dkk 2012). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Pada Remaja”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan data dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang di dapat adalah : 1. Bagaimana aktivitas fisik pada remaja di SMK Darul Falah ? 2. Bagaimana status gizi pada remaja SMK Darul Falah ?
5
3. Bagaimana hubungan aktivitas fisik dengan status gizi pada remaja SMK Darul Falah ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 1. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan status gizi pada remaja di SMK Darul Falah. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengidentifikasi aktivitas fisik pada remaja SMK Darul Falah. 2. Untuk mengidentifikasi status gizi pada remaja SMK Darul Falah. 3. Untuk mengidentifikasi hubungan aktivitas fisik dengan status gizi pada remaja SMK Darul Falah. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Bagi IPTEK Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
masukan
bagi
perkembangan teknologi untuk dijadikan sebagai pertimbangan dan pengembangan ilmu keperawatan yang terkait dengan masalah-masalah kesehatan remaja. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Keluarga Sebagai informasi kepada keluarga tentang hubungan aktivitas fisik dengan status gizi pada remaja.
6
2. Bagi Masyarakat Untuk masyarakat dapat dipergunakan untuk menambah wawasan dan informasi tentang aktivitas fisik yang dapat beresiko terhadap status gizi lebih pada remaja. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan karya tulis ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dan sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai hubungan aktivitas fisik dengan status gizi telah banyak dilakukan di Indonesia antara lain : 1. Atika Maulida Sarri, Yanti Ernalia, Eka Bebasari (2017) dengan judul “Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada siswa SMPN di Pekanbaru”. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross-sectional dimana sampel dipilih dengan metode cluster sampling. Aktivitas fisik diperoleh melalui kuesioner aktivitas fisik dan kejadian obesitas dinilai dengan mengukur BMI. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan obesitas pada siswa SMP di Pekanbaru. Persamaan dengan penelitian ini adalah pembahasan tentang hubungan aktivitas fisik dengan obesitas pada remaja. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel dan lokasinya. 2. Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi (2017) dengan judul “Hubungan aktivitas fisik dengan Indeks Massa Tubuh siswa Late Adolecenes”.
Metode
penelitian
menggunakan
korelasional
yang
7
melibatkan populasi dan sampel siswa SMK kelas XI se-Kota Bandung sebanyak 99 responden, dengan teknik sampel stratified random sampling dua tahap. Instrumen aktivitas fisik menggunakan PAQ-A serta komposisi tubuh dengan nilai IMT berdasarkan jenis kelamin antara usia 10-19 tahun. Simpulan hasil penelitian tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh siswa kelas XI SMK Negeri se-Kota Bandung. Persamaan dengan penelitian ini adalah pembahasan tentang aktivitas fisik dengan obesitas. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel dan lokasinya. 3. Syamsinar Wulandari, Hariati Lestari, Andi Faizal Fachlevy (2016) dengan judul “Faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari tahun 2016”. Metode penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Kendari yaitu sebanyak 1.133 siswa, dengan jumlah sampel sebesar 89 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan, aktivitas fisik, uang jajan dan parental fatness dengan kejadian obesitas serta tidak terdapat hubungan antara durasi tidur dengan kejadian obesitas. Persamaan dengan penelitian ini adalah pembahasan tentang aktivitas fisik dengan obesitas pada remaja. Perbedaannya terletak pada variabel dan lokasinya.
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Aktivitas Fisik
2.1.1
Pengertian Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan segala pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka dan akan meningkatkan pengeluaran energi (NIH, 2012). Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kemampaun aktivitas seseorang dipengaruhi oleh adekuatnya system persarafan, otot dan tulang atau sendi. Pergerakan merupakan rangkaian yang terintegrasi antara system musculoskeletal dan system persarafan (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Tidak adanya aktivitas fisik (kurang aktivitas fisik) merupakan faktor resiko berbagai penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Aktivitas fisik diketahui dapat mempengaruhi mekanisme metabolisme tubuh serta meningkatkan kadar high- density lipoprotein (HDL) dan dapat menurunkan kadar LDL (low-density lipoprotein) dalam tubuh, meningkatkan metabolisme glukosa dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin serta menurunkan kadar lemak berlebih dan tekanan darah tinggi (Reddigan et al., 2011; Mora et al., 2007).
