PENDAHULUAN
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi dipermukaan kulit,
sekitarnya dapat dikelilingi halo.
Urtikaria juga didefinisikan sebagai suatu kelainan yang terbatas pada
bagian superfisialis kulit berupa bintul (wheal) yang berbatas jelas dengan
dikelilingi daerah yang eritematus. Pada bagian tengah bintul tampak
kepucatan. Biasanya kelainan ini bersifat sementara (transient), gatal dan
bisa terjadi di daerah manapun di seluruh permukaan kulit.
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering di jumpai. Dapat
terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk
penderita maupun untuk dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang
dicurigai telah diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang
tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Urtikaria adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas tegas,
berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila ditekan,
disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik, atau
berulang. Sinonim urtikaria: Hives, nettle rash, biduran, kaligata.
Angioedema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam
daripada dermis, dapat di submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai
saluran nafas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular.
Epidemiologi
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras,
jenis kelamin, pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen
predisposisi bagi urtikaria. Berdasarkan data dari National Ambulatory
Medical Care Survey dari tahun 1990 sampai dengan 1997 di USA, wanita
terhitung 69% dari semua pasien urtikaria yang datang berobat ke pusat
kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun.
Menurut Sheldon (1951) juga menyatakan bahwa umur rata-rata penderita
urtikaria adalah 35 tahun, sering dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun
atau lebih dari 60 tahun.
Ditemukan 40 % bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama sama dengan
angioedema, dan 11 % angioedema saja. Lama serangan berlangsung variasi,
ada yang lebih dari satu tahun, bahkan ada yang lebih dari 20 tahun.
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan
orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Umur, ras, jabatan, pekerjaan, letak geografis, dan perubahan
musim dapat mempengaruhi hipersensivitas yang diperankan oleh IgE.
Penisilin tercatat sebagai obat yang sering menimbulkan urtikaria.
Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga
penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain:
a. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan
diuretik) menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan
obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk
melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras.
b. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur,
ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan
semangka.
c. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini
lebih banyak diperantarai oleh IgE ( tipe I ) dan tipe seluler ( tipe IV
).tetapi venom dan toksin biasanya dapat mengaktifkan komplemen. Nyamuk,
kepinding, dan serangga lainnya dapat menimbulkan urtika bentuk popular di
sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa
hari, minggu, atau bulan.
d. Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
e. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu
binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik
(tipe I). reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai
gangguan nafas.
f. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia,
misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.
g. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor
tekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik
maupun non imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda
tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut
dermografisme atau fenomena Darier.
h. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.
i. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler.
j. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominant. Diantaranya ialah familial cold
urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory angiodema.
k. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi
lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.
Patogenesis
Sel mast adalah sel efektor utama pada kebanyakan bentuk urtikaria,
meskipun tipe-tipe sel lainnya juga dapat terlibat. Sel mast kutaneus
melepaskan histamin dalam respon terhadap C5a, morfin, dan kodein.
Neuropeptida substansi P (SP), vasoactive intestinal peptide (VIP), dan
somatostatin, neurokinin A dan B, bradikinin, dan calcitonin gene–related
peptide (CGRP), kesemuanya dapat mengaktivasi sel-sel mast untuk mensekresi
histamin. Tidak semua produk biologik potensial tersebut diproduksi ketika
sel mast kutaneus terstimulasi. Permeabilitas vaskuler di kulit diakibatkan
secara predominan oleh reseptor histamin H1, meskipun reseptor histamin H2
juga dapat berperan. Urtikaria disebabkan karena pelepasan histamin,
bradikinin, leuketrien C4, prostaglandin D2, dan substansi vasoaktif
lainnya lainnya dari sel mast dan basofil di kulit. Substansi-substansi
tersebut menyebabkan ekstravasasi cairan ke kulit, mengakibatkan timbulnya
lesi urtikaria. Intensitas pruritus dari urtikaria adalah hasil dari
pelepasan histamin ke kulit. Aktivasi reseptor histamin H1 pada sel-sel
endotel dan otot polos menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.
Sedangkan aktivasi reseptor histaminH2 menyebabkan vasodilatasi arteriol
dan venula.
