SURVEI KONSUMSI MAKANAN
BAB I PENDAHULUAN Sebuah negara dikatakan maju jika memiliki kecukupan pangan yang dapat meningkatkan kecukupan gizi dan menunjang kesehatan yang baik pada masing – masing penduduk terutama golongan usia muda yakni anak – anak dan remaja yang berpotensi sebagai generasi baru bangsa. Kecukupan pangan yang dapat meningkatkan kecukupan gizi dan kesehatan ini disebabkan oleh faktor kesuksesan panen para petani yang didukung oleh kinerja yang bagus dari Departemen Pertanian negara bersangkutan. Selain mampu memenuhi dengan baik kecukupan gizi pada masyarakatnya sehingga dapat dihindari kekurangan gizi, masyarakat negara maju juga berpotensi terkena kelebihan gizi dikarenakan kemapanan ekonomi sehingga dapat menderita penyakit tertentu sebagai akibat kelebihan gizi, seperti obesitas dan diabetes mellitus. Sedangkan pada negara berkembang yang kebanyakan masih sulit untuk memenuhi kecukupan pangan bagi masyarakat di negaranya, dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat negara tersebut sehingga tidak heran jika banyak ditemukan masyarakat yang masih hidup dalam kemiskinan. Oleh BPS (Badan Pusat Statistik) disebutkan bahwa masyarakat yang hidup di dalam dan dibawah garis kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan dan non-makanan. Masyarakat yang miskin cenderung tidak bisa mencukupi kebutuhan gizinya dengan baik dan banyak menderita penyakit akibat kekurangan ( defisiensi) gizi, seperti kebutaan akibat defisiensi vitamin A, kwashiorkor akibat defisiensi protein, dan lain – lain. lain. Oleh karena itu, untuk mengetahui secara pasti pola konsumsi gizi (makanan) perlu dilakukannya suatu survei sebagai tolok ukur gambaran konsumsi makanan masyarakat pada umumnya, yang disebut dengan survei konsumsi makanan. Survei konsumsi makanan adalah sebuah penelitian lapangan tentang pengunaan pangan pada suatu masyarakat dimana biasanya cara ini dilakukan sebagai tolak ukur atau indikator pengukuran mutu (kualitas) pangan, kecukupan pangan, situasi pangan dan status gizi dalam masyarakat tersebut. Survei konsumsi makanan ini termasuk salah satu penilaian status gizi secara tidak langsung dan biasanya dapat dilakukan pada masyarakat dalam suatu daerah, seperti lingkungan pemukiman perkotaan dan pedesaan, masyarakat yang ekonomi miskin dan menengah keatas dan golongan rumah tangga pekerja lajang dan bukan lajang. Tujuan dari survei konsumsi makanan ini adalah untuk mengetahui pola konsumsi pangan masyarakat, tingkat sosial ekonomi rumah tangga, dan dapat juga untuk memantau tingkat kemiskinan pada daerah yang disurvei. Kegunaan dari survei ini dapat digunakan sebagai acuan 1
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
dasar untuk perbaikan gizi menjadi lebih baik di masa yang akan datang serta dapat mengurangi jumlah penduduk yang mengalami kekurangan gizi, terutama pada anak-anak. Dalam survei konsumsi makanan ini akan dibahas berbagai hal tentang pola konsumsi makanan pada masyarakat di Indonesia khususnya anak sekolah yang terdapat di kota besar (Jakarta).
2
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
BAB II ISI Survei konsumsi makanan dapat dilakukan pada kelompok masyarakat tertentu pada tempat dan daerah yang tertentu pula. Tujuan dari survei ini juga jelas karena ingin mengetahui pola konsumsi masyarakat pada wilayah tertentu yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi. Selain itu, dari survei konsumsi makanan ini juga dapat diambil tolok ukur dan acuan dasar dalam pengembangan dan pembandingan pola konsumsi yang satu dengan pola konsumsi yang lainnya. Untuk mendapatkan hasil survei konsumsi makanan yang tepat dan akurat, dalam pelaksanaannya perlu diterapkan metode – metode pengukuran yang sebenarnya. Metode – metode pengukuran konsumsi makanan dibedakan atas :
Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan jenis data yang diperoleh. Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna.
