PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL
1
PENDAHULUAN Perdarahan Uterus merupakan suatu masalah kesehatan yang cukup penting di negara yang sedang berkembang terlihat dari laporan mengenai indikasi terbanyak alasan kasus rujukan kepada ginekolog di negara berkembang untuk penanganan bedah akibat kelainan haid pada usia di atas 40 tahun, perdarahan intermenstrual yang persisten, kegagalan terapi medikamentosa, serta keluhan-keluhan yang berkaitan dengan dismenorre yang berat.
1
Perdarahan Uterus yang tidak normal disebabkan oleh banyak hal akan tetapi pada perdarahan uterus disfungsional tidak ditemukan sesuatu sebab organik pada genitalia interna, dan juga tidak ditemukan sesuatu latar belakang lain seperti suatu kelainan medis dan kejiwaan yang bisa menerangkan terjadinya perdarahan. Keluhan yang paling banyak dikemukakan adalah perdarahan hebat, banyak yaitu lebih dari 80 cc/bulan; keadaan ini akan berakibat timbulnya anemia yang perlu ditangani, karena untuk mendiagnosisnya diperlukan kemampuan untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan penyakit atau kelainankelainan lain penyebab perdarahan yang abnormal maka para klinisi dituntut dapat mendiagnosis dan mengevaluasi kelainan ini melalui pendekatan bertahap yang logis.
1
Batasan Batasan yang dipakai para pakar saat ini adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perdarahan banyak, berulang dan berlangsung lama. Perdarahan tersebut berasal dari uterus namun bukan disebabkan oleh penyakit organ dalam panggul, penyakit sistemis ataupun kehamilan. Oleh karena itu diagnosis PUD ditegakkan dengan menyingkirkan diagnosis 1
1
bandingnya. Kebanyakan (90%) perdarahan yang terjadi akibat anovulasi. Dapat dikatakan bahwa dengan batasan mana pun yang dipakai etiologi PUD adalah multifaktorial; sulit didefinisikan secara jelas.
1
A. DEFINISI Semua perdarahan uterus abnormal yang terjadi semata-mata hanya karena gangguan fungsional mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovariumendometrium, bukan disebabkan oleh kelainan organic alat reproduksi, disebut perdarahan uterus disfungsional.4 Perdarahan uterus disfungsional merupakan semua perdarahan abnormal dari uterus tanpa ditemukannya sebab organic. Kebanyakan perdarahan disertai siklus yang anovulatoar dan insidensnya sering pada masa premenopausal, segera setelah menarche, wanita dengan polikistik ovarian syndrome, penggunaan kontrasepsi dan congenital hiperplasia.3 Pada wanita dewasa, siklus menstrual ovulasi ditandai dengan3 (1) lama siklus yang regular berlangsung antara 21-35 hari. (2) Disertai dengan gejala-gejala seperti perubahan pada mood, payudara dan dismenorea. (3) Lama haid sekitar 4-7 hari (4) Blood loss sekitar 35 ml (perdarahan berulang >80 ml menyebabkan anemia). Umumnya 2 tahun setelah menarche, siklus wanita masih anovulatoar. Hal itu ditandai adanya3 1. Lama siklus yang tidak teratur antara 21-40 hari, bisa berlangsung selama 3-4 bulan 2. Tidak adanya gejala-gejala monilial 3. Tidak ada dismenorea 4. Perdarahan dapat lama dan banyak disebabkan karena pengaruh estrogen.
B. ETIOLOGI Dapat disebabkan gangguan neuromuscular, vasomotor dan hematology.
2
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perdarahan ovulatoar atau tidak, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dapat dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organic, maka harus dipikirkan sebagai etiologi: 1. Korpus luteum persistens. Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaam panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni pada hari ke-4 mulainya perdarahan pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi di samping tipe non sekresi. 2. Insufiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesterone disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsy endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. 3. Apopleksia uteri pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. 4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.1
PATOFISIOLOGI Pada siklus haid yang normal atau yang berovulasi, perubahan yang dialami kelenjar-kelenjar, pembuluh darah, dan komponen stroma
3
dari endometrium berturut-turut terjadi sesuai dengan pengaruh estrogen dan progesteron yang secara teratur dan bergiliran dihasilkan oleh folikel dan korpus luteum atas pengaruh gonadotropin (FSH dan LH) yang dihasilkan hipofisis setelah menerima rangsangan faktor-faktor pelepas gonadotropin dari hipotalamus. Perubahan anatomi dan fungsonal ini dari endometrium berulang kembali setiap 28 hari yang secara berurutan dapat dibagi ke dalam 5 fase : 1) fase menstruasi, 2) fase proliferasi, 3) fase sekresi, 4) fase persiapan untuk implantasi, dan 5) fase kehancuran. Pada perdarahan uterus disfungsional tidak ditemukan kelima fase ini secara baik dan teratur pada endometrium.
