BAB I PENDAHULUAN
Luka bakar dan cedera yang berhubungan dengannya masih merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di Amerika Serikat. Wawasan klinis dari perawatan luka bakar mengacu pada fisiologi cairan elektrolit, infeksi bedah, pemeliharaan nutrisi, pemantauan kardiopulmoner, dan perawatan luka, dimana tak satupun dapat diatasi sebagai kondisi-kondisi yang terpisah tanpa pemahaman proses penyakit secara keseluruhan. Pusat-pusat perawatan luka bakar sebaiknya dilengkapi dengan peralatan yang dapat memberikan pelayanan pendukung jangka panjang untuk pasien-pasien dengan luka bakar yang lebih kecil dan yang tidak memerlukan rawat inap. Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dan industri, angka luka bakar juga semakin meningkat. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan kedalaman luka bakar. Beratnya luka tergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis.1,2
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.3 B. Epidemiologi Di Amerika serikat kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 112.000 penderita luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dan industri, angka luka bakar juga semakin meningkat.1,2 C. Etiologi Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas, kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak, kurang lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada 2
kecelakaan rumah tangga, dan umumnya merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga mengenai seluruh ketebalan kulit (derajat tiga).2 Penyebab luka bakar yang lain adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bias berupa asam atau basa kuat. Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri yang hebat. Asam hidroflorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan
mengalami
nekrosis
yang
mencair
(liquefactive
necrosis).
Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat dari pada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk berobat dan kerusakan jaingan sudah meluas.2,3 D. Patofisiologi a. Patofisiologi luka bakar mencakup hal berikut 1. Gangguan saluran pernafasan: Adanya cedera inhalasi, dengan dampak cedera termis pada lapisan mukosa saluran nafas berupa: a. Obstruksi saluran nafas bagian atas
3
b. Reaksi inflamatorik mukosa saluran mulai dari nasofaring sampai dengan alveoli dan parenkim paru sehingga mengarah pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). 2. Gangguan mekanisme bernafas : Adanya gangguan proses ekspansi rongga toraks 3. Gangguan sirkulasi: a. Dampak cedera termis pada sirkulasi b. Dampak cedera termis pada jaringan b. Cedera Inhalasi cedera inhalasi merupakan terminologi yang digunakan untuk menjelaskan perubahan mukosa saluran nafas akibat adanya paparan terhadap suatu iritan dan menimbulkan manifestasi klinik dengan gejala distress pernapasan. Reaksi yang timbul akibat paparan terhadap suatu iritan berupa suatu bentuk inflamasi akut dengan edema dan hipersekresi mukosa saluran nafas. Iritan dimaksud dalam hal ini jarang berupa suatu kontak langsung dengan sumber panas, karena adanya reflek fisiologik yang merupakan mekanisme pertahanan pada orang normal dengan upaya menahan nafas. Iritan tersebut biasanya berupa produk toksik dari sisa pembakaran yang tidak sempurna (toxic fumes) atau zat kimia lainnya. Pada pemeriksaan laringoskopik atau bronkoskopik tampak patologi mukosa berupa eritem, edematous, dan atau disertai ulserasi serta hipersekresi. Edema mukosa massif di saluran nafas bagian atas (sekitar
4
glotis) menyebabkan obstruksi lumen dapat terjadi dalam waktu 24 jam menyebabkan sumbatan total saluran nafas bagian atas yang memiliki korelasi dengan tingginya angka kematian fase akut. Inflamasi akut pada epitel mukosa menyebabkan disrupsi dan maserasi epitel yang nekrosis (sloughing mucosa). Epitel-epitel ini bercampur dengan secret yang kental oleh karena banyak mengandung fibrin-fibrin menyebabkan obstruksi lumen (mucous plug). Menimbulkan distress pernapasan dan kematian dalam waktu cepat. Proses inflamasi mukosa saluran ini dihubungkan dikaitkan dengan peran sitokin dan radikal bebsa. Mediator-mediator inflamasi ini dipicu oleh sel-sel epitel mukosa yang mengalami proses inflamasi akut, khususnya oleh sel epitel yang mnegalami nekrosis. Sebukan sel-sel radang akut khususnya