9
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik merupakan suatu gerakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang dipengaruhi ole hade kuatnya system musculoskeletal dan persarafan. Aktivitas fisik juga berfungsi sebagai metabolisme tubuh untuk mencegah penyakit degenerative dan menurunkan kadar lemak berlebih. 2.1.2
Jenis – jenis aktivitas fisik Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, aktivitas fisik yang sesuai untuk remaja sebagai berikut: a. Kegiatan ringan : hanya memerlukan sedikit tenaga dan
biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan (endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah, mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main play station, main komputer, belajar di rumah, nongkrong. b. Kegiatan sedang : membutuhkan tenaga intens atau terus
menerus,
gerakan
otot
yang
berirama
atau
kelenturan
( flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik, jalan cepat. c. Kegiatan berat : biasanya berhubungan dengan olahraga dan
membutuhkan kekuatan ( strength), membuat berkeringat.
10
Contoh : berlari, bermain sepak bola, aerobik, bela diri ( misal karate, taekwondo, pencak silat ) dan outbond. Berdasarkan aktivitas fisik di atas, dapat disimpulkan faktor kurangnya aktivitas fisik anak penyebab dari obesitas. Lakukan minimal 30 menit olahraga sedang untuk kesehatan jantung, 60 menit untuk mencegah kenaikan berat badan dan 90 menit untuk menurunkan berat badan ( Nurmalina, 2011). 2.1.3
Faktor-Faktor yang memengaruhi mekanika tubuh dan pergerakan Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), factor yang memengaruhi mekanika tubuh dan pergerakan adalah : a.
Tingkat perkembangan tubuh Usia akan memengaruhi tingkat perkembangan neuromuscular dan tubuh secara proposional, ostur, pergerakan dan refleks akan berfungsi secara optimal.
b.
Kesehatan fisik Penyakit, cacat tubuh, dan imobilisasi akan memengaruhi pergerakan tubuh.
c.
Keadaan nutrisi Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot, dan obesitas dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas.
d.
Emosi Rasa amandan gembira dapat memengaruhi aktivitas tubuh seseorang. Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan
11
semangat, yang kemudian sering dimanifestasikan dengan kurangnya aktivitas. e.
Kelemahan neuromuskular dan skeletal Adanya postur abnormal seperti skoliosis, lordosis, dan kifosis dapat berpengaruh terhadap pergerakan.
f.
Pekerjaan Seseorang yang bekerja di kantor kurang melakukan aktivitas bila dibandingkan dengan petani atau buruh.
2.1.4
Tipe-tipe aktivitas fisik Ada 3 tipe aktifitas fisik yang dapat di lakukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh: a. Ketahanan (endurance) Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan dapat membantu jantung, paru - paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: berjalan kaki, lari ringan, berenang, senam, bermain tenis, berkebun dan kerja di taman. b. Kelenturan (flexibility) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan
12
selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: peregangan, senam taichi, yoga, mencuci pakaian, mobil dan mengepel lantai. c. Kekuatan (strength) Aktifitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh ser ta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu).Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: push-up, naik turun tangga, angkat berat/beban, membawa belanjaan, mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness). 2.1.5
Manfaat aktivitas fisik Menurut Nurmalina (2011), aktivitas fisik sangat berperan penting bagi remaja untuk menurunkan resiko penyakit dimasa yang akan datang atau masa-masa pertumbuhan. Beberapa keuntungan aktivitas fisik aktif bagi remaja antara lain : a.
Membantu menjaga otot dan sendi tetap sehat.
b.
Membantu meningkatkan mood atau suasana hati.
c.
Membantu menurunkan kecemasan, stress dan depresi ( faktor yang berkontribusi pada penambahan berat badan ).
d.
Membantu untuk tidur yang lebih baik.
13
e.
Menurunkan resiko penyakit penyakit jantung, stroke, tekanan darah tinggi dan diabetes.
f.
Meningkatkan sirkulasi darah.
g.
Meningkatkan fungsi organ-organ vital seperti jantung dan paruparu.
h.
Mengurangi kanker yang terkait dengan kelebihan berat badan. Sedangkan menurut Poltekkes Depkes Jakarta I (2010),
aktivitas fisik atau olahraga dapat membantu menurunkan berat badan, karena dapat membakar lebih banyak kalori. Banyaknya kalori yang dibakar tergantung dari frekuensi, durasi, dan intensitas latihan yang dilakukan. Daniel Landers, professor pendidikan olahraga dari Arizona State University, mengungkapkan bahwa ada lima manfaat olahraga bagi otak kita. Kelima manfaat tersebut adalah sebagai berikut : a.
Meningkatkan konsentrasi, kreativitas, dan kesehatan mental Hal ini disebabkan karena olahraga dapat meningkatkan jumlah oksigen dalam darah dan mempercepat aliran darah menuju otak.
b.
Membantu menunda proses penuaan Hal ini pernah dibuktikan Schweer (2008) dalam penelitiannya yang menyebutkan bahwa olahraga dapat menunda proses penuaan.