1.2
Perdarahan uterus disfungsi dapat terjadi pada siklus ovulatoar, anovulatoar maupun pada keadaan folikel persisten. •
3
PUD pada siklus anovulatoar Pada keadaan anovulasi korpus luteum tidak terbentuk, akibatnya
siklus haid dipengaruhi oleh hormon estrogen yang berlebihan dan kurangnya hormon progesteron. Penyebab pasti dari perdarahan dengan siklus anovulatoar ini belum diketahui, beberapa kemungkinan yang terjadi bila : 1. Perdarahan pada masa menarche biasanya keadaan ini dihubungkan dengan belum matangnya fungsi hipotalamus dan hipofisis. 2. Perdarahan pada masa reproduksi sering disebabkan karena gangguan di hipotalamus sehingga terjadi lonjakan kadar LH sehingga tidak terjadi ovulasi. 3. Perdarahan yang terjadi pada masa premenopause sering disebabkan karena kegagalan ovarium dalam menerima rangsangan hormon gonadotropin. •
PUD pada siklus ovulatoar
3
4
Perdarahan yang terjadi pada siklus ovulatoar berbeda dari perarahan pada suatu haid yang normal, dan hal ini dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu : 1. Perdarahan pada pertengahan siklus Perdarahan yang terjadi biasanya sedikit, singkat dan dijumpai pada pertengahan siklus. Penyebabnya adalah rendahnya kadar estrogen. 2. Perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium. Perdarahan yang terjadi biasanya banyak dan memanjang. Keadaan ini disebabkan oleh adanya korpus luteum persisten dan kadar estrogen rendah sedangkan progesteron terus terbentuk. 3. Perdarahan bercak (spotting) pra haid dan pasca haid. Perdarahan ini disebabkan oleh insufisiensi korpus luteum, sedangkan pada masa pasca haid disebabkan oleh defisiensi estrogen, sehingga regenerasi endometrium terganggu. •
PUD pada keadaan folikel persisten
3
Keadaan ini sering dijumpai pada masa pra menopause dan jarang terjadi pada masa reproduksi. Pada keadaan ini endometrium secara menetap dipengaruhi oleh estrogen, sehingga terjadi hiperplasia endometrium, yang bervariasi dari pertumbuhan yang ringan sampai berlebihan. Terdapat 3 jenis hiperplasia endometrium yaitu : tipe simpleks, tipe kistik, dan tipe atipik. Secara histopatologis akan ditemukan penambahan endometrium dari kelenjar maupun stromanya. Keadaan ini sering menyebabkan keganasan endometrium, sehingga memerlukan penanganan yang seksama, setelah folikel tidak mampu lagi membentuk estrogen maka terjadi perdarahan lepas estrogen. Gambaran klinis pada kelainan jenis ini biasanya mula-mula berupa haid biasa, kemudian terjadi
5
perdarahan sedikit dan selanjutnya akan diikuti perdarahan yang makin banyak terus menerus disertai gumpalan.
3.5
Gangguan perdarahan pada perdarahan uterus disfungsional dapat berupa gangguan panjang siklus, gangguan jumlah dan lamanya 5
perdarahan berlangsung, dan gangguan keteraturan.
Gangguan panjang siklus umumnya akibat disfungsi hipotalamus dan dapat berupa : • Oligomenorrhoe, yaitu haid jarang, siklus panjang, siklus haid lebih dari 35 hari. • Polymenorrhoe, yaitu haid sering datang, siklus pendek, kurang dari 21 hari.
Gangguan jumlah dan lama perdarahan dapat berupa : •
Hypomenorrhoe, yaitu haid yang disertai perdarahan yang ringan dan berlangsung hanya beberapa jam sampai 1- 2 hari saja.
•
Hypermenorrhoe (menorrhoe), yaitu haid yang teratur tetapi jumlah darahnya banyak.
•
Metrorrhagi, yaitu perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungan dengan haid.
