BAB I PENDAHULUAN
Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir. Mesir. Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM di tanah Tiber, Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama dengan kepercayaan Yunani. Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama sekali didirikan oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara
Inggris pada zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis. Jika masyarakat pribumi memerlukan pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis. Hal ini berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ (Centraal (Centraal Burgerlijk Ziekenhuis) pada tahun 1901 di Jakarta. Menurut WHO , rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan
dengan
fungsi
menyediakan
pelayanan
paripurna
(komprehensif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
A. Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif)
yang
dilaksanakan
secara
serasi
dan
terpadu
serta
berkesinambungan (Siregar, 2004). B. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
2
Berdasarkan Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi: a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan
perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna. c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalamrangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
C. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit Jenis Rumah Sakit Secara Umum Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya: 1. berdasarkan jenis pelayanan a. rumah sakit umum Memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. b. rumah sakit khusus
3
Memberikan pelayanan utama pada satubidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. 2. berdasarkan pengelolaan a. Rumah Sakit Publik Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. b. Rumah Sakit Privat Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. D. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Berdasarkan Undang-Undang RepublikIndonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit: a. rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. 4
b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik luas. c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. d. rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Depkes RI, 2009; Siregar,2004). E. Indikator Pelayanan Rumah Sakit Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah: a. Bed Occupancy Rate(BOR): Angka penggunaan tempat tidur BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatantempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. b. Average Length of Stay (AVLOS): Rata-rata lamanya pasien dirawat AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis
5
tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari. c. Bed Turn Over (BTO): Angka perputaran tempat tidur BTO adalah frekuensi pemakaian tempattidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. d. Turn Over Interval(TOI): Tenggang perputaran TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari (Anonim, 2007).
6
BAB III SEJARAH PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT
A. Sejarah Perkembangan Rumah Sakit di Dunia
Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir. Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama dengan kepercayaan Yunani. Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan. Rumah sakit pertama yang melibatkan pula konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan Persia. Bangsa Romawi menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak, gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM. Adopsi kepercayaan Kristiani turut memengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea I pada tahun 325 memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada 7
orang-orang miskin, sakit, janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu yang pertama kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, bishop of Caesarea. Bangunan ini berhubungan langsung dengan bagunan gereja, dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra. Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola tersebut. Di setiap tempat peribadahan biasanya terdapat pelayanan kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Perancis untuk rumah sakit adalah hôtel-Dieu, yang berarti "hostel of God"). Namun beberapa di antaranya bisa pula terpisah dari tempat peribadahan. Ditemukan pula rumah sakit yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir.
Gambar 1. Rumah Sakit di Eropa
Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12. Rumah sakit pertama di dunia dibangun Kekhalifahan Abbasiyah di kota Baghdad, Irak sekitar tahun 800 M. Menurut 8
Dr Emilie Savage-Smith dari St Cross College di Oxford, rumah sakit yang berdiri di Baghdad itu lebih mutakhir dibandingkan rumah sakit di Eropa Barat yang dibangun beberapa abad setelahnya. Rumah sakit (RS) Islam terbesar di zaman keemasan dibangun di Mesir dan Suriah pada abad ke-12 dan 13 M. Pada masa itu, RS Islam sudah menerapkan sistem perawatan pasien berdasarkan penyakitnya. Menurut Savage-Smith, pembangunan sebuah sistem rumah sakit yang begitu luas merupakan salah satu pencapaian terbesar dalam peradaban Islam pada abad pertengahan. Peradaban
Islam
pada
abad
ke-10
M
untuk
pertama
kalinya
memperkenalkan sistem pendidikan kedokteran secara langsung di rumah sakit. Agama Islam yang mengajarkan umatnya untuk merawat seluruh jenis penyakit tanpa memandang status ekonomi pasiennya.