14
c.
Mengurangi stress Olahraga dapat meningkatkan kemampuan jantung dan membuat seseorang cepat mengatasi stress. Aktivitas seperti jalan kaki, berenang, bersepeda, dan lari merupakan cara terbaik mengurangi stress. Studi yang dilakukan di Ingrgris memperlihatkan bahwa 83% orang yang memiliki gangguan mental mengandalkan olahraga untuk meningkatkan mood dan mengurangi kegelisahan. Landers mengatakan, untuk orang yang menderita depresi ringan dan sedang, olahraga sedikitnya selama 16 minggu bisa menimbulkan efek samping yang sama dengan menelan obat antidepresi.
d.
Meningkatkan daya tahan tubuh Olahraga dapat meningkatkan daya tahan tubuh, meski dilakukan dalam waktu yang singkat namun intensif.aktivitas ini bisa meningkatkan hormone-hormon baik dalam otak seperti adrenalin, serotonin, dopamine, dan endorphin. Hormone ini berperan dalam meningkatkan daya tahan tubuh.
e.
Memperbaiki kepercayaan diri Cedric Bryant, Ph. D, kepala bagian fisiologi olahraga American Council on Exercise (ACE) menyatakan bahwa olahraga teratur juga membuat seseorang memiliki rasa percaya diri yang baik.
15
2.1.6
Cara Mengukur Aktivitas Fisik Pengkuran aktivitas fisik pada remaja menggunakan kuesioner yang disebut APARQ ( Adolescent Physical Activity Recall Questionnare). Siswa menuliskan jenis, frekuensi dan durasi aktivitas yang biasa dilakukan selama seminggu kedalam kuesioner ini. Selanjutnya aktivitas di nilai menjadi tiga yaitu aktif, kurang aktif dan inaktif. Menurut Booth (2006) siswa dikatakan aktif apabila berpartisipasi dalam aktivitas berat paling sedikit 3 kali seminggu untuk minimal 20 menit per hari, dikatakan kurang aktif siswa hanya melakukan aktivitas sedang paling sedikit 3 jam perhari dalam 1 minggu, dan siswa dikatakan tidak aktif bila tidak memenuhi syarat yang telah disampaikan.
2.2
Status Gizi 2.2.1
Pengertian status gizi
Menurut Supariasa (2001), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, contoh kegemukan merupakan keadaan ketidakseimbangan antara pemasukan dengan pengeluaran energi dalam tubuh. Sedangkan menurut Zarei (2013), status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi. Dapat disimpulkan bahwa status gizi merupakan suatu proses makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,
16
arbsorpsi, transportasi, penyimpanan, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan keseimbangan dalam tubuh, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ. 2.2.2
Tingkat-tingkat kesehatan gizi Tingkat kesehatan gizi sesuai dengan tingkat konsumsi yang menyebabkan tercapainya kesehatan tersebut. Tingkat kesehatan gizi terbaik ialah kesehatan gizi optimum (eunutritional state). Dalam kondisi ini jaringan jenuh oleh semua zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya. Tubuh juga mempunyai da ya tahan yang setinggi-tingginya. Tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi berlebih, adalah kesehatan gizi lebih (overnutritional state). Ternyata kondisi ini mempunyai tingkat kesehtaan yang lebih rendah, meskipun berat badan lebih tinggi dibandingkan dengan berat badan ideal, tubuh kelebihan berat badan, disebut overweight orang awam menyebutnya kegemukan, berat badan sampai 10-15% diatas berat badan ideal, belum dikategorikan sebagai penyakit gemuk atau obesitas. Bila kelebihan berat badan diatas berat badan ideal sudah melebihi 20% pada wanita dan 15% pada pria, sudah termasuk sakit gemuk atau obesitas. Dalam keadaan demikian timbul penyakit-penyakit tertentu yang sering dijumpai pada orang kegemukan, penyakit-penyakit kardiovaskuler yang menyerang jantung dan system pembuluh
17
darah, hipertensi, diabetes mellitus dan lainnya. Pada tingkat overweight, kapasitas dan efisiensi kerja menurun, juga daya tahan tubuh menurun, yang tampak pada morbiditas serta mortalitas yang meningkat. Lama hidup (life span) orang yang menderita kegemukan juga lebih pendek, dibandingkan dengan jangka hidup orang yang mempunyai berat badan ideal. Orang kegemukan akan lebih cepat merasa kepanasan badannya dan cepat berkeringat. Tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi defisien, juga ada dibawah orang sehat. Terjadi gejala-gejala penyakit defisiensi gizi. Berat badan akan lebih rendah dari berat badan ideal dan penyediaan zat-zat gizi bagi jaringan tidak mencukupi, sehingga akan menghambat fungsi jaringan tersebut. Tempat penimbunan zat gizi menjadi kosong. Bila berat badan lebih rendah dari 85% berat badan ideal, sudah termasuk berat badan yang kurang. Reaksi-reaksi metabolic menjadi terhambat dan mengalami perubahan abnormal, sehingga terjadi perubahan pula dalam susunan biokimia jaringan (Prof. Dr. Achmad Djaeni, 1996). 2.2.3
Kebutuhan Nutrisi Yang Dibutuhkan Remaja Kebutuhan gizi pada remaja lebih tinggi dari pada usia anak. Namun, kebutuhan gizi remaja perempuan dan laki-laki akan jelas berbeda. Hini disebabkan oleh adanya pertumbuhan yang pesat, kematangan seksual, perubahan komposisi tubuh, mineralisasi tulang, dan perubahan aktivitas fisik. Meskipun aktivitas fisik tidak meningkat, tetapi total kebutuhan energi akan tetap meningkat
18
akibat pembesaran ukuran tubuh. Menurut Poltekkes Depkes Jakarta 1 (2010), kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pada masa remaja diantaranya : a.