•
Menometorrhagi, yaitu perdarahan yang berlangsung lebih lama dari 14 hari. Keadaan lain yang terjadi pada penderita-penderita PUD adalah
meningkatnya
aktifitas
fibrinolotik
pada
peningkatan kadar prostaglandin yaitu PGF
endometrium. 2
Terjadi
, PGE 2 dan prostasiklin
(prostasiklin mengakibatkan relaksasi dinding pembuluh darah dan berlawanan dengan aktivitas agregasi trombosit sehingga terjadi perdarahan yang lebih banyak. Peningkatan rasio PGF
2
, PGE 2,
mengakibatkan vasodilatasi, relaksasi miometrium dan menurunnya agregasi trombosit sehingga kehilangan darah haid lebih banyak.
4
6
Mekanisme patofisiologi PUD diatas dapat dilihat dari gambar dibawah ini: stimulasi estrogen dominan, tidak mendapat perimbangan dan berlangsung terus menerus proliferasi penambahan lapisan pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar pertumbuhan endometrium berlebihan akibat stimulasi estrogen pelepasan endometrium ireguler Skema & Mekanisme terjadinya PUD Makin tinggi rasio PGF menometroragi
akan meningkat.
2
:
PGE 2, terjadinya menoragi dan
Perdarahan uterus
disfungsional
bervariasi antara tiga kelompok umur yaitu masa remaja, usia reproduksi dan
perimenopause.
Perdarahan
pada
kelompok
remaja
dan
perimenopause biasanya akibat anovulasi kronik, sedangkan pada kelompok usia reproduksi perdarahan terjadi walaupun siklus haid ovulatoar.
4.5
KLASIFIKASI a.
Perdarahan Uterus Disfungsional pada Usia Remaja
Etiologinya diperkirakan karena disfungsi dari mekanisme kerja hipotalamus – hipofisis yang mengakibatkan anovulasi sekunder. Pada masa ini ovarium masih belum berfungsi dengan baik dan pada remaja yang mengalami perdarahan disfungsional sistem mekanisme siklus feedback yang normal belum mencapai kematangan. Kenaikan kadar
7
estrogen tidak menyebabkan penurunan produksi FSH dan oleh karena itu produksi estrogen berjalan terus dan bertambah banyak. Kadar estrogen yang berfluktuasi dan berlangsung tanpa keseimbangan progesteron
mengakibatkan
pertumbuhan
endometrium
yang
berlebihan dan tidak teratur diikuti oleh pelepasan yang tidak beraturan dari lapisan-lapisan endometrium sehingga terjadi perdarahan yang beragam baik dalam hal jumlah dan lamanya maupun dalam hal frekuensi atau panjang siklusnya. b.
7.8
Perdarahan Uterus Disfungsional pada Masa Reproduksi
Ada tiga macam perdarahan disfungsional sebagai berikut : 1) Perdarahan teratur siklusnya namun jumlahnya melebihi daripada biasa (hypermenorrhoe), terjadi pada masa haid, yang mana hal itu sendiri biasa teratur atau tidak. Perdarahan semacam ini sering terjadi dan haidnya biasanya anovulasi. Biasanya 90% disebabkan oleh lesi organik dan kadang-kadang bisa terjadi pada ketegangan psikologi
dan
pada
pemeriksaan
histologi
endometrium
menunjukkan tanda-tanda pengaruh gestagen yang tidak cukup. 2) Perdarahan berulang atau intermitten yang terjadi di luar siklus haid, misalnya terjadi pada masa pertengahan antara dua masa haid atau dalam fase post menstruasi. Yang pertama disebabkan penurunan kadar estrogen akibat peristiwa ovulasi dan perubahan fungsi folikel de Graff menjadi korpus luteum, dan pada yang kedua disebabkan oleh involusio yang terlambat atau persistensi dari korpus luteum yang terus menghasilkan progesteron walaupun dalam kadar yang lebih rendah beberapa hari setelah proses degenerasi pada endometrium dimulai sehingga perdarahan endometrium yang terjadi bisa banyak sekali hypermenorrhoe yang demikian bisa juga terjadi disebabkan produksi progesteron yang tidak mencukupi oleh korpus luteum dan perdarahan telah dimulai sehingga beberapa hari sebelum haid (perdarahan premenstruasi).
7
8
3) Yang jarang adalah episode perdarahan yang cukup banyak yang terjadi pada sembarang waktu dalam siklus haid dan tidak disertai ovulasi. Penyebabnya belum jelas, tetapi keadaan kongesti lokal dalam pelvis misalnya oleh karena kurang gerak badan, rangsangan seksual
yang
tidak
memuaskan.
