REFERAT TRAUMATOLOGI FORENSIK “UMUR LUKA”
Disusun oleh: Hikmah Faridah
G1A211002
Nia Kaniasari D
G1A211003
Rusman Shiddiq
G1A211004
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOETIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
2012
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Dalam ilmu perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam. Luka merupakan
kerusakan
atau
hilangnya
hubungan
antara
jaringan
(discontinuous tissue) seperti jaringan kulit, jaringan lunak, jaringan oto, jaringan pembuluh darah, jaringan saraf dan tulang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal luka kelalaian atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut “Kejahatan Terhadap Tubuh atau Misdrijven Tegen Het Lijf”. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang dilakukan karena kelalaian atau kejahatan). Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam BAB XX, pasal-pasal 351-358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaian diatur dalam pasal 359,360 dan 361 KUHP. Dalam pasalpasal tersebut dijumpai kata-kata, “mati, menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan pekerjaan sementara”, yang tidak disebabkan secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi „karena salahnya‟ diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai, lupa dan amat kurang perhatian. Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban korban perlukaan. Dokter sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan mengenai jenis luka apa yang ditemui, jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan bagaimana kualifikasi dari luka itu. Sebagai seorang dokter, ia tidak mengenal istilah penganiayaan. Jadi istilah penganiayaan
tidak boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum. Akan tetapi sebaiknya dokter tidak boleh mengabaikan luka sekecil apapun. Sebagai misalnya luka lecet yang satu-dua hari akan sembuh sendiri secara sempurna dan tidak mempunyai arti medis, tetapi sebaliknya dari kaca mata hukum. Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana didalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun mati. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan tentang mendeskripsikan luka. Visum et Repertum harus dibuat sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material , sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi traumatologi Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup, sedang logos berarti ilmu. Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa),
yang
kelainannya
terjadi
pada
tubuh
karena
adanya
diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.
B. Penyebab trauma Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada fisik maupun psikisnya. Efek fisik berupa luka- luka yang kalau di periksa dengan teliti akan dapat di ketahui jenis penyebabnya, yaitu: 1. Benda-benda mekanik 2. Benda-benda fisik 3. Kombinasi benda mekanik dan fisik 4. Zat-zat kimia korosif Dalam ilmu perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam. 1. Benda-benda mekanik a. Trauma benda tajam Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Ciri-ciri umum dari luka benda tajam adalh sebagai berikut : 1) Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing 2) Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan , tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurus dari sedikit lengkung. 3) Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan. 4) Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar.
Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka bacok (vulnus caesum). 1) Luka sayat Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit. Ciri luka sayat : a) Pinggir luka rata b) Sudut luka tajam c) Rambut ikut terpotong d) Jembatan jaringan ( - ) e) Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang
2) Luka tusuk Luka tusuk ialah luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: -Belati, bayonet, keris -Clurit
-Kikir -Tanduk kerbau
Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) : Tepi luka rata Dalam luka lebih besar dari panjang luka Sudut luka tajam Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam Sering ada memar / echymosis di sekitarnya 3) Luka bacok Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.
Ciri luka bacok : Luka biasanya besar Pinggir luka rata Sudut luka tajam Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi b. Trauma benda tumpul Trauma tumpul ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-benda tumpul. hal ini disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan tumpul, seperti batu, kayu, martil, terkena bola, ditinju, jatuh dari tempat ketinggian, kecelakaan lalu-lintas
dan
lain-lain
sebagainya.
