ASUHAN KEPERAWATAN SARS (SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME)
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Blok Sistem Respirasi oleh:
Deddy Ramadhan G2A016098
PROGRAM STUDI SI- ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2017 / 2018
A. Definisi
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) Syndrome (SARS) atau sindrom pernapasan akut berat adalah sindrom akibat infeksi virus pada paru yang bersifat mendadak dan menunjukkan gejala gangguan pernapasan pada pasien yang mempunyai riwayat kontak dengan SARS (Widoyono, 2008). Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi saluran nafas yang disesbakan oleh virus corona dengan sekumpulan gejala klinis yang sangat berat (Chen & Rumende, 2006).
SARS merupakan kedaruratan medis yang dapat terjadi pada orang yang sebelumnya mempunyai paru-paru yang yang normal. Walaupun sering disebut sindroma gawat pernafasan akut dewasa, keadaan ini dapat juga terjadi pada anak-anak. (Brunner & Suddarth. 2002) Jadi, SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) merupakan pernapasan akut berat akibat infeksi virus Coronavirus pada Coronavirus pada paru yang dapat menyerang orang dewasa maupun anak-anak, dengan sekumpulan gejala klinis yang bersifat mendadak dan menunjukkan gejala gangguan pernapasan pada orang yang mempunyai mempunyai riwayat ri wayat kontak dengan penderita SARS. B. Etiologi SARS juga disebabkan oleh virus Coronavirus Coronavirus merupakan virus penyebab
influenza. Coronavirus Coronavirus merupakan virus RNA yang berbentuk seperti sekrup, terbungkus oleh protein amplop. Virus ini menyerang mamalia dan unggas. Kata 'Corona' berarti 'mahkota' dinamai demikian karena adanya struktur tonjolantonjolan protein amplop yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop elektron. Virus ini dapat bertahan hidup di luar tubuh t ubuh manusia selama satu minggu. Genom poly-adenylated dan dan 'topi' virus ini i ni adalah yang terbesar di antara virus-virus RNA lainnya. Coronavirus mempunyai Coronavirus mempunyai suatu metode yang unik untuk bereplikasi. Virus ini mempunyai kemampuan untuk berkombinasi secara genetika dengan anggota lain dari keluarga Coronavirus. Coronavirus. Famili coronavirus terdiri dari dua genus, yaitu Coronavirus dan Coronavirus dan Torovirus yang masing-masing bisa menyerang manusia. Virus ini biasanya dihubungkan dengan penyakit diare dan gastroenteritis pada anakanak.
Semua Coronavirus membentuk suatu protein nukleokapsid (N). Protein ini mengikat RNA dan membentuk suatu nukleokapsid yang berbentuk seperti sekrup dan mungkin saja dilibatkan dalam sintesis RNA. Glikoprotein selaput (M) t erlibat dengan formasi amplop, protein paku (S) juga bertanggung jawab karena bergabung dengan sel-sel manusia. Mata rantai siklus Coronavirus menjelaskan keterlibatan protein-protein pada setiap langkah-langkah dari tahap siklus yang dinamis (Widoyono, 2008).
Faktor Resiko: 1) Kontak erat dengan seseorang yang merupakan suspect atau probable case dari SARS. Kebanyakan orang yang tertular adalah orang yang berhubungan dekat dengan orang yang tertular (mis. tenaga kesehatan, anggota keluarga, atau orang yang berada di sekitar penderita ketika duduk di pesawat atau tempat tidur di rumah sakit). 2) Riwayat pernah berkunjung kedaerah yang terjangkit SARS 3) Tinggal didaerah yang terjangkit SARS C. Patofisiologi Penyakit SARS yang disebabkan oleh Coronavirus dan menyerang
manusia merupakan keadaan di mana Coronavirus yang infektif terhadap beberapa hewan mengalami mutasi dan berevolusi untuk kemudian menjadi patogen terhadap beberapa kelompok hewan lainnya dan juga pada manusia.