netrofil dan leukosit polimorphonuclear (PMN) dimobilisir ke lokasi ini; dan sel sel netrofil dan leukosit PMN yang beredar di sirkulasi menimbulkan perubahan inflamatorik pada susunan pembuluh darah kapiler peri alveolar dan parenkim paru. Akibat penumpukan fibrin, pada mukosa alveoli terbentuk membrane hialin yang mengakibatkan gangguan difusi oksigen dan perfusi oksigen. Kondisi ini disebut ARDS. c. Gangguan mekanisme bernafas Adanya eskar melingkar di permukaan rongga toraks (khususnya dinding dada) menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks pada proses respirasi (terutama inspirasi). Dengan terbatasnya proses ekspansi dinding
5
dada ini, volume inspirasi berkurang sehingga menyebabkan gangguan secara tidak langsung pada proses oxygen exchange (penurunan PaO2). d. Gangguan sirkulasi Cedera
termis
menyebabkan
proses
inflamasi
akut
yang
menimbulkan perubahan permeabilitas kapiler. Terjadi perubahan bentuk sel-sel endotel (epitel tunika intima) dimana sel-sel tersebut membulat (edematous) dengan pembesaran jarak interseluler karena terjadi perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik diruang intravaskuler, terjadi ektravasasi cairan intravskuler, plasma (protein), elektrolit dan leukosit ke ruang intersisiel. Di jaringan intersisiel terjadi penimbunan cairan, menyebabkan keseimbangan tekanana hidrostatik dan onkotik terganggu. Penimbunan cairan di jaringan intersisiel menyebabkan gangguan perfusi dan metabolism seluler. (syok jaringan). Penimbunan cairan massif di jaringan intersisiel menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Kondisi ini dikenal dengan Syok hipovolemik.
Gambar 1. Patofisiologi edema akibat perubahan permeabilitas kapiler
6
Reaksi yang timbul akibat adanya gangguan homeostasis tersebut adalah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh perifer. Sirkulasi dipertahankan melalui kompensasi jantung dan system pernafasan untuk memenuhi kebutuhan perfusi organ-organ vital di sentral (otak,jantung,paru). E. Diagnosis Penilaian pasien 1. Anamnesis Pengambilan suatu anamnesis yang mnyeluruh merupakan tugas yang sangat penting. Anamnesis harus mencakup semua rincian tentang kecelakaannya. a. Waktu dan lama kontak b. Lokasi – ruang terbuka atau tertutup (kemungkinan cedera paru lebih besar di ruang tertutup). c. Sumber panas – api (biasanya luka bakar dalam), air panas (jarang dengan ketebalan penuh), dll. d. Kemungkinan cedera lainnya ledakan dengan serpih serpih tajam atau kaca, kecelakaan kendaraan bermotor, dll. e. Penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya, termasuk panyakit pembuluh koroner, DM, penyakit paru kronis, penyakit cerebrovaskuler, dan AIDS, memperburuk prognosis sehingga perlu dicatat. Berdasarkan penyebab Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:
7
Luka bakar karena api Luka bakar karena air panas Luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat) Luka bakar karena listrik dan petir Luka bakar karena radiasi Cedera akibat suhu yang sangat rendah (frost bite) Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan : Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, yaitu : Luka bakar derajat I : Kerusakan terbatas pada bagian superfisial epidermis Kulit kering, hiperemik memberikan efloresensi Berupa eritema Tidak dijumpai bula Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari Contoh adalah luka bakar akibat sengatan matahari Luka bakar derajat II Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi Dijumpai bula
8
Dasar luka berwarna merah/pucat sering terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensoris teriritasi Dibedakan menjadi dua : a. Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan mengenai hamper seluruh bagian superfisial dermis.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari
b. Derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Luka bakar derajat III :
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bula
9
Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitarnya akibat koagulasi protein pada lapis epidermis dan dermis (dikenal dengan sebutan eskar)
Tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung saraf sensoris mengalami kerusakan/kematian
Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan baik dari dasar luka, tepi luka, maupun apendises kulit.