Trauma
tumpul
dapat
menyebabkan tiga macam luka yaitu: 1) Luka memar (contusio) Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai oleh kerusakan jaringan tanpa disertai diskontinuitas permukaan kulit. Kerusakan tersebut disebabkan oleh pecahnya kapiler sehingga darah keluar dan meresap kejaringan di sekitarnya. Mula – mula terlihat pembengkakan, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan. Pada orang yang menderita penyakit defisiiensi atau menderita kelainan darah, kerusakan yang terjadi akibat trauma tumpul tersebut akan lebih besar di bandingkan pada orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya memar tidak dapat di jadikan ukuran untuk menentukan besar kecilnya benda penyebabnya atau kekerasan tidaknya pukulan. Pada wanita atau orang – orang yang gemuk juga akan mudah terjadi memar. Dilihat sepintas lalu luka memar terlihat seperti lebam maya, tetapi jika di periksa dengan seksama akan dapat dilihat perbedaan – perbedaanya, yaitu :
Lokasi
Memar
Lebam mayat
Bisa dimana saja
Pada
bagian
terendah Pembengkakan
Positif
negatif
Bila di tekan
Warna tetap
Memucat / hilang
Mikroskopik
Reaksi jaringan( Reaksi jaringan ( - ) +)
2) Luka lecet (abrasio) Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya lapisan luar dari kulit, yang ciri – cirinya adalah : o Bentuk luka tak teratur o Batas luka tidak teratur o Tepi luka tidak rata o Kadang – kadang di temukan sedikit perdarahan o Permukaannya tertutup oleh krusta ( serum yang telah mongering ) o Warna coklat kemerahan o Pada pemeriksan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih di tutupi epitel dan reaksi jaringan
(inflamasi)
Bentuk luka lecet kadang–kadang dapat memberi petunjuk tentang benda penyebabnya; seperti misalnnya kuku, ban mobil, tali atau ikat pinggang. Luka lecet juga dapat terjadi sesudah orang meninggal dunia, dengan tanda – tanda sebagai berikut : o Warna kuning mengkilat o Lokasi biasnya didaerah penonjolan tulang o Pemeriksaan mikroskopik tidak di temukan adanya sisa- sia epitel dan tidak di temukan reaksi jaringan. 3) Luka robek (vulnus laceratum) Luka terbuka / robek adalah luka yang disebabkan karena persentuhan dengan benda tumpul dengan kekuatan yang mampu
merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan di bawahnya, yang ciri–cirinya sebagai berikut : o Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata o Bila ditautkan tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan hancur ) o Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan o Di sekitar garis batas luka di temukan memar o Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan tulang ( misalnya daerah kepala, muaka atau ekstremitas ). Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari luka tersebut tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika benda tumpul yang mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala maka luka robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi. c. Trauma benda yang mudah pecah (kaca) Kekerasan oleh benda yang mudah pecah ( missal kaca ), dapat mengakibatkan luka –luka campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk dan luka lecet. Pada daerah luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen dari benda yang mudah pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang terjadi hanya terdiri atas luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian rupa sehingga kalau peah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.
2. Benda-benda fisik Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik, antara lain: a. Benda bersuhu tinggi Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhunya serta lamanya kontak dengan kulit. Api, benda padat panas
atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III, atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, atau III. Gas panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III, atau IV. b. Benda bersuhu rendah Kekerasan oleh hawa bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang terbuka; seperti misalnya tangabn, kaki, telinga atau hidung. Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga terlihat pucat. Selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat terjadi gangren. c. Sengatan listrik Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (amper), besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerah terkena kontak. Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulit dengan tepi agak menonjol dan di sekitarnya terdapat daerah pucat, dikelilingi daerah hyperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi. Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukan luka. Nahkan kadang-kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 volt biasanya tidak membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (amper) yang dapat mematikan adalah 100 mA. Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernafasan atau pusat pernafasan.