Gambar 2. Dokter Muslim melakukan pengobatan
Menurut Savage-Smith, rumah sakit Islam pada era kejayaannya terbuka bagi semua; laki-laki, perempuan, warga sipil, militer, kaya, miskin, Muslim
9
dan non-Muslim. Pada masa itu, kata Savage-Smith, rumah sakit memiliki beragam
fungsi
yakni
sebagai;
pusat
perawatan
kesehatan,
rumah
penyembuhan bagi pasien yang sedang dalam tahap pemulihan dari sakit atau kecelakaan. Peradaban Islam juga sudah memiliki rumah sakit jiwa atau insane asylum.
Menurut dia, masyarakat Muslim juga tercacat sebagai yang
pertama mendirikan dan memiliki rumah sakit jiwa. Rumah sakit pada era keemasan Islam juga berfungsi sebagai tempat perawatan para manusia lanjut usia (manula) yang keluarganya kurang beruntung. Smith-Savage menuturkan, para dokter Muslim menguasai dunia kedokteran berkat upaya penerjemahan terhadap karya-karya kedokteran Yunani klasik. Tak cuma menerjemahkan, namun para dokter Muslim pun mengembangkan, menemukan serta menulis buku-buku kedokteran. Rumah sakit pertama dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staff pengobatan dan perlakuan pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam sejarah Tiongkok pada awal abad 10. Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy.
10
Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya.
Gambar 3. Ruang Perawatan Rumah Sakit Inggris Raya
Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan £2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.
B. Sejarah dan Perkembangan Rumah Sakit di Indonesia
Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama sekali didirikan oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara Inggris pada zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis. Jika masyarakat 11
pribumi memerlukan pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis. Hal ini berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ (Centraal Burgerlijk Ziekenhuis) pada tahun 1901 di Jakarta. Rumah sakit ini juga tidak memungut bayaran pada orang miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan. Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis. Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik bayaran termasuk pegawai VOC.
Gambar 4. Rumah Sakit zaman VOC
Menurut seorang ahli sejarah ekonomi (Purwanto, 1996) pelayanan rumah sakit di Indonesia telah dimulai sejak awal keberadaan VOC pada dekade ketiga abad XVII, sebagai suatu bagian tidak terpisahkan dari usaha VOC itu sendiri. Pembangunan rumah sakit merupakan upaya
12
untuk mengatasi persoalan yang dihadapi akibat pelayaran yang jauh yaitu dari Eropa ke Indonesia dan tidak didukung oleh fasilitas medis yang baik, adaptasi klimatis, dan ketidakmampuan mengadaptasi serta mengatasi penyakit tropik. Boomgard (1996) sejarah
rumah
sakit
menyatakan bahwa
di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan ilmu kedokteran Barat di Asia yang berlangsung sejak tahun 1649, ketika seorang ahli bedah bernama Caspar Schamberger berada di Edo untuk mengajarkan ilmu bedah kepada orang Jepang. Masa ini merupakan awal dari beralihnya sistem tradisional kesehatan di Asia yang mengacu pada sistem Cina dan berubah menjadi sistem Belanda (Akira, 1996). Pengalihan ini berjalan secara lambat. Patut dicatat bahwa pelayanan kesehatan Barat sering diperuntukkan bagi keluarga bangsawan. Purwanto (1996) menyatakan bahwa pada masa awal rumah sakit di Indonesia secara eksklusif hanya diperuntukkan bagi orang-orang Eropa. Baru pada masa berikutnya orang non-Eropa yang bekerja dengan VOC mendapat kesempatan untuk menggunakan rumah sakit, akan tetapi berbeda tempat, fasilitas, dan pelayanan. Sementara itu, orang Cina secara eksklusif digiring oleh peraturan VOC maupun oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan rumah sakit sendiri sehingga ilmu kedokteran dan pengobatan tradisional Cina diberlakukan tanpa ada pengaruh terapeutik dan farmakologis barat. Baru pada awal abad XX pengaruh Barat mulai ada di rumah sakit yang dikelola oleh orang Cina. Selain itu, penduduk pribumi boleh 13
dikatakan tidak mendapat perhatian dalam masalah pelayanan rumah sakit ini. Walaupun pada akhir abad XVII ada usaha dari misionaris Kristen untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada anak-anak pribumi, tetapi lingkup dan dampak tindakan ini terlihat kecil. Baru pada akhir abad XIX suatu usaha sistematis dalam pelayanan rumah sakit kepada penduduk pribumi dilakukan oleh para misionaris Kristen di Indonesia. Sampai akhir abad XIX, pada dasarnya rumah sakit di Indonesia merupakan rumah sakit militer yang secara eksklusif ditujukan kepada anggota kesatuan militer dan pegawai VOC atau kemudian pemerintah baik orang Eropa maupun pribumi. Sementara itu, orang sipil yang berhak mendapat pelayanan rumah sakit hanya orang Eropa atau penduduk non-Eropa yang secara yuridis formal disamakan dengan orang Eropa. Hal ini berhubungan dengan kebijakan kesehatan penguasa pada waktu itu yang tidak mengindahkan penduduk pribumi. Apabila penduduk pribumi mendapat pelayanan kesehatan, hal itu hanya dilakukan sebagai bagian dari upaya melindungi kepentingan orang
Eropa.
