BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Fertilitas (kesuburan) adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya. Jadi, fertilitas adalah fungsi satu pasangan yang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup. Berdasarkan definisi diatas maka dapatlah dimengerti bahwa untuk menghasilkan keturunan, penilaian terhadap kesuburan tidak hanya dilakukan sepihak, namun kedua belah pihak. Baik itu dari istri maupun suami. Terjad Terjadiny inyaa suatu suatu konseps konsepsii membut membutuhka uhkan n berfun berfungsi gsinya nya berbag berbagai ai sistem sistem fisiol fisiologi ogik k secara secara memadai pada kedua pasangan. Infertilitas (ketidaksuburan) dapat terjadi akibat suatu defisiensi mayor (misalnya penyumbatan tuba) atau berbagai defisiensi minor. Sebelum dan sesudahnya tidak seorangpun tahu, apakah pasangan itu fertil atau tidak. Riwayat fertilitas sebelumnya sama sekali sekali tidak tidak menjam menjamin in fertil fertilita itass di kemudi kemudian an hari, hari, baik baik pada pada pasang pasangan an itu sendir sendiri, i, maupun maupun berlainan pasangan. Disebut infertilitas primer kalau istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Disebut infertilitas sekunder kalau istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Mengin Mengingat gat sangat sangat komple kompleksny ksnyaa proses proses reprod reproduks uksi, i, sungguh sungguh mengher mengherank ankan an bahwa bahwa 80 % pasangan mencapai konsepsi kon sepsi dalam waktu satu tahun. Lebih tepatnya, 25 % mengalami konsepsi dalam bulan pertama, 60 % dalam 6 bulan, 75 % pada 9 bulan dan 90 % pada 18 bulan. Laju konsepsi bulanan yang terus menurun yang diperlihatkan oleh angka-angka ini kemungkinan besar mencerminkan rentang spektrum fertilitas dari pasangan yang sangat subur hingga pasangan dengan infertilitas relatif. Infertilitas dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: 1. Faktor laki – laki (produksi sperma cacat, kesulitan inseminasi), 30 – 40 %. 2. Faktor ovulasi, 5 – 25 %.
3. Faktor tuba atau uterus, 15 – 25 %. 4. Faktor serviks / imunologik, 5 – 10 %. 5. Tidak dapat dijelaskan setelah investigasi, 10 – 25 %. Pada seperempat kasus diyakini terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat. Dianta Diantara ra pelbag pelbagai ai faktor faktor penyeb penyebab ab terseb tersebut ut ada yang yang bisa bisa dicegah dicegah dan diobat diobati. i. Karena Karena itu, itu, pemeriksaan dini kesehatan reproduksi bagi pria dan wanita perlu dalam upaya mendapatkan keturunan. Dari latar belakang diatas, maka dapat diketahui bahwa fertilitas dipengaruhi oleh banyak faktor. Investigas Investigasii dan evaluasi evaluasi sebaiknya sebaiknya dilakukan dilakukan untuk mengetahui etiologi dan menyingkirk menyingkirkan an kemungk kemungkina inan-ke n-kemun mungki gkinan nan lain. lain. Hyste Hysteros rosalpi alpingog ngograf rafii merupa merupakan kan salah salah satuny satunya. a. Dengan Dengan pemeriksaan radiologis yang menggunakan bahan kontras ini dapat ditegakkan diagnosa infertilitas karena adanya kelainan pada tuba fallopii atau uterus. I.