Akibat
disharmoni
dan
ketidakbahagiaan pernikahan dan pengaruh psikologis, semuanya dapat menjadi faktor predisposisi bagi terjadinya disfungsi ovarium yang pada akhirnya bisa menyebabkan produks estrogen terganggu sedemikian rupa dan jauh melebihi kadar ambang proliferasi. Kadar estrogen yang jauh daripada kadar ambang ini bisa menyebabkan perdarahan pada endometrium. c.
7
Perdarahan Uterus Disfungsional pada Masa menjelang
menopause. Beberapa tahun menjelang menopause fungsi ovarium mengalami kemunduran karena secara histologi di dalam korteks ovarium hanya tersisa sedikit jumlah folikel primordial yang resisten terhadap gonadotropin. Sekalipun terus terangsang oleh gonadotropin akan tetapi folikel tersebut tidak akan mampu menghasilkan jumlah estrogen yang cukup. Kekurangan estrogen yang berkelanjutan pada akhirnya akan menuju pada kemunduran peristiwa-peristiwa yang fungsinya bergantung pada kecukupan estrogen seperti ovulasi, menstruasi, kekuatan jaringan vagina dan vulva. Masa ini dikenal dengan masa klimaterium. Dalam periode
ini
timbullah
gejala-gejala
kekurangan
estrogen
seperti
hypermenorrhoe dan haid yang tidak teratur. Namun, tidak semua wanita akan mengalami kekurangan estrogen dalam masa ini bahkan sebaliknya dapat juga mengalami kelebihan estrogen bebas yang beredar, karena dalam masa ini terjadi kekurangan globulin pengikat hormon kelamin sementara kelenjar adrenal masih tetap menghasilkan estrogen.
7.8
9
DIAGNOSIS BANDING
2.6
1. Kelainan organik genitalia seperti mioma uteri terutama mioma submukosa, polip endometrium, endometriosis, salpingo-oophoritis, ca serviks dan sebagainya. 2. Penyakit – penyakit atau konstitusional seperti infeksi akut, sirosis hepatitis,
hipertensi,
penyakit
kardiovaskular,
trombositopeni,
gangguan pembekuan darah atau terapi antikoagulansia, tumor-tumor pada sistem limfe, hematopoiesis, dan retikuler. 3. Kontrasepsi baik hormonal maupun mekanik seperti alat kontrasepsi dalam rahim. 4. Hormone replacement therapy khususnya pemakaian estrogen pada pengobatan pasca menopouse. 5. Gangguan psikosomatis seperti disharmoni dalam pernikahan dan ketidakpuasan seksual. DIAGNOSIS Langkah pertama adalah menyingkirkan kelainan organik. Pada anamnesis, perlu diketahui usia menarche, siklus haid setelah menarche, lama dan jumlah darah haid, serta latar belakang kehidupan keluarga dan latar belakang emosional.
5.8
Pada pemeriksaan fisik dinilai adanya hipo / hipertiroid dan gangguan hemostatis seperti petekie. Pemeriksaan ginekologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan organik seperti perlukaan genitalia, erosi / radang atau polip serviks maupun mioma uteri.
5.8
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pengukuran suhu basal badan atau pemeriksaan hormon FSH dan LH.
5.8
Penyebab organik • Penyakit traktus reproduktif Komplikasi kehamilan Keganasan Infeksi 10
Lesi pada pelvik yang jinak • Penyakit sistemik Gangguan pembekuan Hipotiroid Sirosis hepatis • Penyakit iatrogenik Steroid AKDR Pbat-obat penenang. MANIFESTASI KLINIS Perdarahan
uterus
disfungsional
dapat
dikatakan
memiliki
manifestasi khusus, yaitu kejadiannya tidak dapat diramalkan dan biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri, perdarahan dapat sangat banyak, berlangsung lama setelah interval amenore atau berupa perdarahan yang betul-betul tidak teratur dan timbul lebih sering. Biasanya keadaan ini berhubungan dengan infertilitas.
8.9.10
Perdarahan uterus disfungsional dapat diklasifikasikan menurut penyebab kelainan hormonal, yaitu : 1. Perdarahan sela estrogen /
Estrogen breakthrough bleeding
Akibat stimulasi yang terus menerus pada endometrium oleh estrogen yang sangat dominan.
Keadaan ini umumnya terjadi pada masa remaja
dan perimenars, pada masa perimenopause dan wanita dengan obesitas akibat produksi estrogen yang berlebihan. Jika kadar estrogen terus menerus rendah masa efek stimulasi pada endometrium berakibat perdarahan intermitten dan berlangsung lama. Namun jika kadar estrogen tinggi, maka perdarahan terjadi tiba-tiba dan sangat banyak.
