Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Sindrom Nefrotik
Disusun oleh necel
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda 2011
0
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sindrom nefrotik A. Definisi
Sindrom
nefrotik
merupakan
penyakit
hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia.
dengan
gejala
proteinuria,
(1)
B. Etiologi
Etiologi sindrom nefrotik pada anak-anak sebagian besar (90%) merupakan idiopatik. Sisanya (10%) disebabkan glomerulonefritis tipe membarnous dan membranoproliferatif. Tingkat penyakit teridir dari penyakit perubahan minimal (85%), proliferasi mesangial (5%), dan sklerosis fokal (10%).
(1)
C. Patofisiologi
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah proteinuria, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerolus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding kapiler.
(1)
Mekanisme timbulnya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh hipoalbumin akibat proteinuria. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga terjadi transudasi cairan dari kompartemen intravaskuler ke ruangan interstitial. Penurunan volum intravaskuler menyebabkan penurunan perfusi renal sehingga mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang selanjutnya menyebabkan reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal. Penurunan volum intravaskuler juga menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH) yang akan meningkatkan reabsorpsi reabsorpsi air di tubulus kolektivus.
(1)
Mekanisme terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat 2 faktor. Pertama, hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di hati termasuk lipoprotein. Kedua, katabolisme lemak terganggu sebagai akibat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang memecah lemak di plasma darah).
(1)
1
Gambar 1. Bagan patofisiologi pada sindrom nefrotik.
(2)
D. Diagnosis
Diagnosis PPOK di tegakkan t egakkan berdasarkan berdasarkan :
(3)
1. Gambaran klinis a. Anamnesis
Lebih sering mengnai laki-laki dibanding perempuan (2:1) dan umumnya berusia antara 2-6 tahun
Keluhan utama berupa bengkak yang tampak di sekitar mata dan ekstremitas bawah dengan jenis pitting edema. Seiring berjalannya waktu edema menjadi umum dan terjadi peningkatan berat badan
b. Pemeriksaan fisis
Tanda vital dalam batas normal. Jarang timbul hipertensi
Inspeksi : Terdapat edema pada periorbita maupun ekstremita
Palpasi : pitting edema,
Perkusi : dapat timbul asites pada abdomen (shifting dullness), efusi pleura
2
2. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan darah
Kadar kolesterol dan trigliserida serum meningkat
Kadar albumin serum < 2g/dL
b. Pemeriksaan urin
Proteinuria +3 atau +4, atau >2g/24 jam
Hematuria mikroskopis (hematuria makroskopis jarang terjadi)
Fungsi ginjal dapat normal atau menurun
E. Diagnosis banding
(3)
1. Sembab non renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi (kwasiorkor), edema
hepatal, edema Quincke 2. Glomerulonefritis akut 3. Lupus eritematosus sistemik
F. Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik 1. Diet
Tinggi protein dan rendah garam (pada stadium oedem dan selama pemberian kortikosteroid. Cairan dibatasi. Pemberian kalsium dan vitamin D 2. Tirah baring/rawat inap
Untuk mengatasi penyulit, pada stadium oedem, ada hipertensi, ada bahaya trombosis, apabila relaps. 3. Diuretika
Diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB/dosis 2-4 kali sehari 4. Prednison
induksi: 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 4 minggu (maksimal 80 mg/24 jam). Bila terjadi remisi : 2 mg/kgBB/24 jam dosis tunggal tiap pagi, tiap 48 jam sekali selama 4 minggu. Tapering off dosis dikurangi 0,5 mg/kgBB setiap 2 minggu, selama 2-4 bulan 5. Sitostatika
Bila resisten terhadap prednison atau ada efek samping obat 3
Alkylating agent : siklofosfamid 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 6-8 minggu Antimetabolit : azotriopin 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 6-8 minggu
G. Prognosis
Sebagian besar anak-anak dengan sindrom nefrotik yang berespon terhadap steroid akan sembuh pada dekade kedua kehidupan. Sangat penting untuk mendeteksi adanya disfungsi renal baik yang bersifat herediter maupun didapat. Adanya disfungsi renal menyebabkan prognosis menjadi lebih jelek dibanding tanpa disfungsi renal.