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapatlah ditarik suatu pokok permasalahan yaitu bagaimana cara menegakkan diagnosa infertilitas dengan pemeriksaan Hysterosalpingografi. I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui pemeriksaan Hysterosalpingografi pada infertilitas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Suatu pasangan mungkin akan mengalami kesulitan mendapatkan keturunan apabila selama setahun berhubungan badan secara normal tanpa kontrasepsi tetapi tidak terjadi kehamilan. Infertilitas (ketidaksuburan) bisa berasal dari suami, istri atau kedua-duanya. Fertilitas sendiri mengandung arti kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, fertilitas adalah fungsi satu pasangan yang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup. Dengan demikian tidak ada istilah “fertilitas pria”, “fertilitas wanita”, “infertilitas pria”, ataupun “infertilitas wanita” mengingat fertilitas dan infertilitas itu merupakan kemampuan sepasang suami istri sebagai satu kesatuan biologik. Konsepsi membutuhkan penjajaran gamet pria dan wanita pada stadium pematangannya yang optimal, diikuti dengan pemindahan konseptus ke rongga rahim pada saat endometrium dapat memberi sokongan terhadap kelanjutan perkembangannya dan implantasi. Agar peristiwa ini terjadi, sistem reproduksi pria dan wanita secara anatomik dan secara fisiologi harus utuh, dan koitus harus cukup sering dilakukan agar air mani dapat diendapkan dalam selang waktu yang dekat dengan pelepasan oosit dari folikel. Sekalipun pembuahan terjadi, lebih dari 40 % embrio yang dihasilkannya bersifat abnormal dan tidak berkembang atau tidak dapat hidup sesaat setelah implantasi. Karena itu tidak mengherankan bila 10 sampai 15 % pasangan mengalami infertilitas. Faktor – faktor yang mungkin mempengaruhi infertilitas pasangan sangat bergantung pada keadaan lokal, populasi yang di investigasi, dan prosedur rujukan. Analisis yang dilaporkan oleh beberapa klinik yang meliputi jumlah pasien yang banyak dalam dua dekade lalu adalah sebagai berikut: 1. Faktor laki – laki (produksi sperma cacat, kesulitan inseminasi), 30 – 40 %. 2. Faktor ovulasi, 5 – 25 %. 3. Faktor tuba atau uterus, 15 – 25 %. 4. Faktor serviks / imunologik, 5 – 10 %. 5. Tidak dapat dijelaskan setelah investigasi, 10 – 25 %. Pada seperempat kasus diyakini terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat.
Pendapat lain juga menjelaskan berbagai macam faktor yang mempengaruhi infertilitas: A. Infertilitas wanita •
•
Banyak wanita yang masa suburnya tidak teratur. Ketidakteraturan ini merupakan faktor infertilitas yang sering terjadi pada wanita. Pengeluaran telur yang tidak teratur dipengaruhi hormon, terdapat perlengketan jaringan dalam rongga di sekitar indung telur atau di dalam tuba fallopi – atau akibat adanya infeksi.
•
Selain itu ada juga Endometriosis, yaitu jaringan rahim endometrium keluar menyeberang saluran indung telur dan bebas berkeliaran di luar rahim; di rongga perut, dipinggul dsb. Endometriosis gejala klinisnya disertai rasa sakit dan akan timbul bila daya tahan tubuh wanita menurun.
•
Kelainan
fungsi
reproduksi
wanita
seperti
ada
tumor
di
kandungan,
ketidakseimbangan hormon wanita •
Infeksi yang dikenal dengan istilah TORCH, yaitu Toksoplasma (parasit yang biasa menumpang hidup pada hewan piaraan seperti kucing, anjing, burung), Rubella, Citomegalo-virus, Herpes dan
jamur, yang kesemuanya
bisa menggagalkan
kehamilan. B. Infertilitas pria •
Pada pria terjadi jumlah sperma yang sedikit dan sperma tidak dapat “berlari” menembus sel telur.
•
Adanya sumbatan saluran sperma dan infeksi secara tidak langsung dapat menyebabkan gangguan kesuburan pria.
•
Adanya kerusakan organ tubuh bagian dalam akibat kecelakaan atau berolahraga.
•
Impotensi dan komplikasi atau efek samping suatu penyakit seperti diabetes, tumor testis, atau kanker.
•
Kelainan genetik dan kerusakan pada testis yang disebabkan virus atau bahan kimia di lingkungan sekitar.