8
2. Perdarahan sela progestin Terjadi bila terdapat perubahan rasio progesteron : estrogen yang menjadi sangat tinggi. Permukaan endometrium tidak terorganisir 11
(susunannya tidak stabil) sehingga perdarahan dapat mudah terjadi dari jaringan vaskuler yang mengalami proliferasi di bawah pengaruh estrogen pada awal siklus. Sifat progesteron adalah menimbulkan perubahan pada arteri-arteri menjadi bentuk spiral dan saat kadarnya menurun terjadi kontriksi dinding-dinding pembuluh darah. Namun jika kadar progesteron tetap bertahan maka vasokontriksi dan iskemia membrana basalis tidak terjadi dan perdarahan berlangsung terus. Contoh terbaik dalam hal ini adalah pada pemakaian pil yang hanya mengandung progestin saja. Perdarahan menjadi lebih lama dan bervariasi dari bentuk perdarahan bercak sampai ringan yang berfluktuasi tanpa pola tertentu. Menurut penelitian, pada wanitawanita muda yang mendapat DMPA dalam 2 minggu pasca persalinan mengalami perdarahan sedang dan terus menerus sampai saat kontrol 6 minggu pasca persalinan. Hal ini menjadi contoh yang baik dari hilangnya dukungan jaringan vaskuler pada endometriumn.
Karena itu
sesuai modul kontrasepsi, pemberian estrogen disini bersifat diagnostik dan terapeutik.
8
3. Perdarahan lucut estrogen Perdarahan ini terjadi bila sumber estrogen tiba-tiba dihentikan. Misalnya pasca – ooforektomi dan penghentian terapi hormon pengganti secara tiba-tiba. Jaringan endometrium akan mulai dikeluarkan sebagai akibat berhentinya suplai estrogen. Evaluasi dan Diagnosis
8
6
Riwayat penyakit Harus memenuhi kriteria yang telah dikemukakan di atas termasuk : • Ginekologi reproduksi. Pastikan tidak adanya kehamilan dengan memeriksa haid terakhr, menars, pola haid ada tidaknya dismenore, molimina, penggunaan tampon, benda asing, aktivitas seksual, pemakaian kontrasepsi (tipe, efek, lamanya), riwayat SOP dan kelainan perdarahan pada keluarga.
12
• Tentukan karakteristik, episode perdarahan terakhir. •
Coba tentukan banyaknya perdarahan. Jika seorang wanita berdiri tanpa menggunakan tampon perlu dilihat apakah ada perdarahan yang mengalir pada kedua kakinya.
Jika ada maka perdarahan dikatakan
banyak. • Singkirkan penyebab lain dari perdarahan, seperti stress, kelainan pola makan, olah raga, kompetisi atletik, penyakit kronis, pengobatan dan penyalahgunaan obat.
Pemeriksaan fisis
8
Pemeriksaan harus difokuskan untuk mengidentifikasi tanda-tanda penyebab lain dari perdarahan. Sindroma Ovarium Polikistik (SOP) dapat ditentukan karena gejalanya sangat jelas, sedangkan adanya anovulasi kronik tidak menunjukkan tanda yang jelas. • Obesitas, SOP, disfungsi H-P dan hipotiroidisme (menometroragi) • Kelebihan hormon androgen ⇒
Tumor ovarium/adrenal-Virilisme (klitoromegali, kebotakan daerah frontal, fisik maskulin)
⇒
SOP, Hirsutisme, jerawat.
• Memar-memar – koagulopati • Galaktore – peningkatan prolaktin singkirkan kemungkinan adanya adenoma hipofise. • Pembesaran uterus. Kemungkinan hamil, tumor atau miom.
Adanya masa pada adneksa SOP Bilateral
13
Unilateral. Kemilan ektopik, tumor sel teka atau tumor granulosa yang mengeluarkan estrogen.