Proses penularan SARS adalah berdasarkan droplet (batuk, bersin, atau bicara) dari pasien yang telah terinfeksi virus dan dapat terjadi bila jarak pasien sekitar dua meter. Selain itu, kontak erat (WHO: mereka yang merawat, hidup bersama, atau kontak langsung dengan sekret pernapasan, dan cairan tubuh) dengan penderita (Widoyono, 2008). Penularan fecal-oral juga mungkin melalui diare. SARS juga bisa menyebar jika seseorang menyentuh sekret atau permukaan/objek yang terinfeksius dan kemudian secara langsung menyentuh mata, hidung atau mulut, juga melalui batuk atau bersin dari pasien SARS. Virus juga terdapat di feses dan beberapa orang telah tertular setelah terkena langsung dengan persediaan air yang terkontaminasi oleh kotoran. Setelah masuk ke tubuh manusia Coronavirus ini dapat menimbulkan infeksi saluran pernapasan atas dan juga bawah sehingga mengakibatkan sistem imunitas pernapasan menjadi turun dan berakibat batuk yang lama dan akan mengakibatkan kerusakan epitel dan gerakan silia berkurang jika diteruskan akan mengakibatkan infeksi bertambah berat (Surjawidjaja, 2003). Kebanyakan orang yang tertular adalah dari faktor risiko yang telah disebutkan di atas. Meskipun begitu, beberapa orang yang menderita SARS tentu bisa belum pernah berhubungan dekat dengan orang yang tertular dan banyak orang yang berhubungan dekat dengan orang yang tertular tidak terkena. Masa inkubasi SARS secara tipikal adalah 2-7 hari, meskipun demikian ada beberapa laporan menunjukan bahwa masa inkubasi ini bisa lebih panjang sampai 10 hari. Setelah periode ini timbul tanda dan gejala. Setelah terjadinya perubahan di paru, maka perkembangan penderita SARS dibagi dalam dua kelompok, yaitu 1) Mayoritas penderita (80% - 90%) menunjukkan adanya tanda – tanda perbaikan pada hari ke- 6 atau 7 2) Pada sebagian kecil penderita, penyakitnya berkembang menjadi lebih gawat dan penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom gangguan paru akut yang berat sehingga membutuhkan bantuan pernapasan mekanis. Walaupun angka kematian pada kelompok ini tinggi, tetapi ada sejumlah penderita yang dapat bertahan dengan ventilator mekanis untuk beberapa waktu yang lama kematian pada kelompok kedua ini seringkali berhubungan dengan adanya penyakit lain yang diderita penderita. Umumnya, pada penderita yang berusia di atas 40 tahun dengan penyakit
lain, SARS lebih sering berkembang menjadi penyakit yang berat. D. Manifestasi Klinik Manifestasi Klinik Menurut (Brunner & Suddarth. 2002) yaitu:
1) Selama satu minggu pertama, penderita akan mengalami gejala prodromal mirip influenza seperti demam di atas 38°C selama lebih dari 24 jam, malaise (perasaan tidak nyaman), mialgia (sakit otot), sakit kepala, dan limfopenia. 2) Batuk kering/tidak produktif (bisa batuk ringan atau berat), dispnea (sesak napas) yang dapat diikuti dengan keadaan hipoksemia, dan diare dalam volume besar dapat terjadi selama dua minggu pertama. 3) Penyebaran terjadi selama minggu kedua. 4) Pada kasus yang berat, gawat napas berkembang dengan cepat dan terjadi desaturasi oksigen, sekitar 20% memerlukan perawatan intensif. 5) Anoreksia, lemah, bercak merah pada kulit, dan bingung. Gejala di atas menjadi semakin berat dan cepat dan dapat terjadi pneumonia (peradangan paru), jika terlambat ditangani penderita dapat meninggal. E. Penatalaksanaan Berikut merupakan penatalaksanaan SARS menurut (Chen & Rumende, 2006) : Penatalaksanaan Kasus Suspect SARS