Untuk menyingkirkan berbagai etiologi yang mempengaruhi infertilitas, maka perlu dilakukan berbagai investigasi pada pasangan yang mengeluh sulit untuk memperoleh keturunan. Setiap
pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Itu berarti kalau istri saja yang diperiksa sedangkan suami tidak diperiksa maka pasangan itu tidak diperiksa. Adapun syarat – syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah sebagai berikut: 1. Istri yang berumur antara 20 – 30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk mendapat anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini apabila : a. pernah mengalami keguguran berulang b. diketahui mengidap kelainan endokrin c. pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut; dan d. pernah mengalami bedah ginekologik 2. Istri yang berumur antara 31 – 35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama pasangan itu datang ke dokter. 3. Istri pasangan infertil yang berumur antara 36 – 40 tahun hanya dilakukan pemeriksaan infertilitas kalau belum mempunyai anak dari perkawinan ini. 4. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan istri atau anaknya. Berikut adalah pemeriksaan yang dilakukan pada pasangan infertil: •
•
•
•
Pemeriksaan infertilitas seharusnya mengikutsertakan kedua pasangan dan selalu dimulai dengan riwayat medis secara lengkap dan riwayat reproduksi (misal paparan terhadap penyakit kelamin, masalah menstruasi, gangguan ereksi). Kemudian dilakukan pemeriksaan darah untuk meneliti ketidakseimbangan hormon tertentu. Tahap selanjutnya biasanya analisa cairan semen karena bila didalam semen tidak terdapat sperma, maka tidak diperlukan lagi pemeriksaan pada wanita. Cairan yang akan diperiksa sebaiknya dikumpulkan kedalam tabung plastik setelah 3 hari tidak berhubungan badan dan diperiksa dalam beberapa jam setelah dikumpulkan. Cairan semen yang normal seharusnya terkumpul dalam jumlah yang cukup (3 ml), mengandung sperma yang cukup (lebih dari 20 juta per ml) dan sebagian besar (50 %) harus dalam keadaan aktif dan selalu bergerak. Apabila hasil pemeriksaan semen normal, kemudian dilakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah wanita tersebut menghasilkan sel telur (ovulasi) dan memeriksa apakah tuba fallopii tersumbat. Pemeriksaan ovulasi meliputi : Memeriksa suhu badan melalui mulut setiap pagi waktu bangun tidur dan
mencatatnya dalam suatu grafik khusus (tanda ovulasi apabila terjadi sedikit kenaikan suhu badan pada pertengahan siklus haid). Memeriksa perubahan cairan leher rahim. Memeriksa kadar hormon tertentu dalam darah. Memeriksa indung telur dengan ultrasonografi pada masa ovulasi. Sumbatan pada tuba fallopii bisa diketahui dengan cara menyuntikkan zat pewarna khusus kedalam rahim (uterus). Dengan alat sinar X atau dengan
peralatan laparoskop (yang dimasukkan melaui dinding perut untuk memeriksa isi rongga perut), maka bisa dilihat aliran zat pewarna tersebut melalui rahim dan keluar dari tuba. Untuk melihat apakah cairan leher rahim dari wanita tersebut bersifat melawan sperma, maka perlu pemeriksaan sesudah hubungan badan (post-coital) pada saat mendekati masa ovulasi. Cairan leher rahim diambil dalam 6 jam setelah berhubungan badan dan diperiksa dibawah mikroskop. Pada keadaan normal, bisa terlihat sejumlah sperma yang bergerak aktif. Pengobatan pada infertilitas berupa pengenalan dan perbaikan dari penyebab dasar infertilitas. Mungkin diperlukan obat untuk memacu ovulasi. Tindakan bedah bisa dilakukan untuk menghilangkan penyumbatan tuba. Infeksi pelvis, endometriosis dan ketidakseimbangan hormon akan memerlukan pengobatan yang khusus. Cara pembuahan in-vitro (bayi tabung) dan inseminasi buatan mungkin merupakan pilihan yang terbaik bagi pasangan. •