Pemeriksaan Laboratorium
8
Pemeriksaan laboratorium ini harus sudah terarah sesuai dengan hasil pemeriksaan fisis dan anamnesis karena biayanya sangat mahal. 1. Tes kehamilan harus dilakukan. 2. PAP tes : untuk mencari displasia; kemungkinan STD harus selalu dicari. 3. Htung jenis leukosit, menentukan derajat perdarahan apakah berupa hematom atau hanya memar saja. 4. Fungsi koagulasi, bila ada memar-memar. 5. Fungsi tiroid, hati, glukosa, dan sistem endokrin yang mungkin berinteraksi dan mengakibatkan perdarahan. 6. Pemeriksaan kadar hormon steroid: •
DHEA dari ovarium dan adrenal
•
DHEA-S adrenal
•
LH/FSH rendah atau normal _ disfungsi poros H-P
•
LH tinggi, FSH rendah – SOP
•
FSH/LH tinggi, postmenopause, kegagalan prematur fungsi
ovarium poros H-P atau kegagalan prematur fungs ovarium. •
Prolaktin
tinggi
pikirkan
adenoma
hipofise
atau
hipotiroidisme. •
Progesteron midluteal.
7. Biopsi endometrium •
Singkirkan kanker pada wanita dengan riwayat PUD > 1
tahun dan onset pada perimenopause. 8. USG, singkirkan adanya massa, gambaran hiperplasia.
14
PENGELOLAAN
8.10
Pengelolaan terhadap PUD dapat dilaksanakan dengan pemberian obat-obatan atau dengan pembedahan/operasi. Cara pengelolaannya tergantung dari : usia penderita, jumlah perdarahan, kadaan umum dan keberhasilan terapi yang diberikan sebelumnya. Sebelum memberikan terapi atau pengobatan terhadap pasien, perlu diperhatikan faktor-faktor berikut : 1. Usia pasien. 2. Perdarahan kuantitas, durasi 3. Kemungkinan kondisi patologik organik (kehamilan, tumor, infeksi, penyakit sistemik). 4. Keinginan hamil di kemudian hari. Obat-obatan
8
Terdapat tiga golongan obat-obat yang digunakan dalam penatalaksanaan PUD yaitu : hormonal;
nonsteroidal antiinflammatory
agents (NSAID s) dan antifibrinolitik. Hormonal Tujuan terapi hormonal adalah menghentikan perdarahan yang masif akibat pertumbuhan endometrium yang cepat. Sebagai contoh pil kontrasepsi oral digunakan untuk menstabilkan endometrium secara cepat dan progestin mempertahankan keadaan ini sampai keduanya dihentikan pada akhir kemasan pil. Terapi hormonal yang digunakan terdapat dalam tabel, termasuk : danazol, GnRH agonis, estrogen dosis tunggal, pil kontrasepsi oral dan progestin.
8.9.10
Nonsteroidal antiinflammatory agents (NSAID Mekanisme kerja NSAID siklik endoperoksid
yang
)
s
ini adalah menghambat biosintesis dari
s
mengubah asam arakhidonat
menjadi
prostaglandin . Target primer dari penghambatan ini adalah prostasiklin sehingga tidak satupun NSAID
s
berefek hanya pada satu komponen.
15
Secara keseluruhan NSAID
s
menghambat produksi siklooksigenase
sehingga menurunkan konsentrasi prostasiklin dan tromboksan. Perlu diingat bahwa perdarahan yang timbul karena prostasiklin merelaksasi pembuluh
darah
dan
menghambat
agregasi
trombosit.
Dengan
menghambat prostasiklin, perdarahan endometrium dapat diatasi. NSAID
s
lebih efektif bila digunakan bersama dengan pil kontrasepsi oral, keduanya dapat mengurangi PUD sampai lebih dari 50%. Keduanya digunakan sesegera mungkin saat haid mulai. Pada regimen terbaru penggunaan 8
NSAID s dalam 24-48 jam menjelang haid dapat mengurangi perdarahan. Antifibrinolitik Kelompok ini mekanisme kerjanya menghambat fibrinolisis dan digunakan dalam mengatasi perdarahan. Antifibrinolitik bekerja pada pembuluh darah endo-metrium, membersihkan darah haid yang tidak membeku.
Cycloapron
(asam transeksamat) dan
aminokaproat) sering digunakan. Seperti NSAID
s
Amicar
(asam
keduanya lebih efektif
bila digunakan dengan pil kontrasepsi oral dengan efektifitas melebihi 50%. Penelitian membuktikan bahwa semakin banyak darah hilang, maka semakin efektif antifibrinolitik. Efek samping yang timbul : nausea, pusing, diare, sakit kepala, nyeri perut, dn trombosis sistemik sehingga penggunaan secara rutin dicegah.
