Radiografi Sefalometri Sefalometri
Definisi
Radiografi sefalometri adalah metode standar untuk mendapatkan gambaran radiografi tulang tengkorak yang bermanfaat untuk membuat rencana perawatan dan memeriksa perkembangan dari pasien yang sedang menjalani perawatan ortodonti. Kegunaan radiografi sefalometri sefalometri
Sefalometri merupakan salah satu pilar dalam diagnosis ortodontik dan dalam penentuan rencana perawatan. Adapun kegunaan sefalometri dalam bidang ortodonti yaitu: a. Studi pertumbuhan kraniofasial. Sefalogram telah membantu menyediakan informasi tentang beragam pola pertumbuhan, gambaran struktur kraniofasial yang baik, memprediksi pertumbuhan, dan memprediksi kemungkinan dampak dari rencana perawatan ortodontik. b. Diagnosis
kelainan
mengidentifikasi,
kraniofasial.
menentukan
Sefalogram
gambaran
dan
digunakan melihat
dalam kelainan
dentokraniofasial. Permasalahan utama dalam hal ini adalah perbedaan antara malrelasi skeletal dan dental. c. Rencana Perawatan. Sefalogram digunakan untuk mendiagnosis dan memprediksi morfologi kraniofasial serta kemungkinan pertumbuhan di
masa yang akan datang. Hal tersebut dilakukan dengan menyusun rencana perawatan yang baik dan benar. d. Evaluasi Pasca Perawatan. Sefalogram yang diperoleh dari awal hingga akhir perawatan dapat digunakan dokter gigi spesialis ortodonti untuk mengevaluasi dan menilai perkembangan perawatan yang dilakukan serta dapat digunakan sebagai pedoman perubahan perawatan yang ingin dilakukan. e. Studi kemungkinan relaps. Sefalometri membantu untuk mengidentifikasi penyebab relapse nya nya perawatan ortodonti dan stabilitas dari maloklusi yang yang telah dirawat. f. Menunjukkan hubungan dimensional dari komponen kraniofasial yaitu basis kranial, maksila, mandibula, gigi, dan jaringan lunak. g. Memaparkan
manifestasi
dari
pertumbuhan
dan
abnormalitas
perkembangan skeletal dan dental. h. Membantu
merencanakan
perawatan
dan
mengevaluasi
kemajuan
perawatan. i.
Membantu dalam mengevaluasi keefektifan dari prosedur perawatan ortodontik.
j.
Menunjukkan perubahan pertumbuhan dentofasial setelah perawatan selesai.
Tipe sefalogram
Ada 2 jenis sefalogram yang dapat diperoleh yaitu:
a. Sefalogram Frontal Gambar 1A menunjukkan gambaran tulang tengkorak kepala dari depan atau gambaran frontal atau antero-posterior dari tengkorak kepala. Salah satu analisis sefalometri yang menggunakan sefalogram frontal adalah Analisis Mesh. b. Sefalogram Lateral Gambar 1B menunjukkan gambaran tulang tengkorak kepala dari samping (lateral). Sefalogram lateral ini diambil dengan posisi kepala berada pada jarak tertentu dari da ri sumber sinar X. Dari sefalogram sef alogram lateral dapat dilakukan analisis profil jaringan lunak aspek lateral. Beberapa analisis sefalometri yang menggunakan sefalogram lateral antara lain : analisis Downs, analisis Steiner, analisis Ricketts, analisis McNamara dan analisis Tweed.