Energi Kebutuhan energi pada individu remaja yang sedang tumbuh sulit untuk ditentukan secara tepat. Factor yang perlu diperhatikan untuk mennetukan kebutuhan gizi remaja adalah aktivitas fisik seperti olahraga. Remaja yang aktif dan banyak melakukan olahraga memerlukan asupan energi yang lebih besar dibandingkan remaja yang kurang aktif. Sumber energi terutama diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, terigu dan hasil olahannya, umbiumbian, jagung, sagu, gula, dan lain-lain.
b.
Protein Kebutuhan protein juga meningkat pada masa remaja, karena proses pertumbuhan terjadi dengan cepat. Pada akhir masa remaja, kebutuhan protein lebih besar pada remaja laki-laki, karena perbedaan komposisi tubuh. Kecukupan protein harus memenuhi 12-14% dari pemasukan energi. Bila pemasukan energi tidak adekuat maka protein akan digunakan sebagai sumber energi, dan ini akan mengakibatkan malnutrisi. Makanan sumber protein hewani bernilai biologis lebih tinggi dibandingkan sumber protein nabati, karena komposisi asam amino yang lebih baik dari segi kuantitas dan kualitas. Contoh
19
sumber protein adalah : daging merah (sapi, kerbau, kambing), daging putih (ayam, ikan), susu dan hasil olahannya, kedelai dan hasil olahannya, kacang-kacangan, dan lain-lain. c.
Mineral Kebutuhan mineral terutama kalsium zinc, dan zat besi juga meningkat pada masa remaja. Kalsium penting untuk kesehatan tulang, khususnya dalam meneambah massa tulang. Keterbatasan massa tulang selama remaja akan meningkatkan resiko osteoporosis pada kehidupan selanjutnya, khususnya pada wanita. Sumber kalsium yang paling baik adalah susu dan hasil olahannya. Sumber lainnya adalah ikan, kacangkacangan, dan sayuran. Kebutuhan zat besi akan menurun seiring dengan melambatnya pertumbuhan setelah pubertas. Penyerapan zat besi dapat ditingkatkan oleh vitamin C, dan sebaliknya dihambat oleh kopi, the, makanan tinggi serat, suplemen kalsium, dan produk susu. Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah hati, daging merah, daging putih, kacang-kacangan, dan sayuran hijau.
d.
Vitamin Kebutuhan vitamin tiamin, riboflavin dan niasin pada remaja akan meningkat. Zat-zat tersebut diperlukan untuk membantu proses metabolism energi. Begitu juga dengan folat dan vitamin B12 yang penting untuk sintesis DNA dan RNA. Tak
20
kalah pentingnya adalah vitamin D yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otot. Vitamin A, C, dan E juga dibutuhkan untuk pembentukan dan mendukung fungsi sel baru. 2.2.4
Keseimbangan Energi Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), energi dibutuhkan oleh tubuh untuk aktivitas dan fungsi fisiologis organ tubuh. Agar fungsi-fungsi tubuh berjalan normal, maka energi yang digunakan harus seimbang dengan energi yang masuk. Dinamika keseimbangan energi yaitu : Keseimbangan Energi = Pemasukan Energi – Pengeluaran Energi Energi yang masuk adalah total pengeluaran energi sehingga keseimbangan energi sama dengan energi yang masuk dikurangi pengeluaran energi. a.