METODE PENGUKURAN KONSUMSI JENIS DATA YANG DIPEROLEH
MAKANAN
BERDASARKAN
Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan jenis data yang diperoleh dapat dibedakan menjadi, yaitu :
Metode Kualitatif Metode yang bersifat kualitatif ini biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah frekuensi makan, jumlah frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (Food / Eating Habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain : a. Metode frekuensi makanan (Food Frequency) b. Metode dietary history c. Metode telepon d. Metode pendaftaran makanan (Food List)
3
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Metode Kuantitatif Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang di perlukan sebagai daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak. Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain: a. Metode recall 24 jam b. Perkiraan makanan (Estimated Food Records) c. Penimbangan makanan (Food Weighing) d. Metode food account e. Metode inventaris (Inventory Methode) f. Pencatatan (Household Food Records)
Metode Kualitatif Kuantitatif Beberapa metode pengukuran data bahkan dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Metode tersebut antara lain : a. Metode recall 24 jam b. Metode riwayat makan (Dietary History)
METODE PENGUKURAN KONSUMSI MAKANAN SASARAN PENGAMATAN ATAU PENGGUNA
BERDASARKAN
Metode pengukuran konsumsi makanan ini terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
Tingkat Nasional Tingkat Rumah Tangga Tingkat Individu atau Perorangan
Tingkat Nasional Tujuan dari metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna dalam tingkat nasional adalah untuk menghitung tingkat masyarakat dan pekiraan kecukupan persediaan makanan secara nasional (ketahanan pangan) pada suatu wilayah at au negara dilakukan dengan cara food Balance Sheet (FBS). Berdasakan kegunaannya, data FBS dapat dipakai untuk: •
Menentukan kebijaksanaan di bidang pertanian seperti produksi bahan makanan dan distribusi dengan tujuan mempertahankan ketahanan pangan nasional. 4
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
•
Memperkirakan pola konsumsi makanan pada masyarakat.
•
Mengetahui perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat.
Tingkat Rumah Tangga Konsumsi makan rumah tangga adalah makanan dan minuman yang tersedia untuk dikonsumsi oleh anggota keluarga atau institusi. Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna dalam tingkat rumah tangga biasanya digunakan untuk menilai dan mensurvei pola konsumsi makanan dalam sebuah keluarga atau institusi. Hasil survei dari semua keluarga dan institusi dalam daerah tertentu akan didata dan dikaji sehingga akan diperoleh sebuah hasil yang dapat digunakan sebagai tolok ukur dan acuan dasar penentuan pola konsumsi makanan sebuah keluarga dan institusi yang baik dan benar. Tolok ukur dan acuan dasar ini juga dapat dijadikan sebagai parameter kecukupan gizi saat menilai pola konsumsi makanan keluarga dan institusi yang lain. Metode pengukuran konsumsi makanan untuk rumah tangga adalah sebagai berikut :
1. Metode Pencatatan (Food Account Method). Merupakan suatu metode yang mencatat tingkat / angka ketersediaan dan kecukupan bahan makanan pada sebuah rumah tangga dalam jangka waktu tertentu. Adapun kelebihan metode pencatatan ini, antara lain : •
•
•
•
Cepat dan relatif lebih murah. Dapat diketahui tingkat ketersediaan bahan makanan rumah tangga tersebut pada periode tertentu. Dapat diketahui daya beli suatu rumah tangga terhadap bahan makanan terutama bahan makanan pokok. Dapat menjangkau lebih banyak responden dari berbagai kalangan.