BAB III PEMBAHASAN III.1 Deskripsi
Pemeriksaan Hysterosalpingografi (HSG) adalah pemeriksaan X-ray dari tuba fallopii dan uterus dengan menggunakan kontras yang diinjeksikan melalui cervik uteri. Pada kasus infertilitas pemeriksaan ini bertujuan untuk mendiagnosa ada atau tidaknya sumbatan pada salah satu atau kedua tuba fallopii yang dapat menghambat penyatuan sperma dan sel telur. Disamping itu, HSG juga dapat memberikan gambaran dari cavum uteri dan mendeteksi adanya abnormalitas uterus yang juga dapat menyebabkan infertilitas atau keguguran yang berulang. Kadang pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosa penyebab nyeri pelvis yang berasal dari dalam uterus atau memberikan informasi keberhasilan operasi tuba beberapa minggu atau bulan pasca operasi. Biasanya, HSG dilakukan 2 – 5 hari setelah menstruasi berakhir dan sebelum ovulasi untuk memastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan hamil saat prosedur dilakukan. Suatu penelitian terbatas menyatakan bahwa fertilitas meningkat setelah HSG dilakukan dengan kontras minyak. Hipotesis tersebut menyatakan bahwa setelah pemberian, adhesi berkurang, fungsi cavum uteri meningkat, mucus menghilang dan kemampuan otot polos meningkat. Hal ini menyatakan bahwa HSG dapat mempunyai aplikasi terapi. Tapi, kebanyakan HSG dilakukan hanya untuk tujuan diagnostik karena efek terapeutiknya yang masih kontroversial. III.2 Bahan Kontras
Pada tahun-tahun yang terakhir ini dipakai juga bahan kontras lipiodol ultrafluid untuk pemeriksaan HSG. Bahan kontras ini juga dipakai untuk limfografi, sialografi, fistulografi dan untuk saluran-saluran yang halus misalnya saluran air mata. Kekurangan lipiodol ialah bahwa resorpsi kembali berlangsung lama sekali jika kontras ini masuk ke dalam rongga peritoneum. Sekarang oleh ahli radiologi di Indonesia lebih banyak di pakai bahan kontras cair dalam air. Penggunaan urografin 60 % (meglumin diatrizoate 60 % atau
sodium diatrizoate 10 %). Bahan kontras ini sifatnya encer, memberikan opasitas yang memuaskan dan mudah masuk kedalam tuba dan menimbulkan pelimpahan kontras kedalam rongga peritoneum dengan segera. Lipiodol ultrafluid : urografin 60% (meglumin diatrizoate 60% atau sodium diatrizoate 10%) hipaque 50% (sodium diatrizoate) endografin (meglumine iodipamide) diaginol viscous (sodium acetrizoate plus dextran)
Salpix (sodium acetrizoate plus polyvinyl pyrolidone)
isopaque (metrizoate)
III.3 Indikasi HSG
Indikasi HSG yang paling sering ialah dalam bidang ginekologi, yaitu : 1. Sterilitas primer maupun sekunder, untuk melihat potensi tuba. 2. Untuk menentukan apakah IUD (Intra Uterine Device) masih ada dalam cavum uteri. 3. Pada perdarahan pervaginam sedikit, misalnya yang disebabkan mioma uteri, polip endometrium, adenomatorus. 4. Abortus habitualis dalam trimester II, dengan HSG dapat diketahui lebar dan konfigurasi uteri internum. 5. Kelainan bawaan uterus atau adhesi bila kanalis servisis dan cavum uteri yang dapat menyebabkan abortus. 6. Tumor maligna cavum uteri. III.4 Kontra Indikasi HSG
1. Proses inflamasi yang akut pada abdomen. 2. Hamil muda, karena bahaya terjadinya abortus. 3. Perdarahan pervaginam yang berat. 4. Setelah curettage atau dilatasi kanalis servisis. 5. Penyakit ginjal dan jantung yang lanjut
III.5 Komplikasi HSG
Umumnya komplikasi HSG hanya ringan saja. Keluhan utama ialah rasa nyeri pada waktu pemeriksaan dilakukan. Rasa nyeri ini akan hilang sendiri dalam beberapa jam. Kadang-kadang timbul keadaan pra-renjatan (pre-shock) karena pasien sensitiv terhadap kontras. III.6 Prosedur Pelaksanaan
Sebelum pemeriksaan dilaksanaan, tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat : •
Alergi terhadap bahan X-ray, obat – obatan atau makanan.