Intake energi Energi yang masuk (intake energi) merupakan energi yang dihasilkan selama oksidasi makanan. Makanan merupakan sumber utama energi manusia yang berupa karbohidrat, protein, dan lemak. Besarnya energi yang dihasilkan diukur dengan satuan kalori. Satu kilo kalori juga disebut satu kalori besar (K) atau kkal adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperature 1 kg air sebanyak 1 derajat celcius. Ketika makanan tidak tersedia maka akan terjadi
21
pemecahan glikogen yang tersimpan dalam hatdan jaringan otot b.
Output energi Pengeluaran energi adalah energi yang digunakan oleh tubuh untuk mendukung jaringan dan fungsi-fungsi organ tubuh. Kebutuhan energi menghasilkan panas 60%, digunakan untuk bekerja dan penyimpanan dalam bentuk lemak atau glikogen. Output energi dibagi menjadi dua bagian, yaitu output energi pada saat istirahat dan output energi pada saat aktivitas. -
Output energi saat istirahat Pada saat istirahat, energi dibutuhkan untuk proses-proses tubuh vital seperti aktivitas enzim, pergerakan jantung, pernapasan, dan lain-lain. Energi yang dibutuhkan pada saat istirahat total disebut BMR. Pengukuran BMR dilakukan dengan mengukur konsumsi oksigen dan produksi CO2. Pada saat istirahat, dimana seseorang harus puasa selama 12 jam, istirahat mental dan fisik, tidur terlentang selama tes, seseorang dalam keadaan sadar dan temperature lingkungan antara 20-25 derajat celcius.
-
Output energi saat aktivitas Energi yang dikeluarkan saat aktivitas tergantung dari jenis aktivitas yang dilakukan misalnya untuk aktivitas duduk 40 kal/jam, berdiri 60 kal/jam, menjahit 70 kal/jam, mencuci piring 130-176 kal/jam, dan lainnya.
22
c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi -
Peningkatan laju metabolisme basal
-
Aktivitas tubuh
-
Faktor usia
-
Temperature lingkungan
-
Penyakit atau status kesehatan Jika nilai intake energi lebih kecil dari output energi, maka
disebut keseimbangan negative sehingga cadangan makanan dikeluarkan dan hal ini akan mengakibatkan penurunan berat badan. Sebaliknya, jika intake energi lebih banyak dari yang dikeluarkan, maka terjadi keseimbangan positif dan kelebihan energi akan disimpan dalam tubuh sebagai cadangan energi. 2.2.5
Faktor-faktor yang memengaruhi status gizi Menurut WHO 2014, status gizi dapat dilihat dengan adanya interaksi antara makanan yang dikonsumsi, keseluruhan dari kesehatan individu dan lingkungan fisik. Beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain : a.
Pengetahuan orang tua Menurut penelitian Monteiro (2007) menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua sangat mempengaruhi status gizi anak. Data menunjukkan 10% prevalensi masalah gizi pada anak yang dipengaruhi pengetahuan dari orang tua.
b.
Aktivitas fisik Pada Zarei, 2013 menunjukkan bahwa rendahnya aktivitas fisik pada remaja menyebabkan obesitas yaitu dengan prevalensi 9,7%.
23
Selain itu, factor diet yang menjadi salah satu trend gaya hidup remaja masa kini juga mempengaruhi remaja yang mengalami obesitas. Sebagian besar remaja zaman sekarang memang sudah mempunyai teknologi canggih. Mereka dapat mengakses barang barang yang mereka inginkan dengan hanya menggunakan jasa pengiriman barang. Selain itu dengan disediakannya computer, internet dan televise yang berada didalam kamar, membuat remaja cenderung untuk malas melakukan aktivitas fisik dan hanya berdiam diri didalam kamar. c.
Sosial ekonomi Sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap status gizi remaja. Level social ekonomi individu yang rendah mampu memperlihatkan status nutrisi yang kurang dari kebutuhan atau dibawah ideal. Individu yang malnutrisi dilihat dari ketidak adekuatan pada indeks antropometri yang telah diukur. Pada Baraldi (2013) menunjukkan bahwa status gizi yang dimiliki individu berhubungan dengan pencapaian prestasinya.
d.
Pemilihan makanan Menurut Zarei (2013), remaja lebih mengkonsumsi karbohidrat, lemak dan protein dalam kadar tinggi namun konsumsi vitamin C, kalsium dan zat besi dalam jumlah kurang. Oleh sebab it u remaja banyak yang mengalami gizi lebih.
e.