Gambar 2. Dalamnya luka bakar
Gambar 3. Diagram kedalaman luka bakar
10
Kategori Penderita Berdasarkan berat/ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori luka bakar menurut American Burn Association 1. Luka bakar berat/kritis (major burn) Derajat II-III >20% pada pasien berusia dibawah 10 tahun atau diatas usia 50 tahun. Derajat II-III >25% pada kelompok usia selain disebutkan di atas Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar Luka bakar listrik tegangan tinggi Disertai trauma lainnya Pasien-pasien dengan risiko tinggi 2. Luka bakar sedang (moderate burn) Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat tiga kurang dari 10%. Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia <10 tahun atau dewasa >40 tahun, dengan luka bakar derajat tiga kurang dari 10% Luka bakar dengan derajat tiga <10% pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan,kaki dan perineum. 3. Luka bakar ringan Luka bakar dengan luas <15% pada dewasa Luka bakar dengan luas <10% pada anak dan usia lanjut
11
Luka bakar dengan luas <2% pada anak segala usia; tidak mengenai muka, kaki dan perineum. 2. Penentuan derajat luka bakar Luasnya daerah permukaan tubuh total luka yang terbakar menentukan kebutuhan cairan, dosis obat, dan prognosis. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan mudah dan dengan ketepatan yang lumayan akurat mempergunakan “hukum Sembilan”. Diagram luka bakar dapat membantu menentukan derajat luka bakar secara akurat. Lokasi luka bakar digambarkan pada diagram tubuh. Luasnya cedera lebih penting daripada dalamnya luka dalam penentuan perawatan pada hari hari pertama dirawat. Daerah
Persentase Bayi
Anak
Dewasa
20
15
9
Kanan
10
10
9
Kiri
10
10
9
Kanan
10
15
18
Kiri
10
15
18
Depan
20
20
18
Punggung
20
20
18
Perineum
-
-
-
100
105
100
Kepala dan leher Lengan
Tungkai
Badan
total
12
Gambar 4 Diagram rule of nine dari Wallace untuk dewasa (kiri) dan anak (deret kedua dari kiri) dan diagram Lund-Bowder untuk dewasa (deret ketiga dan keempat dari kiri)
3. Pemeriksaan fisik Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan evaluasinya perlu dilakukan secara aman dan tangkas menurut petunjuk Advanced Trauma Life Support dari Amerika College of Surgeons. Penyebab ketidakstabilan yang paling dini yang timbul pada pasien luka bakar adalah cedera inhalasi yang berat, yang menimbulkan kerusakan jalan napas atas dan obstruksi atau keracunaan karbon monoksida yang mendekati letal. Pada pengamatan pertama harus dengan cepat dapat mengenali kesulitan-kesulitan ini. Pada pengematan kedua yang menyeluruh dapat dideteksi adanya cedera-cedera lain yang menyertainya. Perubahan status neurologic dapat menunjukkan adanya trauma kepala tertutup. Tanda-tanda vital dan penilaian perifer memungkinkan interpretasi perubahan-perubahan selanjutnya. 4. Pemeriksaan laboratorium Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia standar perlu diperoleh segera setelah pasien tiba difasilitas perawatan. Konsentrasi gas
13
darah dan karboksi-hemoglobin perlu segera diukur oleh karena pemberian oksigen dapat menutupi keparahan keracunan karbon monoksida yang dialami penderita. F. Penatalaksanaan Jika ada keraguan, rawatlah pasien di rumah sakit. Kasus-kasus kritis harus dirujuk ke pusat luka bakar, Tetapi baru dikirim setelah dipasang beberapa slang infus dan sudah dimuali resusitasi cairan yang adekuat. Perawatan jalan cukup untuk luka bakar superfisial yang mengenai kurang dari 15 % luas permukaan tubuh pada orang dewasa dan 10% pada anak-anak.4 Perawatan jalan untuk luka bakar ketebalan penuh kurang dari 2% masih masuk akal. Pasien dengan luka bakar dalam lebih dari 10% biasanya dirawat di rumah sakit. Adapun faktor faktor lain yang lebih baik dirawat di rumah sakit adalah umur-umur ekstrem (sangat muda atau sangat tua) atau luka bakar pada tangan, kaki, wajah, atau perineum. Banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka bakar baik pengaruh
positif
maupun
negative
sehingga
luka
akan
mengalami
penyembuhan, delayed healing, atau bahkan non-healing. Factor internal seperti usia, kondisi premorbid dan adanya gangguan proses metabolism khusunya protein jelas menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan. Faktor eksternal lebih ditekankan pada perlakuan terhadap luka; dengan penatalaksanaan yang tepat akan menyebabkan proses penyembuhan sebagaimana mestinya. Sebaliknya dengan penatalaksanaan yang tidak tepat,
14
akan terjadi konversi luka bakar kearah yang lebih berat atau bahkan kematian jaringan. Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS. Luka bakar ringan Merendam segera daerah luka di dalam air dingin atau memakai kantong dingin akan meredekan nyeri dan mengurangi pembengkakan. Es jangan ditempelkan langsung pada kulit. Luka bakar harus dibersihkan dengan hati-hati dan dilakukan debrideman jaringan mati, seperti epidermis yang sudah tidak menempel karena lepuh yang pecah. Lepuh yang utuh umumnya tidak boleh didebridemen. Karena ada kemungkinan lepuh pecah, bula yang amat tegang di atas sendi boleh diaspirasi secara steril Luka bakar derajat pertama dapat diobati dengan krem antibiotik Pembalutan tidak diperlukan.