•
Asma
•
Sedang dalam terapi
•
Kelainan perdarahan
Jika pasien mempunyai infeksi pelvis, sebaiknya diberikan antibiotik sebelum tes dilakukan. Prosedur : •
Pasien diminta membuka pakaian dan berbaring pada meja pemeriksaan
•
Kemudian pemeriksa, dapat ahli radiology atau ginekolog akan memasukkan speculum kedalam vagina, menempatkan sebuah tabung kedalam servik, lalu kontras di injeksikan kedalam uterus
•
Kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopii dan akhirnya akan tumpah memenuhi cavum pelvis disekeliling uterus dan tuba
•
Beberapa foto akan diambil selama pemeriksaan berlangsung
•
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan fluoroskopi.
TEKNIK PEMERIKSAAN HSG MENGGUNAKAN CATETER • • • • • •
•
• • •
•
•
Pasien tidur supine di atas meja pemeriksaan, bagian bokong diberi alas kain steril Pasien diposisikan lithotomi, daerah vulva dibersihkan dengan betadine Speculum dimasukkan ke dalam vagina secara perlahan Cervix dibersihkan menggunakan kassa steril dan betadine Sonde uterus digunakan untuk mengetahui arah fleksi dan dalamnya cavum uteri Cateter yang digunakan adalah polycateter yang mempunyai dua cabang pada pangkalnya, satu untuk memasukkan udara sehingga menahan bahan kontras agar tidak keluar, cabang yang kedua untuk memasukkan bahan kontras. Poly cateter dimasukkan perlahan sampai canalis cervikalis, balon dikembangkan dengan mengisi udara sebanyak 1,5 cc. kemudian cateter ditarik untuk memastikan balon telah menatap dan sempurna.pada saat memasukkan cateter dibantu dengan alat cocor bebek dan lampu sorot Setelah cateter fix, speculum vagina dilepas perlahan-lahan Kaki pasien diluruskan dan pasien digeser perlahan ke arah cranial (pertengahan meja) Fluoroscopy pada bagian pelvis, sambil memasukkan bahan kontras yang telah terisi didalam spuit 10 cc Bahan kontras dimasukkan kira-kira 3 cc sampai terlihat spill sehingga dapat terlihat cavum uteri, dan menentukan apakah kedua tuba uterine terisi bahan kontras atau belum, jika tidak terlihat maka tambahkan lagi bahan kontras 1 cc Setelah terlihat spill maka balon cateter dikempiskan dan cateter dilepaskan perlahanlahan lalu di ekspos
III.7 Teknik radiografi
1. Antero Posterior Posisi pasien : supine diatas meja pemeriksaan dengan kedua tungkai lurus, pervis
rapatpada meja pemeriksaan, kedua tangan diatas kepala, meja pemeriksaan diposisikan trendelenberg Kaset ukuran : 18X24 cm dipasang melintang Bahan kontras : disuntikkan 2-5 cc
CR
:
pada symphisis pubis, lalu di eksposi
2. Posisi Oblique kearah kanan Posisi pasien
: supine, tungkai kanan lurus, panggul bagian kiri diangkat kira-
kira 45º, panggul bagian kanan merapat ke meja pemeriksaan, kedua tangan di atas kepala, meja dalam keadaan trendelenberg. Kaset ukuran : 18X24 cm dipasang melintang
CR bagian kanan. 3. Posisi Obliqu Posisi pasien
: diarahkan pada pertengahan antara SIAS dan sympisis pubis e ke arah kiri : supine, tungkai bawah kiri lurus, panggul bagian kanan diangkat
kira-kira 45º, panggul bagian kiri merapat ke meja pemeriksaan, kedua tangan diatas kepala, posisi meja trendelenberg.