Persepsi Sebagian besar remaja khususnya remaja putrid sangat memikirkan mengenai berat badannya. Persepsi yang salah akan
24
berat badannya sangat mempengaruhi asupan nutrisi yang dikonsumsi. Remaja cenderung mispersepsi terhadap berat badannya bahwa berat badannya tidak ideal seusianya. Padahal menurut perhitungan IMT yang dilakukan, remaja memiliki badan yang ideal sesuai hasil IMT (Hisar & Toruner, 2012) f.
Genetik Menurut NHS beberapa orang memiliki kondisi genetic yang langka yang dapat menyebabkan obesitas, seperti Prader-Willi Syndrome. Ada kemungkinan kecil, keinginan dan pola makan orang tua dapat menurun pada anaknya.
2.2.6
Penyakit-penyakit gizi Menurut Prof. Dr. Achmad Djaeni (1996), penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan gizi, dapat dibagi dalam beberapa golongan antara lain : a.
Penyakit gizi lebih (obesitas) Biasanya penyakit ini bersangkutan dengan kelebihan energi di dalam hidangan yang dikonsumsi relative terhadap kebutuhan atau penggunaannya. Ada tiga zat makanan penghasil energi utama, ialah karbohidrat, lemak dan protein. Kelebihan energi di dalam tubuh, diubah menjadi lemak dan ditimbun pada tempat-tempat tertentu. Jaringan lemak ini merupakan jaringan yang relative inaktif, tidak langsung berperan serta dalam kegiatan kerja tubuh.
25
Orang yang kelebihan berat badan, biasanya karena kelebihan jaringan lemak yang tidak aktif tersebut. Ada ahli gizi yang membandingkan kelebihan jaringan lemak pada orang yang kegemukan ini sebagai karung beras yang harus dipikul kemana-mana, tanpa mendapat manfaat dari padanya. Ini akan meningkatkan beban kerja dari organ-organ tubuh, terutama kerja jantung. Menurut data CDC, pada anak berusia 12 sampai 19 tahun, angka obesitas telah meningkat tiga kali lipat (CDC, 2008c). diet yang buruk dan inaktivitas fisik telah memicu pemuncakan masalah obesitas pada kelompok usia ini. Obesitas pada anak remaja dihubungkan dengan obesitas pada masa dewasa bersamaan dengan banyak kondisi kesehatan yang merugikan seperti diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi dan kesehatan lebih buruk secara menyeluruh (Terri Kyle & Susan Carman, 2014). Penyebab obesitas beraneka ragam. Menurut Mu’tadin (2002), ada beberapa factor pencetus obeitas, diantaranya adalah factor genetic, pola makan yang berlebih, kurang aktivitas, emosi, serta lingkungan (Poltekkes Depkes Jakarta 1, 2011). b.
Penyakit gizi kurang (mal nutrition) Penyakit gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh sangat pesat, ialah yang disebut
26
kelompok anak BALITA. Yang menonjol kurang pada kondisi ini, ialah kalori dan kurang protein, sehingga disebut penyakit kurang kalori dan protein (KKP). Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan oedema sebagai gejala yang menonjol, sehingga penyakitnya disebut honger oedema (HO). 2.2.7
Cara mengukur status gizi
Salah satu cara sederhana melakukan pengukuran status gizi menggunakan hitung IMT (Indeks Masa Tubuh) ata u Body Mass Index (BMI). IMT dapat membantu untuk mengidentifikasi remaja yang secara signifikan beresiko mengalami kelebihan berat badan. Rumus penghitungan IMT adalah sebagai berikut : Berat Badan (Kg) IMT = Tinggi Badan (M) X Tinggi Badan (M) Hasil dari rumus diatas lalu dicocokkan dengan nilai Z-score Indeks Masa Tubuh (WHO, 2007) seperti berikut : Sangat kurus
: Zscore< -3,0
Kurus
: Zscore≥ -3,0 s/d < -2,0
Normal
: Zscore≥-2,0 s/d ≤1,0
Gemuk
: Zscore> 1,0 s/d ≤ 2,0
Obesitas
: Zscore> 2,0
27
2.3
Remaja
Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. 2.3.1
Pengertian Remaja Masa remaja adalah waktu cepatnya pertumbuhan dengan perubahan dramatis dalam ukuran dan proporsi tubuh. Cepat dan besarnya perubahan ini menempati urutan kedua setelah cepat dan besarnya pertumbuhan di masa bayi ( Terri Kyle & Susan Carman, 2014). Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anakanak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Para ahli merumuskan bahwa istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reprosuksi. Menurut WHO (1995), yang dikatakan usia remaja adalah antara 10-18 tahun. Tetapi berdasarkan penggolongan umur, masa remaja terbagi atas :
2.3.2
1)
Masa remaja awal (10-13 tahun)
2)
Masa remaja tengah (14-16 tahun)
3)
Masa remaja akhir (17-19 tahun)
Tumbuh kembang remaja Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling terkait, berkesinambungan dan berlangsung secara bertahap.