5
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Sedangkan kekurangan dari metode pencatatan ini, antara lain : •
•
Kurangnya ketelitian selama melakukan pencatatan, sehingga tidak dapat menggambarkan tingkat konsumsi rumah tangga dengan tepat dan akurat. Sangat tergantung pada kejujuran responden untuk melaporkan/mencatat konsumsi makanan dalam rumah tangganya.
2. Metode pendaftaran (Food List Method). Metode pendaftaran ini hampir menyerupai dengan metode pencatatan, tetapi pada metode pencatatan dapat diketahui tingkat ketersediaan bahan makanan dalam sebuah rumah tangga serta daya beli rumah tangga tersebut terhadap bahan makanan, sedangkan pada metode pendaftaran hanya diketahui tingkat ketersediaan bahan makanan dalam sebuah rumah tangga biasanya hanya secara garis besar saja. Dan kelebihan metode pendaftaran adalah: •
Relatif murah biayanya, karena hanya memerlukan waktu yang singkat.
Serta kekurangan metode pendaftaran ini adalah: •
•
•
Hasil yang diperoleh kurang teliti karena berdasarkan estimasi atau perkiraan saja baik perkiraan penanya (penyurvei) maupun perkiraan ditanya (responden). Sangat subyektif, tergantung kejujuran dari responden dalam rumah tangga tersebut. Sangat bergantung pada daya ingat responden.
3. Metode inventaris (Inventory Method). Dalam melakukan survei dengan menggunakan metode inventaris ini dibutuhkan alat ukur dan formulir pencatatan sebagai record. Adapun kelebihan dari metode inventaris ini adalah : •
Hasil yang diperoleh lebih akurat dan tepat, karena memperhitungkan adanya sisa dari makanan, makanan yang terbuang dan makanan yang rusak selama dilakukannya survei.
6
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Sedangkan kekurangan dalam menggunakan metode inventaris ini adalah : •
•
Petugas harus terlatih dalam menggunakan alat ukur dan formulir pencatatan. Tidak cocok untuk responden yang buta huruf, bila pencatatan dilakukan oleh responden.
•
Memerlukan peralatan sehingga biaya relatif lebih mahal.
•
Memerlukan waktu yang relatif lebih lama.
4. Pencatatan makanan rumah tangga / keluarga (Household Food Record). Metode pencatatan konsumsi makanan ini hanya diperuntukkan untuk menghitung, mencatat dan mendata pola konsumsi makanan dan ketersediaan serta kecukupan bahan makanan dalam sebuah keluarga. Hasil dari survei ini akan dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai tingkat konsumsi makanan di keluarga yang lain. Kelebihan dari pencatatan makanan rumah tangga untuk keluarga ini adalah : •
•
Hasil yang diperoleh menimbang makanan.
lebih
akurat,
bila
dilakukan
dengan
Dapat dihitung intake zat gizi suatu keluarga.
Sedangkan kekurangan dari pencatatan makanan rumah tangga untuk keluarga ini adalah : •
•
Terlalu membebani responden. Memerlukan biaya cukup dikunjungi lebih sering.
mahal,
karena
•
Memerlukan waktu yang cukup lama.
•
Tidak cocok untuk responden yang buta huruf.
7
responden
harus
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
5. Metode telepon. Metode telepon merupakan metode dimana penyurvei akan menelepon responden (keluarga atau instansi) secara satu per satu untuk mengetahui tingkat pola konsumsi makanan dalam keluarga atau instansi tersebut serta tingkat kecukupan dan ketersediaan bahan makanan dalam keluarga atau instansi itu. Metode telepon ini mempunyai kelebihan berupa : •
•
Proses survei yang relatif cepat, karena tidak harus mengunjungi responden. Dapat mencakup responden yang lebih banyak
Kekurangan dari metode telepon ini berupa : •
•
•
•
Biaya relatif mahal untuk rekening telepon. Sulit dilakukan untuk daerah yang belum mempunyai jaringan telepon. Dapat menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi dari hasil informasi yang diberikan responden. Sangat tergantung pada kejujuran dan motivasi serta kemampuan responden untuk menyampaikan pola konsumsi makanan dan kecukupan bahan makanana dalam keluarga atau instansinya.