gambar 1 (A)Sefalogram Frontal, (B) Sefalogram Lateral Lateral Standardisasi Sefalometri Sefalometri dan Teknik Tracing
Sefalometri adalah peralatan yang terdiri dari alat penghasil sinar x-ray yang ditempatkan pada jarak tertentu dari pasien, sefalostat untuk fiksasi kepala pada jarak yang ditentukan dan film yang diletakkan pada kaset untuk menangkap
bayangan bayangan kepala. Menurut Stanley jarak sumber sinar dengan kepala adalah 5-6 kaki untuk mengurangi perbesaran gambaran struktur kepala. Sama dengan Pambudi Rahardjo yang mengatakan jarak sumber sinar dengan kepala adalah 1,5 meter. Pada saat pengambilan foto rontgen, gigi pasien dalam keadaan oklusi sentrik dimana bibir tidak dipaksakan untuk ditutup. Selain itu, pandangan pasien lurus ke depan dan bidang Frankfurt Horizontal sejajar lantai. Metode konvensional untuk menganalisis sebuah sefalogram ti dak langsung dilakukan pada sefalogram tetapi dilakukan tracing terlebih dahulu. Tracing dilakukan dalam ruangan dengan pencahayaan yang tidak terlalu terang. Tracing dilakukan pada kertas kalkir atau asetat 0,003 inci dan menggunakan pensil yang keras, misalnya H4. Buat 3 tanda pada sefalogram ( 2 di daerah kranium dan 1 di daerah vertebrata servikal) sebagai penuntun saat melakukan tracing supaya tidak terjadi pergeseran. Kertas tracing diletakkan pada sefalogram dan difiksasi agar pwosisinya tidak berubah lalu sefalogram beserta kertas tracing diletakkan pada tracing box dengan iluminasi yang baik. Pengetahuan mengenai seluruh anatomi kepala diperlukan untuk melakukan tracing. Perlu diketahui sefalometri dalam bentuk gambar dua dimensi yang menggambarkan objek tiga dimensi dimana ada struktur kraniofasial berupa titik unilateral dan bilateral. Pada hasil radiografi sefalometri terkadang struktur yang berupa titik bilateral akan saling membentuk bayangan. Untuk mendapatkan struktur yang benar maka titik yang terletak di pertengahan antara kedua titiklah dianggap sebagai posisi yang benar. Setelah itu ditentukan kontur skeletal dan jaringan lunak fasial lalu ditentukan titik-titik titik -titik pada struktur anatomi atau anatomy a natomy
landmark yang diperlukan untuk analisis. Titik-titi k dihubungkan menjadi garis dan dua garis yang berpotongan akan menghasilkan sudut. Besar sudut dipelajari untuk menentukan apakah struktur anatomi tertentu normal atau tidak normal. Bagian-bagian yang perlu digambar dalam sefalometri antara lain : a. Profil jaringan lunak, kranium eksternal dan vertebrae b. Basis kranial, batas internal kranium, sinus frontal dan ear rods c. Tulang maksila termasuk tulang nasal dan fisur pterygomaksila d. Mandibula Titik-titik (Landmarks) pada Struktur Anatomi
Titik-titik pada struktur anatomi menggambarkan struktur anatomi yang sebenarnya dari tengkorak. Pengetahuan tentang anatomi kraniofasial diperlukan untuk menginterpretasikan sefalometri. Struktur anatomi yang diobservasi pada sefalometri lateral diilustrasikan pada gambar 1. Struktur skeletal mudah diidentifikasi pada anak-anak daripada orang dewasa karena ketebalan tulang pada orang dewasa tidak jelas atau tidak detail. Titik-titik (Landmarks) pada Sefalometri Sefalometri
Landmarks pada sefalometri menggambarkan titik anatomi yang digunakan ketika mengukur sefalogram untuk melakukan analisis. Landmarks pada sefalometri terbagi dua yaitu pada jaringan keras dan ja ringan lunak
gambar 2 Titik-titik struktur anatomi pada radiografi sefalometri lateral
Titik-titik (Landmarks) pada Jaringan Keras
Titik-titik (landmarks) pada jaringan keras terbagi lagi menjadi dua yaitu titiktitik midsagital dan bilateral. Titik-titik Titik-ti tik tersebut dapat dilihat pada gambar 3. Titik-titik Midsagital
a. Sella (S) : terletak di tengah sela tursika atau fossa pituitary. b. Nasion (N) : titik paling depan pada sutura frontonasalis pada bidang midsagital. c. Spina Nasalis Anterior (SNA) : titik paling anterior di bagian tulang yang tajam pada prosesus maksila di basis nasal. d. Spina Nasalis Posterior (SNP) : titik paling posterior dari palatum durum.
e. Titik A (Subspinale) : titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang atas, secara teoritis merupakan batas tulang basal maksila dan tulang alveolaris. f. Titik B (Supramentale) : titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang bawah, secara teori merupakan batas tulang basal mandibula dan tulang alveolaris. g. Pogonion (Pog) : titik paling anterior dari tulang dagu. h. Menton (Me) : titik paling inferior dari simpisis mandibula atau dagu. i.
Gnation (Gn) : titik tengah antara pogonion dan menton atau titik paling depan dan paling rendah dari simpisis mandibula.
gambar 3 Titik-titik (Landmarks) pada jaringan keras Titiik-titik Bilateral
a. Orbital (Or) : titik paling inferior pada tepi orbit atau tepi bawah rongga mata. b. Porion (Po) : titik paling superior dari external auditory meatus.
c. Artikulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranial dan permukaan posterior kondilus mandibula. d. Gonion (Go) : titik tengah kontur yang menghubungkan ramus dan korpus mandibula. e. Pterygomaxiliary fissure (PTM) : permukaan posterior dari tuber maksila yang bentuknya menyerupai tetes air mata.
