REFERAT
STROKE Rehabilitasi Medik
Tugas Ilmu Rehabilitasi Medik
Disusun oleh : 1. Adam Mici Gandana 2. Cahya Daris Tri Wibowo
H2A008001 H2A008008
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2012
1
HALAMAN JUDUL
REFERAT Tugas Ilmu Rehabilitasi Medik
STROKE Rehabilitasi Medik
Disusun oleh : Adam Mici Gandana H2A008001
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2012
2
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, serta kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga tersusunlah referat yang berjudul STROKE dengan tepat waktu. Dimana dalam referat ini berisi tentang pengetahuan diagnosis penyakit stroke. Penulis sadar dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini tidak dapat bekerja sendiri, banyak uluran tangan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada : dr. Noorjanah Pujiastuti, Sp.S selaku pembimbing ilmu penyakit saraf yang telah memberikan waktu kepada penulis untuk melakukan penulisan dan mempresentasikan. Mudah – mudahan referat ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya selaku penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Namun penulis sadar dalam penulisan referat ini masih banyak kekurangannya, hal ini karena keterbatasan pengetahuan dan faktor – faktor lainnya. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kedepannya agar bertambah baik dan lebih baik lagi.
Semarang, 18 Juni 2012
Penyusun
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Kegawatan neurologi serius yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah stroke. Pasien stroke sebagian besar datang ke fasilitas kesehatan dalam keadaan terlambat, akibatnya pasien stroke mengalami kematian lebih cepat. Lima belas juta orang dari seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya yang terdiri dari 5 juta orang meninggal, 5 juta orang lainnya yang tersisa menderita cacat permanen, sehingga keluarga dan masyarakat sendiri dapat terbebani.
1
Stroke menduduki peringkat ke – 3 sebagai penyebab
kematian setelah penyakit jantung dan kanker di Amerika Serikat dan sekitar 500.000 orang terserang stroke setiap tahunnya, 400.000 orang terkena stroke iskemik dan 100.000 orang menderita stroke haemoragik (termasuk perdarahan intra serebral dan sub arakhnoid) dengan 175.000 di antaranya mengalami kematian.
2
Prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk serta yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di NAD (16,6%) dan terendah di Papua (3,8%). Terdapat 13 provinsi dengan prevalensi stroke lebih tinggi dari angka nasional.
3
Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung, anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), stenosis karotis asimtomatik, diabetes melitus, hiperhomosisteinemia, hiperatrofi ventrikel kiri sedangkan faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, herediter, ras (etnis), geografis.
1,4
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.
4,6
Kelompok umur lebih dari 40 tahun
merupakan salah satu faktor risiko tinggi terjadinya stroke.
B. Etiologi 6
Beberapa penyebab stroke , diantaranya : 1. Trombosis. a. Aterosklerosis (tersering). b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa. c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau tr aumatik). d. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit). 2. Embolisme. a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik. b. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri vertrebralis distal. c. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma. 3. Vasokonstriksi. Vasospasma serebrum setelah peradarahan subaraknoid.
C. Patogenesis
C.1. Patogenesis umum Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri – arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis
5
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang – cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
6
Berdasarkan patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan dibawah ini menjadi:
7
1. Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium ini umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya hidup yang mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif. 2. Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik sampai saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah akibat adanya lesi pada otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai akhirnya terdapat lesi yang menetap. Secara klinis defisit neurologik yang terjadi juga mengalami pemulihan sampai taraf tertentu. 3. Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis ditandai dengan defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat dilakukan adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat mungkin lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita. Sehubungan
dengan
penalataksanaanya
patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu :
maka
stadium
7
6
1. Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 – 3 / 12 jam pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk menegakkan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang terbentuk. 2. Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam – 14 hari pasca onset. Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya
komplikasi,
usaha
yang
sangat
fokus
pada
restorasi/rehabilitasi dini dan usaha preventif sekunder. 3. Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari – kurang dari 180 hari pasca onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit serta penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder serta usaha yang fokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan usaha menghindari komplikasi.