Tingkat Individu atau Perorangan Jika pengukuran konsumsi makanan di tingkat nasional adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan nasional demi mencukupi kebutuhan pangan nasional dan pengukuran konsumsi makanan di tingkat rumah tangga adalah untuk mengetahui tingkat kecukupan dan ketersediaan makanan dalam sebuah rumah tangga (keluarga, sekolah, instansi,dll), maka pengukuran konsumsi makanan di tingkat individu atau perorangan ini dilakukan untuk mengetahui pola makan seseorang di lingkungan tertentu.
8
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Metode pengukuran makanan untuk individu atau perorangan ini, antara lain :
Metode recall 24 jam. Merupakan semacam metode dimana responden dimintai keterangannya mengenai makanan yang telah dikonsumsinya dalam hari tersebut atau hari – hari sebelumnya. Metode ini juga membutuhkan daya ingat sang responden mengenai jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsinya sehingga dapat dinilai bagaimana pola makannya dalam sehari – hari. Kelebihan metode recall 24 jam : •
•
Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden. Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara.
•
Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
•
Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
•
Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
Kekurangan metode recall 24 jam : •
•
•
•
•
•
Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilkukan recall satu hari. Ketepatanya sangat tergantung pada daya ingat responden. The flat slope sindrom, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian. Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.
9
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Metode Pendataan Konsumsi Makanan (Estimated Food Record) Selain metode recall 24 jam yang mengandalkan ingatan responden, metode estimated food record justru mengandalkan ketelitian dan kerajinan responden dalam mencatat dan mendata pola konsumsi makannya sehari – hari. Adapun kelebihan dari metode estimated food record ini adalah: •
Metode ini relatif lebih murah dan cepat.
•
Dapat menjangkau sample dalam jumlah besar.
•
•
Dapat diketahui konsumsi zat gizi per hari pada responden tersebut. Hasilnya relatif lebih akurat karena konsumsi makan responden dicatat dan didata per harian.
Namun terdapat juga beberapa kekurangan dari metode estimated food record, antara lain : •
•
•
Metode ini terlalu membebani responden, sehingga sering menyebabkan responden merubah kebiasaan makanannya karena jumlah makan yang banyak akan menuntut responden untuk mencatat sesuai dengan jumlah makan yang telah dilakukannya, maka semakin sedikit makannya semakin sedikit pula jenis makanan yang harus dicatat. Tidak cocok untuk responden yang buta huruf. Sangat tergantung pada kejujuran dan kemampuan responden dalam mencatat dan memperkirakan jumlah konsumsi makanannya dalam per hari.
Metode penimbangan makanan (Food Weighing Method). Tujuan dari metode ini adalah menimbang jumlah makanan yang telah dikonsumsi oleh responden misalnya dalam per hari agar dapat diketahui angka kecukupan gizi yang telah diperoleh oleh responden tersebut. Kelebihan dari metode penimbangan adalah:
Data yang diperoleh lebih akurat dan teliti.
10
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Sedangkan kekurangan dari metode penimbangan adalah : •
•
•
•
Memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup mahal karena memerlukan ala untuk menimbang. Bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup lama, maka responden dapat merubah kebiasaan makan mereka. Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil untuk dapat mencatat dan mendata hasil survei menjadi lebih akurat dan tepat. Memerlukan kerja sama yang baik antara penyurvei dan responden.