Penggunaan titik-titik sefalometri dalam analisis jaringan keras
gambar 4 Titik Titik – – titik titik sefalometri pada jaringan keras Gambar 4 menunjukkan titik-titik sefalometri pada jaringan keras yang biasa digunakan dalam analisis sefalometri, yaitu: a. Sella ( S ) : titik pusat geometric dari fossa pituitary. b. Nasion ( N ) : titik yang paling anterior dari sutura fronto nasalis atau sutura antara tulang frontal dan tulang nasal. c. Orbitale ( Or ) : titik ti tik paling rendah dari dasar rongga mata yang terdepan.
d. Sub-spina ( A ): titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion, biasanya dekat apeks akar gigi insisivus sentralis maksila. e. Supra-mental ( B ) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion dan biasanya dekat apeks akar gigi insisivus insisi vus sentralis mandibula. f. Pogonion ( Pog ) : titik tit ik paling depan dari tulang dagu. g. Gnathion ( Gn ) : titik di antara pogonion dan menton. h. Menton ( Me ) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu. i.
Articulare ( Ar ) : titik perpotongan perpotongan antara batas posterior ramus dan batas inferior dari basis kranial posterior.
j.
Gonion ( Go ) : titik bagi yang dibentuk oleh garis bagi dari sudut yang dibentuk oleh garis tangen ke posterior ramus dan batas bawah dari mandibula.
k. Porion ( Po ) : titik paling superior dari meatus acusticus externus. l.
Pterygomaxilary ( PTM ) : Kontur fissura pterygomaxilary yang dibentuk di anterior oleh tuberositas retromolar maksila dan di posterior oleh kurva anterior dari prosesus pterygoid dari tulang sphenoid.
m. Spina Nasalis Posterior ( PNS ) : Titik paling posterior dari palatum durum. n. Anterior nasal spine ( ANS ) : Ujung anterior dari prosesus maksila pada batas bawah dari cavum nasal. o. Basion ( Ba ) : Titik paling bawah dari foramen fo ramen magnum. p. Bolton : Titik paling tinggi pada kecekungan fosa di belakang kondil osipital. Titik-titik (Landmarks) pada Jaringan lunak
Titik-titik pada jaringan lunak diuraikan sebagai berikut dan dapat dilihat pada gambar 3. a. Jaringan lunak glabela (G´) : titik paling menonjol dari bidang sagital tulang frontal. b. Pronasal (Pn) : titik paling menonjol dari dari ujung hidung. c. Subnasal (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas. d. Labrale superius (Ls) : titik pada ujung tepi bibir atas. e. Labrale inferius (Li) : titik tit ik pada ujung tepi bibir bawah. f. Jaringan lunak pogonion (Pog´) : titik paling menonjol pada kontur jaringan lunak dagu. g. Jaringan lunak menton (Me´) : titik paling inferior pada jaringan lunak dagu.
gambar 5 Titik-titik (Landmarks) pada jaringan lunak
Garis atau Bidang pada Sefalometri Sefalometri
Garis referensi yang menghubungkan dua titik dibuat sebelum dilakukan pengukuran angular dan dan linear. Ada sejumlah besar garis pedoman pada tengkorak yang dibicarakan pada literatur antropologi, tetapi hanya beberapa garis yang berhubungan langsung dengan ortodonti ortodonti yang akan dibicarakan. Garis atau bidang yang digunakan dalam sefalometri adalah sebagai berikut: a. Sella-nasion (SN) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik sella tursika ke titik nasion. Bidang ini menggambarkan struktur anatomi yang dikenal sebagai basis kranial anterior. b. Frankfort horizontal (FH) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik porion ke titik orbital. Penentuan lokasi ear rods yang salah akan mengakibatkan kesalahan juga dalam penentuan letak porion. Oleh karena itu, penentuan letak ear rods dengan teliti akan menghasilkan posisi bidang frankfort yang tepat.