1) Kasus dengan gejala SARS melewati triase (petugas sudah memakai masker N95). Untuk segera dikirim ke ruang pemeriksaan atau bangsal yang sudah disiapkan. 2) Berikan masker bedah pada penderita. 3) Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan sudah memakai penggunaan alat proteksi perorangan (PAPP). 4) Catat dan dapatkan keterangan rinci mengai tanda klinis, riwayat perjalanan, riwayat kontak termasuk riwayat munculnya gangguan pernapasan pada kontak sepuluh hari sebelumnya. 5) Pemeriksaan fisik. 6) Lakukan pemeriksaan foto thoraks dan darah tepi lengkap. 7) Bila foto thoraks normal lihat indikasi rawat atau tetap di rumah, anjurkan untuk melakukan kebersihan diri, kurangi aktivitas, dan anjurkan menghindari menggunakan angkutan umum selama belum sembuh. 8) Pengobatan di rumah diberikan antibiotik bila ada indikasi, vitamin, dan
makanan bergizi. 9) Anjurkan pada pasien apabila keadaan memburuk segera hubungi dokter, atau rumah sakit. 10) Bila foto thoraks menunjukkan gambaran infiltrat satu sisi atau dua sisi paru dengan atau tanpa infiltrat interstial lihat penatalaksanaan kasus probable suspek SARS yang dirawat seperti: -
Isolasi
-
Perhatikan : a.
Keadaan umum
b.
Kesadaran
c.
Tanda- tanda vital (tekanan darah, pernapasan, suhu,nadi)
-
Terapi suportif
-
Antibiotik: beta laktan
ditambahkan dengan anti- beta laktasme oral
ditambah makrolid generasi baru oral (roksitromisin, kloritomisin, azitromisin)
Penatalaksanaan Kasus Probable (Sangat Mungkin) SARS
1) Rawat di rumah sakit dalam ruang isolasi dengan kasus sejenis. 2) Pengambilan darah untuk: darah tepi lengkap, fungsi hati, kreatin fosfokinase, urea, elektrolit, C reaktif protein. 3) Pengambilan sampel untuk membedakan diri kasus pneumonia tipikal/atipikal lainnya. -
Pemeriksaan usap hidung dan tenggorokan
-
Biarkan darah, serologi
-
Urine
4) Pemantauan darah 2 hari sekali 5) Foto thoraks diulang sesuai indikasi klinis 6) Pemberian pengobatan a.
Ringan atau sedang Antibiotik golongan beta laktam + anti-beta laktamase (intravena) ditambah makrolid generasi baru oral atau Sefalosporin G2, Sefalosporin G3 (intravena), ditambah makrolid generasi baru oral atau Fluorokuinolon respirasi (intravena): Moxifloxacin, Levofloxacin, Gatifloxacin.
b. Berat -
Pasien yang tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas, diberikan Sefalosporin G3 non pseudomonas (intravena) ditambah makrolid generasi baru oral atau fluorokuinolon respirasi (intravena). Antibiotik untuk pasien dengan faktor resiko infeksi pseudomonas, diberikan sefalosporin
anti-pseudomonas
sefipim)/(siprofloksasin,
(seftazidim,
levofloksasin)
sefoperazon,
intravena/aminoglikosida
intravena ditambah makrolid generasi baru oral. -
Kortikosteroid: Hidrokortison (intravena) 4 mg/kg BB tiap 8 jam, tapering atau metilprednisolon (intravena) 240 ± 320 mg tiap hari.
-
Ribavarin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/kg BB intravena tiap 8 jam.