Kaset ukuran
CR
: 18X24 cm diletakkan melintang : diarahkan pada pertengahan antara SIAS dengan sympisis pubis
Pembersihan bahan kontras, posisi sama dengan plan foto
III.8 Gambar dan Kriteria Gambar
1. Antero Posterior View Criteria gambar yang tampak adalah tampak pengisian bahan kontras kedalam tuba fallopi, tampak gambaran corpus uteri dan spill pada peritoneal cavity ( rongga peritoneal ). 2. Posisi Oblique ke arah kanan
Criteria gambar yang tampak adalah tampak pada pengisian bahan kontras pada cavum uteri, tuba uterine, dan spill pada rongga peritoneum. 3. Posisi Oblique ke arah kiri Criteria gambar yang tampak adalah tampak pengisian bahan kontras pada cavum uteri, tuba uterus bagian kanan dan kiri serta spill di sekitar fimbrae.. III.9 Efek Samping
Hal-hal yang mungkin timbul setelah pemeriksaan Hysterosalpingografi antara lain: 1. Bercak darah pervaginal selama beberapa hari 2. Nyeri atau rasa kram yang moderat mungkin dapat timbul beberapa jam setelah beberapa jam post pemeriksaan 3. Demam atau nyeri yang persisten dapat merupakan indikasi berkembangnya infeksi. Gejala-gejala ini sebaiknya dilaporkan kepada dokter jika menetap lebih dari beberapa jam. 4. Pemakain semprot, sanggama, atau tampon vagina sebaiknya ditunda hingga 48 jam setelah prosedur.
BAB IV KESIMPULAN Fertilitas (kesuburan ) adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan
melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi infertilitas antara lain : Faktor laki-laki (produksi sperm cacat, kesulitan inseminasi), 30 – 40 % Faktor ovulasi, 5 – 25 % Faktor tuba atau uterus, 15 – 25 % Faktor serviks / imunlogik, 5 – 10 % Tidak dapat dijelaskan setelah investigasi, 10 – 25 %
Untuk mengetahui etiologi infertilitas pada satu pasangan, sebaiknya
dilakukan
investigasi dan evaluasi agar diagnosa dapat ditegakkan. Berbagai macam tes dan pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengetahui etiologi dari
infertilitas, salah satunya adalah dengan Hysterosalpingofrafi (HSG). Hysterosalpingografi adalah pemeriksaan X-ray dari tuba fallopii dan uterus dengan
menggunakan kontras yang diinjeksikan melalui servik uteri. Pada kasus infertilitas pemeriksaan ini bertujuan untuk mendiagnosa ada atau tidaknya sumbatan pada salah satu atau kedua tuba fallopii -yang dapat menghambat penyatuan sperma dan sel telur. Disamping itu, HSG juga dapat memberikan gambaran dari cavum uteri dan mendeteksi adanya abnormalitas uterus yang juga dapat menyebabkan infertilitas dan keguguran berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Abington Reproductive Medicine.Com, 2002, Hysterosalpingography
David E. Meldrum, 1995, Infertilitas, Essensial Obstetri dan ginekologi, Ed. 2, Hal 598 – 610, Hipokrates
Derek Llwellyn – Jones, 1995, Infertilitas, Dasar – dasar obstetrik dan ginekologi, Ed. 6, Hal 234 – 238, Hipokrates
EcureMe.Com, 2003, Hysterosalpingogram
Gani Ilyas & Sudarmo Saleh Purwohudoyo, 2000, Sistem reproduksi wanita, Radiologi Diagnostik FKUI, Gaya baru, Jakarta
Infokes.Com, 2000, Kemandulan, Infokes.Com Edisi Senin, 16 Oktober 2000
Kompas-Online.Com, 2002, Pelbagai penyebab kemandulan, Kompas-Online Edisi Jum’at, 28 Juni 2002
Suradji Sumapraja, 1997, Infertilitas, Ilmu Kandungan, Ed. 2, Hal 496 – 533, Hal 309 – 321, Yayasan Bina Pustaka Sarwono prawirohardjo, Jakarta