gambar 6 Bidang atau garis pada sefalometri c. Bidang palatal : bidang yang dihubungkan oleh titik spina nasalis anterior dan posterior. Disebut juga bidang maksila. d. Bidang fasial (N-Pog) : bidang yang dihubungkan oleh titik nasion dan pogonion. e. Bidang mandibula : bidang yang dihubungkan oleh titik menton dan gonion. Cara termudah adalah membuat garis dari menton membentuk tangen terhadap tepi bawah mandibula pada sudut mandibula. Posisi bidang mandibula akan tidak tepat bila saat pengambilan foto sefalometri pasien tidak dalam keadaan oklusi sentrik. f. Bidang ramus : bidang yang menyinggung tepi posterior dari ramus ascenden mandibula dan melalui titik artikulare. g. Bidang oklusi : bidang yang dibentuk dari garis yang melewati occlusal cusp mesial dari gigi molar dan pertengahan antara ujung gigi insisivus atas dan bawah. Bidang ini dikenal sebagai bidang oklusal fungsional (FOP).
h. Y-axis (S-Gn) : garis yang dihubungkan oleh titik sella tursika dengan gnation. Garis ini digunakan sebagai indikator pertumbuhan fasial dengan mengukur sudut antara S-Gn dengan FH atau bidang Frankfort menurut analisis Downs. Sedangkan menurut analisis Steiner yaitu sudut antara SGn dengan titik N.
Teknik Sefalometrik Radiografik
1. Alat Alat-alat dasar yang digunakan untuk menghasilkan suatu sefalogram terdiri dari sefalostat atau sefalometer, tabung sinar tembus dan pemegang kaset beserta kaset yang berisi film dan layar pengintensif (intensifying screen). Pemegang kaset dapat diatur sedemikian rupa agar diperoleh gambar yang tajam. Layar pengintensif digunakan untuk mengurangi jumlah penyinaran yang tidak diperlukan. Bagian dari sefalometer yang diletakkan pada telinga (ear rod) dapat digerakkan sehingga mudah disesuaikan dengan lebar kepala pasien. Tabung sinar harus dapat menghasilkan tegangan yang cukup tinggi (90 KvP) guna menembus jaringan keras dan dapat menggambarkan dengan jelas jaringan keras dan lunak. Dikenal 2 macam sefalometer, yaitu: a. Broadbent-Bolton, digunakan 2 tabung sinar X dan 2 pemegang kaset, sehingga objek tidak perlu bergerak atau berubah apabila akan dibuat penyinaran/proyeksi lateral atau antero-posterior. b. Higley, terdiri dari 1 tabung sinar X, 1 pemegang kaset dan sefalometernya dapat berputar sedemikian rupa sehingga objek dapat diatur dalam beberapa
macam proyeksi yang diperlukan. Sefalometer modern pada umumnya adalah jenis ini yaitu Rotating type. 2. Teknik pembuatan dan penapakan sefalogram a. Teknik pembuatan sefalogram • Proyeksi lateral atau profil Proyeksi lateral dapat diambil pada subjek dengan oklusi sentrik , mulut terbuka atau istirahat. Kepala subjek difiksir pada sefalometer, bidang sagital tengah terletak 60 inci atau 152,4 cm dari pusat sinar X dan muka sebelah kiri dekat dengan film. Pusat berkas sinar X sejajar sumbu transmeatal (ear rod) sefalometer. Jarak bidang sagital tengah-film 18 cm. FHP (Frankfurt Horizontal Plane) sejajar lantai, subjek duduk tegak, kedua telinga setinggi ear rod. • Proyeksi postero-anterior/frontal postero -anterior/frontal Pada proyeksi postero-anterior tube diputar 90o sehingga arah sinar X tegak lurus sumbu transmeatal. • Oblique sefalogram Oblique sefalogram kanan dan d an kiri dibuat dengan sudut 45 • dan 135• terhadap terhadap proyeksi proyeksi lateral. Arah sinar X dari belakang untuk untuk menghindari menghindari superimposisi dari sisi mandibula yang satunya. FHP sejajar lantai. Oblique sefalogram sering digunakan untuk analisis subjek pada periode gigi bercampur. b. Teknik penapakan sefalogram Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar hasil penapakan sefalogram. Acetate matte tracing paper (kertas asetat) tebal 0,003 inci ukuran 8x10 inci dipakai untuk penapakan sefalogram. Kertas asetat dilekatkan pada tepi atas sefalogram dengan Scotch tape (agar dapat dibuka apabila diperlukan),
kemudian diletakkan di atas iluminator (negatoscope). Penapakan sefalogram dianjurkan menggunakan pensil keras (4H) agar diperoleh garis-garis yang cermat dan tipis.