F. Pengkajian Fokus 1. Demografi
Biodata pasien yang meliputi : 1. Identitas pasien a. Nama b. Umur c. Jenis Kelamin d. Agama e. Status perkawinan f. Pendidikan g. Pekerjaan h. Tanggal Masuk i. No. Medikal Record j. Diagnosa medis 2. Penanggung jawab a. Nama b. Umur c. Jenis Kelamin d. Pendidikan e. Pekerjaan f. Hubungan dengan pasien 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pada penderita SARS biasanya mengeluh batuk ringan atau berat dengan ciri khas batuk kering, demam tinggi suhu > 38°C atau 100°F, dan satu atau lebih keluhan pernapasan termasuk batuk, sesak napas, dan kesulitan bernapas.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian diarahkan kepada waktu sebelumnya, apakah penderita pernah mengalami gejala yang sama dengan yang dikeluhkan.
c.
Pengkajian Psiko- sosio- spiritual
Pengkajian psikologis penderita meliputi beberapa dimensi yang memugkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku penderita. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal penderita tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosiospiritual yang seksama. Pada kondisi klinis, penderita dengan SARS sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengn keluhan yang dialaminya. Hal lain yang perlu dipertanyakan adalah kontak dekat dengan orang yang didiagnosa suspek atau sangat mungkin SARS dalam 10 hari terakhir, riwayat perjalanan ke tempat yang terkena wabah SARS dalam 10 hari terakhir, pernah bertempat tinggal atau bertempat tinggal di tempat yang terjangkit wabah SARS. Menurut (WHO, 2003) Penderita suspect (diduga) : -
Demam tinggi (>380C/ 100,40F) disertai dengan batuk atau mengalami kesulitan bernafas ditambah dengan adanya satu atau lebih riwayat pajanan dalam 10 hari sebelum timbulnya gejala klinis : 1. Pernah kontak dekat dengan penderita suspect atau penderita suspect atau penderita probable SARS (seperti merawat penderita, tinggal bersama, menangani secret atau cairan tubuh penderita) 2. Dan atau adanya riwayat pernah melakukan perjalanan ke daerah yang sedang terjangkit SARS 3. Dan atau tinggal didaerah yang sedang terjangkit SARS.
Definisi penderita probable (mungkin) adalah penderita suspect seperti yang disebutkan diatas disertai dengan : 1. Gambaran radiologis adanya infiltrate pada paru yang konsisten dengan gejala klinis pneumonia atau respiratory distress syndrome (RDS) yang ada
2. Atau ditemukannya coronavirus SARS dengan satu atau lebih metoda pemeriksaan laboratorium 3. Atau pada otopsi ditemukan gambaran patologis RDS tanpa sebab yang jelas 3. Data Fokus dan pemeriksaan fisik a. Data fokus 1) Demam mendadak >38 0C
2) Batuk 3) Sesak nafas / sukar bernafas / nafas pendek 4) Sakit kepala, kaku otot, anoreksia, lemah, bercak merah pada kulit, bingung, diare. Gejala tersebut tidak khas mirip seperti gejala flu lainnya, tetapi secara cepat gejala menjadi berat dan pasien dapat meninggal karena terjadi peradangan paru (pneumonia). Masa inkubasinya selama 2-10 hari (Widoyono, 2008) 4. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan darah perifer lengkap
Untuk menilai komposisi sel dan darah. 2) Pemeriksaan SGOT/SGPT Untuk mengetahui fungsi hati, dapat berguna dalam menunjang tegaknya diagnosa. 3) Pemeriksaan tes antibodi (IgG/IgM) Dapat dilakukan dengan teknik Indirect Immunofluorescent Assay (IFA) dan Enzyme Immunoassay (EIA). 4) Pemeriksaan deteksi antigen dan kultur virus (Nurarif, 2015). 5) Pemeriksaan RT-PCR (Reserve Transcription-Polymerase Chain) Untuk pemeriksaan spesifik SARS CoV, dilaukan pemeriksaan pada spesimen dahak, feses, dan darah perifer penderita. Dengan menggunakan metode validasi dari setidaknya dua spesimen klinis yang berbeda (mis. nasofaring dan feses) atau dari spesimen klinis yang sama dikumpulkan pada dua atau lebih waktu yang berbeda selama perjalanan penyakit (mis. aspirasi nasofaring sekuensial).