(1)
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan: 1.
Menderita untuk pertama kalinya pada umur dibawah 2 tahun atau diatas 6 tahun
2.
Disertai hipertensi
3.
Disertai hematuria
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder 5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
(3)
4
2. Tinjauan Farmakologis
Farmakologi obat yang digunakan dalam penatalaksanaan sindrom nefrotik yang digunakan pada rawat inap 1) Furosemid
Farmakodinamik : Loop diuretik yang membantu ekskresi natrium, klorida, dan +
+
2-
kalium dengan menghambat sistem transport gabungan Na /K /Cl pada ascending limb loop of henle
Farmakokinetik :
Absorbsi : Kadar puncak plasma jika diberikan peroral ± 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam, intravena dalam beberapa menit dan lamanya 2,5 jam. Absorbsinya diusus hanya lebih kurang 50%.
Distribusi : volume distribusi 0,1 l/kg, ikatan protein 98%.
Metabolisme : di hepar 10%
Ekskresi : Waktu paruh ( t ½ ) dalam plasma 30-60 menit. Ekskresi melalui urin secara utuh, pada dosis tinggi juga melalui mel alui empedu.
(4)
Indikasi, kontraindikasi, dan efek samping :
Indikasi : hipertensi, edema jantung, paru, ginjal, dan hepar.
Kontraindikasi : hamil, laktasi, DM, gout, gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh, gangguan berkemih, gangguan fungsi hati, SLE, BPH, pre koma pada sirosis hepatic, gangguan ginjal.
Efek samping : hiponatremi, hipovolemi, hipotensi, resiko tinggi terjadi trombosis, hipomagnesemi, hipokalsemi, hipokalemi (kadang terjadi alkalosis hipokloremi), pengingkatan urea dan asam urat, gangguan GIT, pankreatitis, ikterus, konsentrasi plasma > 25 ng/ml
kesulitan mendengar karena
gangguan telinga dalam dan tinnitus (terutama iv cepat). Fotosensibilitas, urtikaria, dermatitis exfoliate, eritema multiforme
dosis tinggi pada 5
insufisiensi ginjal. Jarang : trombositopeni, agranulositosis. Pada kehamilan akhir : ototoksik dan alkalosis hipokalemi bagi fetus, penurunan dan hambatan laktasi.
(5)
Interaksi Obat : Penggunaan bersama kortikosteroid menngkatkan resiko
gangguan elektrolit, antibiotik aminoglikosida dapat meningkatkan resiko kerusakan ginjal dan telinga, dan kotrimoksazol dapat menurunkan jumlah platelet. Menurunkan ekskresi aspirin. Menignkatkan toksisitas digoxin akibat hipokalemia. Dosis: 1-2 mg/kgBB/dosis 2-4 kali sehari. (6)
2) Prednison
Farmakodinamik Mekanisme kerja
Menurunkan
konsentrasi
limfosit,
monosit,
eosinofil,
basofil
serta
meningkatkan konsentrasi konsentrasi neutrofil dalam sirkulasi.
Menurunkan sintesis prostaglandin, leukotrien, dan platelet activating factor, yang dihasilkan dari aktifasi fofolipase A2.
Mengurangi biosintesis prostglandin melalui penurunan ekskresi enzim sikolooksigenase (COX1 dan COX2) sehingga proses inflamasi dapat di hambat.
Menurunkan permeabilitas kapiler dengan menurunkan jumlah histamin yang dirilis oleh basofil dan sel mast
Menyebabkan Menyebabkan vasokonstriksi dengan cara menekan degranulasi sel mast
(4)
Farmakokinetik : Absorbsi :Pemberian peroral di absorbsi dengan cepat di GI
tract, bioavailabilitas 70%. Distribusi : 90% terikat dengan protein kortikosteroid 6
binding globulin dan albumin (terikat lemah), Metabolisme : di metabolisme terutama di hati menjadi prednisolon. Ekskresi :
Ekskresi melalui urin, waktu
paruh 1 jam
Indikasi: penyakit autoimun, panyakit inflamasi (severe asthma, severe
allergies, juvenile dermatomyositis, angioedema episodes, severe urushiolinduced contact dermatitis, systemic lupus erythematosus, ulcerative colitis, rheumatoid arthritis, psoriatic arthritis, Still's disease, Bell's palsy, idiopathic thrombocytopenic purpura, Crohn's disease, pemphigus dan sarcoidosis), sarcoidosis), sindrom nefrotik, mencegah dan mengatasi penolakan pada transplantasi organ.