gambar 7 Penyusunan dasar pembuatan sefalogram atas: proyeksi proyeksi lateral bawah: proyeksi antero-posterior tengah: jarak sumber sinar X-objek-film. Bagian-bagian yang perlu ditapak pada sefalogram lateral antara lain: Bagian 1: • Profil jaringan lunak • Kontur eksternal kranium • Vertebra servikalis servikalis pertama dan kedua Bagian 2: • Kontur internal kranium kranium
• Atap orbita • Sella tursika atau atau fossa pituitari • Ear rod Bagian 3: • Tulang nasal dan sutura frontonasalis • Rigi infraorbital infraorbital • Fisura pterigomaksilaris pterigomaksi laris • Spina nasalis anterior • Spina nasalis posterior • Molar pertama atas dan insisivus sentralis atas Bagian 4: • Simfisis mandibula • Tepi inferior mandibula • Kondilus mandibula • Mandibular notch dan prosesus koronoideus • Molar pertama bawah dan insisivus sentralis bawah
Analisis Sefalometri Sefalometri
Analisis sefalometri meliputi analisis dental, skeletal dan jaringan lunak.Terdapat lima komponen yang biasanya biasanya dipelajari dalam analisis sefalometri pada arah horizontal dan vertikal yaitu basis b asis kranial, rahang atas, rahang bawah, gigi atas dan gigi bawah. Analisis yang digunakan harus dapat menilai hubungan anterior-posterior antara maksila dan mandibula dengan basis kranial, dan juga hubungan vertikal antara mandibula dengan basis kranial sehingga diagnosis yang dihasilkan akurat. Pengukuran skeletal berguna untuk mengevaluasi hubungan rahang terhadap basis kranial. Pengukuran dental berguna untuk menghubungkan
gigi terhadap gigi lain, rahang dan struktur kranial. Pengukuran jaringan lunak telah berkembang untuk tujuan penegakan diagnosis dan cenderung menggambarkan hubungan bibir ke hidung dan dagu. Terdapat banyak analisis yang digunakan dalam sefalometri, antara lain analisis Downs, Steiner, Ricketts, Tweed, McNamara, Sassouni, Harvold, Wits, dan Moorrees. Analisis Steiner
Steiner (cit, Singh 200 2007) 7) mengembangkan analisis ini untuk memperoleh informasi klinis dari pengukuran sefalometri lateral. Steiner membagi analisisnya atas 3 bagian yaitu skeletal, dental dan jaringan lunak. 1. Analisis skeletal mencakup hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang tengkorak. 2. Analisis dental mencakup hubungan insisivus rahang atas dan rahang bawah. 3. Analisis jaringan lunak mencakup keseimbangan dan estetika profil wajah bagian bawah. Gambar dibawah ini menunjukkan analisis skeletal Steiner dengan 5 sudut pengukuran yang digunakan antara lain: a. Sudut SNA Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik A. Besar sudut SNA menyatakan hubungan anteroposterior maksila terhadap basis kranium. Nilai normal rata -rata SNA adalah 82° ± 2°. Apabila nilai SNA lebih besar, maka maksila diindikasikan
mengalami prognasi. Apabila nilai SNA lebih kecil, maka maksila diindikasikan mengalami retrognasi. b. Sudut SNB Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik B. Besar sudut SNB menyatakan hubungan antero-posterior mandibula terhadap basis kranium. Nilai normal rata-rata SNB adalah 80° ± 2°. Apabila nilai SNB lebih besar, maka mandibula diindikasikan mengalami prognasi. Apabila nilai SNB lebih kecil, maka mandibula diindikasikan mengalami retrognasi. c. Sudut ANB Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Nasion - titik A dan garis Nasion - titik titi k B. Besar sudut ANB menyatakan hubungan maksila dan mandibula. Nilai normal rata-rata ANB adalah 2° ± 2°. Apabila nilai ANB lebih besar, maka diindikasikan kecenderungan hubungan klas II skeletal. Apabila nilai ANB lebih kecil, maka diindikasikan kecenderungan hubungan klas III skeletal. d. Sudut MP-SN Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan dataran mandibula (Gonion-Gnathion). Nilai normal rata-rata sudut MP-SN adalah 32° ± 5°. Besar sudut MP- SN menyatakan indikasi pola pertumbuhan wajah seseorang.
