REFERAT
Pembimbing : dr. Meidy Daniel Posumah, sp.A
Penyusun : Putri Yuliani 030.05.174
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Otorita Batam Periode 2 November 2009 – 9 Januari 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
LEMBAR PENGESAHAN
Referat yang berjudul “Thalasemia” telah diterima dan disetujui pada tanggal
Desember 2009
oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Otorita Batam
Batam,
Desember 2009
dr. Meidy Daniel Posumah, sp.A
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis berjudul “Thalasemia” ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Otorita Batam. Dalam pembuatan karya tulis ini, saya mengambil referensi dari literatur dan jaringan internet. Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya, dr. Meidy Daniel Posumah,sp.A, yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian karya tulis ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam mencari referensi yang lebih baik. Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya yang berada dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama, Andika Thehumury, Dewa Ayu Made Metaliasari, Natasha Yosephine, Tara Candida Mariska, dan Yudith Selyna Arisepti atas dukungan dan bantuan mereka selama saya menjalani kepaniteraan ini. Pengalaman saya dalam kepaniteraan ini akan selalu menjadi suatu inspirasi yang unik. Saya juga mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada kedua orangtua saya atas bantuan, dukungan baik secara moril maupun materil, dan kasihnya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis,
Putri Yuliani
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan.............................................................................................................2 Kata Pengantar.....................................................................................................................3 Daftar Isi..............................................................................................................................4 Bab I Pendahuluan.........................................................................................................................5 Bab II Thalassemia ........................................................................................................................7 A. Epidemiologi......................................................................................................7 B. Patofisiologi.....................................................................................................10 C. Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi Klinisnya...........................................16 D. Stadium Thalassemia.......................................................................................24 E. Terapi...............................................................................................................25 F. Skrining............................................................................................................29 G. Prognosis..........................................................................................................29
Bab III Kesimpulan........................................................................................................................30 Daftar Pustaka....................................................................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN
Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi klinisnya bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa. Dahulu dinamakan sebagai Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple, namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi ini dapat ditemukan di mana saja di seluruh dunia. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, beberapa tipe berbeda dari thalassemia lebih endemik pada area geografis tertentu. Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit, mendeskripsikan suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia. Beliau menemukan adanya nukleasi sel darah merah yang masif pada sapuan apus darah tepi, yang mana awalnya beliau pikir sebagai anemia eritroblastik, suatu keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya. Namun tak lama kemudian, Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan esensial pada temuan ini sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley curiga akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam menginvestigasi orangtua sehat pada anak-anak yang mengidap kelainan ini. Di Eropa, Riette mendeskripsikan mengenai adanya anemia mikrositik hipokromik ringan yang tak terjelaskan pada anak-anak keturunan Italia pada tahun yang sama saat Cooley melaporan adanya bentuk anemia berat yang akhirnya dinamakan mengikutinya namanya. Sebagi tambahan, Wintrobe di Amerika Serikat melaporkan adanya anemia ringan pada kedua orangtua dari anak yang mengidap anemia Cooley. Anemia ini sangat mirip dengan kelainan yang ditemukan Riette. Baru setelah itu anemia Cooley dinyatakan sebagai bentuk homozigot dari anemia hipokromik mikrositik ringan yang dideskripsikan oleh Riette dan Wintrobe. Bentuk anemia berat ini kemudian dilabelisasi sebagai thalassemia mayor dan bentuk ringannya dinamakan sebagai thalassemia minor. Kata thalassemia berasal dari bahasa
Yunani yaitu thalassa yang berarti ‘laut’ (mengarah ke Mediterania), dan emia, yang berarti ‘berhubungan dengan darah’.
BAB II THALASSEMIA
Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk thalassemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal (β4 atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalassemia. Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia-β. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia. A. Epidemiologi Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia. Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti Yunani, Itali, dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki
insidens thalassemia-β mayor yang tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di Afrika Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemiaα lebih sering ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.
Mortalitas dan Morbiditas Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α mayor yang bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia-β mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia-α mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut. Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat. Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi; mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan komplikasi yang potensial.
Usia Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.