15
Luka bakar derajat kedua harus diobati dengan antibiotic topical dan penutupan luka. Sebuah regimen yang sering dipakai adalah neomisinpolimiksin-basitrasin (Neosporin) yang dioleskan pada luka bakar, dengan kasa yang telah mengandung antibiotic (Xeroform) dipasang di atasnya. Luka harus dilihat dan kasa penutupnya diganti seluruhnya dalam jangka waktu 1 sampai 2 hari. Idelanya pasien boleh mengoleskan antibiotic topical beberapa kali sehari, meskipun ini mungkin tidak praktis untuk terapi rawat jalan. Terapi cairan Diberikan pada luka bakar derajat II/ lebih seluas ≥20% pada anakanak, atau ≥30% pada dewasa. Jumlahnya berdasarkan luas luka bakar (%LB) dan berat badan (BB). Permeabilitas kapiler terhadap koloid telah terbukti signifikan dalam 24 jam pertama. Oleh karena itu, penggantian cairan permulaan sebaiknya dengan larutan kristaloid. Formula Parkland (Baxter) dianjurkan4 24 jam pertama larutan RL, 4 ml/kg/persentase luka bakar.(luka bakar yang lebih besar dari 50% dianggap 50%). (1) Setengah volume pada 8 jam pertama (2) Setengah volume pada 16 jam berikutnya
Formula seperti ini hendaknya hanya digunakan sebagai pedoman, dan pasien yang mengalami syok dengan tanda-tanda vital yang tidak stabil harus diresusitasi dengan lebih agresif. Pertahankan keluaran urin antara 30 dan 50 ml/jam
16
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
Cara Evans 1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam 2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam 3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Cara Baxter Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Luka bakar berat Pada luka bakar derajat dua dangkal Bula yang luas lebih 5 cm dengan akumulasi transudate, akan menyebabkan penarikan cairan ke dalam bula sehingga menyebabkan penarikan
cairan
ke
dalam
bula
sehingga
menyebabkan
gangguan
keseimbangan cairan; sehingga perlu dilakukan insisi. Insisi bertujuan mengeluarkan cairan transudate, tanpa membuang epidermis yang terlepas.
17
Selanjutnya epidermis yang terlepas (epidermolisis) ini dijadikan sebagai penutup luka sebagaimana split thickness skin graft. Perawatan selanjutnya adalah meletakkan tulle di atas graft tersebut dan membungkusnya dengan kasa lembab (moist dressing) selama 2-3 hari, dilanjutkan dengan perawatan luka menggunanakan krim antibiotik sampai terjadi epitelisasi. Luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga Setelah pencucian luka, letakkan tulle dan pembalutan luka dengan kasa lembab. Kasa lembab ini akan menyerap eksudat yang timbul dan mencgah penguapan. Balutan diganti sesuai kebutuhan, terutama bila kasa sudah jenuh. Sebagai upaya mencegah infeksi, lakukan pencucian luka (dilusi), kalau perlu menggunakan larutan mengandung antibiotic. Pada eskar lakukan hal yang sama atau bila dikhawatirkan akan timbul infeksi, sebagai pencegahan dapat dilakukan teknik klisis atau diolesi krim antibiotik topical yang sesuai dengan karakteristiknya. Penggantian balutan dilakukan 1-2 dalam sehari, sesuai kebutuhan selama 1-2 hari pertama sampai siap dilakukan eskarektomi. Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis (nekrotomi) dan debris (debridement) yang dikerjakan dalam waktu kurang dari 7 hari pertama pasca cedera termis. Kemudian pada perkembangannya diterapkan lebih dini yaitu dalam 24 jam pertama pasca trauma. Dilakukan tindakan dini ada beberapa hal diantaranya 1. Mengupayakan proses penyembuhan luka berjalan sesuai dengan waktu. Jaringan nekrosis, debris, eskar dibuang, sehingga proses inflamasi tidak berkepanjangan dan segera dilanjutkan fibroplasia.