Pelayanan
rumah
sakit
kepada
orang
pribumi
dipelopori oleh para misionaris Kristen. Dalam perkembangannya beberapa
organisasi
sosial-keagamaan,
seperti
Muhammadiyah
mendirikan rumah sakitsederhana dalam bentuk pelayanan kesehatan umum seperti yang ada di Yogyakarta dan memberikan pelayanan rumah sakit untuk penduduk pribumi.
14
Ketika terjadi pergeseran kebijakan politik kolonial pada akhir abad XIX dan awal abad XX, secara langsung berdampak pula pada kebijakan kesehatan pemerintah kolonial yang berpengaruh terhadap perkembangan pelayanan rumah sakit oleh pemerintah untuk penduduk pribumi. Keberadaan pendidikan "Dokter Jawa" pada bagian kedua abad XIX mempunyai arti penting dalam pelayanan rumah sakit untuk penduduk pribumi. Pada masa awal para "Dokter Jawa" ini hanya memberikan pelayanan kesehatan untuk penduduk sipil pribumi tidak dalam pengertian pelayanan rumah sakit, akan tetapi setelah pemerintah mulai membangun rumah sakit maka para "Dokter Jawa" ini merupakan pendukung utama dari pelayanan rumah sakit untuk penduduk sipil pribumi (Purwanto, 1996). Sejak
akhir
abad
XIX
terdapat
pengembangan
rumah
sakit
swasta yang dikelola oleh perkebunan besar dan perusahaan pertambangan. Satu catatan yang perlu diperhatikan bahwa walaupun hampir semua rumah sakit pada awal abad XX sudah membuka pelayanan untuk penduduk pribumi, pada dasarnya perbedaan secara yuridis formal dalam masyarakat kolonial tetap tercermin dalam pelayanan rumah sakit. Menurut Purwanto (1996) pada sakit
masa awal perkembangan rumah
masa VOC sampai awal abad XIX, pendanaan rumah sakit
diperoleh dari subsidi penguasa dan dana yang diambil dari pasien yang pada dasarnya adalah pegawai VOC. Pada saat itu juga telah pemberian
pelayanan
rumah
sakit
berkembang
tergantung kepada kebutuhan dan 15
kemampuan pasien, terutama yang berhubungan dengan diet yang diterima pasien. Tinggi atau rendahnya tarif pelayanan
dan
yang
diberlakukan
sesuai
dengan
kebutuhan pasien, sehingga secara tidak langsung kelas
dalam rumah sakit sudah tercipta pada waktu itu. Pada masa kekuasaan Daendels terjadi perubahan yang cukup penting. Sejak saat itu personil militer dibebaskan dari biaya rumah sakit, sedangkan pegawai sipil baru menikmati pembebasan biaya rumah sakit. Di kalangan penduduk sipil pribumi ada delapan kelompok yang dinyatakan bebas dari biaya rumah sakit, antara lain pelacur yang ditemukan sakit, orang gila, penghuni penjara, dan orang sipil yang bekerja pada kegiatan pemerintah. Pada sektor perkebunan dan pertambangan, biaya rumah sakit para buruh dipotong langsung secara reguler dari upah yang mereka terima, terlepas dari apakah mereka
memanfaatkan
pelayanan
rumah
sakit
ataukah
tidak.
