REFERAT
LUKA BAKAR
Pembimbing : dr. Akhmad Fauzi Sp.BP
Disusun Oleh : Aisyah Nur Aini : G4A013086 Herlinda Yudi Saputri : G4A013087 Alifah Nurmala Sari : G4A013088
SMF BEDAH RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2014
LEMBAR PENGESAHAN
LUKA BAKAR
Oleh : Aisyah Nur Aini Herlinda Yudi Saputri Alifah Nurmala Sari
: G4A013086 : G4A013087 : G4A013088
Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah Plastik RS Margono Soekardjo Purwokerto
Purwokerto,
2014
Mengetahui, Pembimbing
dr. Akhmad Fauzi Sp.BP
BAB I PENDAHULUAN
Luka bakarsesuai dengan hasil yang tercatat oleh WHO menyebabkan 195.000 kematian/tahun di seluruh dunia terutama di negara miskin dan berkembang. Luka bakar
yg tidak menyebabkan kematian
tetap
dapat
menimbulkan kecacatan pada penderitanya. Wanita di ASEAN memiliki tingkat terkena luka bakar lebih tinggi dari wilayah lainnya, dimana 27%nya berkontribusi menyebabkan kematian di seluruh dunia, dan hampir 70%nya merupakan penyebab kematian di Asia Tenggara. Luka bakar terutama terjadi di rumah dan di tempat kerja yg seharusnya bisa dicegah. Kecacatan akibat luka bakar menyebabkan perawatan di rumah sakit yg lebih lama (biaya yg besar), cacat fisik tubuh dan estetika terganggu terkadang membuat stigma negatif dan ditambah lagi jika penderitanya mengalami penolakan di masyarakat akibat cacat tersebut. Berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih sering terkena luka bakar dari pada pria. Hal ini disebabkan akibat aktifitas wanita yg beresiko seperti memasak, menggunakan kompor yg tidak layak/aman, baju yg sering digunakan wanita saat memasak yg mudah sekali terbakar (karena menjuntai/bahan yg mudah tersambar api), menggunakan alat2 elektronik yg menghasilkan panas seperti dispenser, sterika, colokan listrik, catokan rambut dsb. Berdasarkan usia yang rentan terkena luka bakar adalah wanita dewasa dan anak-anak. Luka bakar tercatat sebagai penyebab kematian no 11 di dunia pada anak usia 1-9 thn dan peringkat ke-5 yg menyebabkan kecacatan pada anak.
\
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Kerusakan kulit yangterjadi tergantung pada tingginya suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44ºC dengan kontak sekurang-kurangnya 5-6 jam.
B. Anatomi secara histopatologik Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu : 1. Lapisan epidermis atau kutikel Lapisan epidermis terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum stratum granulosm, stratum spinosum dan starum basale. a. Stratum korneum (lapisan tanduk)adalah lapisan kulit yang paling
luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk) b. Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. c. Staratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3
lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa
biasanya tidak punya lapisan ini. Stratum granuloum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki. d. Stratum spinosum (staratum malphigi) atau disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat dengan permukaan makin
gepeng
bentuknya.
diantara
sel-sel
spinosum
terdapat
jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus bizzozero. Diantara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen. e. Staratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang
tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu: 1) Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel. 2) Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan selsel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes). 2. Lapisan dermis (korium kutis vera, true skin) Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.secara garis besar dibagi dalam dua bagian yaitu: a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdat pula fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda serabut bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. 3. Lapisan subkutis(hipodermis) Tidak
ada
garis
tegas
yang
memisahkan
dermis
dan
subkutis,subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggit sitoplasma lemak yang bertambah.Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut penikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, Di daerah kelopak mata dan penis sangar sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang disubkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.
C. Penyebab Luka Bakar 1. Scald Burns Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik. 2. Flame Burns Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal. Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran rumah
telah
menurun seiring penggunaan detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan penggunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung jawab terhadap luka terbakar. 3. Flash Burns Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang terkena. 4. Contact Burns Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas atau bara panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh dengan tangan menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka bakar yang dalam pada telapak tangan. 5. Chemical Burn Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai bahan kimia sebagai bagian dari proses pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah dapat memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak dengan cara menetralisir nya. 6. Electrical Burn
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari sejak arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah tempat aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan
berat
ringannnya
kerusakan
yang
terjadi
mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya untuk mengevaluasi keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot sangat mungkin terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka bakar listrik dikelompokan pada derajat III 7. Frost Bite Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen.
Untuk
tindakan
pertama
adalah
sesegera
mungkin
menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakangerakan untuk memperlancar sirkulasi.