Metode riwayat makan (Dietary History Method) Adapun tujuan dari metode ini adalah untuk mengetahui riwayat konsumsi makanan responden pada biasanya dan dari situ dapat dinilai apakah sudah tercapai atau belum angka kecukupan bagi responden tersebut. Kelebihan dari metode riwayat makan ini adalah: •
•
•
Dapat memberikan gambaran konsumsi pada periode yang panjang secara kualitatif dan kuantitatif. Biaya yang relatif lebih murah. Dapat digunakan di klinik gizi untuk membantu mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan diet pasien.
Sedangkan kekurangan dari metode riwayat makan ini adalah: •
•
Terlalu membebani pengumpul data dan responden. Sangat sensitif dan membutuhkan pengumpul data yang sangat terlatih, terampil dan teliti.
•
Tidak cocok dipakai untuk survei-survei besar.
•
Data yang dikumpulkan lebih bersifat kualitatif.
•
Biasanya hanya difokuskan pada makanan khusus, sedangkan variasi makanan sehari-hari tidak diketahui karena kurang didata.
11
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
Metode frekuensi makanan. Metode ini digunakan untuk membantu responden dalam menerapkan pola makan yang sehat dan teratur artinya makan pada saatnya sehingga dapat menghindari hal – hal (penyakit) yang tidak diinginkan. Metode ini cocok untuk diterapkan secara perorangan karena lebih mudah diajarkan dan dianjurkan. Kelebihan dari metode frekuensi makanan ini adalah : •
Biaya yang relatif lebih murah dan teknik pendataan lebih sederhana sehingga memudahkan responden untuk melakukannya.
•
Dapat dilakukan sendiri oleh responden.
•
Tidak membutuhkan latihan khusus.
•
Dapat membantu untuk menjelaskan tentang hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan yang teratur & tidak teratu.
Kekurangan dari metode frekuensi makanan ini adalah : •
Tidak dapat digunakan untuk manghitung intake zat gizi dalam sehari.
•
Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data.
•
Cukup menjemukan bagi pewawancara.
•
•
Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.
12
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
KESALAHAN DALAM METODE SURVEI KONSUMSI MAKANAN Dalam melakukan pengukuran konsumsi makanan atau survei diet, sering terjadi kesalahan atau bias terhadap hasil yang diperoleh. Hal ini dapat mempengaruhi hasil survei yang telah dibuat. Jenis bias ini secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Bias secara Acak (Random Bias)
Bias secara acak terjadi karena adanya kesalahan dalam pengukuran, tetapi hasil tidak mempengaruhi nilai rata-rata. Bias ini dapat memperbesar sebaran (deviasi) nilai dari pengukuran.
Bias Sistematik
Bias sistematik terjadi karena: •
•
•
•
Kesalahan dari kuesioner, misalnya tidak memasukkan bahan makanan yang sebetulnya penting. Kesalahan pewawancara yang secara sengaja dan berulang melewatkan pertanyaan tentang makanan tertentu. Kesalahan dari alat yang tidak akurat dan tidak distandarkan sebelum penggunaan. Kesalahan dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
SUMBER BIAS DALAM PELAKSA NAAN PENGUKURAN KONSUMSI MAKANAN Sumber bias dalam pengukuran konsumsi makanan berasal dari beberapa faktor antara lain: 1. Kesalahan atau bias dari pengumpul data. 2. Kesalahan/bias dari responden (renspondent bias). 3. Keslahan/bias karena alat. 4. Kesalahan/bias dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
13
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
5. Kesalahan/bias karena kehilangan zat gizi dalam proses pemasakan, perbedaan penyerapan, dan penggunaan zat gizi tertentu berdasarkan fisiologis tubuh.
CARA CARA MENGURANGI KONSUMSI MAKANAN
BIAS
DALAM
PENGUKURAN
Untuk dapat mengurangi kesalahan yang bersifat sistematik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: •
•
•
•
Gunakan sampel dalam jumlah besar (semakin besar sampel semakin kecil variasinya). Ulangi pengukuran intake konsumsi terhadap subjek atau responden yang sama dalam beberapa waktu. Usahakan selalu melakukan kalibrasi terhadap alat-alat ukur. Untuk mengurangi bias yang berhubungan dengan pengetahuan responden mengenai ukuran porsi, gunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar, model atau contoh bahan makanan langsung dan alat makan yang biasa dipergunakan.