7
C.2. Patogenesis stroke iskemik Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal kemudian bekuan dapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau mungkin terbentuk didalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai 6
suatu embolus. Pangkal arteria karotis interna (tempat arteria karotis komunis bercabang menjadi arteria karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya arteriosklerosis. Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak arteriosklerosis di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau 6
stenosis.
C.3. Patogenesis stroke haemoragik Stroke haemoragik terjadi akibat tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah otak atau stroke haemoragik yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral.
5
1. Perdarahan subaraknoid Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar 10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.
5
2. Perdarahan intraserebral Patogenesis perdarahan intraserebral adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang sudah lemah akibat aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan
8
darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi toleransi (Yatsu dkk). Menurut Tole dan Utterback, penyebab perdarahan intraserebral adalah pecahnya mikroaneurisma Charcot-Bouchard akibat kenaikan tekanan darah.
5
D. Klasifikasi
Setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi modifikasi marshall, diantaranya : 1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya a. Stroke iskemik (sekitar 80% sampai 85% stroke terjadi). 1. Transient Ischemic Attack (TIA). 2. Trombosis serebri. 3. Embolia serebri. b. Stroke haemoragik (sekitar 15% sampai 20% stroke terjadi). 1. Perdarahan intra serebral. 2. Perdarahan subarachnoid. 2. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu. a. Transient Ischemic Attack. b. Stroke ~ in ~ evolution. c. Completed stroke. 3. Berdasarkan sistem pembuluh darah. a. Sistem karotis. b. Sistem vertebra-basilar.
E. Gambaran Klinis
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinis yang spesifik :
6,8
1. Timbul mendadak. Timbulnya gejala mendadak dan jarang didahului oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya.
9
2. Menunjukkan gejala neurologis kontraleteral terhadap pembuluh yang tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebra-basilar meskipun prinsipnya sama. 3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran. 4. Gangguan
peredaran
darah
arteri
serebri
anterior
menyebabkan
hemiparesis dan hemihipetesi kontralateral yang terutama melibatkan tungkai 5. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi kontgralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan funsgi luhur berupa afasia (bila mengena area otak dominan) atau hemispatial neglect (bila mengenai area otak nondominan) 6. Gangguan
peredaran
darah
arteri
serebri
posterior
menimbulkan
hemianopsi homonym atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus kolosum. Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks temporooksipital inferior. 7. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf cranial seperti disartri, diplopic dan vertigo gangguan serebelar, seperti ataksia atau hilang keseimbangan atau penurunan kesadaran 8. Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur. 9. Tanda rangsang meningeal : mual, muntah, fotofobia, kaku kuduk. 10. Serangan epileptic pada 6 % kasus SAH
10
F. Diagnosis
F.1. Anamnesis Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja, ataupun sewaktu istirahat. F.2. Pemeriksaan fisik Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf – saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks – refleks batang otak yaitu : 1. Reaksi pupil terhadap cahaya. 2. Refleks kornea. 3. Refleks okulosefalik. 4. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf – saraf otak dan anggota gerak. Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan. Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan – perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.
11
Skor Stroke Siriraj
Rumus : (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12 Keterangan : Derajat kesadaran Muntah Nyeri kepala Ateroma Hasil : Skor > 1 Skor < 1
0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = spoor/koma 0 = tidak ada; 1 = ada 0 = tidak ada; 1 = ada 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina; penyakit pembuluh darah) Perdarahan supratentorial Infark serebri Skor Stroke Gadjah Mada
Penurunan Kesadaran
Nyeri kepala
Babinski
Jenis Stroke
+
+
+
Perdarahan
+
-
-
Perdarahan
-
+
-
Perdarahan
-
-
+
Iskemik
-
-
-
Iskemik
F.3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut : 1. Laboratorium a. Pemeriksaan darah rutin. b. Pemeriksaan kimia darah lengkap. 1. Gula darah sewaktu. Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur kembali turun.