D. Klasifikasi Luka Bakar a) Berdasarkan Sumber Penyebab 1. Panas. Termasuk api, radiasi, atau pajanan panas dari api, uap dan cairan panas serta benda – benda yang panas 2. Bahan kimia. Termasuk berbagai macam asam dan basa 3. Listrik. Termasuk didalamnya arus listrik dan sambaran petir 4. Cahaya. Luka bakar yang disebabkan oleh sumber cahaya yang kuat atau cahaya ultra violet, juga termasuk sinar matahari 5. Radiasi. Seperti radiasi nuklir, cahaya ultra violet juga termasuk salah satu sumber penyebab luka bakar karena radiasi
b) Berdasarkan Kedalaman Kerusakan Jaringan 1. Luka Bakar Derajat I ( Epidermal Burns) Luka akibat terkena panas dari api, benda panas dan cairan panas yang suhunya tidak mencapai titik didih, atau akibat cairan kimia. Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit kering hiperemis berupa eritema, tidak dijumpai bula, nyeri karena ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 510 hari. Tatalaksana untuk derajat I adalah dengan memberikan suasana lembab. 2. Luka Bakar Derajat IIA (Superficial Partial-Thickness) Kerusakan meliputi terlepasnya perlekatan epidermis dari dasar dermisnya, epidermis tetap utuh dan celah diantaranya terisi eksudasi. 3. Luka bakar Derajat IIB ( Deep Partial Thickness) Kerusakan meliputi terlepasnya epidermis dari dasar dermis disertai adanya rusak/hilang lapisan epidermis dan sebagian dermis. Warna jaringan kemerah-merahan, perabaan masih elastis dan nyeri. 4. Luka Bakar Derajat III ( Deep) Kerusakan pada seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea rusak. Terjadi denaturasi protein, kulit pucat, perabaan keras, tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak. 5. Luka bakar Derajat IV ( Muscle and Bone Exposed ) Kerusakan sudah sampai terpaparnya otot dan tulang
E. Fase Cedera Luka Bakar 1. Fase akut / fase emergensi: 48 jam pertama pasca kejadian 2. Fase subakut: setelah 48 jam pasca kejadian ~ 1 bulan pasca kejadian
3. Fase lanjut / rehabilitatif: bulan kedua pasca kejadian, berlangsung berbulan-bulan / bertahun-tahun
F. Luas Luka bakar a) Rule of Nines (Wallace) Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
b) Lund and Browder Chard
c) Telapak Tangan -
Dewasa : 1 % luas permukaan tubuh sesuai dengan 1 telapak tangan tanpa jari jemari (0.8%)
-
Anak-anak : 1 % luas permukaan tubuh sesuai dengan 1 telapak tangan dengan jari-jemari dirapatkan (0.94%). 1 telapak tangan TANPA jari-jemari hanya 0,5% luas permukaan tubuh (0,52%)
G. Patofisiologi Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya
menimbulkan
bula
yang
permeabilitas mengandung
menyebabkan banyak
edema
elektrolit.
Hal
dan itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti. Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah. Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium. Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling .
Fase
permulaan
luka
bakar
merupakan
fase
katabolisme
sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.
H. Initial Assessment 1. Evaluasi Primer Trauma -
A = Airway adakah trauma inhalasi: anamnesa, suara serak (stridor)→observasi selama 24 jam bila perlu pasang ET atau lakukan trakheostomi
-
B = Breathing Gangguan nafas karena eschar yang melingkar dada, trauma thorax dll→lakukan escharotomi atau penanganan trauma thorax yang lain
-
C = Circulation Dilakukan resusitasi cairan. Bila penderita syok maka diatasi dulu syoknya dengan infus RL diguyur sampai nadi teraba atau tekanan darah >90mmHg. Baru kemudian lakukan resusitasi cairan
-
D = Disability
2. Evaluasi Sekunder -
Penilaian luas luka bakar dan derajat kedalamannya. Biasanya dihitung sebelum resusitasi cairan definitive
-
Penilaian sistematis: kepala leher, tubuh depan, tubuh belakang, lengan kanan dan kiri, tungkai kanan dan kiri, kelamin luar
-
Pasang NGT. Untuk dekompresi penderita yang mengalami ileus paralitik dan untuk memasukkan makanan
-
Cuci luka dengan NaCl dan savlon, keringkan, olesi dengan salep ( Dermazin) kemudian rawat luka secara tertutup
-
Pemeriksaan laboratorium darah dan Analisa Gas Darah tiap 24 jam
-
Pemberian analgetika dan antibiotika
I. Penatalaksanaan 1. Fase Akut Prioritas tata kelola : life-saving a) Jalan nafas lancer dan aman, kondisi nafas baik