Dua pemeriksaan yang berbeda atau RT-PCR ulang diperlukan, menggunakan ekstrak RNA baru dari sampel klinis asli pada masing-masing waktu pengujian. 6) Serokonversi dengan ELISA Uji antibodi negatif pada serum akut (dikumpulkan sebelum pembentukan antibodi) dilanjutkan dengan uji antibodi positif pada pengujian serum fase pemulihan secara paralel (Corwin, 2009). Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan hasil: - Limfoma, leucopenia, dan trombositopenia: pada pemeriksaan sederhana menunjukkan hitung leukosit kurang dari 3,5x109/L dan limfopenia kurang dari 1x109/L. - Hiponatremia dan hipokalemia ringan. - Peningkatan LH, ALT, dan kadar transaminase hepar. - Peningkatan kadar kteatinin kinase (CK). Pemeriksaan Radiologi
Dari beberapa pengalaman yang didapatkan, umumnya pasien yang diduga SARS memiliki gambaran radiologi yang hampir sama dengan pneumonia saat didiagnosa. Adanya gambaran airspace pada unilateral adalah gambaran abnormalitas yang sering ditemukan. 1) Pemeriksaan foto thorax
Pemeriksaan gambaran radiologi memperlihatkan adanya gambaran opak, yang dibatasi oleh airspace (ground glass appearance) memperlihatkan adanya perselubungan putih pada daerah sekitar paru yang dicurigai terinfeksi virus SARS. Penyebaran pada daerah paru dikategorikan sebagai unifokal yaitu jika hanya satu bagian saja yang tampak memperlihatkan adanya gambaran opak, dan multifocal jika lebih dari tempat yang memperlihatkan adanya gambaran opak atau disebut pola difus yaitu jika hampir dari setengah paru-paru memperlihatkan gambaran opak.
Tiap bagian paru yang terkena dapat digambarkan dengan adanya sistem skor, mulai dari 1-10, yaitu 0 artinya gambaran paru dianggap normal. 1 artinya 10% dari bagian paru menunjukkan adanya gambaran opak. 2 artinya 20% gambaran paru telah memperlihatkan opak, dst. Jika 10 artinya seluruh bagian paru telah menunjukkan gambaran opak.
Distribusi lesi SARS diklasifikasikan dalam 6 kategori berdasarkan jumlah bagian paru yang terinfeksi.
Gambar 2. Lesi SARS kategori I pada orang dewasa 26 tahun. Foto thorax yang diperoleh 2 hari setelah 2 hari demam. Tampak adanya nodular radiopak (anak panah).
Gambar 3. Lesi SARS kategori I pada orang dewasa 26 tahun. Foto thorax yang diperoleh 7 hari kemudian. Terlihat penyebaran lesi opacites yang cukup progresif.
Gambar 4. Lesi SARS kategori II pada wanita umur 28 tahun. Foto thorax yang diperoleh setelah onset demam 6 hari. Terlihat peselubungan radiopak fokal interstisial pada 1/3 lobus inferior paru kiri.