Sedangkan faktor yang sering mempengaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik. d. Petir Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan benda tumpul. Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan saraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan ataun efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark (percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek. e. Tekanan (barotrauma) Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar tubuh manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang sering disebut disbarisme yang terdiri atas 2 macam yaitu: 1) Hiperbarik Sindrom ini disebabkan oleh karena tekanan tinggi, antara lain: Turun dari ketinggian secara mendadak: saat pesawat mendarat atau turun gunung Berada didalam kedalaman air: pada penyelam bebas, scuba diving
(menyelam
dengan
tangki
oksigen),
snorkeling
(menyelam dengan tube di mulut) penyelam dengan pakaian khusus. Gejala yang dapat ditimbulkan oleh perubahan tekanan tersebut dapat berupa: Barotrauma pulmoner: pneumotoraks, emboli udara atau emfisema interstisial. Barotalgia: rasa nyeri, membrana timpani pecah, perdarahan, vertigo atau dizzines. Barodontalgia: pengumpulan gas yang menyebabkan rasa nyeri atau bahkan meletus. Narkosis Nitrogen: amnesia atau disorientasi 2) Hipobarik Sindroma ini disebabkan oleh perubahan tekanan rendah, antara lain: Naik ke tempat tinggi secara mendadak: saat pesawat mengudara atau saat pesawat meluncur keluar angkasa. Berada di dalam ruang bertekanan rendah: misalnya di dalam decompression chamber. Gejala yang ditimbulkannya disebabkan oleh pembentukan dan pengumpulan gelembung-gelembung udara di dalam jaringan lunak, rongga-rongga atau organ-organ berongga. Gejala tersebut antara lain: Sendi-sendi terasa kaku disertai nyeri hebat Rongga dada dirasakan tercekik, sesak napas dan batuk yang hebat Gejala pada susunan syaraf tergantung letak emboli dan letak emfisema subkutan Rongga perut terasa kembung Gigi-geligi terasa rasa nyeri (barodontalgia)
3. Kombinasi benda mekanik dan fisik Luka akibat tembakan senjata api pada hakekatnya merupakan luka yang dihasilkan oleh trauma benda mekanik (benda tumbul) dan benda fisik
(panas),
yaitu
anak
peluru
yang
jalannya
giroskopik
(berputar/mengebor). Mengingat lapisan kulit mempunyai elastisitas yang kurang baik dibandingkan lapisan di bawahnya maka jaringan yang hancur akibat terjangan anak peluru lebih luas. Akibatnya, bentuk luka tembak masuk terdiri atas lubang, dikelilingi oleh cincin lecet yang diameternya lebih besar. Diameter cincin lecet tersebut lebih mendekati kaliber pelurunya. Sedangkan luka akibat senjata yang tidak menggunakan mesiu sebagai tenaga pendorong anak pelurunya (senjata angin), pada hakekatnya merupakan luka yang disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul saja. Ciri-ciri luka tembak amat tergantung dari jenis senjata yang ditembakkan, jarak tembakan, arah tembakan serta posisinya (sebagai tempat masuk atau keluarnya anak peluru).
4. Zat-zat kimia korosif Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia. Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu: a. golongan asam Termasuk zat kimia korosif golongan asam antara lain:
Asam mineral, yaitu: H2SO4, HCL, NO3
Asam organik, yaitu: asam oksalat, asam formiat dan asam asetat
Garam mineral, yaitu: AgNO3, dan Zinc Chlorida
Halogen, yaitu: F, Cl, Ba dan J
Cara
kerja
zat
kimia
korosif
dari
golongan
mengakibatkan luka ialah:
Mengekstraksi air dari jaringan
Mengkoagulasi protein menjadsi albuminat
Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin
ini
sehingga
Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:
Terlihat kering
Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid erwarna kuning kehijauan
Perabaan keras dan kasar
b. golongan basa Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:
KOH
NaOH
NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:
Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan sabun
Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini adalah:
Terlihat basah dan edematus
Berwarna merah kecoklatan
Perabaan lunak dan licin
C. Waktu terjadinya kekerasan Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus, informasi tentang waktu terjadinya kekerasan itu akan dapat digunakan sebagai bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal, terutama yang berkaitan dengan alibi seseorang. Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorang dituduh atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia berada di tempat yang jauh dari tempat kejadian perkara Dengan melakukan pemeriksaan yang teliti , akan dapat ditentukan : 1. Luka antemortem dan post mortem
Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaanya ialah luka itu terjadi sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada tidaknya tanda – tanda intravital. Jika di temukan berarti luka terjadi sebelum mati dan demikian pula sebaliknya Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukan bahwa a. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma Tanda – tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika terjadi trauma antara lain : 1) Retraksi jaringan Terjadi karena serabut–serabut elastic dibawah kulit terpotong dan kemudian mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastic maka bentuk luka tak begitu menganga. 2) Reaksi vaskuler Bentuk reaksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu : Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa : Eritema ( kulit berwarna kemerahan ), vesikel atau bulla. o Pada trauma neda keras dan tumpul, bentuk intravitas berupa kontusi atau memar 3) Reaksi mikroorganisme ( infeksi ) Jika tubuh dari orang yang masih hidup mendapat trauma dan meninggalkan luka terbuka maka kuman – kuman kan masuk serta menimbulkan infeksi yang ciri – cirinya sebagai berikut : o