Gambar 2.1 patogenesis urtikaria
Proses ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Respon alergi tipe I
IgE diinisiasi oleh kompleks imun antigen-mediated IgE yang mengikat dan
cross-link reseptor Fc pada permukaan sel-sel mast dan basofil, hal
tersebut menyebabkan pelepasan histamin. Respon alergi tipe II dimediasi
oleh sel-sel T sitotoksik, menyebabkan deposit Ig, komplemen, dan fibrin di
sekitar pembuluh darah. Hal ini menyebabkan vaskulitis urtikaria. Penyakit
kompleks imun tipe III berhubungan dengan SLE dan penyakit autoimun lainnya
yang dapat menyebabkan urtikaria.
Komplemen-mediated urtikaria disebabkan oleh infeksi bakteri dan
virus, serum sickness, dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi urtikaria
terjadi ketika substansi alergenik dalam plasma dari produk darah donor
bereaksi dengan antibodi IgE resipien. Beberapa obat-obatan (opioids,
vecuronium, succinylcholine, vancomycin, dan lain-lain) juga agen-agen
radiokontras menyebabkan urtikaria karena degranulasi sel mast melalui
mekanisme mediasi non-Ig E. Urtikaria fisik pada beberapa stimulus fisik
yang menyebabkan urtikaria meliputi immediate pressure urticaria, delayed
pressure urticaria, cold urticaria, dan cholinergic urticaria. Terakhir,
urtikaria kronik dimana penyebabnya tidak dapat ditemukan secara
signifikan, merupakan idiopatik.
Gejala Klinis
a. Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:
Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
Biduran berwarna merah muda sampai merah.
Lesi dapat menghilang dalam 24-48 jam, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut
diare, muntah dan nyeri kepala.
b. Tanda urtikatria adalah sebagai berikut: 2,4
Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan
kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.
Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala
hipotensi, respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal
distress.
Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih
jika ditekan, maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang
dapat meninggalkan perubahan pigmentasi.
Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan
objek tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-
15 menit.
Edema jaringan kulit yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan
submukosa atau subkutan pada angioedema.
Klasifikasi
Klasifikasi Urtikaria
"Ordinary urticarias "
"Acute urticaria "
"Chronic urticaria "
"Contact urticaria "
"Physical urticarias "
"Dermatographism "
"Delayed dermatographism "
"Pressure urticaria "
"Cholinergic urticaria "
"Vibratory angioedema "
"Exercise-induced urticaria "
"Adrenergic urticaria "
"Delayed-pressure urticaria "
"Solar urticaria "
"Aquagenic urticaria "
"Cold urticaria "
"Special syndromes "
"Schnitzler syndrome "
"Muckle-Wells syndrome "
"Pruritic urticarial papules and plaques "
"of pregnancy "
"Urticarial vasculitis "
Ordinary urticarias
1. Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu
atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu
biasanya hilang dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak, dan
sering dikaitkan dengan atopi. Sekitar 20%-30% pasien dengan urtikaria akut
berkembang menjadi kronis atau rekuren.
2. Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama
lebih dari 6 minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya
mungkin parah dan dapat mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas
hidup.3
3. Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di
tempat di mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa.
Urtikaria kontak dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE)
atau non-alergi (IgE-independen).
2. Urtikaria Fisik
a. Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan
merupakan suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk
linier yang tepinya eritem yang muncul beberapa detik setelah kulit
digores. Dermographism tampak sebagai garis biduran (linear wheal).
Transient wheal atau biduran yang sementara muncul secara cepat dan
biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi, kulit biasanya
mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat muncul.
Gambar2.5 Dermographism
b. Delayed dermographism
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan
atau tanpa immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam.
Erupsi terdiri dari nodul eritema linier. Kondisi ini mungkin
berhubungan dengan delayed pressure urticaria.
c. Delayed pressure urticaria
Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema
lokal, sering disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah
terjadi tekanan terhadap kulit. Episode spontan terjadi setelah duduk
pada kursi yang keras, di bawah sabuk pengaman, pada kaki setelah
berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan.
Gambar 2.6 Delayed pressure urticaria
d. Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik
didapat, dapat berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah
beberapa tahun karena paparan vibrasi okupasional seperti pada
pekerja-pekerja di pengasahan logam karena getaran-getaran gerinda.