Nilai sudut MP- SN yang lebih kecil
mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah horizontal sedangkan nilai sudut MP-SN yang lebih besar mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah vertikal. Inklinasi bidang mandibula sangat menentukan dimensi vertikal wajah (tinggi, sedang atau pendek). Tipe vertikal wajah menurut Steiner dibagi menjadi 3 yaitu tipe pendek dengan besar sudut MP-
SN <27°, tipe normal dengan MP-SN 27°-37° dan tipe panjang dengan MPSN >37°. e. Sudut Dataran Oklusal Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella Nasion dan dataran oklusal Nilai normal rata-rata sudut ini adalah 14,5°. Besar sudut ini menyatakan hubungan dataran oklusal terhadap kranium dan wajah serta mengindikasikan pola pertumbuhan wajah seseorang.
gambar 8 ( A ) Sudut SNA, ( B ) Sudut SNB, ( C ) Sudut ANB, ( D ) Sudut MPSN, ( E ) Sudut Bidang Oklusal Analisis Jefferson Jefferson
Analisis Jefferson merupakan modifikasi dari analisis Sassouni, yang disebut juga analisis skeletal archial. Analisis ini diperkenalkan pada bulan Maret tahun 1990. Jefferson mengatakan bahwa analisis yang dibuatnya lebih praktis, cepat dan
mudah dilakukan. Gambar dibawah ini menunjukkan batas anatomi pada analisis ini hampir sama dengan analisis Steiner. Landmarks yang digunakan yaitu: a. Clivus b. Roof of orbit c. Basisphenoid d. Greater wing of sphenoid e. Ethmoid cribiform plate f. Lateral wall of orbit Setelah semua batas anatomi telah digambar, kemudian ditentukan titik-titik sefalometri yang digunakan. Gambar tersebut menunjukkan titik tersebut antara lain : 1. SOr ( Supra Orbitale ) : titik t itik paling anterior dari perpotongan bayangan roof dengan kontur orbital lateralnya. lateraln ya. 2. SI ( Sella Inferior ) : titik paling bawah bawah dari sella tursica. 3. N ( Nasion ) : titik paling superior sutura
frontonasal pada
cekungan batang hidung. 4. ANS : titik paling anterior dari maksila. 5.
PNS : titik paling posterior dari maksila pada dataran sagital.
6. P ( Pogonion Pogonion ) : bagian paling anterior dari dari dagu. 7. M ( Menton Menton ) : titik paling inferior dari dagu.
8. CG ( Constructed Gonion ) : perpotongan 2 garis yaitu, garis dari artikular sejajar
tangen
posterior
ramus dan garis dari dari menton
sejajar tangen batas bawah korpus.
gambar 9 Titik referensi pada analisis Jefferson Dalam analisisnya Jefferson menggunakan 4 dataran sebagai patokan pengukuran, sama dengan analisis Sassouni. Perbedaannya, Jefferson tidak menggunakan dataran paralel tetapi digantikan dengan dataran kranial. Adapun 4 dataran yang digunakan, yaitu: 1. Dataran Kranial : dataran yang dibentuk dari garis dari SOr menuju SI. (gambar 10) . 2. Dataran Palatal : dataran yang dibentuk dari garis dari ANS menuju PNS. 3. Dataran Oklusal : dataran yang dibentuk dari dataran oklusal fungsional melalui titik kontak premolar dan molar.
4. Dataran Mandibula : dataran yang dibentuk dari menton melalui tangen batas bawah korpus dan melalui konstruksi gonion.