Gambar 5. Lesi SARS kategori III-VI pada pria umur 45 tahun. Foto diambil 2 hari setelah onset demam.menunjukkan adanya perselungan radiopak interstitial yang mengenai 1/3 dari kedua lobus medial paru dan lobus apeks paru kiri. Terdapat korelasi kuat antara distribusi lesi pada paru dengan mortalitas dan survival rate pada penderita. Kategori I-III umumnya proses penyembuhannya
baik. Sedangkan kategori IV-VI angka kematiannya tinggi. Namun, seringkali ditemukan angka kematian yang tinggi pada kategori III bila disertai dengan proses keganasan (mis. pleural mesothelioma ataupun bronchogenic carsinoma). 2) CT Scan
Pada
pemeriksaan
CT
Scan
thorax
lebih
banyak
akan
menggambarkan adanya konsolidasi airspace. CT Scan akan menampilkan dengan jelas dengan cara yang lebih aman, atau dengan HRCT (high rsolution CT). Sehingga penggunaan radiasi dapat diminimalisir. Kelainan yang ditemukan pada CT Scan yaitu adanya konsolidasi focal sub pleura dengan air bronchogram dan ground glass opacities. Lobus inferior lebih sering terkena, khususnya pada stadium awal. Pasien dengan kasus yang lebih berat menunjukkan gambaran kelainan bilateral. Lesi mengenai bagian perifer dan lebih kecil menunjukkan stadium awal dari penyakit. Pada kasus berat, kelainan tersebut meliputi bagian tengah paru, perihilar dengan lesi lesi lebih dari 3 cm. Lesi yang sering ditemukan berupa ground glass opacification dengan atau tanpa konsolidasi, penebalan intralobular, penebalan septum interlobular, gambaran yang tidak teratur, dan bronkiektasis. Dilatasi bronchial pada umumnya tidak ditemukan.
Gambar 6. CT Scan thorax pada pria
Gambar 7. CT Scan thorax pada
umur 48 tahun. Tampak gambaran pria umur 27 tahun. Pada HRCT ground glass opacities pada kedua
menunjukkan
lapang paru yaitu distal dari trachea
konsolidasi pada lobus inferior
dan bronkus intermidius. Terlihat
dengan
batas yang tegas antara parenkim
disertai
adanya
gambaran
paru normal dan parenkim paru yang ground glass opacities yang mengalami perselebungan.
berbatas tegas.
G. Pathways Coronavirus
Droplet
Menyentuh
feses
sekret/permukaan
(batuk, bersin,
objek yang terinfeksi Air terkontaminasi Inhalasi
Menyentuh mata, hidung, atau mulut
Virus masuk tubuh
Sistem imun bekerja
Reaksi inflamasi
Infeksi saluran napas atas & bawah
Akumulasi sekret
Sistem imun ↓
Mual, muntah
Obstruksi jalan
Batuk yang lama
napas Kerusakan epitel &
Anoreksia Ketidakefektifan
gerakan silia berkurang
bersihan alan na as 1 Infeksi bertambah Ketidakseimbangan nutrisi
berat
kurang dari kebutuhan tubuh 2
Peradangan paru
Kerusakan paru
Gangguan paru akut yang berat
Nyeri dada
Nyeri akut (3)
Hiperventilasi /hipoventilasi
Ketidakefektifan pola napas (4)
Tidak tertangani dengan baik
kematian
H. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. inflamasi dan obstruksi jalan napas. 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan pemasukan berhubungan dengan faktor biologis. 3) Nyeri akut b.d. agen injury biologi (kerusakan organ). 4) Ketidakefektifan pola napas b.d. hiperventilasi (RR > 24x/menit) atau hipoventilasi (RR < 16x/menit).
I.
Intervensi dan Rasional
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. inflamasi dan obstruksi jalan napas. Tujuan : Setelah diberikan askep selama 5x 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali efektif.
Kriteria evaluasi : 1. Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) 2. Irama pernapasan normal 3. Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif. Rencana Intervensi Rasional Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi respirasi. dan membantu dalam menetukan intervensi yang akan diberikan. Perhatikan gerakan dada, amati simetris, Menunjukkan keparahan dari gangguan penggunaan otot aksesori, retraksi otot respirasi yang terjadi dan menetukan supraclavicular dan interkostal intervensi yang akan diberikan. Monitor pola napas : bradypnea, Mengetahui permasalahan jalan napas tachypnea, hyperventilasi, napas yang dialami dan keefektifan pola napas kussmaul, napas cheyne-stokes, apnea, klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen napas biot’s dan pola ataxic tubuh. Kolaborasi pemberian oksigen Meringankan kerja paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen serta memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai Broncodilator meningkatkan ukuran indikasi lumen percabangan trakeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan pemasukan berhubungan dengan faktor biologis Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5×24 jam diharapkan pemenuhan kebutuhan pasien tercukupi.