Urtikaria ini dapat sebagai kelainan autosomal dominan yang
diturunkan dalam keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan
flushing pada wajah.
e. Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan
(herediter). Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan
yang meliputi perubahan dalam temperatur lingkungan dan kontak
langsung dengan objek dingin. Jarak antara paparan dingin dan onset
munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi
episode adalah 12 jam.
Gambar 2.7 Cold urtikaria
f. Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh.
Cholinergic urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel
mast. Erupsi tampak dengan biduran bentuk papular, bulat, ukuran
kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit
atau luas merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.
2.8 cholinergik urtikaria
g. Local heat urticaria
Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi
dalam beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal,
biasanya muncul 5 menit setelah kulit terpapar panas diatas 43°C.
Area yang terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat, dan menjadi
merah, bengkak dan indurasi.
h. Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan
kadang-kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah
paparan dengan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin dan
faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat ditemukan dalam
darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA), UVB, dan
sinar atau cahaya yang terlihat.
Gambar 2.9 solar urtikaria
i. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks
terdiri dari pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal,
dan intestinal), dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria.
Exercise-induced anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise sebagai
stimulusnya.
j. Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh
white halo yang terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria
terjadi karena peran norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit
setelah rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih),
kopi, dan coklat.
k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus
Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan
urtikaria dan atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena
bertindak sebagai pembawa antigen-antigen epidermal yang larut air.
Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan
cholinergic urticaria.
Diagnosis
Anamnesis
Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan
gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut,
rekuren, atau kronik.
Beberapa pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi
adalah sebagai berikut:
Apakah biduran berhubungan dengan makanan? Apakah ada makanan baru yang
ditambahkan dalam menu makanan?
Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat
baru? Jika iya, apakah jenis obat tersebut?
Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik?
Apakah biduran disebabkan oleh stimulus fisik seperti panas, dingin,
tekanan, vibrasi?
Apakah biduran berhubungan dengan senyawa yang dihirup atau kontak
dengan kulit yang mungkin timbul pada tempat kerja?
Apakah biduran berhubungan dengan gigitan atau sengatan serangga?
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi:
Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi:
Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.
Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan
elevasi kulit, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.
Ukuran: beberapa milimeter hingga sentimeter.
Bentuk: papular, lentikular, numular, dan plakat.
Dermographism
b. Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan
menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa,
diantaranya adalah:
Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-
anak.
Angiodema pada bibir, lidah, atau laring.
Sclera ikterik, pembesaran hepar, atau nyeri yang mengindikasikan
hepatitis
Pemeriksaan pulmonal untuk mencari apakah ada riwayat asthma
Ekstremitas untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur
Pemeriksaaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada
tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.
Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen,
autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal
hati, dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis.
Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus
angioedema berulang tanpa urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin
perlu diperiksa pada urtikaria dingin.
b. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
c. Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi
dengan melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan
IgE spesifik (radio-allergosorbent test-RASTs).Tes injeksi intradermal
menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST)
dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk
mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing
autoantibodies.
d. Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila
tes-tes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun
demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk
menjamin keamanannya.
1. Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi
satu.2
2. Tes Kulit
Meskipun terbatas kegunaannya dapat digunakan untuk membantu
diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test),
serta tes intradermal dapat digunakan untuk mencari allergen
inhalan, makanan dermatofit, dan kandida.
Gambar 2.11 tes Intradermal
Gambar 2.12 Patch test
3. Tes dengan es (ice cube test)
Tes dengan es (ice cube test) biasanya digunakan untuk
mendiagnosis cold urtikaria.
Gambar 2.13 Ice cube test
e. Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu
diagnosis. Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu
dramatis. Tidak terdapat perubahan epidermis. Pada dermis mungkin
menunjukkan peningkatan jarak antara serabut-serabut kolagen karena
dipisahkan oleh edema dermis. Selain itu terdapat dilatasi pembuluh
darah kapiler di papilla dermis dan pembuluh limfe pada kulit yang
berkaitan. Selain itu terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler
dan mungkin sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya pada
kulit yang bersangkutan.
Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut
dan kronik. Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat
seluler, yaitu campuran limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN),
dan sel-sel inflamasi lainnya. Infiltrasi seluler campuran tersebut
mirip dengan histopatologi dari respon alergi fase akhir. Beberapa
pasien dengan urtikaris yang sangat parah atau urtikaria atipikal
memiliki vaskulitis pada biopsi kulit. Spektrum histopatologi
berhubungan derajat keparahan penyakit, mulai dari limfositik (ringan)
sampai ke vaskulitik (parah).
Gambar 2.14 Diagram pemeriksaan urikaria4.
Diagnosis Banding
a. Sengatan serangga multipel
Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol yang
merupakan bekas sengatan serangga.
b. Angioedema herediter
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang disertai urtikaria. Pada
kelainan ini terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai
rasa sakit dan terkadang disertai edema laring. Edema biasanya mengenai
ekstremitas dan mukosa gastrointestinal yang sembuh setelah 1-4 hari.
Pada keluarga terdapat riwayat penyakit yang serupa. Diagnosis ditegakkan
dengan menemukan kadar komplemen C4 dan C2 yang menurun dan tidak adanya
inhibitor C1-esterase dalam serum.
Penatalaksanaan5
Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang-kadang
sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan. Prinsip pengobatan
urtikaria akut adalah sebagai berikut.
A. Penanganan Umum
1. Eliminasi/Penghindaran faktor penyebab
2. Antihistamin
Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada
urtikaria adalah histamin. Preparat yang bisa digunakan:
Antihistamin H1 generasi I (sedatif), misal Chlorfeniramin
Maleat (CTM) dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis, atau antihistamin H1 generasi II (nonsedatif),
contoh setirizin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/kali (usia < 2
tahun: 2 kali/hari; usia > 2 tahun: 1 kali/hari). Pada
urtikaria akut lokalisata cukup diberikan antihistamin H1.
Penambahan antihistamin H2, misal simetidin 5
mg/kgBB/kali, 3 kali/hari dapat membantu efektifitas
antihistamin H1
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30
menit setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam,
sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Antihistamin dapat
diberikan selama 7-10 hari
3. Adrenergik
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distress
pernapasan, asma atau edema laring, mula-mula diberi adrenalin
(1:1000) dengan dosis 0,01 ml/kgBB/kali subkutan (makasimal 0,3 ml)
dilanjutkan dengan pemberian antihistamin.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respon yang baik dengan
obat lain dengan mewaspadai efek samping yang dapat terjadi.
Kortikosteroid jangka pendek digunakan pada urtikaria akut yang
berat dengan atau tanpa angioedema atau bila urtikaria diduga
berlangsung akibat reaksi alergi fase lambat. Obat yang digunakan
adalah prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari, tapering
off biasanya tidak
dibutuhkan pada urtikaria akut.
5. Antileukotrien (Leukotriene pathway modifiers)
Antileukotrien dapat digunakan bersamaan dengan antihistamin H1
untuk menangani urtikaria yang tidak terkontrol, tetapi
penggunaannya sebagai terapi tunggal masih memerlukan penelitian
lebih lanjut. Antileukotrien pernah tercatat memiliki manfaat pada
kasus alergi aspirin, namun efek sesungguhnya masih belum dapat
dipastikan. Salah satu antileukotrien yang sering dipakai adalah
montelukast dengan dosis yang dianjurkan untuk anak-anak adalah 4-5
mg/hari. Tablet 4 mg digunakan pada anak 2-6 tahun dan 5 mg
digunakan pada anak 6-15 tahun. Di Indonesia, antileukotrien itu
sendiri masih jarang digunakan dan preparatnya pun masih sangat
terbatas. Preparat antileukotrien yang telah beredar di Indonesia
adalah zafirlukast, sedangkan montelukast belum tersedia.
Zafirlukast dapat digunakan untuk mengobati asma akibat alergi.