12
2. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta total lipid). c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap). 1. Waktu protrombin. 2. Kadar fibrinogen. 3. Viskositas plasma. d. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein. 2. Pemeriksaan neurokardiologi Sebagian
kecil
elektrokardiografi.
penderita
Perubahan
ini
stroke dapat
terdapat berarti
perubahan kemungkinan
mendapat serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan – perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli
cardial. 3. Pemeriksaan radiologi a. CT-scan otak Perdarahan
intraserebral
dapat
terlihat
segera
dan
pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari – hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh
13
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di batang otak. b. Pemeriksaan foto thoraks. 1. Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung. 2. Dapat
mengidentifikasi
mempengaruhi
proses
kelainan manajemen
paru
yang
dan
potensial
memperburuk
prognosis. G. Penatalaksanaan 8 Umum :
1. Nutrisi 2. Hidrasi intravena : koreksi dengan NaCL 0,9 % jika hipovolemik 3. Hiperglikemi : koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil, beri insulin reguler subkutan 4. Neurorehabilitasi dini : stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak anggota badan aktif maupun pasif 5. Perawatan kandung kemih : kateter menetap hanya pada keadaan khusus (kesadaran menurun, demensia, dan afasia global) Obat – obatan antitrombotik untuk prevensi sekunder stroke
9
1. Aspirin Dosis : 80 – 1200 mg Cara pemberian : 80 dosis tunggal atau sampai dengan 300 mg peroral 4
kali sehari. Mekanisme kerja : antiplatelet, menghambat jalur siklooksigenase Efek samping : perdarahan gastrointestinal
2. Clopidogrel Dosis : 75 mg
14
Cara pemberian : 75 mg peroral sekali sehari Mekanisme kerja : antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat,
thyenopyridine Efek
samping
:
rash,
diare,
iritasi
gastrointestinal,
perdarahan
gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia. 3. Ticlopidin Dosis : 500 mg Cara pemberian : 250 mg peroral, 2 kali sehari Mekanisme kerja : antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat,
thyenopyridine Efek samping : rash, diare, netropenia, purpura trombotik trombositopenia.
4. Cliostazol Dosis : 100 mg/hari Cara pemberian : 50 mg peroral 2 kali sehari Mekanisme kerja : antiplatelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara
menghambat aktivitas fosfodiesterase III. Efek samping : palpitasi, sakit kepala, dizziness, nausea.
5. Dipiradamol Dosis : kombinasi aspirin 50 mg + dipiridamol SR 400 mg Cara pemberian : aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg, 2 kali sehari Mekanisme kerja : antiplatelet, menghambat jalur siklooksigenase,
fosfodieseterase, dan ambilan kembali adenosine. Efek samping : sakit kepala, diare, iritasi gastrointestinal.