14
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
POLA KONSUMSI MAKANAN TINGKAT RUMAH TANGGA
Setelah dibahas metode survei konsumsi makanan di tingkat rumah tangga, sekarang akan diberikan contoh (kasus) pola konsumsi makanan tingkat rumah tangga yakni survei konsumsi makanan di sekolah. Salah satu sekolah yang menjadi sample contoh dalam survey konsumsi makanan ini adalah Sekolah Al Izhar Pondok Labu Jakarta Selatan. Survei dilakukan pada 771 anak siswa dan siswi. Tujuan dilakukannya survei ini adalah sebagai kegiatan awal dalam gerakan pola makan sehat anak di Sekolah Al Izhar tersebut. Dikhawatirkan jika masa emas tumbuh kembang angak diisi dengan asupan nutrisi yang tidak seimgang dan pola hidup yang kurang sehat, antara lain seperti kurangnya aktivitas fisik yang sesuai dengan usianya, maka diprediksi generasi mendatang bukan merupakan generasi yang tangguh berbadan, berjiwa dan beraga sehat, melainkan generasi yang lembek, demikian paparan dr. Amaranila Lalita Drijono, Sp.KK, selaku Ketua Komite Kantin Sekolah Al Izhar Pondok Labu. Diakui oleh dr. Amaranila bahwa dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, anak – anak usia sekolah kerap kali harus menghabiskan lebih dari separuh waktunya di luar rumah, khususnya di sekolah. “Saat ini anak – anak di kota besar antara usia 4 – 18 tahun menghabiskan waktu 4 – 7 jam di sekolah. Meski secara kuantitas, waktu tersebut masih cukup banyak dihabiskan di lingkungan sosial dan keluarga, namun secara kualitas, masa makan aktif anak justur lebih banyak dihabiskan pada jam sekolah tersebut. Keadaan ini memaksa anak – anak tersebut untuk menyantap makanan seala-kadarnya saja setiap hari,” jelas dr. Amaranila. Hal ini didukung dengan munculnya berbagai macam restoran cepat saji yang menyediakan hidangan junk food yang menjadi penyebab meningkatnya masalah kelebihan gizi dan masalah kekurangan gizi yang terselebung. Tidak bisa dipungkiri bahwa masalah ini juga bisa menjadi pemicu penyakit – penyakit yang seharusnya tidak terjadi pada anak – anak seperti obesitas untuk masalah kelebihan gizi pada anak – anak pada umumnya. Sedangkan meningkatnya konsumsi makanan yang tidak seimbang gizinya pada anak – anak sekolah di kota besar diduga merupakan kelompok kekurangan gizi yang terselebung. Survei konsumsi makanan untuk anak – anak sekolah ini melibatkan para orangtua untuk mengisi angket tersebut mendapat respon yang positif dan interaktif. Survei ini dilakukan di Kantin Sekolah Al Izhar yang selama ini dijadikan tempat rujukan anak – anak untuk makan, terjaring responden sebanyak 771 anak SD (kelas 2 – 6), SMP (kelas 1 & 2) dan 418 orang tua murid TK & SD (SMP & SMU). Data hasil survei ini diolah secara statistik melalui program komputer SPSS for Windows version 11.5. Data yang terungkap dari survei tersebut adalah : 15
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
1. 48% responden menyatakan hanya 2 kali dalam seminggu makan pagi bersama keluarga. 2. 2.64% responden makan siang bersama keluarga hanya 2 kali dalam seminggu 3. 49% responden bisa tiap malam (7 kali seminggu) makan malam bersama keluarga, sedangkan 25% hanya bisa makan malam bersama keluarga sebanyak 2 – 3 kali dalam seminggu. 4. 41% responden makan sekeluarga di restoran 2 kali seminggu. 5. 75% responden menjawab bahwa yang menentukan menu makan anak di rumah adalah ibu, sedangkan kurang dari 50% yang memasak makanan untuk keluarga sehari – harinya adalah ibu. 6. 15% responden orangtua menyatakan bahwa anak mereka hanya 2 kali seminggu sarapan pagi di rumah. 7. 60% responden menjawab bahwa susu masih menduduki peringkat teratas untuk dikonsumsi anak saat sarapan pagi. 8. 65% responden menjawab bahwa roti adalah daftar makanan kegemaran anak – anak.