Kontra indikasi: Seperti pada obat-obat glukokortikoid lainnya, jangan
digunakan pada penderita tukak lambung, osteoporosis, diabetes melitus, infeksi jamur sistemik, psikosis dan herpes simpleks pada mata.
Efek samping: Jangka pendek : peningkatan kadar glukosa plasma, retensi
cairan (efeknya minimal), insomnia, euforia, dan mania. Jangka panjang : sindrom Cushing, peningkatan berat badan , osteoporosis, glaukoma dan katarak, diabetes melitus tipe II, dan depresi . Interaksi obat: efektifitas berkurang dengan fenitoin, fenobarbital, rifampisin,
vitamin A, tetrasiklin, tiazid. Antikoagulan oral, obat hipoglikemik oral dan salisilat Dosis : induksi: 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 4 minggu (maksimal 80
mg/24 jam). Bila terjadi remisi : 2 mg/kgBB/24 jam dosis tunggal tiap pagi, tiap 48 jam sekali selama 4 minggu. Tapering off dosis dikurangi 0,5 mg/kgBB setiap 2 minggu, selama 2-4 bulan.
(6)
7
3) Cefotaxim
Farmakodinamik : Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium
yang menghasilkan tiga macam antibiotik yaitu Sefalosporin P, N, dan C. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
(4)
Farmakokinetik : A: diberikan melalui IM atau IV, tidak ada sediaan oral, D:
dapat menembus sawar darah otak, sawar darah uri, cairan sinovial, dan cairan perikardium, M: menjadi metabolit melalui reaksi deasetilasi di hati waktu paruh plasma sekitar 1 jam, E: diekskresi secara langsung pada tubulus ginjal. Metabolit juga diekskreasi melalui ginjal. Indikasi, Peringatan, efek samping :
Indikasi : infeksi akibat bakteri gram positif maupun gram negatif aerobik.
Peringatan : gagal ginjal dilakukan penyesuaian dosis
Efek samping : Jarang : depresi sumsum tulang terutama granulositopenia
Kontra indikasi : riwayat reaksi alergi terhadap penisilin, derivat penisilin,
penisilamin, atau sefalosporin. Efek samping:.reaksi alergi obat Interaksi obat: Penggunaan probenezid bersamaan dengan cepalosporin akan
menurunkan sekresi penisilin oleh tubuler renalis. Efek ini menyebabkan peningkatan konsentrasi cepalosporin di serum, eliminasi obat (waktu paruh) bertambah panjang dan menyebabkan resiko toksik Dosis : Dewasa 2-12mg/ hari IM atau IV yang dibagi dalam 3-6 dosis. Dosis anak
100-200mg/kgBB/hari dibagi 3-6 dosis. Sediaan dalam bentuk bubuk injeksi 1,2, dan 10g. 8
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, RE, Kliegman, RM and Jenson, HB. Nelson Textbook of Pediatrics 16th Edition. Philadelphia : WB Saunders Company, 2002. 2. Sukmarini, L. Sindrom Nefrotik. FIK-UI. [Online] 2009. [Cited: April 10, 2011.] http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/3be14bb14445635211418a7a75d0a7da6c06b7 de.pdf. 3. Noer, MS and Soemiarso, N. Sindrom Nefrotik. [book auth.] Tim Revisi PDT. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya : RSU Dokter Sutomo, 2008. 4. Katzung, BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi IV. Jakarta : EGC, 1998. 5. Lullmann, H and dkk. Color Atlas of Pharmacology. Stuttgart : Thieme, 2000. 6. Budi, Y and dkk. Pedoman Diagnosis Terapi. Samarinda : RSUD AW Sjahranie Samarinda, 2001.
9