gambar 10 Empat dataran pada analisis analisis Jefferson
Analisis Jefferson menggunakan 3 busur referensi untuk menentukan disharmoni hubungan skeletal dan wajah. Tiga busur tesebut adalah anterior arc, age 4 vertical arc, dan age 18 vertical arc. Anterior arc digunakan untuk menilai posisi antero-posterior maksila dan mandibula. Age 4 vertical arc menggambarkan tinggi vertikal wajah dari mandibula pada saat umur 4 tahun. Age 18 vertical arc menggambarkan tinggi vertikal wajah dari mandibula pada umur 18 tahun. Dalam analisis anteroposterior Jefferson, perpanjangan keempat garis dataran kranial, palatal, oklusal dan mandibula akan diperoleh titik sentral “O”. Titik sentral “O” diperoleh dengan menentukan jarak vertikal yang paling dekat antara garis paling superior dan inferior yang dibentuk dari keempat dataran tersebut. Titik tengah dari jarak vertikal yang telah ditentukan tersebut adalah titik Center “O”. Anterior arc diperoleh dengan bantuan bantuan jangka yaitu meletakkan bagian tajam jangka pada titik
O dan bagian pensil pada nasion kemudian rotasikan jangka sampai melewati dagu. Dataran Kranial, Dataran Palatal, Dataran Oklusal, Oklusal, Dataran Mandibula,Center “O”. Dalam analisis vertikalnya, Jefferson menggunakan age 4 vertical arc dan age 18 vertical arc. Pertumbuhan vertikal wajah dimulai dari umur 4 tahun, dimana terjadi kenaikan tinggi wajah bagian bawah sebesar 0,75 mm setiap tahunnya dan berhenti pada saat umur 18 tahun. Age 4 vertical arc diperoleh dengan meletakkan bagian metal jangka pada titik ANS dan bagian pensil jangka pada titik SOr, kemudian rotasikan jangka ke bagian menton dan buat garis arc. Age 18 vertical arc diperoleh dengan menambahkan jarak 10 mm dari age 4 vertical arc. Interpretasi vertikal dari analisis Jefferson adalah tinggi vertikal wajah dikatakan ideal apabila menton berada pada age 4 vertical arc ketika pasien berumur 4 tahun. Dan ketika pasien berumur 18 tahun atau di atas 18 tahun, menton berada pada age 18 vertical arc . Jefferson membagi tipe vertikal wajah menjadi 3 yaitu: 1. Tipe Pendek : apabila menton berada di atas age 18 vertical arc dengan jarak >2mm terhadap age 18 vertical arc. 2. Tipe Normal : apabila menton berada tepat atau masih dalam rentang jarak ± 2mm terhadap age 18 vertical arc. 3. Tipe Panjang : apabila menton berada di bawah a ge 18 vertical arc dengan jarak >2mm terhadap age 18 vertical arc. Tipe vertikal wajah pendek pendek dan panjang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
gambar 11 (A) Wajah yang pendek, (B) wajah yang panjang
Analisis Tweed
Tweed merupakan salah satu murid kesayangan Angle. Dua tahun sebelum kematian Angle, mereka bekerjasama, dimana Tweed mendiagnosa dan mengobati pasiennya sedangkan Angle bertindak sebagai mentornya. Angle sangat gembira terhadap apa yang dilakukan Tweed pada waktu itu. Tweed berjanji kepada mentornya bahwa ia akan mendedikasikan hidupnya dalam perkembangan ortodonti dan membuat ortodonti menjadi salah satu cabang spesialis. Akhirnya pada tahun 1929, ortodonti menjadi cabang ilmu spesialis dan Tweed menjadi spesialis ortodonti pertama di Amerika. Pada tahun 1932, 1932, Tweed menerbitkan artikel pertamanya yang berjudul “Reports of Cases Treated with Edgewise Arch Mechanism”. Tweed memegang teguh pendirian Angle bahwa seseorang tidak boleh melakukan ekstraksi gigi. Namun Namun pendirian ini hanya bertahan selama empat tahun. Empat tahun berikutnya, Tweed menemukan suatu penemuan bahwa posisi gigi insisivus mandibula mempunyai andil dalam keseimbangan wajah setelah
perawatan. Beliau menyimpulkan bahwa untuk mendapatkan posisi insisivus mandibula yang tepat, dokter gigi perlu melakukan preparasi penjangkaran dan mencabut keeempat gigi premolar satu. Prinsip ini sangat bertentangan dengan prinsip Angle. Sebelum Tweed mempublikasikan analisis sefalometrinya pada tahun 1954, beliau mengikuti pembelajaraan tentang sefalometri yang diajarkan oleh Moore, Wylie, Downs, dan Riedel untuk lebih memahami tentang pengaruh sefalometri terhadap hasil perawatan. Setelah pertemuan itu, beliau memfokuskan penelitiannya pada peranan sefalometri dalam menentukan diagnosis dan rencana rencan a perawatan. Tweed menemukan bahwa pada wajah yang normal, dengan beberapa pengecualian, mempunyai oklusi normal atau maloklusi kelas I. Beliau juga menyatakan bahwa pada semua kasus, gigi insisivus bawah terletak pada tulang basal dan ada korelasi pasti antara garis wajah yang seimbang dengan posisi posis i gigi insisivus bawah terhadap tulang basal. Tweed pada penelitiannya menggunakan 3 bidang yang bergabung membentuk segitiga diagnostik. Bidang tersebut antara lain: a) Frankfurt Horizontal (FH) : bidang yang menghubungkan titik orbitale dengan titik porion. b) Bidang mandibula : bidang yang merupakan garis tangen terhadap tepi t epi bawah mandibula. c) Garis yang ditarik sepanjang gigi insisivus bawah (long axis of the lower incisor). Sudut-sudut yang dibentuk antara lain:
1. Frankfurt Mandibular Plane Angle (FMA), yaitu sudut yang dibentuk dari hubungan bidang Frankfurt Horizontal dengan bidang mandibula.