Airway management a) Bersih dan amankan saluran nafas b) Endotracheal intubation c) Tracheostomy
Breathing management a) Oksigenasi b) Imbangan asam-basa c) Ventilation support
b) Substitusi kehilangan cairan Formula BAXTER – PARKLAND -
4 mL RL / % luasluka / kg berat badan (24 jam pertama) 50 50
% %
diberikan sisanya
pada
diberikan
dalam
8 16
jam
pertama
jam
berikutnya
Waktu dihitung sejak kejadian, bukan saat mulai pemberian Evaluasi : Monitoring urine output 0,5 – 1 cc / kgBB / jam cairan. 2. Fase Subakut Prioritas tata kelola : Mencegah perburukan morbiditas dan risiko mortalitas komplikatif a)
Stabilisasi hemodinamika dan antisipasi hiperkatabolisme Mempertahankan respons baik terhadap resusitasi cairan : 1)
Tekanan darah baik dan stabil
2)
Lajunadi< 100/menit
3)
Diuresis 1 - 1.5 mL/kgBB/jam
Formula cairan : -
Dextrose 5% 2000 mL per 24 jam
-
Dextrose 1000 mL + 200 mL Albumin 20%
-
Dextrose 1000-1500 mL + 500 mL Hydroxy-Ethyl Starch (HES) 6%
Pemantauan tanda vital, diuresis dan imbang cairan Per J am b)
Pengelolaan luka 1)
2)
Berikan suasana steril dan lembab -
Steril: dilusi, debridement operatif
-
Lembab: kasa lembab, topikal
Luka bakar yang sudah bersih dibalut dalam balutan lembabnonadherent kain tulle dankasalembababsorben
3)
Obat topical antimikroba hanya berguna di area yg rentan infeksi (perineum, telapak kaki) , ada bukti kolonisasi pada kasa balutan (pus kehijauan)
c)
Manajemen nyeri Prosedur perawatan luka / buka balutan 1) Non farmakoterapeutik : positioning, lukadiberi tulle, sebelum dibuka balutan dibuat basah 2)
Farmakoterapeutik : analgesia poten MorfinIV : 0.3 mg/kgBB (injeksi) Kombinasi low-dose Ketamine :< 3 mg/kgBB
d)
Pencegahan infeksi dan sepsis 1)
Farmakoterapi untuk pencegahan infeksi : Tetanus toxoid, Immunoglobulin, analisis
e)
Topical
antibiotics,
kultur kuman darah.
2)
Kamarisolasi / khusus
3)
Secondary prevention/early detection
4)
Surgical management: debridement
Dukungan terapi nutrisi
Antibiotikasistemik
Early enteral nutrition -
Feeding tube
-
Low carb
-
Padat
kalori
:
Mengurangi
volume
makanan
yang
harusdikonsumsi -
24 vitamins, minerals, & antioxidants :essential for wound healing and immune supports
Diet Parenteral f)
Fisioterapi 1)
Dalam pengawasan konsultatif dokter ahli rehabilitasi medis : Passive exercise, ideal dalam pembiusan tidur
2)
Splinting di semua sendi sesuai posisi anatomisnya untuk mencegah kontraktur
g)
Psikoterapiemotional support
3. Fase Lanjutan a. Nonsurgical management : persepsi diri, dukungan keluarga b. Surgical management : bedah plastik
J. Prognosis Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.
K. Komplikasi Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS),dan Sepsis adalah komplikasi dari luka bakar. SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik
terhadap berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll. Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka,
namun
oleh
karena
pengaruh
beberapa
faktor
predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS ( Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ ( Multi-system Organ Failure/MOF).
BAB III KESIMPULAN
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan jaringan. Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan 2 cara: sumber penyebab dan derajat atau kedalaman luka bakar. Berdasarkan sumber di bedakan atas panas, bahan kimia, listrik, cahaya dan radiasi. Berdasarkan derajat dibagi menjadi derajat satu, dua A, dua b, tiga dan empat. Luas luka bakar dihitung berdasarkan rumus Rule Of Nine atau Rule of Wallace. Bila permukaan tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%, tiap-tiap ekstremitas bagian atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18 5, tiap-tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan leher 1%. Initial assessment pada penanganan luka bakar yaitu ada primery survey dan secendary survey. Dimana pada primary survey terdapat monitoring airway, breathing, circulation dan dissability. Penatalaksanaan paka luka bakar yaitu sesuai dengan fase luka bakar dan resusitasi cairan. Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS),dan Sepsis adalah komplikasi dari luka bakar.