Kriteria evaluasi : 1. Intake nutrisi tercukupi. 2. Asupan makanan dan cairan tercukupi. Rencana Intervensi Rasional Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk Mulut yang bersih dapat meningkatkan selalu melalukan oral hygiene. nafsu makan. Berian informasi yang tepat terhadap Informasi yang diberikan dapat pasien tentang kebutuhan nutrisi yang memotivasi pasien untuk meningkatkan tepat dan sesuai. intake nutrisi.
Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering. Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat. Diskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang menyebabkan penurunan berat badan
Makan sedikit demi sedikit dapat meningkatkn intake nutrisi. Makanan dalam kondisi hangat dapat menurunkan rasa mual sehingga intake nutrisi dapat ditingkatkan. Membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi yang adekuat.
Nyeri akut b.d. agen injury biologi (kerusakan organ).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan asuhan keperawatan, nyeri yang dirasakan klien berkurang. Kriteria evaluasi : 1. Klien melaporkan nyeri berkurang. 2. Klien dapat menggunakan teknik non farmakologis. Rencana Intervensi Rasional Kaji secara komprehensip terhadap nyeri Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien. termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi. Gunakan strategi komunikasi terapeutik Untuk mengalihkan perhatian pasien dari untuk mengungkapkan pengalaman nyeri rasa nyeri. dan penerimaan klien terhadap respon nyeri. Berikan informasi tentang nyeri termasuk untuk mengetahui apakah terjadi penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan pengurangan rasa nyeri atau nyeri yang hilang, antisipasi terhadap dirasakan klien bertambah. ketidaknyamanan dari prosedur. Ajarkan cara penggunaan terapi non Agar klien mampu menggunakan teknik farmakologi (distraksi, guide nonfarmakologi dalam memanagement imagery,relaksasi). nyeri yang dirasakan. Kolaborasi pemberian analgetik Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri pasien.
Ketidakefektifan pola napas b.d. hiperventilasi (RR > 24x/menit) atau hipoventilasi (RR < 16x/menit).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam pasien menunjukkan keefektifan pola nafas. Kriteria evaluasi : 3. Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal 4. Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
5. Tanda Tanda vital dalam rentang normal. Rencana Intervensi Rasional Posisikan pasien semi fowler. Untuk memaksimalkan potensial ventilasi. Monitor pernapasan dan status oksigen Memonitor respirasi dan keadekuatan yang sesuai. oksigen. Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, Memonitor keadaan pernapasan klien hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-stokes, dll Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi Monitor aliran oksigen Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien. Kolaborasi dalam pemberian oksigen Meningkatkan ventilasi dan asupan terapi oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi. 8 volume 2. Jakarta : EGC Chen K, Rumende CM. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI: Jakarta Corwin, Elizabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. EGC : Jakarta Doenges, Marilyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa I Made Kaniasa, edisi 3. Jakarta: EGC. Nurarif, Amin Huda & Hardhi kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction Surjawidjaja JE. 2003. Sindrom Pernapasan Akut Parah (Severe Acute Respiratory Syndrome/Sars): Suatu Epidemi Baru yang Sangat Virulen. J Kedokter Trisakti 22(2):76-82. Surjawidjaja, Julius E. 2003. Sindrom Pernapasan Akut Parah (Severe Acute Respiratory Syndrome/SARS: Suatu Epidemi Baru yang Sangat Virulen. Vol. 22. No. 2. Widoyono. (2008). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga. https://www.scribd.com/document_downloads/direct/71016799?extension=pdf&ft=1505 166234<=1505169844&user_id=336688639&uahk=mfim_zaGJa1ij3cEpR7bH aLYMeM diunduh pada sabtu, 9 September 2017.