18
2. Jaringan nekrosis melepaskan burn toxin yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi. Salah satu upaya memutus mata rantai. Proses ini adalah melakukan eliminasi fokus, yaitu nekrotomi dan debridement sedini mungkin 3. Semakin lama tindakan eksisi dilakukan, hiperemi akibat vasodilatasi di sekitar luka dimulai demikian pula proses angiogenesis; hal mana akan menyebabkan banyak darah keluar saat tindakan operasi. Skin Grafting Skin grafting adalah salah satu metode penutupan luka sederhana yang merupakan salah satu modalitas utama dalam ilmu bedah plastik. Pada kasus luka bakar di fase awal. Metode ini diterapkan pada luka bakar berdasarkan tujuan
Menghentikan evaporative heat loss berlebihan yang menyebabkan gangguan metabolism. Dalam mengatasi raw surface yang terjadi, diupayakan suatu penutup luka biologic terbaik bagi tubuh.
Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai waktu.
Kehilangan kulit yang luas pada luka bakar menyebabkan hilangnya barier kulit yang berperan pada pengaturan penguapan dan mencegah infeksi mikroorganisme dari luar; menyebabkan penguapan berlebihan disertai kehilangan energy (panas,protein dsb). Skin draft yang dilekatkan merupakan penutup luka terbaik. Sehingga dengan penutupan ini penguapan berlebihan
19
dapat
dihentikan..
Proses
epitelisasi
merupakan
bagian
dari
proses
penyembuhan luka. Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam penatalaksanaan prosedur skin grafting ini antara lain. 1. Penutupan timing operasi 2. Persiapan operasi, baik donor maupun resipien 3. Penentuan priotitas daerah yang memerlukan penutupan, sehubungan dengan keterbatasan donor. 4. Beberapa alternative untuk mengatasi masalah keterbatasan donor 5. Prosedur operasi 6. Perawatan pasca prosedur skin grafting Penilaian hasil prosedur skin grafting sangat ditentukan oleh langkah-langkah yang dilakukan pada prosedur itu sendiri (penentuan timing operasi, hemostasis, donor tipis, balut tekan, kasa adsorben, dsb) G. Prognosis Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.
20
BAB III KESIMPULAN
Luka bakar adalah kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh api, atau oleh penyebab lain seperti oleh air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka bakar dapat terjadi pada orang tua ataupun muda, kaya atau miskin, negara maju maupun negara berkembang, namun negara miskin dan kurang mampu memiliki risiko lebih tinggi dan pada umumnya menerima penatalaksanaan yang kurang baik. Aturan Wallace untuk memperkirakan persentase luas permukaan kulit yang terbakar. Perkiraan alternatif yang berguna dapat menggunakan bidang telapak tangan ditambah jari-jari pasien sendiri adalah sekitar 1% dari area kulit total. Tatalaksana Luka bakar Fase sub akut meliputi tatalaksana Evaporate heat lossm hipermetabolisme, infeksi, dan SIRS. Debridement awal (saat minggu ke-2 sampai ke-3) sebelum debridement lanjutan dilakukan pada luka bakar yang tidak dapat sembuh sendiri. Eskaraktomi memperbaiki hasil baik fungsi maupun kosmetik luka bakar.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5. 2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. 3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007. 4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon
JM,
Halamka
J,
Adler
J,
editors.
Diunduh
dari:
http://www.emedicinehealth.com. 28 Agusuts 2009. 5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Agustus 2009.
22