Sementara itu, rumah sakit milik orang Cina diharuskan membiayai sendiri dan dana itu terutama diambil dari pajak khusus yang berlaku pada masyarakat cina waktu itu. Setelah kemerdekaan perumahsakitan di Indonesia berkembang pesat sehingga muncul berbagai macam Rumah Sakit baik milik swasta maupun milik pemerintah. Secara garis besar dapat dibedakan adanya dua kategori Rumah Sakit, yaitu Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b / MENKES / PER / II / 1998 mencantumkan pengertian tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit Umum, dan Rumah Sakit Khusus, sebagai berikut: 16
a) Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata, dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. b) Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk semua jenis penyakit, mulai dari pelayanan kesehatan dasar sampai dengan pelayanan subspesialistis sesuai dengan kemampuannya. c) Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk jenis penyakit tertentu atau berdasarkan disiplin ilmu tertentu. Beberapa tahun lalu sejumlah rumah sakit, yaitu milik Pemerintah Pusat, berstatus perusahaan jawatan (perjan).
Gambar 5. Awal Mula Rumah Sakit Umum Pusat 17
Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2001 tentang Badan Usaha Milik Negara, rumah sakit-rumah sakit tersebut harus memilih apakah akan menjadi perusahaan umum (perum) atau perseroan. Kecenderungan ini menimbulkan
keragu-
raguan
bagi
pihak
manajemen
dalam
setiap
pengambilan keputusannya. Pemeintah DKI Jakarta yang dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 15 Tahun 2004 telah mulai merubah RSUD-nya (RSUD Pasar Rebo) menjadi Perseroan Terbatas. Pada intinya, proses korporatisasi rumah sakit sudah berjalan di Indonesia. Proses ini berjalan walaupun mengalami kerancuan mengenai makna yang ada. Sebagai contoh, di sebuah RSD di Jawa Timur ditemukan pengembangan rumah sakit swadana menjadi rumah sakit dalam bentuk Lembaga Teknis Daerah. Pengembangan ini ternyata justru kemunduran karena otonomi penggunaan pendapatan fungsional ternyata tidak ada lagi setelah menjadi Lembaga Teknis Daerah. Rumah Sakit berubah kembali sistem majemen keuangannya seperti lembaga birokrasi. Di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, rumah sakit-rumah sakit daerah berkembang menjadi Unit Pelaksana Teknis Plus (UPTP) yang memiliki berbagai tambahan otonomi, termasuk otonomi di bidang sumber daya manusia. Di kelompok RSUP, perubahan rumah sakit swadana menjadi Perjan berkembang menjadi lembaga yang diharapkan lebih otonom dan dikelola sebagai lembaga usaha (corporation). Akan tetapi, pada awal tahun 2003 kebijakan Perjan berada pada persimpangan jalan karena ternyata rencana Undang-undang mengenai BUMN tidak mengenal bentuk perjan. Dalam RUU tersebut hanya ada dua bentuk yaitu Perum dan 18
PT yang keduanya berdasarkan asas mencari keuntungan. Dengan asas ini tentunya Perum dan PT bukanlah pilihan ideal bagi RSUP. Oleh karena itu berkembang wacana untuk menjadikan RSUP sebagai organisasi yang berbentuk hukum Badan Layanan Umum (BLU). Bentuk hukum BLU ini sebenarnya dapat diartikan sebagai lembaga usaha tidak mencari keuntungan (non-profit corporation).
19
DAFTAR PUSTAKA
1. angkatanxv.files.wordpress.com/.../urindo-sejarah -perkambangan-rs.Diakses 31 Agustus 2014 2. http://gugunnawan.blogspot.com/2013/01/rumah-sakit.html, diakses 31 Agustus 2014 3. http://hmscfkmuh.wordpress.com/2012/12/19/sejarah-rumah-sakit.html
diakses
31 Agustus 2014 4. Wikipedia.2014.id.wikipedia.org/wiki/sejarah-rumah-sakit.html
diakses
31
Agustus 2014
20