Sedangkan survei langsung mengenai pola makan yang dilakukan pada siswa SD, SMP, dan SMA yang mengisi angket di ruang kelas terungkap :
1. 26 % responden kadang-kadang sarapan pagi di rumah, sementara 12 % jarang sarapan pagi di rumah, dan 60 % responden masih selalu sarapan setiap hari 2. 31 % responden melakukan sarapan pagi di kendaraan 3. 40 % responden ternyata masih selalu membawa bekal ke sekolah 4. Hanya 31 % responden yang menyukai masakan ikan 5. Sementara Bayam & dan Kangkung menduduki peringkat teratas dari jenis sayuran yang disukai siswa 6. Jeruk Dan Apel, juga menjadi buah favorit yang dikonsumsi oleh anak-anak, dengan data sekitar 35 - 40 % Makan Sehat di Sekolah Kampanye Gerakan Sosial Pola Makan Sehat Pada Anak, yang digelar di lingkungan sekolah Al Izhar selama Bulan Agustus ini, diadakan untuk lebih meningkatkan kesadaran semua pihak (anak, orang tua dan guru) tentang pentingnya pola makan sehat dan gizi yang seimbang. "Gerakan ini boleh dibilang berawal dari mulai menurunnya kuantitas interaksi keluarga dalam mengajarkan pola makan sehat kepada anak-anaknya. Ini bisa terjadi, 16
SURVEI KONSUMSI MAKANAN karena ternyata anak lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah, kata Rika M. Novriadi selaku Humas Al Izhar Healthy Food Festival kepada rileks.com.
Pertanyaannya ialah apakah sekolah juga siap menggantikan peran orangtua di dalam mengajarkan pola makan sehat bagi siswa didiknya ? Mengingat masa tumbuh kembang anak tidak dapat diulang, setiap tahapan di dalam tumbuh kembang anak menjadi landasan bagi tahapan selanjutnya. Tidak ada bypass / shortcut, tegas Rika. Saat ini anak-anak di kota besar usia 4-18 tahun banyak menghabiskan waktu 4-7 jam di sekolah. Meski secara kuantitas, waktu tersebut masih cukup banyak dihabiskan di lingkungan sosial dan keluarga, namun secara kualitas, masa makan aktif anak justru lebih banyak dihabiskan pada jam sekolah tersebut. Diharapkan peran kantin sekolah nantinya dapat menjadi salah satu pilar pembelajaran dan pendidikan pola makan sehat anak di sekolah. Mengingat peran sekolah juga sama pentingnya dengan keluarga dalam hal pemberian nutrisi tumbuh kembang anak. Jika di sekolah ini bisa memberikan konsep makan sehat, bukan mustahil hal ini akan ditiru dan diwujudkan di sekolah lain. Sudah saatnya kita tingkatkan kesadaran `you are what you eat` , pungkas Rika.