FMA
merupakan
dapat
sudut
yang
terpenting
dari
segitiga
Tweed
karena
menggambarkan pola skeletal wajah. Nilai batas normalnya antara 22° - 28°. 2. Incisor Mandibular Plane Angle (IMPA), yaitu sudut antara inklinasi aksial gigi insisivus bawah dengan bidang mandibula. Nilai rata-ratan ya adalah 90°. 3. Frankfurt Mandibular Incisor Angle (FMIA), yaitu sudut yang dibentuk dari hubungan aksis sepanjang gigi insisivus bawah dengan bidang Franfurt Horizontal. Nilai rata-ratanya adalah 65°.
gambar 12 Segitiga diagnostik Tweed
Sudut FMA merupakan sudut yang terpenting, dimana dari perubahan sudutsudutnya dapat diketahui hal-hal berikut. 1. FMA FMA bernilai bernilai 16° sampai 28° 28° : prognosis baik (Gambar (Gambar 3) 3)
Pada saat FMA 16°,
IMPA sebaiknya 90° + 5° = 95°, saat FMA 22°, IMPA sebaiknya 90°, saat FMA
28°, IMPA sebaiknya 90° - 5° = 85°. Hampir 60% maloklusi memiliki FMA antara 16° sampai 28°. 2. FMA bernilai 28° sampai 35°, prognosis sedang, pada saat 28° IMPA sebaiknya 90° – 90° – 5° 5° = 85°. Ekstraksi diperlukan pada sebagian besar kasus saat FMA 35 dimana IMPA sebaiknya 80° sampai 85°. (Gambar 4). 3. FMA di atas 35°, prognosis buruk dimana ekstraksi cenderung akan memperparah keadaan.9,23 (Gambar 5)
gambar 13 Pasien Kelas I maloklusi maloklusi dengan prognosis bai
Tweed menyatakan bahwa dalam perencanaaan perawatan sangat penting memperhatikan besarnya sudut FMIA. Nilai FMA sangat bervariasi sebesar ± 5° jika pertumbuhan mandibula dianggap mengikuti pola normal. Brash dan Brodie memberikan informasi yang sangat berharga tentang kapan dan dimana pertumbuhan mandibula itu terjadi. Mereka menemukan bahwa pertumbuhan mandibula awalnya sama rata sepanjang mandibula sampai terjadi erupsi gigi molar permanen pertama. Setelah itu, pertumbuhan pertumbuhan terbatas pada tepi posterior dari rami, prosesus alveolaris, tepi sigmoid sigmoid notch, dan kepala kondilus. Mandibula Mandibula akan maju seiring dengan bertambahnya tepi posterior rami dimana resorpsi dari tepi anterior mempertahankan pola dari tulang mandibula. Kondilus merupakan pusat pertumbuhan
dari pertumbuhan vertikal maksila dan mandibula. Margolis
menambahkan bahwa ada terjadi reduksi dari tulang alveolar manusia yang menyebabkan dagu berkembang. berkembang. Ini menyebabkan menyebabkan insisivus mandibula mandibula tumbuh tegak selama proses evolusi berlangsung. Analisis Tweed digunakan terutama untuk perencanaan perawatan klinis dan bukan merupakan merupakan suatu analisis yang lengkap. Penentuan posisi posisi gigi insisivus bawah, posisi mandibula yang bervariasi dapat ditentukan dan posisi posisi gigi insisivus atas dapat disesuaikan dengan gigi insisivus bawah. Posisi gigi insisivus bawah yang ideal dapat membantu dalam mendapatkan stabilitas hasil perawatan yang berpengaruh pada prognosis. prognosis. Analisis Menurut Holdaway
Analisis ini menggunakan garis referensi yang disebut garis Harmoni (H). Garis ini ditarik dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke labrale superior (Ls). Holdaway melakukan 11 analisis profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari jarak puncak hidung, jarak bibir bawah ke garis H, tebal bibir atas, strain bibir atas, kedalaman sulkus labialis superior, kedalaman sulkus labialis inferior, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu, besar sudut H dan kecembungan skeletal (Gambar 5).