Warna kemerahan
o
Terlihat bengkak
o
Terdapat pus
o
Bila sudah lama terlihat danya jaringan granulasi
4) Reaksi biokimiawi Jika jaringan yang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa :
o kenaikan kadar serotonin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma) o Kenaikan kadar histamine ( kadar maksimal terjadi jadi 20-30 menit sesudah trauma). o Kenaikan kadar enzyme ( ATP, aminopeptidase, acidphosphatase dan alkali-phosphatase ) yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari mekanisme pertahanan jaringan. b. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma Jika organ dalam ( jantung atau paru – paru )masih dalam keadaan berfungsi ketika terjadi trauma maka tanda – tandanya antara lain : 1) Perdarahan hebat ( profuse bleeding ) : Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang banyak sebab jantung masih bekerja sehingga terus menerus memomp darah keluar lewat luka. Berbeda sekali dengan trauma yang terjadi sesudah mati sebab keluarnya darah di sini secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlahnya tidak banyak. Perdarahan pada luka intravital di bagi menjadi 2 yaitu perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal mudah dibuktikan karena darah tertampung di rongga badan ( rongga perut, rongga dada, rongga panggul, rongga kepala dan kantong pericardium ) sehingga dapat di ukur pada waktu otopsi. Sedangkan perdarahan eksternal (darah tumpah di tempat kejadian) hanya dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi di temukan tanda- tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda–tanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah. 2) Emboli udara Terdiri atas emboli udara venosa ( pulmoner ) dan emboli udara arterial ( sistematik ). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak mengalami kolap karena terfixir
dengan baik, seperti vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan di jantung kanan negative. Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru – paru sehingga dapat mengganggu fungsinya. Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotoraks artificial atau karena luka – luka yang menembus paru – paru. Kematian dapat terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner atau otak. 3) Emboli lemak Emboli lemak terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan berlemaka atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panajang. Akibatnya, jaringan lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju daerah paru – paru. 4) Pneumotorak Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru – paru menderita luka, sementara paru – paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka tersebut dapat berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru- paru akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi. Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak yang pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru – paru sehingga pada akhirnya paru – paru menjadi kolap. 5) Emfisema kulit ( krepitasi kulit ). Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk apru – paru maka pada setiap ekspirasi udara paru – paru dapat masuk kejaringan ikat di bawah. Pada palpasi akan terasa ada krepitasi di sekitar daerah trauma. Keadaan seperti
ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang meninggal dunia. Jika trauma terjadi sesudah orang meninggal dunia maka kelainan – kelainan tersebut di atas tidak mungkin terjadi mengingat pada saat itu jantung dan paru – parunya sudah berhenti bekerja. 2. Umur luka Untuk mengetahui kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka. Hanya saja, tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan ( baik pada korban hidup ataupun mati ) dilakukan mengingat adanya factor individual, penyulit ( misalnya infeksi, kelainan darah atau penyakit defisiensi ) serta factor kualitas dari kekerasan itu sendiri. Kendati demikian ada beberapa cara dapat di gunakan untuk memperkirakannya, yaitu dengan melakukan : a. Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur luka tersebut. Pada korban hidup, perkiraan di hitung dari saat trauma sampai saat di periksa pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiaanya. b. Pemeriksaan mikroskopik ( histology ). Mengingat hasil makroskopik sangat variatif dan jauh dari ketepatan maka perlu di lakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berguna bagi intravitalis luka, pemeriksaan mikroskopik juga untuk menentukan umur luka secara lebih teliti. Caranya ialah dengan mengamati perubahan – perubahan histologiknya Perubahan – peruabahan histologik dari luka ini sangat di pengaruhi ada tidaknya infeksi. Perlu di ketahui bahwa infeksi akan memperlambat proses penyembuhan luka. Peningkatan akitfitas adenosine triphosphatase dan aminopeptidase dapat di lihat lebih dini, yaitu setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat di lihat sesudah 2 jam, sedangkan peningkatan acid phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4 jam.