28
Perkembangan merupakan suatu proses dimana perubahan perubahan di dalam diri remaja akan diitegrasikan sedemikian rupa, sehingga remaja tersebut dapat berespon dengan baik dalam menghadapi rangsangan-rangsangan dari luar dirinya. Yang paling menonjol dalam tumbuh kembang remaja adalah adanya perubahan fisik, alat reproduksi, kognitif dan psikososial. 2.3.3
Perubahan fisik remaja Perubahan fisik dan psikologis remaja disebabkan oleh adanya perubahan hormonal. Hormone dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang dikontrol oleh susunan saraf pusat. Khususnya di hipotalamus. Beberapa jenis hormone yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan adalah hormone pertumbuhan, hormone gonadotropik, estrogen, progesterone, serta testosterone. Perubahan fisik pada remaja diantaranya : a.
Percepatan berat badan dan tinggi badan Selama 1 tahun pertumbuhan, tinggi badan laki-laki dan perempuan rata-rata meningkat 3,5-4,1 inci (steinberg, 2007). Berat badan juga meningkat karena ada perubahan otot pada laki-laki dan penambahan lemak pada perempuan. Maka dari itu perempuan lebih rentan mengalami kelebihan berat badan.
b.
Perkembangan krakteristik seks sekunder Selama masa pubertas terjadi perubahan kadar hormonal yang mempengaruhi karakteristik seks sekunder, seperti hormone androgen pada laki-laki dan estrogen pada perempuan.
29
Karakteristik sekunder pada perempuan meliputi pertumbuhan bulu rambut pada pubis, pertumbuhan rambut ketiak, serta menarche atau menstruasi pertama. Sedangkan pada laki-laki terjadi pertumbuhan penis, pembesaran skrotum, perubahan suara, pertumbuhan kumis dan jenggot, meningkatnya produksi minyak, meningkatnya timbunan lemak, dan meningkatnya aktivitas kelenjar sehingga menimbulkan jerawat. c.
Perubahan bentuk tubuh Pada laki-laki terjadi perubahan bentuk tubuh seperti bentuk dada yang membesar dan membidang, serta jakun lebih menonjol. Sedangkan perubahan bentuk tubuh pada perempuan seperti pinggul dan payudara yang membesar, serta keadaan putting susu yang menjadi lebih menonjol (Poltekkes Depkes Jakarta 1, 2010).
2.3.4
Perkembangan otak remaja Pada masa remaja awal sampai akhir, otak belum sepenuhnya berkembang sempurna, sehingga pada masa ini kemampuan pengendalian emosi dan mental masih belum stabil. Beberapa hal penting yang terkait dengan perubahan fisik pada remaja diantranya adalah sebagai berikut : a. Tanda-tanda vital : nadi berkisar antara 55-110x/enit, pernafasan berkisar antara 16-20x/menit, dan tekanan darah berkisar antara 110/60-120/76 mmHg.
30
b. Berat badan bervariasi, untuk laki-laki terjadi kenaikan 5,7-13,2 kg dan perempuan 4,6-10,6kg. c. Tinggi badan terjadi kenaikan : 26-28 cm dan perempuan 23-28 cm. d. Keadaan gigi lengkap e. Tajam penglihatan 20/20 f.
Pertumbuhan organ-organ reproduksi
g. Pertumbuhan tulang dua kali lipat h. Peningkatan massa otot dan penimbunan lemak i.
Pada kulit terjadi peningkatan munculnya jerawat
j.
Pertumbuhan rambut pada aksila, rambut pubis pada perempuan, dan rambut wajah pada laki-laki
2.3.5
Perkembangan kognitif remaja Menurut Piaget, remaja berkembang dari kerangka kerja berfikir konkret menjadi kerangka kerja berfikir abstrak ( Piaget, 1969). Selama periode ini remaja mengembangkan kemampuan untuk berfikir diluar dari saat ini, yaitu ia dapat menggabungkan konsep berfikir yang benar-benar ada dan konsep yang mungkin ada.pemikiran remaja secara logis, terorganisasi, dan konsisten. Ia mampu memikirkan sebuah masalah dari seluruh sudut pandang, menurutkan kemungkinan solusi saat menyelesaikan masalah. Tidak semua remaja mencapai pemikiran operasional formal pada saat yang sama.