Gambar 1. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus
Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara. Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis, elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia-β intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan. B. Patofisiologi Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu (α,β,γ,δ) akan
menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal. Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipetipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu. Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal. Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai
α, rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai β pada thalassemia-α). Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley, berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan. Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).
Produksi Rantai Globin Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin α (atau mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia. Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi dengan rantai γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2).
Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai α2δ2.
Gambar 2. Gen rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai-rantai non-α untuk memproduksi bermacam-macam Hb normal.
Patofisiologi seluler Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbedabeda pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β, rantai α yang berlebihan, tidak mampu membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α. Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa. Rantai-rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ 4) dan Hb H (β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-β. Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki kemampuan untuk membawa oksigen. Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme. Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat dicegah atau dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan
lebih merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada penderita yang bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar yang dinamakan hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia. Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi. Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload. Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama. Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena
memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).
Hipotesa Malaria Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif untuk bertahan hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik malaria. Hardane berpendapat bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi G6PD terdapat hampir secara eksklusif pada daerah tropis dan subtropis. Insidens dari mutasi genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya keseimbangan antara kematian dini pada penderita homozigot dengan peningkatan kesehatan pada penderita heterozigot. Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum jelas. Sel Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit malaria, dan, berdasarkan tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait thalassemia-β, malaria serebral fatal yang diketahui dapat menyebabkan kematian pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada penderita Penyakit Hb H juga memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit. Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan trait thalassemia-α. C. Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi Klinisnya
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun β.
Thalassemia-α Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini Tabel 1. Thalassemia-α
Genotip
Jumlah gen α
Presentasi Klinis
Hemoglobin Elektroforesis Saat Lahir
> 6 bulan
αα/αα
4
Normal
N
N
-α/αα
3
Silent carrier
0-3 % Hb Barts
N
--/αα atau
2
Trait thal-α
2-10% Hb Barts
N
--/-α
1
Penyakit Hb H
15-30% Hb Bart
Hb H
--/--
0
Hydrops fetalis
>75% Hb Bart
-
–α/-α
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4 •
Silent carrier thalassemia-α ○
Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.
○
Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
○ Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa
juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga ( misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.
•
Trait thalassemia-α ○ Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah. ○
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
Gambar 3. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel
•
Penyakit Hb H
○
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.
Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies
•
Thalassemia-α mayor ○
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
○
Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayibayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
○ Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan
manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi. Thalassemia-β Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara lain : •
Silent carrier thalassemia-β ○
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-β+.
○
Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.
Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel
•
Trait thalassemia-β
○
Penderita
mengalami
anemia
ringan,
nilai
eritrosit
abnormal,
dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya
○
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 26%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.
•
Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β ○ Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat thalassemia-β mayor ○
Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
○
Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.
○ Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia. ○
MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat.
•
Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor) ○
bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
○
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
○ Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya
sehingga
menimbulkan
ketidaknyamanan
hipersplenisme sekunder.
Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia
mekanis
dan
○ Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal. ○
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.
A. Stadium Thalassemia Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : •
Stadium I ○
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG)
hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal. •
Stadium II ○ Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam
•
Stadium III ○ Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.
A. Terapi Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat. Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi. Transfusi Darah
•
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.
•
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.
•
Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
•
Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.
Komplikasi Transfusi Darah Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol. Terapi Khelasi (Pengikat Besi)
•
Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.
•
Chelating agent
yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan). •
Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.
Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan. Terapi Bedah Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu,
fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi. Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.
Gambar 8. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi. Diet Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut : asam folat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
A. Skrining Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedigree. Atau bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai α. B. Prognosis Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
KESIMPULAN Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada hemoglobin individu yaitu Thalassemia-α dan thalassemia-β, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala. Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau kodominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari thalassemia α dan β. Terapi thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek samping tertentu sehingga perlu dipertimbangkan secara seksama. Konseling mengenai thalassemia sangat diperlukan untuk
skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini, penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : EGC ; 1996 Erythropoesis.
November
4,
2009
(cited
December
6,
2009)
Available
at
12,
2009).
Available
at
http://en.wikipedia.org/wiki/Erythropoiesis Hemoglobine.
December
9,
2009
(cited
December
http://en.wikipedia.org/wiki/Hemoglobin Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing Division ; 2007 Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006
Yaish HM. Thalassemia. July 29, 2009 (cited December 5, 2009). Available at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-followup