D. Cara melakukan kekerasan Untuk sejata tajam, cara senjata itu di gunakan dapat di bedakan, yaitu : 1. Diiriskan Di iriskan mengandung pengertian bahwa mata tajam dari sejata tersebut di tekankan lebih dahulu ke suatu bagian dari tubuh dakn kenudian di geser kearah yang sesuai dari senjata. Luka yang di timbulkannya merupakan luka iris ( incised wound )yang ciri – cirinya : o Sesuai ciri – ciri umum luka akibat senjata tajam o Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka. 2. Ditusukan Artinya bagian dari senjata tajam di tembakkan pada suatu bagian dari tubuh dengan arah tegak lurus atau miring kemudian ditekan kedalam tubuh sesuai arah tadi. Luka –luka yang di timbulkannya merupaka luka tusuk ( stab wound ) yang ciri – cirinya : o Sesuai ciri –ciri umum luka akibat senjata tajam o Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka. 3. Dibacokan Mengandung perngertian bahwa senjata tajam yang ukurannya relative besar dan diayunkan dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata tersebut mengenai sautu bagian dari tubuh. Tulang – tulang di bawahnya biasnya berfungsi sebgai bantalan sehingga ikut menderita luka. Luka yang di timbulkannya merupakan luka bacok ( chop wound ) yang ciri – cirinya : o Sesuai ciri –ciri umum luka akibat senjata tajam o Ukuran luka besar dan menganga o Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka o Biasnya tulang tulang dibawahnya ikut menderita luka Jika senjata yang di gunakan tidak begitu tajam maka disekitar garis batas luka terdapat memar. 4. Di tembakan Untuk senjata api, cara senjata itu di tembakan juga dapat di tentukan, yaitu :
a. Secara tegak lurus atau miring b. Dengan jarak tembak temple, dekat, sedang atau jauh Jika di tembakan tegak lurus kearah permukaan tubuh maka ciri – cirinya : 1) Letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris luka di tembakan secara miring kearah permukaan tubuh maka ciri- cirinya : o Letak lubang luka terhadap cincin lecet episentris 2) Jika di tembakan dengan jarak kontak maka luka yang terjadi mempunyai ciri – ciri : o Bentuknya seperti bintang (cruriform ) o Terlihat memar berbetuk sirkuler akibat hentakan balik dari moncong senjata. 3) Jika di tembakan dengan jarak dekat ( 1 inci – 2 kaki ) maka ciri – ciri dari luka yang terjadi adalah : o Berupa lubang berbentuk bulat yang di kelilingi cincin lecet o Terdapat produk dari mesiu ( tattoo, sisa – sisa mesiu atau jelaga ) 4) Jika di tembakan dengan jarak jauh ( lebih 2 kaki ) maka luka yang terjadi mempunyai ciri – ciri : o Berupa lubang berbentuk bulat yang di kelilingi cincin lecet o Tidak di temukan produk mensiu
E. Akibat trauma 1. Aspek medik Konsekuensi dari luka yang di timbulkan oleh trauma dapat berupa : a. Kelainan fisik / organic Bentuk dari kelainan fisik atau organic ini dapat berupa : - Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh - Hilangnya sebagaian atau seluruh organ tertentu b. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu Bentuk dari gangguan fungsi tergantung dari organ atau bagaian tubuh yang terkena trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya fungsi organ – organ dalam.
c. Infeksi Seperti di ketahui bahwa kulit atau membrane mukosa merupakan barier terhadap infeksi. Bila kulit atau membrane tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat pintu ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan irritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh koman. Jenis kuman dapat berupa streptococcus, staphylococcus, echeria coli, proteus vulgaris, clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas gangrene. d. Penyakit Trauma sering di anggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit jantung walaupun hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi. e. Kelainan psikis Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang spketrumnnya amat luas; yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer ( schizophrenia ), manic depressive atau psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental yang abnormal merupakan factor utama timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap gangguan mental posttrauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar belakang mental dan emosi serta nilai relative bagi yang bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma. Secar umum dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atu organ dengan psikosis post trauma di dasarkan atas : - Keadaan mental benar – benar sehat sebelum trauma - Trauma telah merusak susunan syaraf pusat - Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.
- Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur dan fungsinya dapat mempengaruhi emosi organ genital, payudara, mata, tangan atau wajah. - Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan - Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal - Korban dihantui oleh kejadian ( kejahatan atau kecelkaan ) yang menimpanya. 2. Aspek yuridis Jika dari sudut medic, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau tidak disertai diskontuinitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut hukum, luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja), reckless ( ceroboh ) atau negligence (kurang hati – hati). Untuk menentukan berat ringannya hukuman perlu ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka. Kebijakan hokum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap : -
Kesehatan jasmani
-
Kesehatan rohani
-
Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan
-
Estetika jasmani
-
Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencarian
-
Fungsi alat indera a. Luka ringan Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
dalam
menjalankan
pekerjaan
jabatan
atau
mata
pencariannya. b. Luka sedang Luka sedang adalah luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabtan atau mata pencariaanya untuk sementara waktu. c. Luka berat
Luka berat adalah luka yang sebagaiman diuraikan didalam pasal 90KUHP, yang terdiri atas : 1) Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata yang menyebabkan kornea robek. Sesudah di jahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat. 2) Luka yang dpat mendatangkan bahaya maut 3) Dapat mendatangkan bahaya maut pengertiannya memeiliki potensial untuk menimbulkan kematian, tetapi sesudah diobati dapat sembuh. 4) Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencariaanya. Luka yng dari sudut medic tidak membahayakan jiwa, dari sudut hokum dapat dikatagorikan sebagai luka berat. Contonya trauma pada tangan kiri pemain biola atau pada wajah seorang peragawati dapat dikatagorikan luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat lagi menjalankan pekerjaanya tersebut selamnya. 5) Kehilangan salah satu dari panca indera 6) Jika trauma menimbulkan kebutaan satu mata atau kehilngan pendengran satu telinga, tdiak dapat digolongkan kehilangan ondera. Meskipun demikian tetap digolongkan sebagai luka berat berdasarkan butir (a) di atas. 7) Cacat besar atau kudung 8) Lumpuh 9) Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan daya pikir tidak harus berupa kehilangan kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia, disorientasi, anxietas, depresi atau gangguan jiwa lainnya. 10)
Keguguran atau kematian janin seorang perempuan
11)
Keguguran ialah keluarnya janin sebelum masa waktunya,
yaitu tidak di dahului oleh proses yang sebagaimana umumnya terjadi seorang wanita ketika melahirkan. Sedang kematian janin
mengandung pengertian bahwa janin tidak lagi menunjukan tanda – tanda hidup. Tidak dipersoalkan bayi keluar atau tidak dari perut ibunya.
F. Konteks peristiwa penyebab luka Latar belakang penyebab luka dapat disebabkan oleh peristiwa pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan . 1. Pembunuhan Ciri – ciri lukannya adalah : - Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu daerah yang mematikan maupun yang tidak mematikan - Luka tersebut di daerah yang dapat di jangkau maupun yang tidak dpat di jangkau oleh tangan korban - Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata - Dpat di temuka luka tangkisan ( defensive wounds ), yaitu pada korban yang sadar ketika mengalami seranga. Luka tangkisan tersebut terjadi akibat reflek menahan serangan sehingga letak luka tangkisan biasanya pada lengan bawah bagian luar. 2. Bunuh diri Ciri- ciri lukanya adlah : - Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat. - Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersangkutan - Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata - Ditemukan luka –luka percobaan ( tentative wounds ) Luka percobaan tersebut terjadi karena yang bersangkutan masih ragu – ragu atau karena sedang memilih letak senjata yang pas sambil mengumpulkan keberaniaanya, sehingga ciri-ciri luka percobaan adalah : - Jumlahnya lebih dari satu - Lokasinya disekitar luka yang mematikan - Kualitasnya lukanya dangkal - Tidak mematikan
3. Kecelakaaan Jika ciri- ciri luka yang ditemukan tidak mengambarkan pembunuhan atau bunuh diri maka kemungkinannya adalah akibat kecelekaan. Untuk lebih memastikannya perlu di lakukan pemeriksaan ditemapt kejadian.