31
Pada tahap awal berfikir operasional formal, pemikiran remaja bersifat egosentrik. Remaja sangat ideal, secara konstan menantang sesuatu tidak dapat diubah. Aktivitas ini memicu perasaan remaja yang merasa memiliki kekuatan tak terhingga. Remaja harus menjalani cara berfikir ini meski menyusahkan orang dewasa, dalam pencariannya untuk mencapai berpikir operasional formal (Terri Kyle & Susan Carman, 2014). 2.3.6
Perkembangan psikososial Transisi sosial yang dialami oleh remaja ditunjukkan dengan adanya perubahan hubungan social. Salah sat hal yang penting dalam perubahan social pada remaja adalah meningkatnya waktu untuk berhubungan dengan rekan-rekan mereka serta lebih intens dan akrab dengan lawn jenis. Tahap-tahap perkembangan menurut Erikson (1956), perkembangan psikososial terdiri atas delapan tahapan tersebut, remaja melalui lima diantranya. Lima tahapan yang dilalui remaja tersebut adalah sebagai berikut : a.
Kepercayaan (trust) versus ketidakpercayaan (mistrust) Tahapan ini terjadi dalam 1-2 tahun awal kehidupan. Anak belajar untuk percaya pada dirinya sendiri ataupun lingkungannya. Anak merasa bingung dan tidak percaya sehingga dibutuhkan kualitas interaksi antara orang tua dan anaknya.
32
b.
Otonomi versus rasa malu dan ragu Bagi kebanyakn remaja, membangun rasa otonomi atau kemerdekaan merupakan bagian dari transisi emosional. Selama masa remaja terjadi perubahan ketergantungan, dari ketergantungan khas anak-anak kearah otonomi khas dewasa. Misalnya : remaja umumnya tidak terburu-buru bercerita kepada orang tua ketika merasa kecewa, khawatir atau memerlukan bantuan.
c.
Inisiatif versus rasa bersalah Tahapan perkembangan psikososial ini terjadi pada usia prasekolah dan awal usia sekolah. Anak cenderung aktif bertanya untuk memperluas kemampuannya melalui bermain aktif, bekerja sama dengan orang lain, dan belajar bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya.
d.
Rajin versus rendah diri Pada tahapan iperkembangan ini terjadi persaingan di kelompoknya. Anak menggunakan pengalaman kognitif menjadi lebih produktif dalam grupnya. Disini anak belajar menguasai keterampilan yang lebih formal. Anak mulai terasah rasa percaya dirinya, mandiri dan penuh inisiatif, serta termotivasi untuk belajar lebih tekun
e.
Identitas versus kebingungan identitas Remaja belajar mengungkapkan aktualisasinya untuk menjawab pertanyaan, “siapa saya ?” mereka melakukan
33
tindakan yang baik sesuai dengan system nilai yang ada. Namun demikian, sering juga terjadi penyimpangan identitas, misalnya : melakukan percobaan tindakan kejahatan, melakukan pemberontakan, dan tindakan tercela lainnya. Pada waktu remaja, identitas seksual baik laki-laki maupun wanita diabngun, dan secara bertahap mengembangkan cita-cita yang diinginkan.
2.4
Kerangka Teori Penelitian
Remaja Faktor yang mempengaruhi : -
Perubahan fisik
-
Perkembangan otak
-
Perkembangan kognitif
-
Perkembangan psikososial
-
Pengetahuan orang tua
-
Pemilihan makanan
-
Persepsi
-
enetik
Aktivitas fisik
Status Gizi
-
Frekuensi aktivitas fisik
-
Kurang gizi / malnutrisi
-
Jenis aktivitas fisik
-
Gizi normal
-
Tingkat aktivitas fisik
-
Gizi lebih / obesitas
Sumber teori : Poltekkes Depkes Jakarta 1 (2010) dan Tarwoto & Wartonah (2011)
34
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Pada penelitian ini, faktor perubahan fisik, perkembangan otak, perkembangan kognitif, perkembangan psikososial remaja berpengaruh terhadap aktivitas fisik. Sedangkan faktor pengetahuan orang tua, social ekonomi, persepsi, genetic dan aktivitas fisik yang mempengaruhi status gizi pada remaja. Variabel usia telah dibatasi pada remaja dengan umur 1518 tahun. Dalam penelitian ini, tingkat aktivitas fisik merupakan variabel bebas, sedangkan status gizi yang diukur melalui indeks massa tubuh merupakan variabel tergantung. Berikut kerangka konseptual dalam penelitian ini : Ringan
Aktivitas Fisik -
Frekuensi
-
Jenis
Sedang
Berat Status Gizi
Kurus
-
BB
-
TB
Normal
Gemuk
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian aktivitas fisik dengan status gizi remaja sekolah