17
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
BAB III PENUTUP Survei konsumsi makanan merupakan suatu penelitian lapangan tentang pengunaan pangan pada masyarakat dimana biasanya cara ini dilakukan sebagai tolak ukur atau indikator pengukuran mutu pangan, kecukupan pangan, situasi pangan dan status gizi dalam masyarakat tersebut serta mencakupi pla konsumsi masyarakat pada umumnya. Survei ini biasanya dapat dilakukan oleh sekelompok peneliti yang meninjau dan meneliti tentang pola konsumsi dan ketahanan pangan baik di tingkat nasional, tingkat rumah tangga maupun di tingkat individu. Kegunaan dari hasil survei konsumsi makanan dalam suatu kelompok masyarakat dapat dijadikan tolok ukur pola konsumsi makanan yang tepat bagi kelompok masyarakat yang lain, jika kelompok masyarakat yang disurvei berhasil memenuhi syarat ketepatan pola konsumsi makanan yang benar. Dari survei konsumsi makanan, bisa dijumpai kelompok masyarakat kaya dan miskin dimana pola konsumsi makanan pada masyarakat kaya berbeda dengan pola konsumsi makanan masyarakat miskin. Pada masyarakat kaya biasanya mampu memenuhi angka kecukupan gizi yang ditetapkan, bahkan kadang – kadang berlebih yang dapat memberikan dampak kesehatan yang berarti seperti obesitas. Sedangkan pada masyarakat miskin seringkali kesulitan memenuhi angka kecukupan gizi yang ditetapkan, seringkali sangat kurang sekali sehingga memudahkan masyarakat miskin tersebut gampang terkena penyakit akibat kekurangan gizi. Seringkali hasil survei konsumsi makanan dapat dijadikan sebagai referensi bagi pemerintah untuk menyamaratakan konsumsi makan masyarakat agar tidak ada yang merasa kekurangan maupun kelebihan. Oleh karena itu, untuk menjaga agar masyarakat miskin tidak semakin tidak mampu mencukupi kecukupan gizi yang diharuskan dapat makan secara layak dan masyarakat kaya tidak semakin berlebihan mengkonsumsi makanan, pemerintah membentuk program ketahanan pangan nasional. Masuk ke dalam lingkup yang lebih kecil yakni pola konsumsi makanan di tingkat rumah tangga , contohnya sekolah, pola makan dan gaya hidup anak sekolah kota besar berbeda dengan anak sekolah kota kecil atau desa. Hal ini dikarenakan kemapanan di segi ekonomi pada anak sekolah kota besar yang sanggup memenuhi kecukupan gizinya bahkan cenderung berlebih serta didukung faktor gaya hidup yang kurang sehat. Terjadinya gaya hidup yang kurang sehat dikarenakan di kota besar banyak didirikan restoran – restoran yang menyediakan makanan cepat saji yang tidak memiliki kandungan gizi 18
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
yang sehat sehingga dapat menyebabkan anak sekolah kota besar mengalami kelainan gizi buruk yang terselubung. Faktor lainnya berupa persaingan ketat di bidang akademik sekolah menuntut para anak sekolah di kota besar lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di rumah. Selain itu, didukung juga dengan faktor kemacetan lalu lintas yang menyita waktu dan tenaga anak – anak sekolah sehingga menjadi jarang dan malas melakukan aktivitas fisik seperti olahraga. Anak sekolah di kota kecil atau desa bisa dikatakan pola konsumsi makannya masih benar karena masih terpantau oleh orangtua di rumah. Pola konsumsi makanan pada tingkat individu akan berbeda – beda hasilnya antara individu yang satu dengan individu yang lain. Faktor – faktor yang menjadi pembeda itu antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Usia Jenis kelamin Ras Agama Budaya Penyakit yang diderita
19
SURVEI KONSUMSI MAKANAN
REFERENSI
Widiastuti, Notika T., Suvitriati S., “Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung” – Slide.2 November 2007.FK UPN “Veteran” Jakarta. Harian KOMPAS 8 November 2007, “Ketahanan Pangan Nasional : Perubahan Iklim Pengaruhi Kegagalan Panen”. www.google.com/search/Awas Jajanan Tidak Sehat, You Are What You Eat____ - Rileks_com Sometimes We Need To Be Different -.htm
20