BAB III PEMBAHASAN
Bila sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, jaringan hidup di sekitarnya membuat suatu respon yang disebut peradangan. Yang lebih khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial didaerah cedera atau nekrosis. Peradangan akut merupakan respons langsung tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Tanda-tanda pokok peradangan mencakup: a. Rubor (kemerahan) Merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami reaksi peradangan. Seiring dengan dimulainya reaksi peradangan, arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong, atau hanya sebagian meregang, secara cepat terisi penuh oleh darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti yang menyebabkan kemerahan lokal pada peradangan akut. b. Kalor (panas) Terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan akut. Sebenarnya panas secara khas hanya merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada permukaan tubuh, yang lebih dingin dari 37º C yang merupakan suhu inti tubuh. Daerah peradangan di kulit menjadi lebih hangat dari sekitarnya karena lebih banyak darah (pada suhu 37º C) dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan daerah yang normal. Fenomena hangat lokal ini tidak terlihat di daerah-daerah meradang yang letaknya jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah memiliki suhu inti 37º C dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perbedaan. c. Dolor (nyeri) Ditimbulkan dengan berbagai cara. Perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang saraf. Selain itu,
pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang dapat juga menimbulkan nyeri. d. Tumor (pembengkakan) Pembengkakan lokal dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel ini disebut eksudat. Pada awal reaksi peradangan, sebagian besar eksudat adalah cairan, seperti yang terlihat secara cepat di dalam lepuhan setelah luka bakar ringan pada kulit. Kemudian, sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai eksudat. e. Fungsio laesa (Perubahan Fungsi) Sepintas mudah dimengerti, bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, seharusnya berfungsi abnormal. Akan tetapi, cara bagaimana fungsi jaringan yang meradang itu terganggu tidak dipahami secara terperinci.
Leukosit dalam sirkulasi darah beremigrasi ke dalam eksudat peradangan. Sel-sel yang pertama kali timbul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jam-jam pertama peradangan adalah neutrofil. Inti sel ini memiliki lobus yang tidak teratur atau polimorf, sehingga disebut sebagai polimorfonuklear (PMN). PMN mampu bergerak aktif seperti amuba dan mampu menelan berbagai zat melalui suatu proses yang disebut fagositosis. Eosinofil merupakan jenis granulosit lain yang ditemukan di dalam eksudat peradangan, walaupun dalam jumlah yang relatif sedikit, eosinofil memfagositosis berbagai jenis partikel dan membunuh mikroorganisme tertentu. Jenis granulosit ketiga adalah basofil, granulanya mengandung berbagai enzim, heparin dan histamin. Monosit merupakan suatu bentuk leukosit yang berbeda dari granulosit karena morfologi intinya dan sitoplasmanya yang agranular. Pada reaksi peradangan akut, monosit mulai beremigrasi dalam waktu yang sama dengan neutrofil, namun jumlahnya jauh lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Sehingga pada jam-jam pertama peradangan, di dalam eksudat terdapat jumlah monosit yang sedikit, namun semakin lama usia eksudat, persentase sel-sel tersebut semakin meningkat dan dapat bertahan berminggu-minggu atau bahkan
berbulan-bulan di dalam jaringan, berbeda dengan PMN yang memiliki siklus hidup pendek (waktu paruh ± 6 jam). Limfosit terdapat di dalam eksudat dalam jumlah yang sangat sedikit hingga waktu yang cukup lama, sampai peradangan menjadi konis. Hasil akhir dari proses peradangan kembali seperti keadaan semula disebut resolusi. Namun jika jumlah jaringan yang dihancurkan cukup signifikan, maka resolusi tidak terjadi. Jaringan yang rusak diperbaiki oleh proliferasi jaringan yang masih hidup di sekitarnya. Perbaikan melibatkan dua komponen terpisah tetapi terkoordinasi. Pertama, regenerasi yang melibatkan proliferasi unsur-unsur parenkim yang identik dengan unsur-unsur yang hilang, hasil akhirnya adalah penggantian unsur-unsur yang hilang dengan sel-sel yang sama. Kedua, meliputi proliferasi unsur-unsur jaringan ikat yang menyebabkan jaringan parut.
Proses penyembuhan luka terdiri dari tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase penyudahan/maturasi. Fase inflamasi/ peradangan yang telah dijelaskan diatas berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima, dengan gejala rubor, dolor, kalor, tumor. Fase proliferasi/fibroplasia terjadi dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga, pada fase ini luka dipenuhi sel radang, fibroblas, dan kolagen membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas adri dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka, tempatnya kemudian diisi oleh sel baru hasil mitosis, proses ini berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan. Pada fase penyudahan terjadi penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan, perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk, fase ini berlangsung berbulanbulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap, selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan ±80% kemampuan kulit normal.