Obat – obatan antikoagulan Tujuan : pencegahan sekunder stroke dengan factor resiko fibrilasi atrium 1. Warfarin Dosis : disesuaikan dengan target INR (International Normalized Ratio) Hari I
: 8 mg
Hari II
: 6 mg
15
Hari III
: Periksa INR (jam 09.00 – 11.000 jika didapatkan :
INR 1,1 – 1,4 : dosis hari ke 3 10 – 20 % TDM (Total Dosis Maksimal – jumlah dosis hari I dan II) cek ulang INR 1 minggu kemudian INR 1,5 – 1,9 : dosis hari ke 3 5 – 10 % TDM cek ulang INR 2 minggu kemudian INR 2,0 – 3,0 : tidak ada perubahan dosis cek ulang INR 4 minggu kemudian INR 3,1 – 3,9 : hari ke 3 dosis 510 % TDM cek ulang INR 2 minggu kemudian INR 4,0 – 5,0 : stop antikoagulan oral, cek ulang INR 1 minggu kemudian INR > 5,0
: stop antikoagulan, monitor INR sampai 3,0, pasien kontrol tiap hari
Mekanisme kerja : antikoagulan, menghambat gamma-caboxylation dari faktor II, VII, XI, X dan protein C dan S Efek samping : perdarahan intraserebral, perdarahan sistemik. 2. Dikumarol Dosis disesuaikan dengan target INR Hari I : 4 mg Hari II : 3 mg dst Cara pemberian sama dengan warfarin (1 mg dikumoral = 2 mg warfarin)
16
BAB III SIMPULAN
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi. Faktor risiko stroke terbagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, herediter, ras/etnik) dan dapat di modifikasi (riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit karotis asimptomatis, transient ischemic attack, hiperkolesterolemia, penggunaan kontrasepsi oral, obesitas, merokok, alkoholik, penggunaan
narkotik,
hiperhomosisteinemia,
antibodi
anti
fosfolipid,
hiperurisemia, peninggian hematokrit, peninggian kadar fibrinogen). Stroke terbagi menjadi 2 macam berdasarkan etiologi dan patogenesisnya, yaitu stroke haemoragik (perdarahan intraserebral dan perdarahan sub arachnoid) dan stroke non haemoragik (stroke iskemik). Stroke haemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sedangkan stroke iskemik disebabkan oleh trombolitik atau sumbatan pembuluh darah sehingga asupan darah ke otak tidak lancar. Penanganan stroke dibagi beberapa tahap, yaitu tahap promotif, tahap prevensi primer, dan tahap prevensi sekunder. Dalam tahap promotif dilakukan pencegahan timbulnya faktor risiko stroke dengan cara melakukan gaya hidup sehat pada individu sehat yang belum mempunyai faktor risiko. Tahap prevensi primer dilakukan mengendalikan faktor risiko yang telah terjadi dengan dukungan gaya hidup sehat pada individu yang telah mempunyai faktor risiko agar tidak terjadi TIA/Stroke dapat sembuh dalam waktu kurun kurang dari 24 jam.
Tahap
prevensi
sekunder dilakukan
terapi
medikamentosa seperti
antikoagulan atau antiplatelet, bila perlu dilakukan tindakan bedah seperti tromboektomi dan angioplasti + stenting. Setelah keadaan membaik dapat didukung dengan gaya hidup sehat dan mengendalikan faktor risiko secara teratur agar dapat mencegah stroke berulang.
17
DAFTAR PUSTAKA 1.
WHO. Global Burden of Stroke. world health organization; 2007. Available from: URL: HIPERLINK http://www.who.int/cardiovascular_disease/en/cvd_atlas_15_burden_stroke.p df ,
2.
Gofur, A. Pengantar Manajemen Komprehensif Stroke dlm Manajemen Komprehensif Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press; 2007
3.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2007
4.
Setyopranoto, I. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran; 2011; ed Mei - Juni. Vol. 38 (4) Available from :URL : HIPERLINK http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_185strokegejalapenatalaksanaan.pdf
5.
Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular. Cermin Dunia Kedokteran; 2007; No.157 Available from :URL :HIPERLINK http://www.kalbe.co.id/files/157_05hipertensidankomplcerebrovaskulardf
6.
Price, S.A., Lorraine, M.W., alih bahasa Braham, U., Huriawati, H., Pita, W., dkk. editor Huriawati,H., Natalia, S., Pita,W., dkk. Patafisiologi jilid 2 : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC ; 2005
7.
Ahmad, A. Manajemen Nutrisi dan Cairan Elektrolit Penderita Stroke dlm Manajemen Komprehensif Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press ; 2007
8.
Dewanto, George., Suwono, J. Wita., Riyanto Budi., Turana, Yuda., Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf FK UNIKA ATMAJAYA. Jakarta : EGC ; 2007
9.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Guideline Stroke (seri kedua). Prevensi sekunder stroke.
18