Tabel 1. Antihistamin untuk Urtikaria dan Angioedema
"Golongan Obat "Dosis "Frekuensi "
"Antihistamin H1 (generasi ke-1, sedatif) "
"Hydroxizine "0,5-2 mg/kg/kali "Setiap 6-8 jam "
" "(dewasa 25-100 mg) " "
"Diphenhydramin "1-2 mg/kg/kali "Setiap 6-8 jam "
" "(dewasa 50-100 mg) " "
"Chlorpheniramin"0,25 mg/kg/hari "Setiap 8 jam "
"Maleat "(dibagi 3 dosis) " "
"Antihistamin H1 (generasi ke-2, nonsedatif) "
"Setirizin "0,25 mg/kg/kali "6-24 bulan: 2 kali/hari "
" " ">24 bulan: 1 kali/hari "
"Fexofenadin "6-11 tahun: 30 mg "2 kali/hari "
" "> 12 tahun: 60 mg " "
" "Dewasa : 120 mg "1 kali/hari "
"Loratadin "2-5 tahun: 5 mg "1 kali/hari "
" "> 6 tahun: 10 mg " "
"Desloratadin "6-11 bulan: 1 mg "1 kali/hari "
" "1-5 tahun: 1,25 mg " "
" "6-11 tahun: 2,5 mg " "
" ">12 tahun: 5 mg " "
"Antihistamin H2 "
"Cimetidine "Bayi: 10-20 mg/kg/hari "Tiap 6-12 jam (terbagi 2-4 "
" "Anak: 20-40 mg/kg/hari "dosis "
"Ranitidine "1 bln-16 tahun: 5-10 "Tiap 12 jam (terbagi dalam "
" "mg/kg/hari "2 dosis) "
B. Penanganan Khusus
Dilakukan sesuai dengan diagnosis jenis urtikaria
C. Penanganan Topikal
Untuk mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamin atau bedak
salisilat. Urtikaria kronim biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah
etap identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga
sulit dilakukan. Untuk ini, selain antihistamin H1, juga dapat menambahkan
obat antihistamin H2. Kombinasi lain yang dapat diberikan adalah
antihistamin H1 dan H2 pada malam hari atau antihistamin H1 dengan
antidepresan trisiklik. Pada kasus berat dapat diberikan antihistamin H1
dengan kortikosteroid jangka pendek5.
Suportif
Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas
atau pengap, dan ruangan tidak penuh sesak). Pakaian, handuk, sprei,
dibilas bersih dari sisa deterjen dan diganti lebih sering.
Pasien dan keluarga diedukasi untuk kecukupan hidrasi, dan
menghindarkan garukan untuk mencegah infeksi sekunder6.
Indikasi Rawat
Urtikaria yang meluas dengan cepat (hitungan menit-jam) disertai dengan
angioedema hebat, distres pernapasan, dan nyeri perut hebat.
Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat
diatasi, sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya
sulit dicari.
DAFTAR PUSTAKA
1.Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan
Angioedema dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-
61.
2. Djuanda, A. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Gattan C.E.H, Black A. (2010). Urticaria and Angioedema dalam: Rook's
Textbook of Dermatology, 8th edition. London:p.22.1
4. Keplen, Allen. (2008). Urticaria in Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine Seventh edition. New York: p.330
5. Matondang, Soepriyadi, Setiabudiawan. 2007. Urtikaria-Angioedema. Buku
Ajar Alergi-Imunologi Anak Edisi Kedua. Disunting oleh Akib, Munash
dan Kurniati. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia jilid
I.
-----------------------
FAKTOR NON IMUNOLOGIK
FAKTOR IMUNOLOGIK
Reaksi Tipe I (IgE)
Inhalan, obat, makanan, infeksi
Reaksi Tipe IV (Kontaktan)
Pengaruh Komplemen
Aktivasi Komplemen
Klasik-alternatif
(Ag-Ab, venom, toksin)
Reaksi Tipe II
Reaksi Tipe III
Faktor genetic
(Defisiensi C1 esterase inhibitor)
PELEPASAN MEDIATOR
Histamin, SRSA, serotonin, kinin, PEG, PAF
VASODILATASI
PERMEABILITAS KAPILER
Bahan kimia pelepas mediator
(morfin, kodein)
Faktor fisik
(panas, dingin, trauma)
Efek kolinergik
URTIKARIA
IDEOPATIK ?
ALKOHOL
EMOSI
DEMAM
SEL MAST
BASOFIL
SEL MAST
BASOFIL
Gambar 2.2 etiopatogenesis urtikaria dari factor imunologik dan non
imunologik
Gambar 2.3 gambaran klinis urtikaria
Gambar 2.4 gambaran klinis angioedema