Untuk mengetahui kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka. Hanya saja, tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan ( baik pada korban hidup ataupun mati ) dilakukan mengingat adanya factor individual, penyulit ( misalnya infeksi, kelainan darah atau penyakit defisiensi ) serta factor kualitas dari kekerasan itu sendiri. Kendati demikian ada beberapa cara dapat di gunakan untuk memperkirakannya, yaitu dengan melakukan : a. Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur luka tersebut. Pada korban hidup, perkiraan di hitung dari saat trauma sampai saat di periksa pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiaanya. Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat di perkirakan dengan mengamati perubaha–perubahan yang terjadi. Mula – mula pada daerah yang mengalami trauma akan
terlihat pembengkakan akibat ekstravasai dan
inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari warna tersebut berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan. Pada luka robek atau terbuka juga dapat diperkirakan umurnya dengan mengamati perubahan–perubahanya. Dalam selang waktu 12 jam sesudah trauma akan terjadi pembengkakan pada tepi luka. Selanjutnya kondisi luka akan di dominasi oleh tanda–tanda inflamasi dan kemudian di susul tanda – tanda penyembuhan. b. Pemeriksaan mikroskopik ( histology ). Mengingat hasil makroskopik sangat variatif dan jauh dari ketepatan maka perlu di lakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berguna bagi intravitalis luka, pemeriksaan mikroskopik juga untuk menentukan umur luka secara lebih teliti. Caranya ialah dengan mengamati perubahan – perubahan histologiknya Infiltrasi perivaskuler dari leukosit polymorfonuklear dapat di lihat dengan jelas pada kasus – kasus dengan periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi leukosit mungkin dapat di lihat lebih dini lagi,
bahkan beberapa menit sesudah trauma. Leukosit yang mula – mula masuk ke jaringan adlah jenis polymorfonuklear. Pada stadium berikutnya akan tampak monosit , namun leukosit jenis ini jarang di temukan pada eksudt kurang dari 12 jam sesudah trauma. Pada trauma dengan inflamsi aseptik, proses eksudasi akan mencapai puncak dlam waktu 48 jam. Epitelisasi baru terjadi pada hari ketiga , sedangkan sel- sel fibroblast mulai menunjukan perubahan reaktif ( dalam bentuk proliferasi ) sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat proliferati tersebut serta pembentukan kapiler – kapiler baru sangat variatif , tetapi biasnya jaringan granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentu paling tidak sesudah 3 hari. Serabut – serbut kolagen yang baru juga mulai terbentuk 4 atau 5 hari sesudah trauma. Pada luka – luka kecil, kemungkinan jaringan parut tampak pada akhir minggu pertama. Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktifitas sel- sel epitel dan jaringan di bawahnya mengalami tahapan regresi. Akibatnya jaringan epitel akan mengalami atrofi, vaskularisasi jaringan di bawahnya juga berkurang dig anti serabut – serabut kolagen. Sampai beberapa minggu sesudah penyembuhannya, serabut – serabut elastic masih tampak banyak dari jaringan tak terkena trauma. Perubahan – peruabahan histologik dari luka ini snagat di pengaruhi ada tidaknya infeksi. Perlu di ketahui bahwa infeksi akan memperlambat proses penyembuhan luka. Peningkatan akitfitas adenosine triphosphatase dan aminopeptidase dapat di lihat lebih dini, yaitu setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat di lihat sesudah 2 jam, sedangkan peningkatan acid phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4 jam.
BAB IV KESIMPULAN
beberapa cara yang dapat di gunakan untuk memperkirakan umur luka, yaitu dengan: a. Pemeriksaan makroskopik Pada trauma tumpul, umur luka dapat di perkirakan dengan mengamati perubaha–perubahan yang terjadi. Mulai dari pembengkakan, warna merah kebiruan, menjadi kuning kehijauan sampai menjadi kekuningan. Pada luka robek, terjadi pembengkakan pada tepi luka kemudian di susul tanda – tanda penyembuhan. b. Pemeriksaan mikroskopik Infiltrasi perivaskuler dengan PMN, kemudian monosit.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 67-91. De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 67-8. Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran dan Stanley L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC. 35-84. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Jakarta: EGC. 56-75.