4
Beberapa jenis obat/preparat hormon yang digunakan untuk penanganan PUD terlihat di bawah ini : Danazol
200-800 mg qd
Steriol androgenik Menghambat ovulasi dan menyebabkan atropi endometrium Efek samping : penambahan berat badan. Jerawat, turunya libido. Penyesuaian dosis dapat mengurangi efek samping, biasanya tidak mempengaruhi perdarahan jika terkontrol pada dosis tinggi. 16
GnRH
Depot 3,75 mg
Menghambat pelepasan gonadotropin dengan meningkatkan kadar GnRH tetap tidak ada produksi.
Konstan, kadar tinggi; E2
Menimbulkan amenore, gejala menopause Estrogen atau progestin add back mengurangi efek samping menopause dan keropos tulang.
Estrogen dosis tinggi*
200 mcg EE untuk 5-7 hari
Perdarahan berhenti dalam 12 – 24 jam kemudian.
Estrogen dosis rendah* (Pil kontrasepsi oral)
Berisi EE 1 pil qd selama 5 hari
Menghentikan perdarahan dan interval tanpa perdarahan untuk pertumbuhan endometrium. Dapat terjadi perdarahan banyak dengan nyeri dalam 2-4 hari terapi. Kedua estrogen tersebut lebih nyaman, tetapi kurang efektif dibandingkan dengan estrogen konjugasi.
Estrogen konjugasi (premarin)
Progestin ** (MPA)
Premarin kronis 10-20 mg qd selama 14-21 hari.
Supresi disfungsional FSH/LH, E2/P4 dan menimbulkan siklus buatan.
Perdarahan akut : 25 mg IV q 4 jam sampai perdarahan berhenti, kemudian E2 1,25 mg/MPA 10 mg qd kali per minggu.
Menghentikan perdarahan dengan segera. Perdarahan lucut yang timbul dapat ditoleransi.
10 mg po per 12 hari per bulan
Digunakan tunggal. MPA digunakan untuk wanita dengan kontra indikasi pemakaian estrogen.
17
Daftar preparat terapi hormonal untuk PUD *
7
Penggunaan estrogen yang rasional adalah dalam dosis farmakologis, estrogen mempercepat pertumbuhan endometrium. PUD berrespon terhadap terapi ini karena pertumbuhan endometrium yang cepat menutupi permukaan epitelial.
**
Progestin menghentikan pertumbuhan endometrium, menunjang dan membentuk lapisan sehingga timbul jaringan terorganisir yang menghentikan perdarahan. Progestin juga merangsang pembentukan asam arakidonat pada endometrium, meningkatkan prostaglandin.
Operatif Tindakan operatif dilaksanakan bila terapi konservatif gagal, tindakan operatif ini bukan saja sebagai terapi tetapi juga dibutuhkan untuk diagnosis.
5
Dilatasi dan Kuretase (D&K) Tujuan dari D&K pada kasus PUD adalah menghilangkan jaringan yang akan ber-proliferasi sehingga akan berfungsi normal.
Walaupun
demikian D&K merupakan upaya kuratif pada sebagian kecil penderita dengan PUD yang kronis. Yang harus diingat bahwa prosedur ini hanya menghilangkan efek dari penyakit dan bukan menangani secara kausatif. Pada perdarahanyang akut D&K cukup cepat dan efektif dalam menghentikan perdarahan dan menjaga hemodinamik, sehingga untuk wanita usia > 35 tahun D&K dapat memberikan informasi ada atau tidaknya displasia. Oleh karena itu D&K dapat diterapkan pada penderita dengan perdarahan akut, hipopolemi dan usia tua.
5
Ablasi Endometrium Tujuan dari cara ini adalah untuk menghancurkan sebagian atau seluruh lapisan basal dari endometrium. Dapat terjadi infertilitas, oleh karena itu cara ini diterapkan pada wanita yang mempunyai cukup anak.
18
Tindakan ablasi dilakukan pada penderita rawat jalan dengan fotovaporasi endometrium, reseksi dengan menggunakan
cutting loop
atau roller-ball
dengan menggunakan histeroskop. Terapi supresif diberikan untuk mengurangi perdarahan, mengurangi kejadian ablasi terlalu dalam sampai ke miometrium dan memperbaiki lapang pandang pada saat ablasi. Supresi pasca-operasi juga dilakukan untuk mengontrol perdarahan pasca-operasi. Angka kegagalan rendah yaitu kurang dari 90%. Jika perdarahan tidak berhenti dipertimbangkan untuk melakukan histerektomi.
5.6
Histerektomi Tindakan histerektomi dilakukan pada penderita yang mengalami perdarahan hebat yang berulang atau pada kegagalan tindakan ablasi endometrium. Dahulu histerektomi lebih sering dilakukan, tetapi dengan keberhasilan terapi medikamentosa dan tindakan operatif pada penderita rawat jalan seperti ablasi maka insidensi histerektomi menurun pada wanita muda. Akan tetapi apabila histerektomi merupakan pilihan utama, terapi supresif pre operatif dilakukan untuk mengurangi perdarahan dan lebih memudahkan prosedur.
5.6
Preparat hormonal yang digunakan untuk terapi supresif ablasi endometrium dan histerektomi tertera di bawah ini. Obat DMPA
Dosis 150-400 mg IM
Diberikan
4-8
minggu perlunakan
preop.
(depoprover
Menyebabkan
pada
a)
desidua dan penebalan endometrium, sehingga kurang cocok untuk ablasi
Danazol
600-800 mg po qd
Diberikan 3-9 minggu preop. Biasanya terjadi atrofi, tetapi kadang dengan penipisan lapisan basal yang tidak konsisten Endometrium menjadi edem.
19
GnRH
Depot 7,5 mg sq
Dengan
Agonis
diikuti
dilaksanakan
Depot
dalam
4
pemberian 2-4
depot, minggu
ablasi setelah
minggu kemudian
injeksi terakhir.
dengan 3,75 mg sq
Untuk histerektomi, dosis 7,5 mg
Lupron
diberikan dan responnya dievaluasi 6-8 minggu. Dosis kedua dapat diberikan.
Lupron
Harian : 0,5 mg sq
Supresi konsisten
(setiap hari)
qd
Endometrium
untuk
4-6
minggu konstan
atropi
secara
menyeluruh.
Daftar preparathormonal untuk terapi supresif Tindakan ablasi dan histerektomi Prognosis Prognosis dari kasus-kasus PUD belum jelas dapat dikemukakan karena informasi yang jelas mengenai hal tersebut masih sangat sedikit dan belum didasarkan pada penilaian jumlah keluarnya perdarahan secara objektif. Suatu PUD yang terjadi satu periode pada masa remaja mungkin mempunyai prognosis yang lebib baik dibandingkan dengan PUD dengan beberapa episoda, terutama dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya perubahan pola haid yang persisten (30-80%), seringnya dilakukan kuretase (40-55%), anemi (30%), perlunya terapi hormonal (40%), kemungkinan terjadinya infertilitas (45-55%), laparotomi untuk kista ovarium (10-30%) atau bahkan terjadinya karsinoma endometrium jika keadaan PUD tersebut tidak ditangani secara adequat (1-2%) (Southam, 1959; Southam & Richart, 1966). Prognosis ini jelas akan sangat buruk jika terjadi hipertropi glandular kistik, sehingga jika seorang remaja datang dengan PUD yang berulang,kuretase merupakan suatu indikasi atau tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan.
5
20
Prognosis PUD pada kelompok usia pertengahan reproduksi cukup baik walaupun belum ada bukti-bukti yang akurat. Di beberapa negara banyak wanita dalam usia ini menjalani tindakan histerektomi. Dari data yang dilaporkan tampak bahwa prognosis jangka panjang PUD anovulatoar pada masa akhir reproduksi kurang baik/buruk sebagai akibat sering terjadinya rekurensi.
5
21
DAFTAR PUSTAKA 1. Achadinat, C. Obstetri dan Ginekologi : EGC, Kediri. 2004. 2. Brenner PF. 1996; Differential diagnosis of abnormal uterine bleeding. Am J Obstet Gynecol;
175;766-69.
3. Chalik, TMA. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginetologi, 1997. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala,1996. 4. Fraser IS. 1985; “Dysfunctional “ Uterus. Dalam : Shearman RP (penyunting) Clinical reproductive endocrinology.
Edinburg, London,
Melbourne,New York; 579-98. 5. Ginekologi : bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bndung. Bandung, 1981. 6. Perlmen, S., Herbweck, P : Clinical Potocols in Pediatric and Adolescent Ginecology. 2004; 57 – 64. 7. Supriyadi, T ; Gunawan. J: Perdarahan Uterus Disfungsional. Dalam : Supriyadi, T. Gunawan. J. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi : EGC. 2001. 469 – 474. 8. Yunizaf : Perdarahan Uterus Disfungsional. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2001 : 375 – 376. 9. www.dexa.medica.com/test/htdoc/dexamedica/article-files/p.afibrinolitik.pdf 10. www.ob-ugm.com
22